Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS STASE 6 PROGRAM POKOK PUSKESMAS

PERMASALAHAN TB PARU PADA PROGRAM P2M


DI PUSKESMAS I SUMPIUH

Disusun Oleh
Dhyaksa Cahya P.

G4A013036

Bunga Wiharning SP

G4A013040

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITASILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
JULI- AGUSTUS 2014

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS STASE 6 PROGRAM POKOK PUSKESMAS
PERMASALAHAN TB PARU PADA PROGRAM P2M
DI PUSKESMAS I SUMPIUH

Disusun Oleh
Dhyaksa Cahya P.

G4A013036

Bunga Wiharning SP

G4A013040

Disusun untuk memenuhi syarat mengikuti program pendidikan profesi dokter


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran KomunitasIlmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto

Telah disetujui
Tanggal .

Pembimbing Lapangan

dr. Dri Kusrini


NIP. 19720112.2002.12.2.004

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Program pencegahan penyakit menular adalah salah satu upaya
preventif untuk menurunkan dan mengurangi angka kesakitan dan angka
kematian akibat penyakit menular, diantaranya adalah tuberculosis (TB) paru.
TB adalah salah satu penyakit menular yang paling sering dan disebabkan
oleh kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Hasil
survey terbaru tahun 2008, terdapat 9,4 juta pasien TB dan 1,3 juta kematian
akibat TB diseluruh dunia. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama
kesehatan masyarakat, tahun 2008 jumlah pasien TB di Indonesia merupakan
ke-5 terbanyak di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria. Total
kasus TB di Indonesia sekitar 429.682 atau 189 per 100.000 penduduk.
Di Kabupaten Banyumas, penyakit tuberkulosis masih merupakan
masalah kesehatan yang serius. Menurut data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyumas, didapatkan hasil bahwa total kasus TB pada tahun
2007 adalah sebesar 1.212 kasus yang meningkat dari tahun sebelumnya,
yaitu sebesar 1.136 kasus. Peningkatan kasus dan kematian yang disebabkan
oleh TB paru antara lain karena tidak diobati, tidak mengerti telah terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis, angka cakupan pengobatan yang rendah,
cakupan pengobatan tinggi tetapi hasil pengobatan rendah serta adanya kasuskasus baru akibat transisi demografi.
TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi
komitmen global dalam MDGs. Pada awal tahun 1995 WHO telah
merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) sebagai strategi dalam penanggulangan TB dan telah terbukti sebagai
strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective),
yang terdiri dari 5 komponen kunci 1) Komitmen politis; 2) Pemeriksaan
dahak mikroskopis yang terjamin mutunya; 3) Pengobatan jangka pendek
yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat,
termasuk pengawasan langsung pengobatan; 4) Jaminan ketersediaan OAT

yang bermutu; 5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan


penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja keseluruhan program.
Visi Puskesmas I Sumpiuh adalah Masyarakat Sumpiuh sehat dan
mandiri. Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkanlah misi yang antara lain
adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar paripurna yang bermutu,
merata, terjangkau, dan berkeadilan kepada seluruh lapisan masyarakat.
1. Penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
2. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan keluarga untuk hidup sehat.
3. Meningkatkan pelayanan kesehatan strata I
Menuju terlaksananya visi dan misi tersebut perlu dilakukan analisis
situasi kesehatan khususnya di Puskesmas I Sumpiuh sebagai puskesmas
rawat inap satu-satunya di wilayah Sumpiuh dan sekitarnya. Di samping
letaknya sangat strategis, dukungan lintas sektoral dan dukungan wilayah
sekitar

Sumpiuh

menjadikan

pengembangan

Puskesmas

Sumpiuh

diharapkan mampu melaksanakan misi tersebut dan menjadi kebangggaan


bagi masyarakat puskesmas I Sumpiuh dan sekitarnya di bidang kesehatan.
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia berpedoman
pada Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang ditetapkan pada tahun 1992.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menggambarkan keadaan dan masalah
kesehatan. Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan dasar pada masyarakat,
dalam pelaksanaan kegiatannya dijalankan dalam bentuk 6 program pokok
Puskesmas, yang meliputi; promosi kesehatan, pemberantasan penyakit
menular, kesehatan lingkungan, gizi masyarakat, kesehatan ibu anak dan
keluarga berencana (KIA/KB), serta layanan pengobatan. Namun pada
umumnya program pokok Puskesmas ini belum dapat dilaksanakan secara
optimal. Adanya keterbatasan dan hambatan baik di Puskesmas maupun
masyarakat dalam pelaksanaan program pokok Puskesmas maka untuk
mengatasinya harus berdasarkan skala prioritas sesuai permasalahan yang ada,
dengan memanfaatkan potensi yang ada di masyarakat dengan melakukan
pemberdayaan masyarakat.
Salah satu hal yang menjadi masalah di puskesmas I Sumpiuh adalah
program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M). Program P2M memiliki

