Pengembangan Kompetensi Berpikir Divergen Dan Kritis Melalui Pemecahan Masalah Matematika
Pengembangan Kompetensi Berpikir Divergen Dan Kritis Melalui Pemecahan Masalah Matematika
15
16
ABSTRACT
The new information era and global competitiveness claim the
importance of mastering the high level of competencies to solve the more
and more complex and unpredictable problems. Consequently, the high
level of thinking, namely the competencies of divergent and critical
thinking are an immediate need. This type of competencies is considered as
competence to solve problem multidisciplinary and multiplerspectively. It
includes, for example, the ability to generate a number of ideas so that there
is an increase of possible solutions or related procedures and products.
Nevertheless, the concept and the definition of divergent and critical
thinking vary and tend to confusing. Also its implementation strategy in the
classroom is unclear. This article discusses this problem briefly and tries to
construct an operational definition of divergent and critical thinking in the
context of mathematical learning and teaching. Some examples of how to
extract the concept of divergent and critical thinking into more concrete sub
competence and its indicators are described. Also a prototype of
mathematical open-ended problem solving is proposed as a learning tool
to develop that intended high level of competencies, i.e. divergent and
critical thinking.
Key words: instructional design, problem solving, open-ended problem,
closed problem, competence, divergent thinking, critical
thinking.
1. Pendahuluan
Mengembangkan kompetensi berpikir divergen dan kritis di
kalangan peserta didik merupakan hal yang penting dalam era persaingan
global ini, karena tingkat kompleksitas permasalahan dalam segala aspek
______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3
TH. XXXVIII Juli 2005
17
18
yang akan dibahas dalam artikel ini adalah (1) bagaimana definsi
operasional berpikir divergen dan kritis, dan (2) bagaimana
implementasinya dalam pembelajaran matematika
Terkait dengan pertanyaan pertama, beberapa literatur penting
tentang berpikir divergen dan kritis akan dibahas untuk merumuskan suatu
definisi operasional, terutama yang relevan dengan pembentukan
kompetensi matematis tingkat tinggi, yang antara lain meliputi kreativitas
berpikir yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan melalui
pemikiran divergen, kritis, dan orisinal. Sedangkan, terkait dengan
permasalahan kedua akan dibahas pendekatan pemecahan masalah openended, serta contohnya dalam pembelajaran matematika terutama yang
dapat mengembangkan kompetensi berpikir divergen dan kritis.
2. Pembahasan
Sudiarta (2004) merumuskan bahwa maskot baru pembelajaran
matematika paling tidak bercirikan 7 sebagai berikut: (1) menggunakan
permasalahan kontekstual, yaitu permasalahan yang nyata atau dekat
dengan lingkungan dan kehidupan siswa atau minimal dapat dibayangkan
oleh siswa, (2) mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
(problem solving), serta kemampuan berargumentasi dan berkomunikasi
secara matematis (mathematical reasoning and communication), (3)
memberikan kesempatan yang luas untuk penemuan kembali (reinvention)
dan untuk membangun (construction) konsep, definisi, prosedur dan rumusrumus matematika secara mandiri, (4) melatih cara berpikir dan bernalar
dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan,
explorasi, experimen, dll., (5) mengembangkan kreativitas berpikir
______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3
TH. XXXVIII Juli 2005
19
divergen dan kritis yang melibatkan imajinasi, dan intuisi, dan serta trialand-error, (6) menggunakan model (modelling), dan (7) memperhatikan
dan mengakomodasikan perbedaan-perbedaan karakteristik individual
siswa.
Terkait dengan butir ke- 4 dan ke-5 di atas, perlu dicermati
pengertian operasional dari berpikir divergen dan kritis, serta bagaimana
pembelajaran yang diharapkan dapat membentuk kompetensi tersebut.
Untuk itu berikut ini akan dibahas pertama-tama pengertian dan definsi dari
kompetensi berpikir divergen dan kritis tersebut, dilanjutkan dengan
pembahasan pendekatan open-ended dalam pembelajaran matematika
yang diharapkan dapat membangun kompetensi tersebut.
