Anda di halaman 1dari 18

1

PENDAHULUAN

Komplikasi vaskular menahun masih menjadi penyebab utama morbiditas


dan mortalitas diabetes mellituis (DM) .Baik pada DM tipe I maupun DM tipe II,
kurang lebih 80% mortalitasnya disebabkan oleh aterosklerosis. Secara umum dari
semua mortalitas yang disebabkan oleh aterosklerosis diabetik adalah akibat dari
aterosklerosis koroner (PJK). Bila dibandingkan dengan non-DM, maka angka
kejadian PJK meningkat dua kali pada pria dan 4 kali pada wanita. Sisanya yang
25% mortalitas DM disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak dini (4x lebih
sering) dan pembuluh darah perifer (5x lebih sering) (1)
Berbagai komplikasi tersebut diatas disebabkan oleh faktor hiperglikemia,
pengaruh buruk hiperglikemia diduga berlangsung melalui berbagai mekanisme.
Mekanisme tersebut antara lain adalah proses glikosilasi non-enzimatik, perubahanperubahan sorbitol-myoinositol, stress oksidatif dan aktivasi jalur diasilgliserolprotein kinase C (DAG-PAC), serta pertahanan antioksidan yang berlebihan.
Meskipun banyak faktor penyebab, rupanya dislipidemia diabetik merupakan salah
satu faktor utama penyebab aterosklerosis dini pada DM.(2)
Setelah ditemukanya insulin olen Banting dan Best pada tahun 1921 dan
berkembanganya pengelolaan pada pasien diabetes mellitus, gambaran komplikasi
DM bergeser dari komplikasi akut ke arah kompkikasi kronik. Komplikasi kronik
DM pada dasarnya mengenai semua pembuluh darah di seluruh bagian tubuh
(angiopati diabetik), komplikiasi tersebut dapat mengenai berbagai organ tubuh
seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, syaraf dan lain-lain (3)

Tujuan utama pengelolaan diabetes adalah untuk mencapai dan kemudian


mempertahankan kadar glukosa darah sekitar nilai fisiologis, sehinggga dapat
mencegah atau menunda terjadinya komplikasi dan mengurangi resiko terjadinya
aterosklerosis (4)
Askandar Tjokoprawiro (2001) menyebutkan dan merangkum efek metabolik
yang toksik untuk jaringan yang dapat disingkat dengan dengan DIR-C-GOS, terdiri
dari 2 TRISULA (DIR dan GOS) dan satu TOMBAK ( C ) seperti yang terlihat pada
gambar 1. (5)

Gambar 1. Dua Trisula dan Satu Tombak DIR-C-GOS

KLASIFIKASI
Askandar Tjokoprawiro mengklasifikasikan angiopati diabetik menjadi dua
bagian yaitu (2):
1. Mikroangiopati diabetik, yaitu angiopati yang terjadi pada kapiler dan arteriol.
Proses adhesi, dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi mikrotrombus
merupakan dasar biokimiawi utama. Sedangkan disfungsi endotel dan trombosis
merupakan biang keladinya.
2. Makroangipati Diabetik = Arteriosklerosis diabetik yaitu penebalan dan
hilangnya elastisitas dinding arteri.
MEKANISME MIKROANGIPATI DIABETIK.
Mikroangiopati diabetik merupakan salah satu diantara komplikasi yang
sangat serius dari penyakit ini. Abnormalitas

dari pembuluh darah pada pasien

dengan diabetes mellitus terjadi dalam jangka waktu yang lama. Perubahan tersebut
terjadi pada kapiler, arteriola dan membran basalnya. Meskipun secara klinis seluruh
pembuluh darah mikrovaskular terlibat, namun hanya pada retina dan glomerulus
renal saja yang menunjukkan kelainan bermakna. (6)
PERUBAHAN FUNGSIONAL
Telah banyak literature menyebutkan adanya bentuk fungsional mikroangioapti
yang tejadi pada awal diabetes mellitus yang tergantung insulin. Pelebaran pembuluh
darah di retina dan konjungtiva, gangguan facial flushing telah lama
dikemukakan. Ditzel mengemukakan bahwa terjadi hipoksia jaringan lokal yang
terjadi pada pasien diabetes, berdasarkan hipotesisnya terjadi vasodilatasi
mikrovaskuler yang timbul sebagai respon autoregulasi lokal terhadap hipoksia
jaringan. (6)