tujuan menemukan kasus penyakit menular sedini mungkin, dan mengurangi


berbagai faktor risiko lingkungan masyarakat yang memudahkan terjadinya
penyebaran suatu penyakit menular.
Permasalahan yang muncul pada bagian Pemberantasan Penyakit
Menular berdasarkan 10 penyakit menular di Puskesmas I Sumpiuh tahun
2013 yaitu penyakit TB paru. Jumlah kasus TB paru BTA positif yang
tereteksi selama tahun 2013 di wilayah kerja Puskesmas I Sumpiuh sebesar
21 kasus. Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah
Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA (+) yang
ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA (+) yang
diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Capaian CDR tahun 2013 masih
dibawah target 100% pada puskesmas 1 Sumpiuh

sebesar 81,54 %,

sedangkan angka kesembuhan pengobatan TB paru di Puskesmas I Sumpiuh


pada tahun 2013 dinyatakan berhasil melebihi target 90%.
Case Detection Rate di puskesmas I Sumpiuh masih belum memenuhi
SPM minimal yaitu sebesar 100%, sehingga permasalahan penyakit menular
ini masih perlu dikaji lebih dalam demi berkurangnya prevalensi TB paru di
wilayah kerja Puskesmas I Sumpiuh. Permasalahan lain yang erat kaitannya
dengan kejadian TB paru ialah mengenai masalah-masalah kesehatan
lingkungan yang belum sepenuhnya tertangani dengan baik. Konstruksi
rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan
faktor risiko penularan berbagai jenis penyakit khususnya TB paru. Pada
Tahun 2013 jumlah rumah sebanyak 6.278, jumlah rumah diperiksa 3.863
(61,5%) dan yang memenuhi syarat rumah sehat sebesar 2.322 (60,1%),
angka tersebut belum memenuhi standar SPM minimal sebesar 65%.
Berdasarkan masalah diatas maka perlu dianalisa ulang mengenai kekurangan
dalam pelaksanaan program-program puskesmas terutama program P2M
mengenai penyakit TB paru di Puskesmas I Sumpiuh. Beberapa kategori
prioritas sebagai berikut :
a. Peran serta masyarakat dan kerjasama lintas sektoral
b. Pendidikan kesehatan masyarakat
c. Angka kesakitan dan kematian yang masih tinggi

d. Manajemen dan pelaksanaan upaya kesehatan


e. Sumber daya, terutama tenaga dan dana yang masih terbatas.
f.Hal-hal yang dapat menyebabkan cacat fisik dan gangguan jiwa.

II.

ANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS

A. GAMBARAN UMUM PUSKESMAS I SUMPIUH


1. Keadaan Geografis
Wilayah Puskesmas I Sumpiuh mencakup 7 desa, seluas 2064,175 Ha yaitu :

Kelurahan Kebokura

: 202.985 Ha

Desa Karanggedang

: 202.458 Ha

Desa Kemiri

: 248,914 Ha

Desa Kuntili

: 327.050 Ha

Desa Pandak

: 275.935 Ha

Desa Lebeng

: 228.656 Ha

Desa Ketanda

: 542.117 Ha

Batas Wilayah Puskesmas 1 Sumpiuh

Utara : Kec. Somagede Kab Banyumas

Selatan: Kec. Nusawungu Kab. Cilacap

Timur : Wilayah Puskesmas II Sumpiuh

Barat : Kec. Kemranjen Kab. Banyumas

Aksesibilitas/Kemudahan

Jarak Puskesmas ke kabupaten

: 100 % aspal 40 km

Jarak Puskesmas ke desa

: 0,5 6 km

Ke 7 desa dapat dijangkau dengan kendaraan roda 2

Komunikasi berita : Kantor Pos, Telepon, Radio, TV, Surat Kabar

Keadaan Demografi
Jumlah penduduk keseluruhan 7 Desa wilayah kerja Puskesmas 1
Sumpiuh 25.755 Jiwa, dengan rincian sebagai berikut:
Kelurahan Kebokura

: 3.737 Jiwa

Desa Karanggedang

: 1.992 Jiwa

Desa Kemiri

: 5.114 Jiwa

Desa Kuntili

: 4.488 Jiwa

Desa Pandak

: 3.255 Jiwa

Desa Lebeng

: 2.723 Jiwa

Desa Ketanda

: 4.446 Jiwa

Jumlah penduduk tertinggi di desa Kemiri sebanyak 5.114 jiwa dan


terendah di Desa Karanggedang sebanyak 1.992 jiwa. Jika kita bandingkan
dengan luas wilayah, kepadatan penduduk tertinggi di Desa Kemiri sebesar
20,55 /Ha., sedangkan Ketanda menempati urutan kepadatan penduduk
terendah sebesar 8,20/Ha.
Jumlah penduduk menurut golongan umur, jumlah terbesar pada
kelompok umur 15-44 tahun sebanyak 1.812 jiwa sedangkan jumlah
terendah pada kelompok umur >65 tahun sebanyak 391 jiwa.
2. Pencapaian Program Kesehatan
Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan dasar pada masyarakat,
dalam pelaksanaan kegiatannya dijalankan dalam bentuk 6 program pokok
Puskesmas, yang meliputi; promosi kesehatan, pemberantasan penyakit
menular, kesehatan lingkungan, gizi masyarakat, kesehatan ibu anak dan
keluarga berencana (KIA/KB), serta layanan pengobatan. Namun pada
umumnya program pokok Puskesmas ini belum dapat dilaksanakan secara
optimal. Adanya keterbatasan dan hambatan baik di Puskesmas maupun
masyarakat dalam pelaksanaan program pokok Puskesmas maka untuk
mengatasinya harus berdasarkan skala prioritas sesuai permasalahan yang
ada, dengan memanfaatkan potensi yang ada di masyarakat dengan
melakukan pemberdayaan masyarakat.
a. Promosi kesehatan (Promkes)
Promkes adalah program pelayanan kesehatan puskesmas diarahkan
untuk membantu masyarakat sekitar agar hidup lebih sehat dan optimal
melalui kegiatan penyuluhan, baik individu maupun masyarakat.
Program penyuluhan di wilayah Puskesmas I Sumpiuh pada tahun
2013 meliputi penyuluhan DBD, kesling, KIA, TBC, ASI Eksklusif,
NAPZA, Gizi, dan lain-lain. Cakupan desa siaga aktif pada tahun 2013
terealisasi 100% dari target 100%.
Program unggulan dalam promkes di wilayah kerja Puskesmas I
sumpiuh adalah mengurangi angka ODF (Open Defecation Free), dan
PHBS.

