Surfaktan
Surfaktan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik
dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan
minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena
sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan
air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian
polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini
yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air
dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase
air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam
dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai
alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus
hidroksil. (Jatmika, 1998)
Permintaas surfaktan di dunia internasional cukup besar. Pada tahun 2004,
permintaan surfaktan sebesar 11,82 juta ton per-tahun dan pertumbuhan permintaan
surfaktan rata-rata 3 persen per-tahun (Widodo, 2004). Penggunaan surfaktan sangat
bervariasi, seperti bahan deterjen, kosmetik, farmasi, makanan, tekstil, plastik dan lainlain. Beberapa produk pangan seperti margarin, es krim, dan lain-lain menggunakan
surfaktan sebagai satu bahannya. Syarat agar surfaktan dapat digunakan untuk produk
pangan yaitu bahwa surfaktan tersebut mempunyai nilai Hydrophyle Lypophyle Balance
(HLB) antara 2-16, tidak beracun, serta tidak menimbulkan iritasi. Penggunaan
surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent),
bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent).
Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara
menurunkan tegangan antarmuka, antara fasa minyak dan fasa air. Surfaktan
dipergunakan baik berbentuk emulsi minyak dalam air maupun berbentuk emulsi air
dalam minyak.
Emulsi didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua fasa cairan yang
tidak saling melarut, dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula
cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase
terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula dinamakan fase
kontinu atau medium dispersi. Berdasarkan jenisnya emulsi dibedakan menjadi dua
yaitu:
1) Emulsi
minyak
dalam
air
(O/W),
adalah
emulsi
dimana
bahan
pengemulsinya mudah larut dalam air sehingga air dikatakan sebagai fase
eksternal.
2) Emulsi
air
dalam
minyak
(W/O),
adalah
emulsi
dimana
bahan
2.2
Surfaktan Alkanolamida
Amida adalah turunan asam karboksilat yang paling tidak reaktif, karena itu
golongan senyawa ini banyak terdapat di alam. Amida yang terpenting adalah protein.
Amida dapat bereaksi dengan asam dan reaksi ini tidak membentuk garam karena
amida merupakan basa yang sangat lemah. Selain itu senyawa amida merupakan
nukleofilik yang lemah dan bereaksi sangat lambat dengan alkil halida. Amida asam
lemak pada industri oleokimia dapat dibuat dengan mereaksikan amina dengan
trigliserida, asam lemak atau metil ester asam lemak. Senyawa amina yang digunakan
dalam reaksi amidasi sangat bervariasi seperti etanolamina dan dietanolamina, yang
dibuat dengan mereaksikan amonia dengan etilen oksida.
Alkanolamina seperti etanolamina, jika direaksikan dengan asam lemak akan
membentuk suatu alkanolamida dan melepaskan air. Alkanolamida merupakan
kelompok surfaktan nonionik yang berkembang dengan pesat.
Beberapa contoh
OH
R
OH
R
Monoetanolamida
OH
R
CH3
Monoisopropanolamida
OH
Dietanolamida
O
+ OH
H2N
etanol amina
CH3
OH
H 3C
OH
N
10
asam lemak
Gambar 2.2
+ H2O
etanolamida
air
OH
H 2N
CH3
+
H 3C
Etanol amina
O
H 3C
OH
N
CH3
OH
etanolamida
metanol
luas
sebagai
surfaktan,
penstabil
dan
pengembang
busa.
Meskipun
monoetanolamida bersifat lebih efektif baik sebagai penstabil busa, pengental dan
boster busa, namun karena berbentuk padatan berlilin menyebabkan sulit untuk
diinkorporasikan karena titik cairnya yang tinggi. Ditambahkan bahwa diperlukan
temperatur reaksi yang tinggi untuk menginkorporasikan monoetanolamida ke dalam
campuran produk kosmetika. Sebaliknya, dietanolamida selain mampu menstabilkan
busa juga dapat meningkatkan tekstur kasar busa dan dapat mencegah terjadinya proses
penghilangan minyak yang berlebihan pada kulit dan rambut. Wujudnya yang cair
menyebabkan dietanolamida lebih mudah ditangani dan diinkorporasikan ke dalam
suatu produk kosmetika yang berbentuk cairan. Pemanfaatan turunan senyawa nitrogen
ini dapat ditemukan pada pembuatan deterjen, foam-fire extinguisher, agen emulsifier,
dan kosmetika.