Perubahan fungsional

lainnya adalah terjadinya peningkatan laju filtrasi

glomerulus (LFG) dan fraksi filtrasi pada tahap awal diabetes dan perubahan ini
dapat diperbaiki dengan terapi insulin secara intensif. Disamping itu albuminuria dan
pembesaran ginjal merupakan gejala yang ditemukan hampir pada semua pasien
disaat diagnosis diabetes ditegakkan. (6)
GAMBARAN MORFOLOGIS
Gambaran klasik morfologi yang ditemukan pada mikroangiopati diabetik
adalah terjadinya penebalan membran basal kapiler, terutama terjadi pada membran
basal retina dan glomerulus ginjal (6)
Pada sebagian besar jaringan, membran basal berfungsi memisahkan sel dari
ruang interstitial. Pengecualian adalah pada glomerulus ginjal, dimana membran
basalnya diantara sel endotel kapiler dan sel epitel kapsula Bowman, dan pada sistem
saraf pusat dimana membran basal terletak diantara sel endotel dan sel glia.
Membran basal glomerulus bersambung dengan membran basal tubulus melalui
kapsul Bowman. Dan pada retina, penebalan membran basal juga ditemukan diantara
sel endotel dan perisyitus (sel mural) (6)
PERUBAHAN PADA VASKULAR CELLS
Perubahan pada vaskular cell bervariasi berdasarkan jenis jaringan.
Perubahan histologis paling awal pada retinopati diabetik adalah hilangnya sel
perisytus retina. Normalnya rasio sel endotel dengan sel perisytus pada kapiler retina
adalah 1: 1 pada pasien diabetes rasio ini menurun menjadi 1: 4 hanya dalam
beberapa tahun dan akan menurun menjadi 1:10 dengan semakin lamanya penyakit
tersebut berlangsung (6)

Retinopati diabetic dikategorikan kedalam 3 stadium berdasarkan perubahan


yang terjadi : mild backround retinopatyhy, maculopathy dan retinopathy proliferatif.
Pada glomerulus terdapat 3 tipe berbeda pada vaskular cells yang terjadi pada
perubahan mikrovaskular : sel endotel glomerulus, sel mesangium dan sel epitel (4)
ABNORMALITAS VASKULAR
Abnormalitas yang ditemukan pada endotel dan vaskular pada pasien diabetes
mellitus dikelompokkan menjadi 4 kategori (6)
1. Proses koagulasi
2. Flow dan kontraktilitas
3. Permeabilitas
4. Proses regenerasi.
1. Proses koagulasi
Pada endotel, abnormalitas ditemukan pada tingkat aktivitas faktor VIII,
prostaglandin, proses fibrinolisis, dan berbagai fungsi lainya. Parameter lainnya yang
yang digunakan untuk menetapkan berjalannya proses koagulasi adalah faktor Von
Willebrand Antigen (vWF), yang bersama dengan faktor VIII membentuk kompleks
faktor VIIIAg:vWF. Kompleks ini diproduksi oleh sel endotel dan kompleks ini
terlibat dalam pembentukan trombus dan adhesi platelets ke lapisan subendiotelial.
Hasil penelitian melaporkan terjadinya peningkatan kadar vWF pada kedua jenis DM
(IDDM dan NIDDM). Dan dengan mengontrol kadar gula darah melalui diet,
sulfonilurea atau insulin dapat menormalkan kadar vWF pada pasien (6)
Diabetes

dan

hiperglikemia

dilaporkan

mempengaruhi

metabolisme

prostaglandin. Yang merupakan metabolit poten sel endotel yang cenderung


mengalami platelets dan trombosis vaskuler. Produksi prostaglandin I 2 (PGI2) oleh

