DESKRIPSI KASUS
Nama Peserta
Nama Wahana
Topik
Tanggal Kasus
: 26 September 2013
Nama Pasien
: Tn. H
Usia
: 85 Tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Alamat
: Suradadi RT 01/RW I
No. RM
: 016223
Pendamping
NIP
: 198202252009032001
Obyek Presentasi
Keilmuan
Diagnostik
Neonatus
Dewasa
Deskripsi
Tinjauan pustaka
Keterampilan
Penyegaran
Manajemen
Istimewa
Masalah
Bayi
Remaja
Anak
Lansia
Ibu Hamil
: Pelanggaran etik dan disiplin ilmu kedokteran
Tujuan
Bahan-bahan
Audit
Cara Membahas
Diskusi
Riset
Kasus
Tinjauan Pustaka
:
Pos
BAB II
KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
Usia
Jenis kelamin
Alamat
Nomor RM
Waktu datang ke IGD
B. Hasil Pembelajaran
26 September 2013
: Tn. H
: 85 Tahun
: perempuan
: Suradadi RT01/RW I
: 016223
: 26 September 2013
1. Subyektif
Keluhan utama
: Tangan Kiri nyeri
Keluhan tambahan
: Tangan kiri bengkak,susah digerakan
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD RS Suradadi dengan keluhan nyeri
pada tangan kiri, tangan hali ini dikarenakan pasien mengalami kecelakaan
yaitu terjatuh dari atas pohon kelapa setelah mencoba mengambil buah
kelapa, pasien terjatuh dari ketinggian sekitar 1 meter dengan posisi
tangan menahan badan ditanah, selain nyeri pasien tidak mampu
membalikan tangan kirinya, dan tangan kiri pasien menjadi bengkak
berwarna kemerahan, terdapat perubahan posisi dan bentuk pada tangan
kiri, Tangan kiri pasien dimulai dari siku sampai pergelangan tangan
bertambah nyeri saat digerakkan, tetapi tidak diikuti dengan rasa sakit di
bahu ataupun lengan bagian atas. Tidak terdapat luka terbuka pada tangan
kiri pasien. sebelum dan sesudah kejadian pasien sadar. Pasien tidak
mengeluhkan nyeri kepala, tidak pusing, tidak mual, tidak muntah,
pandangan tidak ganda ataupun kabur, tidak ,mengeluhkan keluar darah
dari telinga maupun hidung, tidak sesak dan nyeri pada dada atau perut,
dan tidak ada luka lecet dibagian badan lainnya atau tidak ada bagian
tubuh lain yang sulit digerakan.
: 120/70 mmhg
Nadi
: 98 kali/menit, regular
Pernapasan
: 20 kali/menit
Suhu
: 36C
Mata
Mulut
Hidung
Leher
Thorax
Pulmo
Cor
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: Timpani
Palpasi
: Supel
Ekstremitas
Status Lokalis region aLook : Deformitas (+), rotasi (-), angulasi (-),
pemendekan (+), edem (+) 7 cm x 5 cm x 3 cm , hiperemis (+), dislokasi (+),
luka terbuka (-)
Feel : nyeri tekan (+), krepitasi (+), sensibilitas (+)
PEMBAHASAN
Tinjauan Etik
Dalam mengambil keputusan tindakan terapi terhadap pasien maka dokter perlu
memperhatikan nilai beneficence (kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan hal yang
membahayakan pasien) autonomi dan justice (keadilan). Sudah menjadi tugas seorang dokter
memberikan yang terbaik untuk kesembuhan pasien tetapi bila dikaitkan pada kasus diatas dan
ditinjau dari segi etik , bahwa prinsipnya pasien memiliki hak untuk menolak tindakan tersebut
(autonomi) dan (justice), akan tetapi sebagai dokter maka kita perlu memberikan pelayanan yang
terbaik terhadap pasien dengan memperhatikan prinsip (beneficence) dan (non maleficence)serta
memberikan inform consent untuk menjaga hubungan antara dokter dengan pasien agar tidak
terjadi kesalahpahaman terhadap tindakan / teraphy yang diberikan.
Kaidah Dasar Moral
Informed Consent
Berkaitan dengan hal tersebut untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap
pasien dan dokter, maka diperlukan peran hukum yang dapat mengayomi. Di antara bagian
terpenting dari aspek hukum dari relasi dokter - pasien adalah mengenai informed consent.
Informed consent adalah suatu istilah yang digunakan dalam literature asing untuk menyebut
hak pasien atas informasi dan hak pasien untuk memberikan persetujuan.
Informed Consent atau Persetujuan Tindakan Medik merupakan proses komunikasi antara dokter
dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien yang
kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan formulir Informed Consent secara tertulis. Hal
ini didasari atas hak seorang pasien atas segala sesuatu yang terjadi pada tubuhnya serta tugas
utama dokter dalam melakukan penyembuhan terhadap pasien sebagai bentuk pelayanan medis.
Informed consent bertujuan untuk memberikan perlindungan pasien terhadap tindakan dokter
yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang
dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya. Selain itu informed consent juga berfungsi untuk
memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif,
karena prosedur medik modern tidak tanpa resiko dan pada setiap tindakan medik ada melekat
suatu resiko (inherent risk).
Penentuan nasib sendiri adalah nilai, sasaran dalam informed consent, dan inti sari permasalahan
informed consent adalah alat. Secara konkrit persyaratan informed consent adalah untuk setiap
tindakan baik yang bersifat diagnostik maupun terapeutik didasarkan pada persetujuan pasien
yang bersangkutan.