Rendahnya angka ODF di wilayah kerja Puskesmas Sumpiuh


dengan persentase 50% yang telah terealisasi dari target 80% ODF
pada tahun 2013, menyebabkan Desa Ketanda mendapatkan bantuan
dana untuk meningkatkan angka ODF.
b. Pemberantasan penyakit menular (P2M)
1) TB paru
Jumlah kasus TB paru positif tahun 2013 sebanyak 21 kasus,
sementara pada tahun sebelumnya didapatkan 25 kasus TB paru
positif atau mengalami penurunan sebanyak 4 kasus. Penemuan
kasus baru TB BTA positif (Case Detection Rate) pada tahun 2013
telah terealisasi 81,54%. Angka ini masih di bawah target
penemuan penderita penyakit TB paru BTA + Kabupaten
Banyumas Tahun 2013 sebesar 100%. Angka kesembuhan (Cure
Rate) TB paru Puskesmas I Sumpiuh tahun 2013 sudah lebih dari
90% dan memenuhi target nasional.
2) Pneumonia
Selama tahun 2013 di wilayah Puskesmas I Sumpiuh terdapat 131
kasus (74,7%), adapun kasus tertinggi di wilayah Kelurahan
Kebokura sebanyak 31 kasus ( 117,9% ), sedangkan kasus terendah
di wilayah desa Karanggedang sebanyak 11 kasus (72,8%). Angka
ini menurun dari temuan tahun 2012 sebanyak185 kasus (115,6%).
3) Penyakit Malaria
Jumlah kasus Malaria tahun 2013 sebanyak 7 kasus, menurun
apabila dibandingkan dengan tahun kasus pada tahun 2012
sebanyak 23 kasus. Angka kematian penyakit malaria pada tahun
2013 adalah 0/ 10.000 penduduk.
4) Demam Berdarah Dengue
Selama tahun 2013 dilaporkan terdapat 4 kasus DBD di wilayah
Puskesmas Sumpiuh 1, meningkat dibanding tahun 2012 yaitu 1
kasus DBD. Penanganan penderita DBD pada tahun 2013
terealisasi 100% dan ini memenuhi target.
5) HIV/AIDS
Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan

10

sebagai HIV positif. Jumlah HIV positif yang ada di masyarakat


dapat diketahui melalui 3 metode, yaitu pada layanan Voluntary,
Counselling, and Testing (VCT), sero survey dan Survei Terpadu
Biologis dan perilaku (STBP). Selama tahun 2013 terdapat 3 kasus
HIV/AIDS, dengan perincian 2 penderita HIV pasangan suami istri
dari desa Kuntili dan 1 penderita AIDS berjenis kelamin
Perempuan berasal dari desa Ketanda. Terjadi peningkatan kasus
bila dibandingkan dengan tahun 2012 (0%)
6) Penyakit IMS
Jumlah kasus baru IMS di Puskesmas I Sumpiuh tahun 2013
sebanyak 39 kasus, meningkat dibanding tahun 2012 (0 kasus).
Masih ada kemungkinan kasus yang sebenarnya di populasi masih
banyak yang belum terdeteksi. Program Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Menular Seksual mempunyai target seluruh
temuan kasus IMS harus diobati sesuai standard.
7) Penyakit Kusta
Selama

tahun 2013 di wilayah Puskesmas I Sumpiuh tidak

terdapat kasus Kusta, sama bila dibanding tahun 2012.


8) Penyakit Filariasis
Pada tahun 2013 di Wilayah Puskesmas I Sumpiuh tidak terdapat
kasus filariasis (0%)
9) Penyakit PD3I
Yang termasuk dalam PD3I yaitu Polio, Pertusis, Tetanus Non
Neonatorum, Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri dan Hepatitis
B. Dalam upaya untuk membebaskan Indonesia dari penyakit
tersebut, diperlukan komitmen global untuk menekan turunnya
angka kesakitan dan kematian yang lebih banyak dikenal dengan
Eradikasi Polio (ERAPO), Reduksi Campak (Redcam) dan
Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN).
Saat ini telah dilaksanakan Program Surveilans Integrasi PD3I,
yaitu pengamatan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (Difteri, Tetanus Neonatorum, dan Campak). Dalam