sel endotel merupakan inhibitor agregasi platelets dan proses adhesi dan sebagai
vasodilator kuat. Penurunan jumlah PGI2 menyebabkan peningkatan proses
trombosis dan kontraktilitas. Hal ini ditemukan pada pasien DM, kemungkinan
disebabkan karena penurunan pada produksinya (6)
2. Permeabilitas
Peningkatan permeabilitas vaskuler merupakan pertanda lainnya gangguan
vaskuler pada DM. Keadaan ini lebih nyata terjadi pada retina dan glomerulus ginjal.
Akibat dari diabetes ini merefleksikan disfungsi pada sel endotel (6)
3. Kontraktilitas dan Flow
Peningkatan aliran darah (blood flow) pada glomerulus renal terjadi pada
pasien DM, peningkatan ini mendahului perubahan patologis lainya. Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) diduga mempunyai peranan dalam meningkatkan renal
blood flow pada pasien DM (6)
Tidak semua jenis pembuluh darah mengalami peningkatan aliran, selama 2
5 tahun pertama dari DM, retinal blood flow mengalami penurunan. Retinal blood
flow meningkat pada fase backround retinopathy timbul. Dan setelah terjadi advance
proliferatif retinopathy, retinal blood flow kembali menurun. Penurunan aliran darah
ini

menyebabkan

bertambahnya

hipoksia

dan

menginduksi

terjadinya

neovaskularisasi. Jadi, pengaruh diabetes pada aliran darah tergantung berdasarkan


jaringan dan durasi/lamanya penyakit tersebut (6)
Perlambatan respon terhadap asetilkolin untuk menginduksi vasodilatasi juga
terjadi di mikrosirkulasi di arteri-arteri usus halus dan pembuluh darah kecil di
korpus kavernosum penis. Pada jaringan pasien DM, endhotelium-dependent

relaxation respon terhadap asetilkolin menurun, meskipun respon terhadap sodium


nitropusid dan papaverin menurun (6)
Abnormalitas pada kontraktilitas vaskuler juga dapat terjadi di berbagai
tingkat atau aktivitas hormon-hormon vasoaktif. Peningkatan sensitivitas terhadap
renin-angiotensin pernah di laporkan, meskipun hanya sedikit yang menyetujuinya.
Hasil perkembangan terbaru menunjukkan kemungkinan hubungan antara diabetes
dengan endotelian 1 (ET-1) yang merupakan vasokonstriktor poten dan dapat
memperpanjang hipertensi secara in-vivo. Pada pasien DM yang mendapat terapi
dengan insulin, kadar ET-1 dalam plasma lebih tinggi dibanding pasien non-DM
sebagai kontrol. Salah satu alasan terjadinya peningkatan ini adalah pengaruh
stimulasi glukosa terhadap produksi ET-1 di sel endotel. Alasan lainnya adalah
enhancement oleh insulin pada proses transkripsi ET-1 RNA oleh sel endotel (6)
4. Proses Regenarasi Seluler
Kedua proses proliferasi dan hilangnya sel-sel adalah gambaran yang
menonjol pada gangguan vaskuler pada DM. Munculnya mikroanuerysma kapiler
melengkapi hilangnya sel-sel perisytus. Pertumbuhan pada sel endotel retina
dihambat oleh co-culture nya dengan perisitus. Efek penghambatan ini hanya dapat
terjadi jika 2 tipe dari sel mengadakan kontak fisik. Bebagai studi selanjutnya
menganggap bahwa ketika sel endotel dan pericytus mengadakan kontak, maka sel
endotel akan mengeluarkan bentuk aktif TGF- yang berfungsi untuk menghambat
pertumbuhan sel-sel endotel. Pada retina pasien DM, hilangnya pericytus yang
disebabkan oleh hiperglikemi mencegah pemunculan TGF- aktif oleh sel endotel,
yang menyebabkan proliferasi sel endotel dan menghasilkan terbentuknya
mikroaneurisma (6)

