LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN TURAP
Konstruksi turap adalah satu konstruksi yang banyak digunakan dalam rekayasa
sipil, yang bisa berupa konstruksi sederhana hingga konstruksi sangat berat. Yang dimaksud
dengan turap adalah konstruksi yang dapat menahan tanah disekelilingnya, mencegah terjadinya
kelongsoran, dan biasanya terdiri dari dinding turap dan penyangganya. Turap yang banyak
dipakai adalah turap dengan tiang tegak, papan turap, serta turap yang terdiri dari jajaran tiangtiang, dan kadang-kadang dipakai turap beton yang dicor di tempat (Cast-in-place) seperti pada
konstruksi tembok menerus di bawah tanah.
2.2 JENIS TURAP DARI SEGI BAHANNYA
Tiang-tiang
untuk membangun
sebuah
dinding yang berfungsi sebagai penahan tanah, yang bisa berupa konstruksi berskala
besar maupun
kecil. Dinding turap, oleh karena fungsinya sebagai penahan tanah, maka
konstruksi ini digolongkan juga sebagai jenis lain dari dinding penahan tanah (retaining
walls). Perbedaan mendasar antara dinding turap dan dinding penahan tanah terletak pada
keuntungan penggunaan dinding turap pada kondisi tidak diperlukannya pengeringan air
(dewatering).
Terdapat beberapa jenis tiang turap yang biasa digunakan: (a) tiang turap kayu, (b)
tiang turap beton pracetak (precast concrete sheet piles), dan (c) tiang turap baja.
Gambar 2.1 Contoh dinding turap: (a) turap di air, (b) braced cut
dan tebal 150-120 mm. Ujung bawah turap biasanya dibentuk meruncing untuk memudahkan
pemancangan.
Gambar 2.4 Hubungan tiang turap: (a) jenis jempol-telunjuk (b) jenis bola-keranjang
2.3 JENIS TURAP DARI SEGI KONSTRUKSINYA
Terdapat berbagai type sheetpile yang dapat dipilih sesuai dengan keunggulan masingmasing type dan kondisi lokasi :
2.3.1
Type Kantilever
Type Kantilever adalah struktur sheetpile tanpa sistem angker dan sistem penyangga lain,
sehingga kekuatan bahan harus mampu menahan gaya luar yang terjadi atau Momen Tekuk
Bahan Momen Tekuk luar yang bekerja pada struktur.
Sistem ini sesuai untuk dinding penahan dengan beban ringan dan bila adanya pergeseran
struktur tidak mempengaruhi kerusakan struktur lain. Sistem pengangkutan dan pemasangan
struktur relatif mudah
2.3.2
Sangat menguntungkan bila dipasang pada lokasi yang memungkinkan jarak antara tie rod
dengan muka tanah sedekat mungkin agar pemasangan tie rod mudah.
Sheetpile yang berdiri sendiri tanpa ikatan di laut terbuka akan tidak stabil untuk itu harus
diangker atau diberi tanah isi dibelakangnya (backfill)
Jarak atau ruang dibelakang dinding dibutuhkan untuk pemasangan angker tie rod
ruangan atau jarak dibelakang dinding untuk pemasangan tie-rod sangat terbatas
sangat cocok untuk dipakai untuk dinding di daerah reklamasi ataupun sebagai
breakwater dinding tegak, karena punya stabilitas tinggi
Waktu pelaksanaan pekerjaan dan biaya konstruksi dapat dihemat karena pekerjaan
hanya berupa pemancangan baik untuk sheetpile maupun tiang pancang miringnya
Kombinasi tiang pancang miring dengan sheetpile sangat efektif dalam menahan gaya
tekan tanah
Tiang pancang miring umumnya dipancang lebih dalam dari pada sheetpile karena gaya
lateral luar harus mampu ditahan oleh kemampuan tarik dari tiang pancang miring
Sangat cocok bila diatas struktur akan dibebani crane atau gantry crane, karena pondasi
untuk crane dapat sekaligus bekerja sebagai angker
Type ini membutuhkan waktu pelaksanaan lebih lama dan biaya lebih mahal dibanding
sistem sheetpile tie rod
Dalam menghitung gaya lateral akibat gempa, harus diperhatikan gaya inertia yang bekerja
pada sistem lantainya.
rods atau pakai balok, dan ruangan yang terbentuk diantara 2 dinding diisi material agar
terbentuk dinding penuh. Gaya luar yang terjadi harus mampu ditahan oleh tanah pasif dari
sheetpile yang terbenam, dan juga ditahan oleh gaya geser dari material pengisi dan kemampuan
menahan bengkokan dari bahan sheetpiles.
