NG Penyakit TBC
NG Penyakit TBC
PENYAKIT TBC
DISUSUN OLEH:
NAMA ANDA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling
mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health
Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia
telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih
merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di dunia.
Setiap tahun terdapat 9 juta kasus baru dan kasus kematian
hampir mencapai 2 juta manusia. Di semua negara telah terdapat
penyakit ini, tetapi yang terbanyak di Afrika sebesar 30%, Asia
sebesar 55%, dan untuk China dan India secara tersendiri sebesar
35% dari semua kasus tuberkulosis.(Universitas Sumatera Utara)
Laporan WHO (global reports 2010), menyatakan bahwa pada
tahun 2009 angka kejadian TB di seluruh dunia sebesar 9,4 juta
(antara 8,9 juta hingga 9,9 juta jiwa) dan meningkat terus secara
perlahan pada setiap tahunnya dan menurun lambat seiring
didapati peningkatan per kapita. Prevalensi kasus TB di seluruh
dunia sebesar 14 juta (berkisar 12 juta sampai 16 juta). Jumlah
penderita TB di Indonesia mengalami penurunan, dari peringkat
ke tiga menjadi peringkat ke lima di dunia, namun hal ini
dikarenakan jumlah penderita TB di Afrika Selatan dan Nigeria
melebihi dari jumlah penderita TB di Indonesia. Estimasi
prevalensi TB di Indonesia pada semua kasus adalah sebesar
660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per
tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian
per tahun. Selain itu, kasus resistensi merupakan tantangan baru
dalam program penanggulangan TB. Pencegahan meningkatnya
kasus TB yang resistensi obat menjadi prioritas penting.
(Universitas Sumatera Utara)
Laporan WHO tahun 2007 menyatakan persentase resistensi
primer di seluruh dunia telah terjadi poliresistensi 17,0%,
monoresistensi terdapat 10,3%, dan Tuberculosis - Multidrug
Resistant (TB-MDR) sebesar 2,9 %. Sedangkan di Indonesia
resistensi primer jenis MDR terjadi sebesar 2%. Kontak penularan
M. tuberculosis yang telah mengalami resistensi obat akan
menciptakan kasus baru penderita TB yang resistensi primer,
pada akhirnya mengarah pada kasus multi-drug resistance (MDR).
Ketika dilaporkan adanya beberapa kasus resistensi obat TB di
beberapa wilayah di dunia hingga tahun 1990-an, masalah
resistensi ini belum dipandang sebagai masalah yang utama.
c. rencana pemulangan
pasien dengan TB paru dalam terapi obat dan bantuan perawtan
diri serta pemeliharaan rumah
2.9 Jenis Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum dan Tand-tanda Vital
Keadaan umum pasien TB paru dapat dilihat secara selintas
dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu
dinilai secara umum tentang kesadaran pasien yang terdiri atas
compos menitis, apatis, samnolen, sopor, soporokoma, atau
koma. Seorang perawat perlu mempunyai pengalaman dan
pengetahuan tentang konsep anatomin fisiologi umum, sehingga
dengan cepat menilai keadaan umum, kesadaran, dan
pengukuran GCS bila kesadaran pasien menurun. Hal tersebut
penting dilakukan karena komdisi vital ini mensyaratkan
kecepatan dan ketepatan penilaian.
Biasanya, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital dari pasien TB paru
menunjukkann adanya peningkatan suhu tubuh secara signifikan,
frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas, denyut
nadi biasanya juga meningkat seirama dengan peningkatan suhu
tubuh dan frejuensi pernapasan, serta tekanan darah biasanya
sesuai dengan adanya penyakit penyulit (seperti hipertensi).
2. Pengkajian Psiko-Sosio-Spirtual
Pengkajian psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, da perilaku pasien. Perawat
mengumpulkan data hasil pemeriksaan pasien tentang kapasitas
fisik dan intelektualnya saat ini. Data ini penting untuk
menentukan tingkat perlu tidaknya pengkajian psiko-sosiospiritual yang saksama. Pada kondisi klinis, pasien dengan TB
paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan
keluhan yang dialaminya.
Perawat juga perlu menanyakan kondisi pemukiman tempat
pasien bermukim. Hal ini penting, mengingat TB paru sangat
rentan dialami oleh mereka yang tinggal di permukiman padat
dan kumuh. Perlu diketahui bahwa populasi bakteri TB paru lebih
mudah hidup dan brkembang biak ditempat kumuh dengan
ventilasi yang buruk dan pencahayaan sinar matahari yang
kurang.
c. Intervensi
1) Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas , kecepatran, irama,
kedalaman, dan penggunaann otot bantu napas).
Rasionalisassi : penurunan bunyi napas menunjukan atelectasis,
ronkhi menunjukan akumulasi secret dan tidak efektifnya
pengeluaran sekresi, yang selanjutnya dapat menimbulkan
penggunaan otot bantu napas dan peningkatan kerja
pernapassan
2) Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat krakter, volume
sputum, dan adanya hemoptysis.
Rasionalisasi : pengeluaran dahak akan sulit bila secret sangat
kental ( efek infeksi dan hidrasi yang tidak memadai). Sputum
berdarah bila ada kerusakan (kavitasi) paru atau luka bronchial
dan memerlukan intervensi lebih lanjut.
3) Berikan posisi fowler/ semifowler tinggi (yakni posisi tidur
dengan punggung bersandar di bantal atau seperti tidur-duduk)
dan bantu pasien untuk bernapas dalam dan batuk efektif.
Rasionalisasi : posisi powler memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya napas. Ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kejalan napas besar
untuk dikeluarkan.
4) Pertahankan asupan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari, kecuali
tidak d indikasikan.
Rasionalisasi : hidrasi yang memadai dapat membantu
mengencerkan sekret dan mengefektifkan pembersihan jalanya
napas.
5) Bersihkan sekret dari mulut dan trachea, bila perlu lakukan
pengisapan (suction).
Rassionalisasi : mencegah obstruksi dan aspirasi. Penghisapan
diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
6) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi OAT.
Rasionalisasi : pengobata tuberkolosis terbagi jadi dua fase, yaitu
fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan
obat yang di gunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan
jenis obat utama yang digunakan sesuai rekomendasi WHO
adalah Rifamsipin, INH, Pirazinamid, strptomisin, dan Etambutol.
7) Agen Motolitik.
Rasionalisasi : agen mokolitik menurunkan kekentalan dan
kelengketan sekret paru, sehingga memudahkan pembersihan.
8) Bronkodilator.
Rasionalisasi : bronkodilator meningkatkan diameter percabangan
trakeobronkhial, sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran
udara.
9) kortiokosteroid
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan saran
Berdasarkan hasil pemeriksaan menyeluruh, yang meliputi
anamnesis (yang juga mencakup tanda dan gejala serta riwayat
penyakit), maka pasien didiagnosis menderita tuberkulosis jika
telah menunjukkan gejala gejalanya.
Pasien harus minum obat secara teratur dan melanjutkan terapi
pengobatan hingga dinyatakan benar sembuh. Pasien harus sabar
dan taat. Anggota keluarga harus memeriksakan dahaknya dan
gar harus memperhatikan serta motifasi pasien tetap konsisten
dalam menjalani pengobatan.