Jenis surfaktan yang biasanya digunakan pada produk-produk kosmetika dan
pangan adalah lemak/asam lemak yang berasal dari minyak kelapa, dan saat ini
seluruhnya diimpor dari negara lain. Surfaktan alkanolamida yang berasal dari minyak
2.2.1
Dietanolamida
Dietanolamida
pertama
kali
diperoleh
dengan
mereaksikan
dua
mol
dietanolamina dengan satu mol asam lemak. Senyawa ini diberi nama Kritchevsky
amida sesuai dengan nama penemunya. Bahan baku yang digunakan dalam produksi
dietanolamida dapat berupa asam lemak, trigliserida atau metil ester. Dietanolamida
biasanya diproduksi secara kimia konvensional pada temperatur 150oC selama 6-12 jam
(Herawan, dkk. 1999). Dari hasil reaksi akan dihasilkan dietanolamida dan hasil
samping berupa sabun amina. Kehadiran sabun amina ini, tentu saja akan menaikkan pH
produk. Pada tahap pemurnian diperlukan pemisahan produk utama dengan sabun
amina.
Dietanolamida merupakan salah satu surfaktan alkanolamida yang paling
penting. Dietanolamida berfungsi sebagai bahan penstabil dan pengembang busa. Hal
ini disebabkan karena adanya kotoran berminyak seperti sebum menyebabkan stabilitas
busa sabun cair atau shampo akan berkurang secara drastis. Untuk mengatasi hal
tersebut, diperlukan penstabil busa yang berfungsi untuk menstabilkan dan mengubah
struktur busa agar diperoleh busa yang lebih banyak, pekat dengan buih yang sedikit.
Pada pembuatan sabun, dietanolamida digunakan agar sabun menjadi lembut.
Pemakaian dietanolamida pada formula shampo dapat mencegah terjadinya proses
penghilangan minyak yang berlebihan pada rambut (efek perlemakan berlebihan) dan
produk yang dihasilkan tidak menyebabkan rasa pedih di mata, sehingga cocok untuk
digunakan sebagai produk sabun dan shampo bagi bayi (Holmberg, 2001).
Sintesis dietanolamida menggunakan bahan baku dietanolamina dan asam laurat.
Dietanolamina adalah senyawa yang terdiri dari gugus amina dan dialkohol. Dialkohol
menunjukkan adanya dua gugus hidroksil pada molekulnya. Sifat-sifat dietanolamina
adalah sebagai berikut (E Merck, 2008):
Rumus molekul
Berat Molekul
Densitas
Titik Lebur
Titik Didih
Kelarutan
:
:
:
:
:
:
C4H11NO2
105,1364 gr/mol
1,090 gr/cm3
28oC (1 atm)
269 - 270oC (1 atm)
H2O, alkohol dan eter
2.2.2
N-metil glukamida
N-metil glukamida diperoleh dari reaksi antara asam lemak, metil ester asam
karena
glukamina, merupakan pelarut yang non toksik serta bukan merupakan substrat lipase.
Katalis lipase yang immobil dari Candida antarctica dan Rhizomucor meihei dapat
digunakan karena enzim immobilisasi ini mudah diperoleh, stabil dalam pelarut serta
mudah direcovery (Maugard, dkk. 1998).
Sintesis N-metil glukamida menggunakan bahan baku N-metil glukamina dari
golongan gula amina. Senyawa-senyawa gula amina memegang peran penting dalam
pembentukan dan perbaikan tulang rawan. Mekanisme kerja senyawa-senyawa gula
amina adalah dengan menghambat sintetis glikosaminoglikan dan mencegah destruksi
tulang rawan. Gula amina dapat merangsang sel-sel tulang rawan untuk pembentukan
proteoglikan dan kolagen yang merupakan protein esensial untuk memperbaiki fungsi
persendian. Gula amina dapat diperoleh dari reaksi glukosa, laktosa atau gula lainnya
dengan amonia atau alkil amina. N-metil glukamina merupakan salah satu senyawa gula
amina yang penting. N-metil glukamina diperoleh dari reaksi glukosa dengan monometil amina. Sifat-sifat N-metil glukamina adalah sebagai berikut (E Merck, 2008):
Rumus Molekul
Rumus Kimia
Berat Molekul
Densitas
Titik Lebur
Titik Didih
Kelarutan
:
:
:
:
:
:
:
C7H17NO5
CH3NHCH2(CHOH)4CH2OH
195,22 gr/mol
1,090 gr/cm3
128 - 131oC (1 atm)
210oC (1 atm)
H2O, alkohol dan eter
2.3
Asam Lemak
Asam lemak adalah asam karboksilat yang gugus alkilnya adalah rantai
hidrokarbon, yang mempunyai atom C panjang dan tidak bercabang. Asam lemak
merupakan komponen dari molekul lemak dimana asam lemak tersebut mempunyai
jumlah atom C genap termasuk atom C pada karboksil mulai dari atom C4. Secara
umum struktur asam karboksilat dapat digambarkan sebagai berikut:
O
R
C
OH
Sn-1
R2COO
Sn-3
2HC
CH
2HC
COOR'
Sn-1
COOR3
untuk penentuan asam lemak pada posisi sn-1 dengan kromatografi gas. Asam lemak
pada posisi sn-3 ditentukan dengan menganalisis 2,3-diasilgliserofofatida.
