Berdasarkan data Bank Indonesia, utang luar negeri per Juli 2014 mencapai 290,6 miliar
dollar AS atau setara 3.501,2 triliun rupiah, meningkat dari Juli 2013 yang 261 miliar
dollar AS. Rinciannya: utang luar negeri pemerintah 125,8 miliar dollar AS, utang luar
negeri BI 8,4 miliar dollar AS, dan sisanya utang luar negeri swasta. Lonjakan utang ini
juga dibarengi meningkatnya rasio pembayaran utang dan bunganya terhadap penerimaan
ekspor (debt to service ratio), sempat mencapai 52 persen, jauh di atas level aman untuk
negara berkembang sekitar 35 persen.
Artinya, hampir separo dari penerimaan ekspor habis untuk membayar utang. Kewajiban
utang juga menggerus cadangan devisa, menekan nilai tukar rupiah, serta membebani
APBN. Seperti halnya subsidi energi, beban utang menyandera fiskal dan membuat
fungsi fiskal sebagai penggerak utama ekonomi untuk menciptakan kesejahteraan dan
lapangan kerja menjadi mandul. Sebesar 1520 persen APBN harus disisihkan untuk
membayar pokok dan cicilan utang. Untuk APBN tahun 2014, porsi pembayaran cicilan
utang dan bunganya 368,981 triliun rupiah.
Berbeda dengan utang pemerintah yang umumnya jangka panjang, utang swasta 2006
2014 didominasi utang jangka pendek bertenor 13 tahun, sementara penggunaannya
secara umum untuk proyek jangka panjang sehingga selain risiko nilai tukar (currency
mismatch), ada risiko jangka waktu (maturity mismatch). Sekitar 34 persen utang swasta
(dan badan usaha milik negara) ini, menurut BI, berpotensi gagal bayar, dalam kondisi
ada tekanan terhadap rupiah.
Sumber : Koran Jakarta, Warisan Utang Memanas Minggu, 30 November 2014
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan ukuran agregat dari dimensi dasar
pembangunan manusia dengan melihat perkembangannya. IPM memperlihatkan seberapa
besar tingkat pencapaian yang telah dilakukan selama ini di bidang kesehatan, pendidikan
dan ekonomi.
Unsur Penyusun Indeks pembangunan manusia adalah
hidup/kesehatan, indeks pengetahuan dan indeks daya beli.
indeks
kelangsungan