MEKANISME MOLEKULAR KERUSAKAN AKIBAT HIPERGLIKEMIA


Salah satu sebab disfungsi vaskular adalah hiperglikemia, tetapi mekanisme
pasti belum diketahui. Mungkin hiperglikemia mempunyai dampak negatif melalui
mekanisme, karena glukosa dan metabolitnya digunakan oleh beberapa jalur.
Perkembangan teori terbaru yang diajukan untuk menerangkan dampak negatif dari
hiperglikemia antara lain (1,6)
1. Jalur Sorbitol (Polyol-Mioinositol)
Postulat ini didasarkan pada perubahan glukosa menjadi sorbitol pada banyak
sel dengan bantuan enzim aldose reduktase. Bila kadar glukosa intrasel meningkat
sebagai akibat hiperglikemia maka aktivitas jalur polyol akan terangsang sehingga
mengakibatkan terjadi konversi glukosa menjadi sorbitol yang berlebihan. Sorbitol
ini tidak mudah mengalami difusi yang kemudian akan mengakibatkan akumulasi
osmolit ini di daerah intraseluler. Peningkatan turn over metabolisme glukosa
melalui jalur poliol akan mengurangi asupan mioinisitol dan bersamaan dengan itu
akan terjadi penurunana aktivitas dari Na+-K+-ATPase sehingga dapat menyebabkan
terjadinya kekurangan pool mioinositol spesifik dan penurunan aktivitas Na +-K+ATPase serta perubahan fungsional pada jaringan yang terkena. Enzim aldose
reduktase yang berfungsi sebagai katalisator pada reaksi glukosa menjadi sorbitol ini
terdapat pada jaringan saraf, lensa mata, dan retina mata serta glomerulus.
Mekanisme polyol ini merupakan mekanisme yang dapat menerangkan terjadinya
dampak negatif hiperglikemia jangka panjang sehingga dapat pula menerangkan
bagaimana proses ini dapat dicegah dengan cara mengahambat enzim aldose
reduktase ini dan dapat merupakan suatu pendekatan terapi yang potensial (1,6)

Gambar 2. Mekanisme Efek Polyol Terhadap Fungsi Sel (1)

Aldose reduktase

D-glukosa

NADPH

sorbitol dehidrogenase

sorbitol

NADP

fruktosa

NAD+

MIOINOSITOL

NADH
Na+k+ATPase

DISFUNGSI VASKULER

2. Glikosilasi Non Enzimatik


Efek jangka panjang diabetes pada dinding pembuluh darah umumnya
disebabkan oleh glikosilasi non enzimatik dari protein dan bagian membran serta
hasil reaksi dengan sel sekitarnya. Proses ini dimulai dengan menempelnya gugus
aldehid atau keton pada asam amino bebas, dan menghasilkan suatu bentuk yang
disebut Schiff Base. Bahan ini kemudian dikatalisis untuk membentuk suatu produk
amadori yang lebih stabil, melalaui suatu reaksi yang berlangsung untuk beberapa
minggu. Urutan perubahan reaksi kimia yang mengarah pada glikosilasi ireversibel
sangat kompleks dan dapat terjadi melalui beberapa jalur metabolisme. Glukosa
akan bereaksi dengan semua macam protein secara non-enzimatik dengan cara
mengikat gugus NH2 bebas, terutama pada lisin dan valin. Reaksi glikosilasi ini

10

perlahan-lahan akan menjadi matang sampai akhirnya menjadi cross-linked


advanced glycation end product (AGE) (1,6)
Derajat glikosilasi suatu protein tergantung pada konsentrasi glukosa, jangka
waktu dan biologicl half life (turn over) dari protein, sehinggga Hb yang
terglikosilasi saat ini dipakai sebagai ukuran kontrol glikemik. Glikasi merubah
struktur fisis dan karakteristik banyak protein sehingga menjadi bagian dari
kerusakan jaringan dan organ diabetes (6)
AGE, merupakan suatu kelompok kompleks adduct kovalen dan cross link
yang berasal dari glukosa, AGE secara perlahan-lahan akan berakumulasi pada
matrik-matriks ekstraseluler dan protein dinding vaskular lain dengan turn over
fisiologis yang lambat sebagai konsekuensi pembentukan produk amadori jangka
panjang. akumulasi produk AGE ini tergantung secara non linear pada kadar glukosa.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa kenaikan AGE yang cukup tinggi dapat
disebabkan oleh berbagai reaksi oksidatif, termasuk rekasi peroksidasi lipid, interaksi
hiperglikemia dan kelainan metabolisme yang berhubungan dengan diabetes dapat
menerangkan beberapa varian beratnya aterosklerosis pada pasien dengan riwayat
hiperglikemia yang panjang (6)
3. Aktivasi jalur Diasil Gliserol (DAG) Protein Kinase C (PKC)
Perubahan pada kadar fosfolipid dan aktivitas PKC pada diabetes
diperhatikan semenjak diketahui bahwa sistem enzim ini dan fosfolipid tampak dapat
mengatur beberapa fungsi vaskular, termasuk permeabilitas, kontraktilitas, koagulasi,
aliran, aktivitas hormonal, efek faktor pertuimbuhan dan juga sintesis dan turn over
membran basalis (6)