Menurut panjang rantainya terdapat asam lemak rantai pendek (Short Chain
Fatty Acids/SCFA), asam lemak rantai sedang (Medium Chain Fatty Acids/MCFA) dan
asam lemak rantai panjang (Long Chain Fatty Acids/LCFA). Berdasarkan ada tidaknya
ikatan rangkap pada rantai atom C, LCFA dapat dibedakan atas asam lemak jenuh
(Saturated Fatty Acids/SFA) dan asam lemak tidak jenuh (Unsaturated Fatty
Acids/UFA) yang terdiri atas asam lemak tidak jenuh tunggal (Mono Unsaturated Fatty
2.4
sangat besar (Nuryanto, 1997). Hal ini mengingat luas areal perkebunan kelapa sawit di
Indonesia yang semakin meningkat dengan pesat tiap tahunnya. Hingga tahun 2006,
Indonesia merupakan produsen terbesar kedua minyak sawit setelah Malaysia dengan
total produksi pada tahun 2005 mencapai 13,5 juta ton, dan diproyeksikan Indonesia
akan menjadi negara produsen terbesar dalam satu dua tahun ke depan (Latif, 2007).
Pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia hingga saat ini masih didominasi oleh
produk CPO dan minyak goreng. Produk sawit Indonesia lebih cenderung diekspor
dalam bentuk CPO (crude palm oil). Produk CPO yang tidak diekspor sekitar 90 persen
dimanfaatkan sebagai produk pangan, hanya sekitar 10 persen minyak sawit yang
dimanfaatkan sebagai produk nonpangan. Padahal nilai tambah terbesar yang diperoleh
adalah pada produk-produk nonpangan yang dimanfaatkan oleh industri kosmetika,
oleokimia, sabun, deterjen, dan masih banyak lagi. Saat ini untuk menutupi kebutuhan
industri-industri akan produk-produk hilir minyak sawit seperti gliserin, surfaktan,
metallic soap, dan produk oleokimia turunan lainnya, Indonesia mengimpor dari negara
lain dalam jumlah yang tidak sedikit dengan harga mahal. Hal ini merupakan salah satu
peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan potensi minyak sawit dan minyak inti
sawit yang dimiliki (Herawan dan Nuryanto, 1996; Herawan, 2004).
Ketersediaan minyak sawit dan minyak inti sawit dalam jumlah besar dan
berkesinambungan merupakan faktor yang sangat mendukung bagi pendirian industri
oleokimia. Oleokimia sendiri merupakan hasil proses kimia dari minyak dan lemak
nabati atau hewani yang mencakup oleokimia dasar (fatty acid, methyl ester, fatty
alcohol, fatty amine, dan glycerol) dan turunannya (sabun, oksida amina, alfa-metil
ester, dan sebagainya). Di Indonesia, industri oleokimia menggunakan minyak nabati
seperti minyak kelapa sawit (crude palm oil), minyak inti sawit (palm kernel oil), dan
minyak kelapa. Minyak nabati yang digunakan sebagai sumber komponen minyak
adalah yang banyak mengandung asam laurat (C12 : 0), asam miristat (C14 : 0), asam
palmitat (C16 : 0), asam stearat (C18 : 0), asam oleat (C18 : 1) dan asam linoleat (C18 :
2). Komponen-komponen tersebut umumnya berasal dari minyak kelapa, sehingga
timbul pemikiran untuk mencoba memanfaatkan minyak inti sawit sebagai bahan baku
pembuatan senyawa alkanolamida untuk digunakan pada industri pangan, kosmetika
dan obat-obatan. Prospek penggunaan minyak inti sawit, yang dianggap sebagai produk
samping pengolahan minyak sawit, cukup besar, karena lebih dari 60% produksi
minyak inti sawit telah digunakan sebagai bahan baku pembuatan asam lemak atau ester
asam lemak (Herawan, 2004).
2.4.1
ester asam lemak maupun asam lemak pada industri pangan, kosmetika dan farmasi
karena mengandung trigliserida rantai sedang yang dominan seperti C12
dan C14.