Struktur ini biasa digunakan pada dinding konstruksi dari Cofferdam, pengarah struktur
tanggul, breakwater, dan konstruksi yang berhadapan langsung dengan laut, atau pada lokasilokasi yang tidak memungkinkan dipasang tie rods disebabkan keterbatasan
2.4 TEKANAN TANAH LATERAL
Tekanan tanah lateral adalah sebuah parameter perencanaan yang penting di dalam
sejumlah persoalan teknik pondasi, dinding penahan dan konstruksikonstruksi lain yang ada di
bawah tanah. Semuanya ini memerlukan perkiraan tekanan lateral secara kuantitatif pada
pekerjaan konstruksi, baik untuk analisa perencanaan maupun untuk analisa stabilitas.
Tekanan aktual yang terjadi di belakang dinding penahan cukup sulit diperhitungkan
karena begitu banyak variabelnya. Ini termasuk jenis bahan penimbunan, kepadatan dan kadar
airnya, jenis bahan di bawah dasar pondasi, ada tidaknya beban permukaan, dan lainnya.
Akibatnya, perkiraan detail dari gaya lateral yang bekerja pada berbagai dinding penahan
hanyalah masalah teoritis dalam mekanika tanah.
Jika suatu dinding penahan dibangun untuk menahan batuan solid, maka tidak ada
tekanan pada dinding yang ditimbulkan oleh batuan tersebut. Tetapi jika dinding dibangun untuk
menahan air, tekanan hidrotatis akan bekerja pada dinding. Pembahasan berikut ini dibatasi
untuk dinding penahan tanah, perilaku tanah pada umumnya berada diantara batuan dan air,
dimana tekanan yang disebabkan oleh tanah jauh lebih tinggi dibandingka n oleh air. Tekanan
pada dinding akan meningkat sesuai dengan kedalamannya.
Pada prinsipnya kondisi tanah dalam kedudukannya ada 3 kemungkinan, yaitu :
- Dalam Keadaan Diam (Ko)
- Dalam Keadaan Aktif (Ka)
- Dalam Keadaan Pasif (Kp)
2.4.1
Bila kita tinjau massa tanah seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.5 Massa tanah dibatasi
oleh dinding dengan permukaan licin AB yang dipasang sampai kedalaman tak terhingga. Suatu
elemen tanah yang terletak pada kedalaman h akan terkena tekanan arah vertikal dan tekanan
arah horizontal.
Bila dinding AB dalam keadaan diam, yaitu bila dinding tidak bergerak ke salah satu arah
baik kekanan maupun kekiri dari posisi awal, maka massa tanah akan berada dalam keadaan
keseimbangan elastik (elastic equilibrium). Rasio tekanan arah horizontal dan tekanan arah
vertikal dinamakan koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam Ko, atau :
Ko=
h
v
............................................................................................(2.1)
Karena v = h, maka
h=Ko(h) ...............................................................................................(2.2)
Sehingga koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam dapat diwakili oleh hubungan empiris yang
diperkenalkan oleh Jaky (1994).
Ko=1sin ...........................................................................................(2.3)
.....................................................................................(2.4)
tanah, pemasangan batang-batang penguat pada galian. Desain dinding penahan tanah, dan
pembentukan penahanan tarik dengan memakai berbagai jenis peralatan pengukur.
Permasalahan disini hanyalah semata-mata untuk menentukan faktor keamanan terhadap
keruntuhan yang di sebabkan oleh gaya lateral. Pemecahan di peroleh dengan membandingkan
gaya-gaya (kumpulan gaya-gaya yang bekerja).
Gaya pengancur disini misalnya gaya-gaya lateral yang bekerja horizontal atau
mendatar.
Gaya penghambat misalnya berat dari bangunan/struktur gaya berat dari bangunan ini
arah bekerja vertikal sehingga dapat mengahambat gaya lateral atau gaya yang bekerja
horizontal.
a)
Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7, akibat dinding penahan berotasi ke kiri terhadap titik A,
maka tekanan tanah yang bekerja pada dinding penahan akan berkurang perlahan-lahan sampai
mencapai suatu harga yang seimbang. Tekanan tanah yang mempunyai harga tetap atau seimbang
dalam kondisi ini disebut tekanan tanah aktif.