11

Data invitro menunjukkkan efek hiperglikemia pada transduksi sinyal


intraseluler adalah peningkatan de nuvo sintesis diasilgliserol (DAG), dan ini
bersama peningkatan kadar kalsium bebas intraseluler akan mengaktivasi PKC di
dalam sel endotel, suatu kunci regulasi protein. Aktivasi PKC pada endotel berakibat
meningkatnya permeabilitas endotel terhadap albumin sehingga terjadi ekstravasasi
molekul protein. Aktivasi PKC juga akan merangsang adhesi molekul pada sel
endotel dan mempermudah adhesi dan ambilan lekosit masuk ke dalam endotel.
Demikian juga bersamaan dengan kadar glukosa darah yang tinggi juga
mempengaruhi permeabilitas antara sel endotel yang juga dipengaruhi PKC. Jadi
aktivasi PKC dikatakan sebagai sumber efek perubahan vaskular akibat rangsangan
glukosa. Bukti-bukti efek stimulasi langsung glukosa pada sel endotel ini dapat
mendukung hipotesis bahwa puncak-puncak glukosa postprandial penting bagi
terjadinya perkembangan dini kelainan mikro dan makrovaskular (4)
4. Stress Oksidatif
Stress oksidatif juga merupakan suatu faktor patogenik komplikasi diabetes.
Produksi radikal bebas selama peningkatan glukosa darah yang akut dapat
disebabkan oleh glikosilasi labil atau mempunyai efek langsung pada auto-oksidasi
glukosa dan aktivasi jalur polyol intraseluler yang kemudian menyebabkan
ketidakseimbangan NADH/NAD dan mempermudah pembentukan radikal bebas.
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih electron yang
tidak berpasangan dalam struktur atomnya, sehingga sangat reaktif. Sifat sangat
reaktif ini timbul karena electron yang tidak berpasangan, dengan mudah menerima
electron dari atom atau molekul didekatnya. Kemudian dia akan menimbulkan reaksi
berantai. Kerentanan sistem organ terhadap stress oksidatif tergantung pada fungsi

12

keseimbangan faktor-faktor pro-oksidan dan faktor-faktor yang menetralisir prooksidan (scavenger) atau keduanya (1)
Beberapa penelitian telah dilaporkan bahwa radikal bebas dapat merupakan
mediator efek hiperglikemia akut. Pada diabetes, penurunan kadar Total Radical
Trapping Antioxidant Parameter (TRAP) dalam plasma telah dilaporkan. Pada
hiperglikemia yang disebabkan oleh makanan, naik pada pasien diabetes atau bukan,
ternyata terjadi penurunan kadar TRAP dalam plasma. Hal ini menunjang hipotesis
bahwa peningkatan kadar glukosa darah mengakibatkan stress oksidatif, yang
kemudian akan mengkonsumsi antioksidan alami dalam plasma (4)
Pengaruh hiperglikemia terhadap peningkatan stress oksidatif dapat dijelaskan
antara lain sebagai berikut (1)
Peningkatan glikooksidasi (glikosilasi oksidatif)

Anion superoksid (oksigen radikal = O2-)

Radikal hidroksil (OH)

Peroksida hydrogen (H2O2)

Semua bahan diatas dapat merusak lemak dan protein melalui mekanisme
fragmentasi dan cross linking. Beberapa bahan khelasi dari metal transisi
(Chelathing Transisional Metal) dapat mencegah oto-oksidasi pada hewan diabetes
(1)

Peningkatan pembentukan AGEs


Radikal bebas, meningkatkan pembentukan AGEs. Lebih lanjut AGEs akan

meningkatkan asupan radikal bebas, AGEs memodulasi fungsi sel dengan cara
berikatan dengan molekul aseptor spesifik yang ada pada permukaan sel. Reseptor

13

spesifik untuk AGEs (RAGE), termasuk immunoglobulin super family yang terletak
dipermukaan endotel, fagosit mononuclear, dan sel otot polos vaskuler (1)

Peningkatan kadar sorbitol dan gangguan metabolisme prostanoid.