Lipida seperti ini disebut sebagai Medium Chain Triglycerides (MCT), yang bersifat
rendah kalori dan dapat digunakan untuk mengobati pasien pengidap HIV, gagal
pencernaan, liver maupun bagi seseorang yang dalam proses penyembuhan dari
pembedahan serta dapat juga digunakan untuk orang yang memiliki permasalahan alergi
terhadap bahan makanan tertentu (O Brien, 1998).
Minyak inti sawit mengandung asam laurat (50%) dan asam miristat (18%).
Kedua jenis asam lemak ini merupakan dua diantara beberapa jenis asam lemak yang
biasa digunakan sebagai bahan baku surfaktan. Dengan diubah menjadi surfaktan, nilai
tambah produk turunan minyak inti sawit akan bisa ditingkatkan.
2.4.2
Asam laurat
Asam lemak yang digunakan pada sintesis ini adalah asam laurat. Asam laurat
(12:0) adalah satu diantara tiga asam lemak jenuh yang paling banyak dijumpai (14:0,
16:0, dan 18:0). Asam laurat paling banyak dijumpai pada minyak cinnamon (80-90%),
minyak kelapa (40-60%) dan minyak inti sawit (40-50%). Asam laurat banyak
digunakan pada pembuatan sabun, sampo, kosmetika dan bahan aktif permukaan
lainnya, termasuk pelumas khusus. Asam laurat juga digunakan pada industri obatobatan karena sifat antimikrobialnya yang baik. Sifat-sifat asam laurat adalah sebagai
berikut (E Merck, 2008):
Rumus molekul
Rumus kimia
Berat Molekul
Densitas
Titik Lebur
Titik Didih
Kelarutan dalam air
2.5
:
:
:
:
:
:
:
C12H24O2
CH3(CH2)10COOH
200,32 gr/mol
0,883 gr/cm3
43 - 45oC (1 atm)
299oC (1 atm)
0,058 g/l (20oC)
enzimatik. Sumber lemak/asam lemak yang digunakan antara lain metil ester asam
lemak, etil ester asam lemak, asam oleat, asam laurat, serta trigliserida dari minyak
sawit, inti sawit dan berbagai sumber minyak lainnya. Pelarut yang lazim digunakan
pada sintesis alkanolamida adalah heksan dan tert-amil alkohol. Heksan adalah pelarut
non polar, dimana n-metil-glukamina tidak larut.
Maugard, dkk. (1997) mengamati bahwa jika campuran yang stoikiometris
antara asam oleat dengan N-metil-glukamina menggunakan Novozym pada 55 oC dan
tekanan atmosfi, maka 40 % dari asam lemak akan terkonversi setelah 130 jam dengan
yield produk campuran terdiri dari 80% amida dan 20% turunan monoester. Jika reaksi
dijalankan pada 90 oC dan tekanan atmosfir, 100 % konversi asam oleat akan dicapai
hanya dalam waktu 50 jam dan yield konversi amida sebesar 97 % akan diperoleh. Pada
kondisi ini akan diperoleh 3% produk samping dari diasilasi amida-ester. Produk ini
terbentuk dari mono ester yang merupakan produk antara yang akan seluruhnya habis
pada akhir reaksi. Jika reaksi dijalankan pada 90 oC dan tekanan 500 mbar, 100 %
konversi asam oleat akan diperoleh dalam 12 jam, akan tetapi campuran akhir
mengandung 75 % amida, 10 % amida-ester, 5% ester dan 10 % amina yang tidak
bereaksi. Substrat amina tidak seluruhnya bertransformasi pada kondisi seperti itu.
Penelitian lanjutan yang dilakukannya mencoba untuk membatasi terbentuknya
sejumlah ko-produk dan menemukan bahwa trigliserida cukup baik untuk digunakan
sebagai ester asam lemak. Rasio asam lemak/amina tidak hanya menentukan jumlah
amin yang terlarut di dalam fasa organik akan tetapi juga keselektifan dari reaksi
enzimatik.
Maugard, dkk. (1998) mengamati bahwa dengan adanya asam lemak, n-metilglukamina akan dilarutkan dengan membentuk pasangan ion.