11

tahun 2013 jumlah kasus PD3I di wilayah Puskesmas I Sumpiuh


adalah (0%) atau tidak terdapat kasus penyakit PD3I.
a. Difteri
Tahun 2013 tidak ada kasus (0%).
b. Pertusis
Tahun 2013 tidak ada kasus (0%).
c. Tetanus ( Non Neonatorum)
Tahun 2013 tidak ada kasus (0%).
d. Tetanus Neonatorum
Tahun 2013 tidak ada kasus (0%).
e. Campak
Tahun 2013 tidak ada kasus (0%).
f. Polio
Tahun 2013 tidak ada kasus (0%).
g. Hepatitis B
Tahun 2013 tidak ada kasus (0%).
10) Penyakit tidak menular
Puskesmas I Sumpiuh data PTM tahun 2013 sebanyak 606 . Kasus
tertinggi PTM adalah kelompok penyakit jantung dan pembuluh
darah sebesar 52,6% (319 kasus). Kasus tertinggi PTM pada
kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit
Hipertensi Esensial yaitu sebanyak 209 kasus (34,49%). Prevalensi
stroke hemoragik tahun 2013 adalah 2,3%. Prevalensi stroke non
hemorargik sebesar 5,12%. Prevalensi kasus dekompensasio kordis
tahun 2013 sebesar 6,76%. Prevalensi diabetes melitus tergantung
insulin sebesar 0,33%. Prevalensi kasus DM tidak tergantung
insulin menurun dari 0,63% menjadi 8% pada tahun 2013. Kasus
penyakit kanker yang ditemukan sebanyak 20 kasus, terdiri dari
Ca. servik 9 kasus (45%), Ca. mamae 9 kasus (45%), Ca. hepar 2
(10%), dan Ca. paru 0 kasus (0%). Prevalensi kasus PPOK 42
kasus (6,9%). Prevalensi kasus asma sebesar 143 (23,6%).
c. Kesehatan lingkungan (Kesling)

12

Pada tahun 2013 jumlah institusi yang terdiri sarana kesehatan,


sarana pendidikan, sarana ibadah dan perkantoran di wilayah
Puskesmas I Sumpiuh sebanyak. 291 buah, yang dibina 188 (64,4%).
Standar Pelayanan Minimal institusi yang dibina sebesar 70% dengan
demikian institusi yang dibina di wilayah Puskesmas I Sumpiuh belum
mencapai standar.
1) Rumah Sehat
Pada tahun 2013 dari 6.278 rumah yang diperiksa sebanyak
3.863 (61,5%) rumah. 60,1 % atau 2.322 rumah diantaranya
memenuhi kriteria rumah sehat dari target rumah sehat sebesar
80%. Hasil ini tidak dapat menggambarkan kondisi rumah sehat
seluruh wilayah Puskesmas I Sumpiuh, hal ini karena tidak seluruh
rumah di Puskesmas I Sumpiuh diperiksa.
2) Tempat-tempat Umum
Pada tahun 2012 jumlah tempat-tempat umum (TTU) yang
diperiksa persyaratan kesehatannya sebanyak 51 buah dari 51 buah
yang ada. TTU yang memenuhi persyaratan kesehatan sebanyak 21
buah (67,74%) dari jumlah yang diperiksa. Angka tersebut sudah
memenuhi target persyaratan kesehatan tempat umum sebesar 65%.
Dibandingkan tahun 2012 TTU yang memenuhi syarat kesehatan
sebesar 19 buah (57,58%) dari 61 TTU yang diperiksa. Secara
kualitas TTU yang diperiksa mengalami peningkatan sebesar
10,83%.
d. Gizi masyarakat
Status gizi, terutama pada balita perlu mendapatkan perhatian
berupa pemantauan untuk mempertahankan tumbuh kembang yang
baik. Berdasarkan pemantauan status gizi balita pada tahun 2013
terdapat 200 anak gizi kurang (11,4%), menurun bila dibandingkan
dengan tahun 2012 sebanyak 160 anak (11,61%). Pada tahun 2013,
tidak ditemukan adanya balita dengan gizi buruk.

13

e. Kesehatan ibu anak dan keluarga berencana (KIA/KB)


Program MDGs 4 dan 5 atau Program yang dilaksanakan untuk
menurunkan Angka Kematian Anak dan Meningkatkan Kesehatan Ibu
tergabung kedalam program Kesehatan Ibu, Anak dan, Keluarga
Berencana (KIA/KB). Kejadian kematian dapat digunakan sebagai
indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan
program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada
umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survey dan
penelitian. Perkembangan tingkat kematian dan penyakit-penyakit
yang terjadi pada periode tahun 2013 akan diuraikan di bawah ini.
Terdapat beberapa gambaran output dari pelaksanaan program
KIA/KB di wilayah kerja Puskesmas I Sumpiuh pada tahun 2014
yaitu:
1) Angka Kematian Bayi
Pada tahun 2013 terdapat 206 kelahiran hidup di 7 desa
wilayah kerja puskesmas 1 Sumpiuh. Jumlah Angka Kematian Bayi
(AKB) sebesar 6,7 per 1000 kelahiran hidup yang terjadi di Desa
Kemiri, Desa Pandak, Desa Lebeng, Desa Ketanda (still birth 0
kasus). Angka kunjungan bayi terealisasi sebesar 94,22% selama
tahun 2013. Hal ini masih berada di bawah target karena target
2013 adalah 100%.
2) Angka Kematian Ibu
Jumlah wanita yang melahirkan pada tahun 2013 di wilayah
kerja Puskesmas I Sumpiuh sebanyak 445 ibu melahirkan, dan
proporsi angka kematian ibu adalah 0 per 100.000 kelahiran hidup
selama tahun 2013.
3) Angka Kematian Balita
Proporsi angka kematian balita di wilayah kerja Puskesmas I
Sumpiuh sebesar 6,7 per 1000 kelahiran hidup dari 1754 balita
yang ada di wilayah kerja Puskesmas 1 Sumpiuh selama tahun
2013. Angka cakupan pelayanan balita terealisasi 100% dari target
90% selama tahun 2013.