Pada jaringan dimana ambilan glukosa tidak tergantung insulin (retina, lensa,

saraf tepi, ginjal), yaitu tempat tempat komplikasi diabetes terjadi, paparan terhadap
hiperglikemia mengakibatkan meningkatnya kadar sorbitol dan fruktosa intrasel. Hal
ini terjadi akibat meningkatnya aktivitas enzim aldose reduktase dan sorbitol
dehidrogenase kedua enzim tersebut berperan dalam polyol pathway (1)

MEKANISME MAKROANGIPATI DIABETIK


Faktor resiko untuk terjadinya aterosklerosis pada diabetes antar lain:
perubahan pada konsentrasi lipoprotein dan komposisi (dislipidemia), hipertensi,
hiperinsulinemia, obesitas, dan beberapa dengan komponen genetic. (2)
Dengan dasar patogenesis mikroangiopati diabetik yang telah diuraikan
diatas, proses terjadinya makroangiopati diabetik secara skematik dapat dilihat pada
gambar 5

14

Gambar 5. Skema petogenesis aterogenesis.


Keterangan : MCP-1= Monocyte chemotactidc protein 1; CSFs: colony-stimulating
faktor; GF= growth faktor; ASMC= arterial smooth muscle cell; PDGF= plateletderived growth faktor
Pada makroangiopathy DM, peran LDL, Ca2+ lebih utama daripada proses
mikroangiopati DM (proses adhesi dan mikrotrombus pada kapiler). Oxydized LDL
dan disfungsi endotel merupakan 2 faktor proses aterogenesis yang paling penting.
Pengaruh hiperglikemia langsung terhadap endotel pembuluh darah adalah melalui
peningkatan molekul adhesi yaitu ICAM-1 (intercellular adhesion melecule-1),
faktor pemicu terjadinya proses aterogenesis. Selain itu hiperglikemi sendiri secara
langsung meningkatkan permeabilitas endotel, suatu kondisi yang memudahkan
pembentukan aterom didalam dinding pembuluh darah (7)
Kerusakan makrovaskuler disebabkan juga oleh aktivasi sistem pembekuan
akibat hiperglikemia. Dimana terjadi peningkatan fibrinopeptida A (fragmen
protrombin) dan faktor VII dalam darah. Terdapat bukti mengenai terjadinya
peningkatan produksi trombin setiap setelah penderita DM makan. Gangguan pada
sistem pembekuan inilah yang memudahkan terjadinya proses tromboemboli pada
diabetes (7)
Kerusakan pada makrovaskuler juga dihubungkan dengan kehadiran AGEs
dalam darah. AGEs berikatan dengan reseptornya pada pembuluh darah
mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi dan oklusi melalui peningkatan produksi
endotelian-1. Vasokonstriksi juga dapat secara langsung disebabkan hiperglikemia
karena efeknya yang dapat menurunkan kerja vasodilatasi dari asetilkolin.

15

Hiperglikemi

juga

dapat

menyebabkan

terpacunya

produksi

prostanoid

(vasokonstriktor) akibat aktivasi PKC yang meningkat (7)