CH3
OH
n
OH
CH2OH
H
H
OH
H
H
H
H
OH
NH
OH
CH3
H
H
Gambar 2.4
CH2OH
H
OH H
OH
NH2
CH3
O
n
Lebih lanjut Maugard, dkk. (1998) menambahkan bahwa jika digunakan imobil
lipase dari Rhizomucor Miehei (Lipozym) sebagai katalis pada sintesis asam oleat
dengan N-metil-glukamina, kemoselektivitas reaksi akan bervariasi bergantung pada
rasio asam/amina. Untuk rasio asam/amin 8 (asam berlebih), maka sebahagian besar
disepanjang reaksi dan menemukan bahwa berkurangnya metil ester asam lemak sejalan
dengan terbentuknya amida dan ester di awal reaksi. Pada awal reaksi, baik amida
maupun ester telah terbentuk, dan setelah 3 jam ester yang terbentuk berubah menjadi
amida ester. Diakhir reaksi ester yang terbentuk menghilang dan bersamaan dengan itu
diperoleh produk baru sebesar 10% yang diidentifikasi sebagai amida ester, yang
kemungkinan terbentuk dari ester. Setelah 10 jam reaksi, 100% metil ester asam lemak
akan terkonversi secara sempurna dan yield amida mencapai 80%. Kondisi optimum
yang diperoleh untuk produksi amida adalah pada tekanan atmosfir, temperatur 90oC
menggunakan rasio Metil Ester Asam Lemak:N-metil-glukamina 1:1. Pada kondisi ini
campuran surfaktan yang diperoleh mengandung 80% (b:b) amida, 15% amida ester dan
5% N-metil-glukamina. Pada komposisi ini, untuk bahan baku industri, tidak diperlukan
pemisahan campuran dan dapat langsung digunakan untuk formulasi kosmetika.
Burczyk, dkk. (2001) mengamati sintesis dan sifat-sifat permukaan dari
surfaktan nonionik N-alkil-n-metil gluconamida dan n-alkil-n-metil laktobionamida.
Substrat yang digunakan adalah n-alkil-n-metil amin dengan d-D-glukolakton dan asam
laktobionik. Pada penelitian ini digunakan suhu 20 oC dan diamati sifat-sifat permukaan
seperti konsentrasi surfaktan berlebih, luas permukaan permolekul, efisiensi reduksi
tegangan permukaan dan konsentrasi misel kritikal. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa masuknya gugus metil ke dalam nitrogen amida akan meningkatkan kelarutan
surfaktan. Laktobionamida lebih mudah larut dibandingkan glukonamida. Dengan kata
lain permukaan surfaktan n-alkil-N-metil glukonamida lebih aktif dibandingkan n-alkilN-metil laktobionamida. Pengamatan ini didasarkan pada penentuan parameter adsorbsi
dan miselisasi. Adanya satu ikatan rangkap dari rantai hidrokarbon seperti pada oleoil
amida akan meningkatkan karakter hidrofiliknya dibandingkan dengan turunan C18
yang jenuh. Akan tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan dari nilai Amin yang
diperoleh dari kedua surfaktan yang disintesis. Surfaktan n-alkil-N-metil glukonamida
yang disintesis mempunyai kemurnian 73 92%.
Maria dan Holmberg (2005) mengamati sintesis dan sifat-sifat permukaan dari
surfaktan yang mempunyai ikatan amida, ester dan karbonat. Kestabilan surfaktan
karbonat
ini
ditentukan
dengan
mengamati
karakteristik
hidrolisis
dan
biodegradabelnya. Hidrolisis dilakukan dengan katalis alkali atau enzim dan diamati
menggunakan 1H NMR. Hasil pengamatan mereka menunjukkan bahwa kestabilan yang
lebih tinggi diperoleh oleh surfaktan karbonat
dibadingkan surfaktan
yang
mengandung ester sebagai ikatan yang lemah. Hasil uji biodegradasi menunjukkan
bahwa surfaktan ini akan terurai lebih dari 60% setelah 28 hari untuk karbonat
surfaktan. Sifat-sifat fisikomikia seperti konsentrasi misel kritikal, cloud point, luas
permukaan permolekul dan tegangan permukaan.ditentukan dan dibandingkan dengan
surfaktan yang mengandung ikatan ester, amida atau eter.
Pilakowska, dkk. (2004) mengamati sintesis N,N-di-n-alkilaldonamida dan sifatsifat permukaan dari surfaktan ini pada permukaan udara/air. Substrat yang digunakan
adalah d-D-glukonolakton dan a-D-glukoheptonik-g-lakton. Dasar dari penelitian ini
adalah karena akhir-akhir ini aspek ekologi menjadi sangat penting bagi lingkungan
manusia sehingga surfaktan yang biodegradabel dan sedikit efeknya terhadap
lingkungan banyak dikembangkan. Ada dua grup komponen yang cukup menjanjikan,
yang pertama komponen dengan asetal moiety yaitu turunan 1,3-dioksalan dan 1,3dioksan, sedangkan komponen kedua adalah turunan sakarida. Turunan sakarida banyak
diminati untuk diteliti karena jenisnya bervariasi dan dapat disintesis dengan biaya
rendah karena berasal dari tumbuhan yang murah dan terbarukan. Surfaktan berbasis
sugar ini banyak digunakan sebagai bagian dari kosmetik, bahan farmasi dan makanan,
juga industri tekstil. Karena strukturnya yang mirip dengan komponen dalam tubuh
manusia, surfaktan sakarida cukup menjanjikan untuk berfungsi dengan lebih baik pada
antar muka.