Dalam Pasal 2 Peraturan Mentri Kesehatan No.585/Men.Kes/Per/IX/1989 dinyatakan
bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
Persetujuan dimaksud diberikan setelah pasien mendapat informasi yang adekuat tentang
perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risiko yang dapat ditimbulkannya.
Persetujuan tindakan medis bisa dibicarakan dari dua sudut, pertama membicarakan
persetujuan tindakan medis dari dari pengertian umum dan kedua membicarakan persetujuan
tindakan medis dari pengertian khusus.
Dalam pelayanan kesehatan sering pengeertian kedua lebih dikenal yaitu persetujuan
tindakan medis yang dikaitkan dengan persetujuan atau izin yang didapat dari pasien atau lebih
sering dari keluarga pasien untuk melakukan tindakan opertaif atau tindakan invasive yang
biasanya mempunyai risiko. Oleh karena itu dulu persetujuan tindakan medis jenis ini sering
disebut surat izin operasi, surat persetujuan pasien, surat perjanjian dan lain-lain istilah yang
dirasa sesuai oleh Rumah Sakit atau Dokter yang merancang surat persetujuan atau surat izin
operasi ini.
Dari pandangan dokter atau rumah sakit tujuan dari surat ini adalah agar pasien atau
keluarga pasien mengetahui bahwa operasi dan tindakan medis ini harus ditempuh dan dokter
telah diberi izin untuk melakukan tindakan tersebut. Jika pasien sudah mengerti sepenuhnya dan
memberikan persetujuan (izinnya) maka barulah dokter atau dokter spesialis dapat melaksanakan
tindakannya. Demikian pula tindakan medik lain yang mengandung risiko, misalnya aortografi.
Sebagai lanjutan kepada pasien akan dimintakan untuk menandatangani suatu formulir sebagai
tanda bukti persetujuannya.
Harus diadakan perbedaan antara Persetujuan atau izin pasien yang diberikan secara lisan
pada saat dokter dan pasien memperoleh kesepakatan, dengan Penandatanganan formulir
tersebut oleh pasien yang sebenarnya merupakan pelaksanaan kelanjutan dari apa yang sudah
disepakati bersama dan sudah diperoleh pada waktu dokter memberikan penjelasannya secara
lisan.
Oleh karena itu sebelum pasien memberikan persetujuannya diperlukan beberapa
masukan sebagai berikut:
a.
b.
dokter serta tujuan yang ingin dicapai (hasil dari upaya, percobaan),
Deskripsi mengenai efek-efek sampingan serta akibat-akibat yang tak dinginkan
yang mungkin timbul,
c.
d.
e.
f.
Pernyataan tanda setuju secara tertulis dengan penandatanganan formulir hanya untuk
memudahkan pembuktian jika pasien kelak menyangkal telah memberikan persetujuannya.
Dengan sudah ditandatanganinya formulir tersebut maka jika pasien menyangkal, pasien harus
membukikan bahwa ia tidak diberikan informasi. Namun jika hanya ditandatangani saja oleh
pasien tanpa diberikan informasi yang jelas terlebih dahulu oleh dokternya, maka secarik kertas
itu secara yuridis tidak merupakan bukti kuat bagi sang dokter. Karena pasien dianggap belum
informed sehingga belum terdapat suatu kesepakatan dalam arti yang sebenarnya. Dengan
perkataan lain belum ada consent yang informed dari pasien sebagai mana sudah diatur
didalam PerMenKes No. 585 tersebut.
A. Bentuk persetujuan tindakan medik
Ada dua bentuk persetujuan tindakan medis yaitu:
1. Implied Consent (dianggap diberikan) Implied consent umumnya diberikan dalam keadaan
normal, artinya dokter dapat menangkap persetujuan tindakan medis tersebut dari isyarat yang
dilakukan atau diberikan pasien. Misalnya kalau dokter mau mengatakan mau menginjeksi
pasien, dia menyingsingkan lengan baju atau menurunkan celananya
2. Express Consent (dinyatakan) Express Consent dintyatakan secara ;lisan dan dapat pula
dinyatakan secara tertulis dalam tindakan medis invasive dan mengendung risiko, dokter
sebaiknya mendpatkan persetujuan tindakan medis secara tertulis. Sebetulnya inilah yang umum
dikenal di rumah sakit surat izin operasi..
Dalam
kasus
ini
kita
sebagai
dokter
sebaiknya
memberikan
penjelasan berusaha semaksimal mungkin agar informasi yang disampaikannya dapat dimengerti
dan dipahami oleh pihak pasien serta disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan
pengetahuan pihak pasien. Hal ini dijelaskan pada pasal 2 ayat (4) PerMenKes Nomor 585 Tahun
1989 bahwa cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan
serta kondisi dan situasi pasien. Selain itu saat diberikan informed consent maka diperlukan saksi
hal ini sesuai dengan PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45
serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent adalah
persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah
mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan
terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no
585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan
dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat /
paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Bila komunikai sudah dilakukan dan pasien tetap menolak tindakan yang akan dilakukan
(ORIF bila dalam kasus ini) pasien sudah menyadari sepenuhnya akan hak pasien untuk
menentukan nasibnya sendiri (the right of selfdetermination), dan bahwa dokter hanyalah sebagai
fasilitator yang mengupayakan kesembuhan bagi diri si pasien itu sendiri. Untuk melindungi
dokter dari risiko tuntutan hukum dikemudian hari kalau ternyata pilihan pasien merugikan
dirinya sendiri maka kepada pihak pasien yang menolak dilakukan tindakan medis yang
direncanakan atau akan dilakukanoleh dokter ini harus memberikan pernyataan secara tertulis
dengan mengisi danmenandatangani formulir penolakan tindakan medis atau formulir pulang
paksa.