14

f. Layanan pengobatan
Layanan pengobatan adalah pelayan yang meliputi kuratif dan
rehabilitatif. Bentuk pelayanan ini adalah diagnosis kemudian
dilakukan pengobatan oleh seorang dokter. Selama tahun 2013
terdapat 606 kasus penyakit tidak menular di wilayah Puskesmas I
Sumpiuh. Lima penyakit tidak menular dengan angka prevalensi
terbesar sesuai angka kunjungan, antara lain: Hipertensi esensial,
Asma Bronkiale, DM Tipe 2, Dekompensasio Cordis dan Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Kasus tertinggi PTM adalah
kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 52,6% (319
kasus) dan 65,52% diantaranya adalah Hipertensi esensial.

15

B. TUJUAN PENULISAN
1.

Tujuan Umum
Mengetahui, menganalisis, dan memberi metode pemecahan
prioritas masalah dari 6 program pokok Puskesmas I Sumpiuh.

2.

Tujuan Khusus
a. Mengetahui

gambaran

umum

keadaan

kesehatan

di

wilayah

Puskesmas I Sumpiuh.
b. Mengenal dan mengetahui gambaran umum Puskesmas I Sumpiuh
sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama.
c. Mengetahui secara umum program dan cakupan program Puskesmas I
Sumpiuh.
d. Mengetahui pelaksanaan dan keberhasilan program-program kesehatan
di Puskesmas I Sumpiuh Kabupaten Banyumas.
e. Menganalisis kekurangan dan kelebihan pelaksanaan programprogram Puskesmas I Sumpiuh.
f. Menentukan alternatif pemecahan masalah dari prioritas masalah pada
program-program kesehatan di Puskesmas I Sumpiuh Kabupaten
Banyumas.
C. MANFAAT PENULISAN
a. Sebagai bahan wacana bagi Puskesmas untuk memperbaiki kekurangan
yang mungkin masih ada dalam 6 program pokok Puskesmas I Sumpiuh.
b. Sebagai bahan pertimbangan bagi Puskesmas untuk melakukan evaluasi
dalam kinerja Puskesmas.
c. Sebagai bahan untuk perbaikan Puskesmas kearah yang lebih baik guna
mengoptimalkan mutu pelayanan kepada masyarakat pada umumnya dan
individu pada khususnya.
d. Sebagai bahan untuk memperbaiki kekurangan yang masih dimiliki oleh
Puskesmas.

16

III. ANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS


Analisis Sistem Pada Program Kesehatan :
A. INPUT
Man
1.

Dokter dan Dokter Gigi


Jumlah dokter umum yang ada di Puskesmas I Sumpiuh pada tahun
2013 sebanyak 2 orang dan jumlah dokter gigi sebanyak 1 orang.

2.

Tenaga Perawat dan Bidan


Puskesmas I Sumpiuh pada tahun 2013 mempunyai tenaga perawat
dan bidan sebanyak 22 orang yang terdiri dari 11 bidan, 10 perawat,
dan 1 perawat gigi.

3.

Tenaga Farmasi
Di Puskesmas I Sumpiuh Pada tahun 2013 mempunyai tenaga
kefarmasian sebanyak 1 orang (Apoteker)

4.

Tenaga Gizi
Puskesmas I Sumpiuh pada tahun 2013 mempunyai tenaga gizi
sebanyak 1 orang

5.

Tenaga Penyuluhan Kesehatan


Puskesmas I Sumpiuh memiliki seorang tenaga promosi kesehatan

6.

Tenaga Sanitasi
Puskesmas I Sumpiuh pada tahun 2013 mempunyai tenaga sanitasi
sebanyak 1 orang

Puskesmas I Sumpiuh pada tahun 2013 mempunyai 41 posyandu dimana


tersebar dibeberapa desa :
1) Desa Kebokura

: 8 posyandu (Purnama=5 Mandiri=3)

2) Desa Karanggedang

: 5 posyandu (Purnama=4, Madya=1)

3) Desa Kemiri

: 5 posyandu (Purnama=4 Mandiri-=1)

4) Desa Kuntili

: 5 posyandu (Purnama =5)

5) Desa Pandak

: 4 posyandu (Purnama = 4 )

6) Desa Lebeng

: 5 posyandu (Purnama=3 Madya=2)

7) Desa Ketanda

: 9 posyandu (Purnama=3 Madya=6)