Beberapa kajian mengenai sistesis surfaktan berbasis sugar dapat diperoleh dari
literatur. Turunan sakarida yang digabungkan dengan gugus amida kebanyakan
diperoleh dari reaksi asam aldonik atau aldolakton dengan amin atau turunan amin.
Pada pengamatan Pilawoska, dkk. (2004) sintesis surfaktan berbasis sugar ini yang
dipilih adalah yang mempunyai dua rantai n-alkil yang simetrik sebagai gugus
hidrofobiknya. Surfaktan dengan dua residu rantai panjang alkil, yang dikenal dengan
nama glikolipid, dapat diaplikasikan sebagai sel atau unit membran .
Meskipun pelarut organik memberi beberapa manfaat pada sintesis enzimatik,
namun penggunaannya pada industri proses menjadi tidak diharapkan karena beberapa
sebab. Diantara sebab-sebab tersebut adalah pelarut organik adalah komponen yang
dapat diserang oleh amina atau molekul air. Karena sistesis yang dikontrol
secara kinetika memerlukan intermediet asil-enzim, hanya serine atau thiol
hidrolase, seperti lipase, subtilisin dan papain yang dapat digunakan. Metalo
protease seperti termolisin hanya sesuai untuk reaksi yang dikontrol secara
termodinamika (Maria dan Holmberg, 2005).
2.6
Lipase
Lipase (triasil-gliserol ester hidrolese, EC 3.1.1.3) merupakan bagian dari enzim
2) Transferase. Enzim yang termasuk golongan ini bekerja sebagai katalis pada
reaksi pemindahan suatu gugus dari suatu senyawa kepada senyawa lain.
Beberapa contoh enzim yang termasuk golongan ini adalah metiltransferase,
hidroksimetil
transferase,
karboksiltransferase,
asiltransferase
dan
3) Hidrolase. Enzim yang termasuk dalam kelompok ini bekerja sebagai katalis
pada reaksi hidrolisis. Ada tiga jenis hidrolase, yaitu yang memecah ikatan ester,
memecah glikosida dan yang memecah ikatan peptida. Beberapa enzim sebagai
contoh ialah esterase, lipase, fosfatase, amilase, amino peptidase, karboksi
peptidase, pepsin, tripsin, kimotripsin. Lipase adalah enzim yang memecah
ikatan ester pada lemak, sehingga terjadi asam lemak dan gliserol. Lipase dapat
mengkatalisasi reaksi hidrolisa dari trigliserida rantai panjang. Sejak
berkembangnya bioteknologi, lipase mendapatkan perhatian yang besar. Lipase
merupakan kelas biokatalis yang penting dalam aplikasi bioteknologi.
suatu gugus atom pada suatu ikatan rangkap. Contoh enzim golongan ini antara
lain dekarboksilase, aldolase,hidratase.
5) Isomerase. Enzim yang termasuk golongan ini bekerja pada reaksi perubahan
intramolekuler, misalnya reaksi perubahan glukosa menjadi fruktosa, perubahan
senyawa L menjadi senyawa D, senyawa cis menjadi senyawa trans. Contoh
enzim yang termasuk golongan isomerase antara lain ialah ribulofosfat
epimerase dan glukosafosfat isomerase.
2.6.1
nilai yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya, karena bentuk dan strukturnya.
Lemak dapat diubah menjadi jenis yang lain dengan mengkombinasikan metode kimia,
tetapi menghasilkan produk yang acak. Lain halnya dengan lipase, yang dapat
mengkatalisasi reaksi transesterfikasi minyak dan lemak yang lebih murah, seperti
produksi cocoa butter dan palmitat yang berasal dan satu kali fraksinasi. Dalam
perkembangannya, lipase dapat menjadi katalis reaksi transesterifikasi dalam pelarut
organik. Rhizomucor meihei dan Candida antarctica adalah jenis lipase yang dapat
digunakan dalam reaksi sterifikasi asam lemak tanpa pelarut atau menggunakan pelarut.
De Zoete, dkk. (1999) sebelumnya telah mengamati toleransi beberapa lipase
terhadap amina dan menemukan bahwa lipase dari C. Antarctica
menunjukkan
toleransi yang sangat tinggi dibandingkan lipase dari Rhizomucor miehei (Lipozym RM
IM). R.miehei lebih sensitif terhadap etanolamina sehingga tidak menunjukkan laju
konversi yang tinggi untuk asilasi etanolamina.
