Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSUN OLEH :
GESANG SETIA BUDI (0812000312)
NURELIYATIN (0812000294)
YULIANI (0812000293)
SUPRIANTI (081200315)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit hirschsprung
merupakan
suatu
kelainan
bawaan
yang
menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal
ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai
rektum. Penyakit hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah
yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.
Penyakit hirschsprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital
dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di
kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya
peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat
berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian
dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan
akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan
dilatasi usus proksimal.
Pasien dengan penyakit hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh
Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah
Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun
1863. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas.
Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa
megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik
dibagian distal usus defisiensi ganglion.
Penyakit hirschsprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi
hisprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000
kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat
kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan
penyakit hirschsprung.
Insidens keseluruhan dari penyakit hirschsprung 1: 5000 kelahiran hidup,
laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan (4: 1). Biasanya,
penyakit hirschsprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur.
Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down,
sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.
Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya
kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah
berwarna hijau dan konstipasi faktor penyebab penyakit hirschsprung diduga
dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor lingkungan.
Oleh karena itu, penyakit hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui
pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium enema, rectal
biopsi, rectum, manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik
yaitu dengan pembedahan dan colostomi.
B. TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah
pengetahuan kepada para pembaca khususnya kepada mahasiswa ilmu
keperawatan mengenai penyakit hirschsprung. Selain itu juga di harapkan
mahasiswa mampu menerapkan dan mengembangkan pola fikir secara ilmiah
kedalam proses asuhan keperawatan nyata serta mendapatkan pengalaman dalam
memecahkan masalah pada gangguan Hirschsprung. Makalah ini juga dibuat
untuk memenuhi syarat dalam proses pembelajaran pada mata kuliah keperawatan
anak.
C. MANFAAT
1. Manfaat teoritis
Sesuai dengan penulisan makalah yang membahas tentang Hisprung
maka manfaat pada pembuatan makalah ini untuk mengembangkan
pengetahuan masyarakat dan perawat tentang asuhan keperawatan pada anak
dengan penyakit hirschsprung.
2. Manfaat bagi pembaca
Makalah ini bermanfaat bagi pembaca untuk mengembangkan dan
paham akan asuhan keperawatan pada anak dengan hirschsprung.
3. Manfaat bagi Penulis
Dengan melakukan pembuatan makalah ini, penulis dapat mengetahui
dan memahami secara spesifik tentang asuhan keperawatan pada anak dengan
hirschsprung.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DEFINISI HIRSCHSPRUNG
Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon.
Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai
persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus
3. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah
kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 : 1134)
1. Sering terjadi pada anak dengan Down Syndrome.
2. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi
kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus.
(Suriadi, 2001 : 242).
D. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala setelah bayi lahir :
1. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)
2. Muntah berwarna hijau
3. Distensi abdomen, konstipasi.
4. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja /
pengeluaran gas yang banyak.
Gejala pada anak yang lebih besar :
1. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir
2. Distensi abdomen bertambah
3. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling
4. Terganggu tumbang karena sering diare.
5.
6.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HIRSCHSPRUNG
A. PENGKAJIAN
Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin,
1.
2.
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi
apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.
d. Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata.
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus,
adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah
(frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pre operasi
a. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan
tidak adanya daya dorong.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang in adekuat.
c. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
2. Post operasi
a. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan
b. Nyeri b/d insisi pembedahan
c. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan
kolostomi.
C.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Pre operasi
No
1.
Diagnosa
2.
3.
Defisit pengetahuan O
orang tua
berhubungan dengan
tidak mengenal
dengan sumber
informasi
penyakit,prosedur
tindakandancara perawatan
dengan dokter.
Lakukan diskusi dengan
keluarga pasien dengan
penyakit yang sama.
Jelaskan cara perawatan post
operatif.
4.
5.
Ketidakseimbangan St
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
penurunan absorbsi
usus.
6.
Post Op.
No
1.
2.
Diagnosa
Intervesi
Management nyeri
Kaji nyeri meliputi
karakteristik, lokasi, durasi,
frekuensi, kualitas, dan faktor
presipitasi.
Observasi ketidaknyamanan
non verbal
Berikan posisi yang nyaman
Anjurkan ortu untuk
memberikan pelukan agar anak
merasa nyaman dan tenang.
Tingkatkan istirahat
Teaching
Jelaskan pada ortu tentang
proses terjadinya nyeri
Pertahankan imobilisasi bagian
yang sakit
Evaluasi keluhan nyeri atau
ketidaknyamanan
Perhatikan lokasi nyeri.
Administrasi analgetik
Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat.
Cek program medis tentang
jenis obat, dosis dan frekuensi
pemberian
Ikuti 5 benar sebelum
memberikan obat
Cek riwayat alergi
Monitor tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian obat
Dokumentasikan pemberian
obat
Resiko infeksi
R Resiko infeksi terkontrol Infektion control
berhubungan dengan dengan kriteria :
Terapkan kewaspadaan
prosedur invasif
Bebas dari tanda-tanda
universal cuci tangan sebelum
infeksi
dan sesudah melakukan
Tanda vital dalam batas
tindakan keperawatan.
normal
Gunakan sarung tangan setiap
Hasil lab dalam batas
melakukan tindakan.
normal
3.
Kekurangan volume
St Terpenuhinya status
kehilangan cairan
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan
masalah. Baik masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah
pertumbuhan dan perkembangan anak dengan penyakit hirschsprung yaitu terletak
pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang mengusahakan agar anaknya bisa
buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi
bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus
difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga.
Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang
baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam
mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.
B. SARAN
Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui
tentang asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit hirschsprung. Walaupun
dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.