17

Dari keseluruhan 41 posyandu yang ada diwilayah Puskesmas I


Sumpiuh sebanyak 28 posyandu (76,32%) merupakan posyandu purnama,
sedangkan sisanya sebanyak 9 (21,95%) posyandu merupakan posyandu
madya dan 4 posyandu (9,75%) merupakan posyandu mandiri.
Money
Sumber dana untuk kegiatan program pemberantasan penyakit
menular berasal dari dana operasional Puskesmas, dana tersebut dirasa
sudah cukup untuk membiayai kegiatan operasional P2M.
Material
Logistik dan obat berasal dari pihak kantor dinas kesehatan tingkat
II Kabupaten Banyumas. Jumlah dan jenisnya disesuaikan dengan
perencanaan yang telah diajukan oleh Puskesmas.
Alat-alat kedokteran terkait diagnosis dan penatalaksanaan TB
paru, seperti: ketersediaan laboratorium yang mampu mengecek BTA pada
sputum dan ketersediaan OAT sediaan 4 FDC.
Metode
Metode kegiatan penemuan kasus TB paru adalah dengan
surveilance pasif, dimana masyarakat yang datang ke Puskesmas dengan
gejala klinis TB paru akan diperiksa sputumnya, apabila BTA + akan
diberikan pengobatan sesuai dengan panduan pengobatan dari pemerintah..
Minute
Jangka waktu pelaksanaan kegiatan program sesuai dengan
besarnya kasus dan demografi/wilayah terdapatnya kasus.
Market
Sasaran masyarakat pada program P2M tentang penemuan kasus
dan pengobatan TB paru ditujukan kepada seluruh masyarakat wilayah
kerja Puskesmas I Sumpiuh.
B. PROSES
Perencanaan (P1)
Arah : Terwujudnya PUSKESMAS I SUMPIUH SEHAT DAN MANDIRI.
Untuk mempermudah mencapai tersebut, perencanaan mengacu pada standard

18

Pelayanan Minimal (SPM) untuk program P2M yang sudah ditetapkan di


tingkat Propinsi.
Pengorganisasian (P2)
1.

Penggalangan kerjasama dalam Tim P2M dan petugas laboratorium

2.

Pertemuan dengan para kader posyandu di Puskesmas untuk menggalang


kerjasama dan mengupdate informasi terbaru mengenai TB paru

3.

Dibentuknya kader P2M TB tersendiri di lingkup posyandu

4.

Rakor bulanan Puskesmas I Sumpiuh

5.

Penggalangan kerjasama lintas sektoral terkait pencarian alternatif


pemecahan masalah dari berbagai pendekatan yang lebih komprehensif

6.

Mempertimbangkan jumlah tenaga, beban kerja dan sarana bagi program


P2M TB

7.

Tersusunnya POA dan BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) sebagai


acuan dasar dalam pelaksanaan program

8.

Laporan program P2M TB dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten


Banyumas tiap triwulan, disertai dengan data pencapaian program.
Evaluasi program dilakukan setiap 1 tahun.

9.

Petugas kesehatan melakukan rujukan ke laboratorium bagi pasien


suspek TB atau yang memiliki riwayat kontak dengan penderita TB.

Penggerakan dan pelaksanaan program


1. Tim P2M TB Puskesmas I Sumpiuh bekerjasama dengan kader posyandu
dan tenaga kesehatan desa untuk menindaklanjuti penyakit menular
terutama TB paru
2. Tim P2M TB Puskesmas I Sumpiuh bekerjasama dengan masyarakat
khususnya keluarga sebagai PMO untuk memantau perkembangan
penyakit pasien TB
3. Tim P2M TB Puskesmas I Sumpiuh bekerjasama dengan masyarakat
untuk segera memeriksakan warga yang memiliki riwayat kontak atau
diduga menderita TB ke Puskesmas.

19

4. Tim P2M TB Puskesmas I Sumpiuh melakukan kunjungan ke rumah


pasien yang sudah dinyatakan TB paru BTA + untuk diberikan edukasi,
motivasi, dan evaluasi pengobatan.
Pengawasan dan pengendalian (P3) untuk kelancaran kegiatan
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas
2. Puskesmas I Sumpiuh khususnya bagian P2M
3. Bidan Desa setempat
4. Perangkat desa setempat
5. Keluarga / Pengawas Minum Obat (PMO)
C. OUTPUT
Masyarakat masih kurang peduli terhadap TB Paru karena kurangnya
pengetahuan mengenai tanda dan gejala TB paru serta pentingnya PMO dalam
lingkup keluarga bagi pasien TB. Penderita TB paru masih belum memahami
mengenai penularan TB paru dan kepatuhan dalam minum obat. Oleh karena
itu, perlu diberikan penyuluhan yang bersinambungan bagi masyarakat, tak
hanya bagi pasien dan keluarganya tetapi juga bagi masyarakat secara umum
untuk dapat mengenali gejala TB paru agar masyarakat dapat secara aktif
melakukan pelaporan mengenai penderita suspek TB di puskesmas atau
pelayanan kesehatan terdekat. Bagi pasien dan keluarganya perlu diberikan
penyuluhan dan motivasi mengenai cara penularan TB paru, tanda gejala TB
paru, pentingnya kepatuhan dalam minum obat, peran PMO dalam keluarga
agar angka kesembuhan pasien TB paru dapat meningkat dan angka penemuan
kasus meningkat, karena tingginya kesadaran masyarakat terhadap TB paru.
Pelayanan kesehatan terhadap TB paru terutama pengobatan sudah
komprehensif karena sudah tersedianya obat FDC yang mempermudah pasien
dalam meminum obat. Adanya home visit yang dilakukan setiap bulan oleh
petugas kesehatan desa sudah baik tetapi mengingat beban kerja petugas
kesehatan desa dalam hal ini bidan desa sudah banyak, sehingga terkadang
home visit kurang dapat berjalan dengan teratur dan efektif.