2.1 Pengertian dan Definisi Berpikir Divergen dan Kritis
Banyak hasil penelitian (misalnya Sternberg & Lubart, 1991)
menemukan bahwa pengukuran kemampuan siswa berdasarkan tes standard
konvensional tidak mampu mengukur kemampuan peserta didik secara utuh
dan menyeluruh. Hasil-hasil tes tersebut, barangkali dapat mengungkap tentang
kemampuan siswa dalam menghasilkan sebuah jawaban yang benar, tetapi
tidak tentang kemampuan berpikir tingkat tinggi yang berkaitan dengan
kreativitas siswa, terutama dengan kemampuan berpikir divergen, untuk
memecahkan masalah yang diberikan secara kreatif melalui pengkajian
multiperspektif. Lebih lanjut disimpulkan, bahwa sesungguhnya ada dua
bentuk kompetensi berpikir, yaitu (a) berpikir divergen dan (b) berpikir
konvergen.
20
Convergent thinking
Divergent thinking
21
22
23
24
Bloom dan beberapa rekannya (1956) menulis salah satu buku yang
sangat penting: Taksonomi Kognitif. Mereka menyatakan bahwa proses
knowing atau mengetahui sebenarnya terdiri dari 6 tingkatan hierarkis,
yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Penelitian-penelitian selama 40 tahun terakhir ini, membuktikan bahwa 4
level pertama memang benar adalah hierarkis. Yaitu mengetahui sesuatu
pada tingakatan pengetahuan
adalah lebih mudah dari tinngkatan
pemahaman, dan seterusnya sampai pada tingkatan analisis. Namun
hubungan antara tingkatan sintesis dan evaluasi tidaklah selalu hierarkis.
Bahkan, ada kemungkinan bahwa kedua level ini bisa ditukar posisinya
dalam hierarki tersebut dan ada kemungkinan juga bahwa keduanya
merupakan dua aspek yag sama sekali berbeda.
Sintesis dan evaluasi adalah dua tipe berpikir yang memiliki
beberapa kesamaan, namun berbeda dalam hal tujuan. Evaluasi (yang bisa
dianggap sebagai pemikiran kritis) berfokus pada membuat suatu penilaian
berdasarkan suatu pernyataan atau masalah. Sintesis (yang kurang lebih
sama dengan pemikiran kreatif) memerlukan pengamatan pada bagianbagian yang akan disintesis dan menemukan hubungannya, kemudian
menempatkan mereka dalam suatu perspektif yang baru.
Steedman,
P.H.,
(1991)
menyatakan
bahwa
proses
sintesis/pemikiran kreatif dan evaluasi/pemikiran kritis ini memiliki
hubungan yang setara namun berbeda. Dia mengklasifikasikan teknikteknik yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah dan penentuan
suatu keputusan dalam dua dikotomi. Pertama, satu set teknik yang
cenderung linear, berangkai, lebih terstruktur, lebih rasional, dan analitis,
serta lebih berorientasi pada tujuan; teknik-teknik ini sering digunakan
______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3
TH. XXXVIII Juli 2005
25
26
27
Kompetensi Berpikir
Indikator
Kritis
Investigasi konteks dan Menghasilkan berbagai pengandaian,
spektrum masalah
permisalan, katagori, dan persepsi
untuk
memperluas/mempersempit
spektrum ide masalah.
Merumuskan
masalah Merumuskan
pertanyaan-pertanyaan
mate-matika
yang memberi arah pemecahan untuk
mengkonstruksi berbagai kemungkinan
jawabannya.
Mengembangkan konsep Menyusun berbagai konsep jawaban,
jawaban
dan merumuskan argumen-argumen yang
argumentasi
yang masuk akal, menunjukkan perbedaan
reasonable
dan persamaannya
Melakukan deduksi dan Mendeduksi secara logis, memberikan
induksi
asumsi logis membuat proposisi,
hipotesis,
melakukan
investigasi
/pengumpulan
data.
membuat
generalisasi dari data, membuat tabel,
dan grafik, melakukan interpretasi
terhadap pernyataan
Melakukan evaluasi
28
Melakukan refleksi dan interpretasi
kembali terhadap hasil dan proses
pemecahan masalah yang telah
dilakukan, untuk melihat sekali lagi
lebih
dalam,
dan
menemukan
kemungkin
ide
dan
perspektif
penyelesaian alternativ.