1sin
2
=tan (45 ) ..........................(2.6)
1+ sin
2
3
Berat isi tanah (g/cm )
......................................................................(2.7)
akibat tekanan tanah pasif setinggi H dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
1
P= H 2 Kp .........................................................................
2
Dimana harga Kp untuk tanah datar adalah
Kp=Koefisien tanah pasif =
Dimana:
1+sin
3
Berat isi tanah (g/cm )
Adapun langkah yang dipakai untuk tanah berkohesi, maka tegangan utama arah
horizontal untuk kondisi pasif adalah:
1
Pp= H 2 Kp+2 c Kp H
2
.......................................................................(2.10)
i1
1
cos 1 ( 1+ tan /F )
i=n
(2.66)
W i sin 1
i1
3.4.1.
Stabilitas lereng
Apabila permukaan cenderung membentuk lereng, maka tegangan geser karena gaya berat atau
gaya air rembesan dan gaya gempa timbul di dalam tanah. Bila tegangan geser melampaui
tahanan geser tanah maka tanah mulai runtuh dan akhirnya terjadi keruntuhan tanah sepanjang
bidang yang menerus dan massa tanah di atas bidang menerus ini biasanya disebut bidang
gelincir.
Lereng adalah suatu permukaan tanah yang tidak horizontal, yang membentuk kemiringan atau
sudut terhadap garis horizontal. Gaya-gaya gravitasi dan gaya air rembesan (seepage) cenderung
menyebabkan ketidakstabilan pada lereng alami ataupun pada lereng yang akan dibentuk dengan
cara penggalian, dan pada lereng tanggul serta bendungan tanah.
Pada bidang rekayasa sipil ada beberapa lereng yang kita kenal yaitu :
a. Lereng alam, lereng yang terbentuk karena proses alam
b. Lereng yang dibuat dari tanah asli, misalnya lereng gunung dipotong untuk pembuatan jalan.
c. Lereng dari tanah asli yang dipadatkan.
Ada 3 (tiga) jenis kelongsoran yang sering terjadi pada lereng yaitu :
1. Kelongsoran lereng/talud dangkal (shallow slope failure)
Merupakan kelongsoran yang terjadi sepanjang bidang gelincir yang masih dalam batas lereng.
2. Kelongsoran ujung kaki/talud (toe failure)
Merupakan kelongsoran yang terjadi pada ujung bawah lereng.
3. Kelongsoran dasar lereng.
Merupakan kelongsoran yang terjadi pada bidang gelincir melewati ujung bawah lereng.
Analisa stabilitas lereng pada konsepnya berdasarkan pada keseimbangan plastis batas (limit
plastic equilibrium). Maksud analisa stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang
longsor yang potensial. Ada beberapa anggapan yang telah dibuat dalam analisa stabilitas lereng
yaitu:
1. Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor tertentu.
2. Massa tanah yang longsor dianggap berupa benda pasif.
3. Tahanan geser dari massa tanah pada titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung dari
orientasi permukaan longsor (kuat geser dianggap isotropis).
4. Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata sepanjang bidang
longsor yang potensial dan kuat geser tanah rata-rata sepanjang permukaan longsor.
Kelongsoran tanah terjadi karena adanya pergerakan tanah pada suatu bidang tertentu yang
disebut bidang longsor atau bidang gelincir. Bidang gelincir bisa berbentuk busur lingkaran atau
disebut Rotasional Slide dan juga berbentuk lurus atau sejajar permukaan tanah, ini biasa disebut
Translation Slide. Bila terjadi kelongsoran berarti kekuatan geser tanah telah terlampaui artinya
perlawanan geser sepanjang bidang gelincir tidak mampu menahan beban-beban yang bekerja
pada bidang tersebut.
Lereng adalah suatu permukaan tanah yang tidak horizontal, yang membentuk kemiringan atau
sudut terhadap garis horizontal. Gaya-gaya gravitasi dan gaya air rembesan (seepage) cenderung
menyebabkan ketidakstabilan pada lereng alami ataupun pada lereng yang akan dibentuk dengan
cara penggalian, dan pada lereng tanggul serta bendungan tanah. Apabila tegangan geser akibat
gaya-gaya tersebut melampaui tahanan geser tanah maka tanah akan mulai runtuh dan akhirnya
terjadilah keruntuhan tanah sepanjang bidang yang menerus (bidang gelincir) dan massa tanah di
atas bidang gelincir ini akan longsor dan akan disebut dengan keruntuhan lereng.
3.4.2.