20

D. EFFECT
Dengan adanya laporan kasus dari masyarakat diharapkan masyarakat
lebih berperan aktif dalam menjaga kesehatan dan lingkungan terutama
lingkungan rumah, serta masyarakat agar lebih waspada terhadap tanda gejala
TB paru sehingga angka penemuan kasus dapat meningkat.
E. OUTCOME (IMPACT)
Dampak program yang diharapkan adalah meningkatnya angka temuan
kasus (CDR) dan meningkatnya angka kesembuhan penyakit TB paru.
Indikator yang paling peka untuk menentukan status kesembuhan pengobatan
adalah dengan pemeriksaan sputum BTA di akhir masa pengobatan.

21

IV. IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS DARI HASIL


ANALISIS SWOT
A. SWOT
1. Strength
a.Sumber daya P2M TB paru
Untuk menangani program P2M TB paru, Puskesmas I Sumpiuh
memiliki seorang tenaga kesehatan yang khusus mengelola masalah
pemberantasan penyakit menular khususnya TB paru.
b.Sarana dan prasarana
Tersedianya laboratorium yang mampu memeriksa sputum pasien yang
dicurigai BTA + dan tersedia obat untuk pengobatan TB paru berupa
OAT 4 FDC untuk fase intensif dan lanjutan.
c. Motivasi
Petugas P2M dan petugas laboratorium memiliki motivasi yang kuat
untuk mendukung program ini.
d. Pengetahuan dan Keterampilan
Pengetahuan dan ketrampilan tenaga petugas P2M dan petugas
laboratorium sudah baik, tanggap, dan terampil.
2.

Weakness
Hambatan pada sumber daya P2M TB paru:
1. Pelaksana tenaga P2M TB paru kurang mengakibatkan:
a. Sistem pendataan kurang efisien.
b. Belum adanya dokumentasi kegiatan berupa foto sebagai bukti
telah terlaksananya kegiatan P2M.
c. Frekuensi penyuluhan belum mencukupi dan pembaharuan di
setiap kegiatan penyuluhan baik materi ataupun metodenya
mengakibatkan sasaran penyuluhan belum sepenuhnya tercapai.
2.

Partisipasi masyarakat kurang

3.

Informasi mengenai data di masyarakat kurang up to date dan


terpercaya.

Hambatan yang terjadi pada lingkungan :

22

1.

Masalah kondisi sosial ekonomi masyarakat yang rendah

2.

Masalah tingkat pendidikan masyarakat yang rendah

3.

Masalah pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB yang rendah

4.

Sikap dan budaya masyarakat yang kurang kondusif (kurang


memperhatikan PHBS, kurang memperhatikan kepatuhan minum obat,
dsb)

3.

Opportunity
Adanya perhatian dari pemerintah mengenai pemberantasan penyakit
TB paru dengan menyediakan paket obat gratis dalam pengobatan TB paru
hingga tuntas.

4.

Treat
Masyarakat sulit diajak kerja sama dalam kegiatan pemberantasan
penyakit menular. Jumlah kasus TB paru positif tahun 2013 sebanyak 21
kasus, sementara pada tahun sebelumnya didapatkan 25 kasus TB paru
positif atau mengalami penurunan sebanyak 4 kasus. Penemuan kasus baru
TB BTA positif (Case Detection Rate) pada tahun 2013 telah terealisasi
81,54%. Angka ini masih di bawah target penemuan penderita penyakit TB
paru BTA + Kabupaten Banyumas Tahun 2013 sebesar 100%. Angka
kesembuhan (Cure Rate) TB paru Puskesmas I Sumpiuh tahun 2013
sebesar 0 lebih rendah dibanding 2012 sebesar 100% dan belum melebihi
target nasional (90%). Alternatif pemecahan dari masalah belum
tercapainya target Case Detection Rate kejadian penyakit TB paru adalah
dengan pembentukan tim P2M, agar lebih aktif dalam meningkatkan
pelayanan program pokok Puskesmas (comprehensive health care service
yang meliputi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan terminal stage
health care), guna menurunkan angka kejadian penyakit menular
(terutama TB paru).
Pembentukan tim khusus untuk penanganan kejadian penyakit TB
paru disini sangat diperlukan, guna meningkatkan temuan kejadian
penyakit TB paru. Tim ini bekerjasama dengan masyarakat, perangkat desa
yang daerahnya angka kejadian TB parunya tinggi untuk terus memantau
warganya yang memiliki risiko tertular penyakit TB paru agar

23

diperiksakan ke Puskesmas. Tim ini bertugas mencari penyebab,


menganalisa dan mencari solusi untuk menanggulangi angka kejadian
penyakit supaya tidak meluas, bahkan meningkatkan angka keberhasilan
pengobatan penyakit TB paru. Sekalipun banyak kekurangan bagian P2M,
tim berusaha memaksimalkan kegiatan dengan cara mensosialisasikan
mengenai penyebab, penularan, pencegahan, dan pengobatan penyakit TB
paru.
Tim P2M diharapkan bisa memprediksikan kejadian penyakit
menular yang muncul, sehingga dilakukan persiapan dan pelatihan guna
menghadapi masalah kesehatan yang muncul.