2.6.2
dalam sel maupun diluar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011
kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim
dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, disamping mempunyai kekhasan
(spesifik) yang tinggi. Seperti juga katalis yang lainnya, maka enzim dapat menurunkan
energi aktivasi suatu reaksi kimia. Reaksi kimia ada yang membutuhkan energi (reaksi
endergonik) dan ada pula yang menghasilkan energi atau mengeluarkan energi
(eksergonik). Sifat spesifik (kekhasan) enzim menyebabkan enzim hanya dapat bekerja
pada satu reaksi saja. Untuk dapat bekerja terhadap suatu zat atau substrat harus ada
hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat.
Suatu enzim mempunyai ukuran yang lebih besar daripada substrat. Oleh karena
itu tidak seluruh bagian enzim dapat berhubungan langsung dengan substrat. Hubungan
antara substrat dengan enzim hanya terjadi pada bagian atau tempat tertentu saja.
Tempat atau bagian enzim yang mengadakan hubungan atau kontak dengan substrat
dinamai bagian aktif (active site). Hubungan hanya mungkin terjadi apabila bagian aktif
mempunyai ruang yang tepat untuk menampung substrat. Apabila substrat mempunyai
bentuk atau konformasi lain, maka tidak dapat ditampung pada bagian aktif suatu
enzim. Dalam hal ini enzim tidak dapat berfungsi terhadap substrat ini adalah
penjelasan mengapa tiap enzim mempunyai kekhasan (sifat spesifik) terhadap substrat
tertentu. Hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan terjadinya
kompleks enzim substrat. Kompleks ini merupakan kompleks yang aktif, yang bersifat
sementara dan akan terurai lagi apabila reaksi yang dlinginkan telah terjadi.
2.7
Stirred Tank Reactor, CSTR) yang disusun seri dengan tujuan mendekati sifat-sifat
reaktor alir tubular (Plug Flow Reactor, PFR). Reaktor berpengaduk multitahap dapat
diartikan juga sebagai reaktor yang disusun seri. Namun disini, reaktor seri telah
ditempatkan dalam satu kolom dimana terdapat tingkatan atau pembatas antara satu
kolom dengan kolom yang lain sehingga terdiri dari beberapa kolom. Reaktor
multitahap didesain untuk mendekati sifat atau cara kerja dari PFR. Semakin banyak
jumlah dan tahap reaktor itu maka sistem akan semakin mendekati reaktor aliran tubular
(PFR). MSAC banyak digunakan di dalam proses absorpsi, adsorpsi, polimerisasi dan
kristalisasi serta reaksi kimia yang memerlukan waktu tinggal dan keseragaman yang
tinggi (Levenspiel, 1999). Reaktor MSAC dapat diterapkan untuk berbagai fasa, baik
fasa cair maupun fasa gas. Alirannya dapat berupa co-current atau counter-current.
C0, x 0 = 0
C1, x 1
C2, x 2
Ci-1, xi-1
F0,
...
1
V1, 1
2
V2, 2
...
i
Vi, i
N
VN, N
CN , x N ,
Gambar 2.5 Gambar Reaktor CSTR Seri (Sumber: Mohd Sobri Takrif, dkk. 1998)
Dari gambar di atas yaitu CSTR yang disusun seri, membutuhkan tempat yang
cukup banyak dan untuk pembuatannya membutuhkan biaya yang besar, oleh karena
itu dirancanglah suatu reaktor CSTR bertingkat yang terdiri dari satu kolom dan satu
poros pengaduk namun terdiri dari beberapa tahap.
Reaktor MSAC mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan reaktor
berpengaduk yang disusun seri. Sejumlah kelebihan reaktor MSAC adalah:
1) Reaktor MSAC mempunyai harga yang lebih murah per-unit volume yang
diproses. Impeler yang terhubung pada satu proses mengakibatkan
kebutuhan poros, motor penggerak dan perlengkapan lainnya dapat
dikurangi.
Gambar 2.6
Pemilihan
impeler bergantung kepada hasil proses yang diharapkan. Sebagai contoh, impeler aliran
radial (radial flow impeller) adalah sesuai untuk sistem gas-cair dan impeler aliran
aksial (axial flow impeller) adalah sesuai untuk sistem padat-cair (Tatterson, 1991).
Berdasarkan bentuknya, impeler dapat dikelompokkan pada tiga jenis, yaitu
propeler (baling-baling), dayung (paddle) dan turbin. Penelitian ini menggunakan
impeler(pengaduk) jenis turbin. Pemilihan jenis impeler ini didasarkan bahwa impeler
turbin dapat bekerja pada kecepatan putar yang tinggi, efektif untuk rentang viskositas
yang cukup luas, merupakan impeler aliran radial, dan sangat sesuai untuk
mendispersikan gas atau mensuspensikan padatan (Geankoplis, 2003).