29
30
31
32
33
meningkatkan kemampuan daya saing mereka dalam era global pada abad
ke-21 ini. Walaupun pengertian dan definisi tentang konsep kompetensi
berpikir divergen dan kritis beragam, namun hal itu harus dipandang secara
objektif dan realistik sebagai spektrum untuk memperkaya khasanah.
Sedangkan, pada tataran implentasi di depan kelas, harus disesuaikan
dengan kharakteristik mata pelajaran masing-masing. Untuk pembelajaran
matematika hal ini sudah mulai mendapat perhatian dan bahkan menjadi
perspektif baru. Pendekatan pemecahan masalah matematika open-ended
adalah salah satu model pembelajaran yang menekankan pengembangan
kompetensi berpikir divergen dan kritis tersebut. Namun demikian ada
beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan dan dan
implementasi kompetensi berpikir divergen dan kritis, yaitu (1)
Hendaknya berhati-hati dalam mendefinisikan konsep kemampuan berpikir
divergen dan kritis, perlu membedakannya dengan konsep-konsep yang
mirip seperti cara berpikir kreatif atau pun cara berpikir yang baik, dan (2)
Hendaknya diidentifikasi perilaku-perilaku yang diharapkan dan sub-task
yang berhubungan dengan kemampuan berpikir divergen dan kritis
untukmengembangkan definisi-definisi yang operasional dan disesuaikan
dengan kharakteristik bidang studi.
Di samping itu, kemampuan berpikir divergen dan kritis adalah
suatu hal yang kompleks dan kita tidak cukup hanya mengharapkan bahwa
satu metode pengajaran akan cukup untuk mengembangkan komponenkomponen kemampuan berpikir kritis ini. Walaupun memungkinkan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir divergen dan kritis dan komponenkomponennya dalam pembelajaran, sebagai suatu skill yang terpisah,
kemampuan berpikir kritis ini akan sangat optimal bila
______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3
TH. XXXVIII Juli 2005
34
DAFTAR PUSTAKA
Beaton, A.E.et al., (1996). Mathematics Achievement in The Middle School
Years: IEA's Third International Mathematics And Science Study
(TIMSS), Boston: Center for Study of Testing, Evaluation, and
Educational Policy, Boston College.
Confrey, J., (1991). Learning to Listen : A Student's Understanding of
Power of Ten, in Von Glasersfeld, E., Radical Constructivism in
Mathematics Education, p.111-138, Netherlands : Kluwer Academic
Publisher.
Ernest, P., (1994a). Constructing Mathematical Knowledge: Epistemology
and Mathematics Education, London : The Falmer Press.
Ernest, P., (1994b). Social Constructivism and the Psychology of
Mathematics Education, in Paul Ernest, Studies in Mathematics
Education Series 4, p. 62-72, London : The Falmer Press.
Freire, P., D'Ambrosio, U., & Do Carmo Mendonco, M., (1997). A
conversation with Paulo Freire. For the Learning of Mathematics,
17(3), 7-10.
Fuson, K., & Briars, D., (1990). Using a base-ten blocks learning/teaching
approach for first- and second- grade place value and multidigit
addition and subtraction. Journal for Research in Mathematics
Education, 21(3), 180-206.
Hiebert, J. & Carpenter, T. P., (1992) Learning and teaching with
understanding, In Grouws, D. A. (Ed). Handbook of Research on
Mathematics Teaching and Learning. NCTM
Hiebert, J., Wearne, D., (1993). Instructional tasks, classroom discourse,
and students learning in second-grade arithmetic. American
Educational Research Journal, 30(2), 393-425.
______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3
TH. XXXVIII Juli 2005
35
36
Sudiarta, P., (2003c). Pembangunan Konsep Matematika Melalui "OpenEnded Problem": Studi Kasus Pada Sekolah Dasar Elisabeth
Osnabrueck Jerman, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, IKIP
Negeri Singaraja: Edisi Oktober 2003
Sudiarta, P., (2004). Mencermati Kurikulum Berbasis Kompetensi: Sebuah
Kajian Epistemologis dan Praktis, Jurnal Pendidikan dan
Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus Dies Natalis IKIP
Negeri Singaraja Feb.2004.
Vehar, J., Firestien, R., & Miller, B, (1997). Creativity unbound.
Williamsville, NY: Innovation Systems Group.