Ikatan AGEs dengan reseptor pada makrofag, menghasilkan TNF dan
interleukin 1. sitokin ini berperan dalam merangsang proliferasi sel otot polos
pembuluh darah, mesangium dan endotel sendiri (7)
Mekanisme lain terjadinya kerusakan makrovaskuler yang secara tidak
langsung bermula dari glucose toxicity, diantaranya glikasi terhadap sel eritrosit,
LFL, HDL, fibrin dan membran platelet. Akibat glikasi pada pada eritrosit
mengakibatkan kelenturannya berkurang, LDL akan menjadi sulit dikenali
reseptornya, HDL akan berkurang daya transportasi kolesterolnya, sedangkan glikasi
fibrin dan pletelet akan merusak homeostasis dari vaskular (7)
Hiperinsulinemia berdampak negatif terhadap pembuluh darah secara
langsung dan tidak langsung. Secara langsung, peninggian insulin serum
menyebabkan rangsangan terhadaap proliferasi otot polos dinding pembuluh darah
dan defek endotel. Secara tidak langsung, melalui peningkatan tekanan darah,
sintesis asam lemak bebas dan trigliserida yang kemudian menyebabkan peningkatan
selectin E, ICAM-1 dan PAI-1 dalam serum. Sementara itu dislipidemia berperan
penting dalam kerusakan vaskuler, terjadi akibat resistensi jaringan tubuh terhadap
insulin. Semuanya bermuara pada kerusakan makrovaskuler (7).
DISFUNGSI ENDOTEL DAN DISFUNGSI PLATELET
Disfungsi endotel (D-END) dan Disfungsi trombosis (DT) mempunyai
hubungan interaksi yang akhirnya mempermudah terjadinya adhesi dan agregasi
trombosit. Adhesi dan agregasi trombosit merupakan dasar utama terjadinya
angiopati DM. Selain itu endotel juga mempunyai proteksi yang cukup kuat, yaitu

16

PGI2, EDHF, dan NO (Nitric Oxide) yang berfungsi mencegah terjadinya agregasi
trombosit,

mencegah

adhesi

leukosit,

menekan

ekspresi

melekul

adhesi,

mangaktifkan Na+-K+-ATPase, menekan sintesis kolagen, dan menghambat oksidasi


LDL.Rangkuman proses D-END dan DT terlihat pada gambar 3 (5)

Gambar 3. Disfungsi Endotel dan Trombosit

PERAN ANTI PLATELET AGEN DALAM PENANGANAN ANGIOPATI


DIABETIK
Atas dasar uraian diatas maka diketahui bahwa proses trombosis merupakan
prinsip utama terjadinya angiopati-DM, maka terapi yang tepat adalah (5)
1. Regulasi DM yang baik dan berkesinambungan

17

2. Pemberian obat anti trombosis (OAT)


Dibawah ini terdapat 6 golongan OAT yang perlu di ketahui dan disusun
berdasarkan cara kerjanya. (Gambar 4)

Gambar 4. Enam Golongan OAT


OAT yang cukup bagus dan sering digunakan adalah golongan Cilostazol, karena
bekerja pada golongan 1,2,6. Preparat cilostazol yang sering digunakan di klinik
adalah Pletaal .

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Soeatmadji, Wahono D. 1998 . Peran Stres Oksidatif dalam Patogenesis


Angiopati Mikro dan Angiopati Makro Diabetes Mellitus. Medika no 5 tahun
ke XXIV. Jakarta. 318-25
2. Tjokoprawiro, Askandar .2001. Angiopati Diabetik (Makro dan
Mikroangiopati Diabetik. Dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
ketiga. Editor Sjaifoellah Noer.FK-UI, Jakarta.
3. Waspadji,darwono 1998. Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus dan
Penanganan. Dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi ketiga.
Editor Sjaifoellah Noer.FK-UI, Jakarta.
4. Soegondo,Sidartawan 1999. Hiperglikemia Post Pransila Sebagai Faktor
Resiko Penyakit Jantung Koroner. Dalam : Naskah Lengkap Penyakit Dalam.
PIT FKUI. Jakarta
5. Tjokoprawiro,Askandar .2001. Obat Anti Trombosit pada Diebetes Mellitus
(Peran Three in One Platelet). Medika no 9 tahun ke XXVII. Jakarta. 57479
6. SBHkahn,CR nad Gordon CC (ed). 1994. Joslins Diabetes Mellitus.13th
edition. Lea& Febiger A Waverly Company. Pennsylvania.
7. Manaf, Asman.2002. Peranan Glukosa Darah Postprandial Dalam
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Tipe 2. Dalam : Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan II Ilmu Penyakit Dalam. Bag/SMF Penyakit Dalam FK
UNLAM/RSUD Ulin Banjarmasin.

Anda mungkin juga menyukai