Untuk menyatakan jenis aliran disekitar pengaduk, yaitu apakah aliran disekitar
pengaduk adalah laminar, turbulen atau transisi, digunakan suatu bilangan tidak
berdimensi yaitu bilangan Reynolds agitasi.
Bilangan Reynolds agitasi, Rea , didefinisikan :
Rea =
Da 2 .n.
(2.1)
dimana:
Da = Diameter impeller (m)
n
Berdasarkan nilai bilangan Reynolds agitasi, jenis aliran dalam tangki dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Jenis Aliran dalam Tangki
Rea
Jenis Aliran dalam Tangki
<10
Laminar
10 10000
Transisi
> 10000
Turbulen
(Sumber: Geankoplis, 2003)
tersebut semakin bersifat hidrofilik (Brahmana, dkk. 1998). Secara teori harga HLB
suatu bahan dapat dihitung berdasarkan gugus fungsi hidrofil, lipofil dan derivatnya,
seperti dapat dilihat pada Tabel 2.2. Berdasarkan harga HLB pada Tabel 2.2 dapat
ditentukan harga HLB secara teori dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
HLB = ( gugus hidrofil ) ( gugus lipofil ) + 7
(2.2)
Harga HLB
38,7
19,1
9,4
6,8
2,4
1,9
0,5
Harga HLB
0,475
0,475
0,475
Harga HLB dapat juga ditentukan dari harga konsentrasi misel kritikal (CMC).
Harga CMC diperoleh dengan menggunakan alat tensiometer. Kemudian dengan
menggunakan rumus berikut akan diperoleh harga HLB (Brahmana, dkk. 1998):
Co
)
Cw
(2.3)
(2.4)
2.9
X1 =
(Xi X i )
X j
(i = 1,2,3,...)
(2.5)
dimana:
X1
Xi
Xi
: rata-rata nilai nyata variabel bebas pada taraf rendah (low) dan tinggi
(high)
X j
(2.6)
dimana:
Y
= variabel respon yang diukur yaitu % konversi asam laurat atau persen
yield alkanolamida
= error term
Penyelesaian persamaan multi regresi dilakukan dengan metode Sum of Square
regresi dan plot-plot dimensi hasil perhitungan. Faktorial CCD digunakan untuk
optimasi amidasi asam lemak menjadi amida menggunakan lipase dalam menganalisis
variabel yang berpengaruh yaitu temperatur, konsentrasi biokatalis dan rasio mol amina
terhadap asam lemak. Matriks eksperimental untuk rancangan tiga faktor dengan dua
level (2) yang terdiri dan 8 run pertama (1-8) dengan variabel terkode ( 1) untuk
masing-masing faktor (factorial point). Selanjutnya 6 run yang disebut star point
dengan level terkode ( ) sebagai significant curvature effect (9-14), sedangkan 6 run
tambahan (run 15-20) memuat titik pusat (center point) sebagai perkiraan daerah
lekukan kurva dengan kode 0 untuk masing-masing faktor. Jarak star point dengan
center point adalah = 2n/4 (untuk 3 faktor, = 1,682).
Hasil statistik 20 set run desain optimasi RSM, analisis regresi dan signifikansi
statistikal dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak MINITAB R.14 untuk
memberikan perkiraan pengaruh level optimum dari ketiga variabel dan interaksinya
masing-masing yang diperoleh dari penyelesaian persamaan regresi, analisis kontur dan
plot respon permukaan (contour and surface response). Cara dalam menentukan
besarnya harga perlakuan setiap komposit sebelah kiri dan kanan dan komposit pusat
(kode 0) adalah:
1) Menetapkan terlebih dahulu perkiraan besarnya harga perlakuan tiap variabel
yang dianggap optimal (informasi tentang kondisi optimal dapat diperoleh dari
literatur atau melalui penelitian awal atau orientasi). Misal: 10% untuk
konsentrasi katalis pada pusat (kode 0).
2) Harga komposit berikutnya (kode 1) ditetapkan sembarang (dengan harga yang
wajar). Misal ditetapkan 12, berarti sebelah kiri (kode -1) ditetapkan 8 supaya
selisih sama berharga 2.
Untuk menentukan keakuratan model matematis terhadap data hasil percobaan
diperiksa dengan analisis variansi (ANAVA). Ketepatan parameter persamaan untuk
masing-masing variabel dilihat dari nilai P. Respon permukaan tiga dimensi dan grafik
kontur digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel percobaan terhadap hasil yang
diperoleh.