Faktor keamanan
Mengingat lereng terbentuk oleh material yang sangat beragam dan banyak faktor ketidakpastian, maka dalam mendesain suatu penanggulangan selalu dilakukan penyederhanaan dengan
berbagai asumsi. Secara teoritis massa yang bergerak dapat dihentikan dengan menaikkan faktor
keamanannya.
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kriteria faktor keamanan adalah resiko yang
dihadapi, kondisi beban dan parameter yang digunakan dalam melakukan analisis kemantapan
lereng. Resiko yang dihadapi dibagi menjadi tiga yaitu: tinggi, menengah, rendah. Dalam analisis
harus dipertimbangkan kondisi beban yang menyangkut gempa dan tanpa gempa (normal).
Parameter yang digunakan menyangkut hasil pengujian dengan harga batas atau sisi dengan
mempertimbangkan ketelitiannya.
Tabel 3.1 Faktor Keamanan Minimum Kemampatan Lereng
Resiko
*)
Tinggi
Menengah
Rendah
Kondisi Beban
Dengan gempa
Tanpa gempa
Dengan gempa
Tanpa gempa
Dengan gempa
Tanpa gempa
Kurang
Teliti
1,50
1,80
1,30
1,50
1,10
1,25
Teliti
1,50
1,80
1,40
1,50
1,10
1,20
Teliti
1,75
2,00
1,60
1,80
1,25
1,40
Teliti
1,35
1,60
1,20
1,35
1,00
1,10
Keterangan:
*):
a. Resiko tinggi bila ada konsekuensi terhadap manusia cukup besar (ada pemukiman), dan atau
bangunan sangat mahal, dan atau sangat penting.
b. Resiko menengah bila ada konsekuensi terhadap manusia tetapii sedikit (bukan pemukiman), dan
atau bangunan tidak begitu mahal dan atau tidak begitu penting.
c. Resiko rendah bila tidak ada konsekuensi terhadap manusia dan terhadap bangunan (sangat
murah).
**):
a. Kekuatan geser maksimumadalah harga puncak dan dipakai apabila massa tanah/batuan yang
potensial longsor tidak mempunyai bidang diskontinuitas (perlapisan, rekahan, sesar, dan
sebagainya) dan belum pernah mengalami gerakan.
b. Kekuatan geser residual dipakai apabila: (i) massa tanah/batuan yang potensial
bergerak
mempunyai bidang diskontinuitas, dan atau (ii) pernah bergerak (walaupun tidak mempunyai
bidang diskontinuitas).
(Sumber: Buku Petunjuk Perencanaan Penanggulangan Longsor)
Secara umum faktor keamanan (SF) untuk stabilitas lereng:
1. Apabila SF < 1
Berarti keruntuhan pada lereng terjadi dan hal tersebut menunjukkan bahwa kuat geser tanah
yang tersedia untuk menahan longsor adalah kecil.
2. Apabila SF berkisar antara 1 s/d 1,25
Berarti keruntuhan pada lereng terjadi.
(2.67)
(2.68)
(2.69)
(2.70)
Beberapa metode yang digunakan untuk menganalisa stabilitas lereng antara lain:
1. Metode Fellinius (1927)
Metode ini dipakai untuk bidang runtuh yang berupa lingkaran pada semua jenis tanah dan
pemakaiannya sederhana (praktis). Analisa stabilitas dengan metode ini menganggap gaya-gaya
yang bekerja pada sisi kanan dan kiri dari sembarang irisan mempunyai resultan nol pada arah
tegak lurus bidang longsornya.
2. Metode Alan W. Bishop
Metode ini sama dengan metode Fellinius yaitu gaya-gaya yang bekerja pada sisi-sisi irisan
resultannya nol pada arah vertikal bidang longsor, hanya saja dalam pemakaiannya agak rumit
dan membutuhkan cara coba-coba tetapi cara ini menghasilkan penelitian yang lebih teliti.
3. Diagram Bishop dan Morgestren (1960)
Pada metode ini penyelesaian stabilitas lereng dapat digunakan untuk menghitung faktor
keamanan pada tinjauan tegangan efektif. Metode ini dapat digunakan pada bidang runtuh baik
lingkaran maupun nonlingkaran untuk semua jenis tanah, hanya saja pemakaian metode ini agak
rumit (menggunakan komputer)
4. Metode Janbu (1956)
Pada metode ini digunakan untuk bidang runtuh lingkaran dan non lingkaran tetapi
pemakaiannya agak rumit (menggunakan komputer).