24

V. PEMBAHASAN ISU STRATEGIS DARI HASIL ANALISIS SWOT


Berdasarkan analisis SWOT yang sudah dilakukan maka penyakit
TB paru merupakan penyakit utama yang diambil oleh kelompok kami di
program P2M (Pemberantasan Penyakit Menular).
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia saat
ini. World Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB sebagai
Global Emergency dikarenakan 1/3 penduduk dunia terinfeksi TB dan
jumlah kasus terbanyak terjadi di Asia Tenggara. Tahun 2004, WHO
melaporkan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru TB pada tahun 2002, dengan
3,9 juta kasusnya adalah kasus Basil Tahan Asam (BTA) positif (WHO,
2012).
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia
setelah China dan India (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011). Pada
tahun 1998 diperkirakan TB di China, India, dan Indonesia berturut-turut
1.828.000, 1.414.000, dan 591.000 kasus. Perkiraan kejadian test BTA di
sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 pada tahun 1998.
Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24 %. Sampai sekarang
angka kejadian TB di Indonesia relative terlepas dari angka pandemic
infeksi HIV karena masih relative rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini
mungkin akan berubah (Sudoyo et al., 2009).
A.

Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit granulomatosa kronis menular
dimana biasanya bagian tengah granuloma tuberkular mengalami nekrosis
perkijuan (Sudoyo et al., 2009).

B.

Penyebab
Penyebab tuberkulosis paru adalah Mycobacterium tuberculosis.
Mikobakterium adalah organisme berbentuk batang langsing, tidak

25

berspora, tidak berkapsul, dan non motil yang tahan asam (yaitu
mengandung banyak lemak kompleks dan mudah mengikat pewarna ZiehlNeelsen dan kemudian sulit didekolorisasi).
Bakteri M. tuberculosis (MTB) adalah aerob obligat, oleh karena itu,
kompleks MTB sering ditemukan di lobus

paru bagian atas. Laju

pertumbuhan bakteri ini cukup lambat, sekitar 15-20 jam, dengan bentuk
saprofit cenderung tumbuh lebih cepat,berkembang baik pada suhu 22-23
derajat C (Werdhani & Asti, 2002).
C.

Penularan
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Daya penularan
seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut (Depkes RI, 2007). Penularan penyakit ini sebagian
besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya
yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang
mengandung basil tahan asam (BTA) (Sudoyo et al, 2009).

D.

Penegakkan diagnosis tuberculosis


Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Diagnosis TB dapat ditegakan dengan mengikuti
algoritma (skema 1) dengan melihat hasil pemeriksaan sputum dan foto
rontgent thorax.
a. Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
1) Gejala respiratorik
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Gejala yang
dapat dicurigai sebagai gejala tuberculosis antara lain;
- Batuk 3 minggu,
- Batuk darah,
- Sesak nafas,
- Nyeri dada
2) Gejala sistemik
- Demam

26

- Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat


badan menurun
b. Pemeriksaan fisik
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas
lesi pada struktur paru. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah
apex lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain
suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tandatanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.
c. Pemeriksaan bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feces dan
jaringan biopsi (termasuk biopsy jarum halus/BJH).
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut turut
dengan cara; Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan), Dahak pagi
(keesokan harinya), Sewaktu (spot) (pada saat mengantarkan dahak pagi)
lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan
adalah bila :
- 2 kali positif, 1 kali negatif Mikroskopik positif
- 1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali , kemudian bila 1 kali
positif, 2 kali negatif Mikroskopik positif bila 3 kali negatif
Mikroskopik negative
d. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
1) Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
2) Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
- Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
- Kalsifikasi atau fibrotik
- Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

27

3) Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :
- Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua
paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus
dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2)
dan tidak dijumpai kaviti.
- Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal. (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2011)

Skema 1. Alur diagnosis TB


(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011)
E. Penatalaksanaan

28

Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (23 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan
terdiri dari panduan obat utama dan tambahan.
Obat anti tuberculosis (OAT)
Obat yang dipakai :
1.

2.

Jenis obat utama (lini 1)


a. INH (isoniazid)
b. Rifampisin (R)
c. Pirazinamid (Z)
d. Streptomisin (S)
e. Etambutol (E)
Jenis obat tambahan (lini 2)
a. Kanamisin
b. Amikasin
c. Kuinolon
d. Obat yng masih dalam penelitian, yaitu makrolid dan amoksilin +
asam klavulanat
e. Obat-obat yang belum tersedia di Indonesia, yaitu kapreomisin,
sikloserin, PAS, derivate rifampisin dan INH, thioamides
(ethionamide dan prothioamide). (Faisal, 2006).

Kemasan
a.
b.

Obat tunggal,
Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination-FDC)

c.

Klasifikasi Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi:


1.

TB paru (kasus baru),


BTA positif atau pada foto toraks terdapat lesi luas
Panduan obat yang dianjurkan :
2 RHZE/4 RH atau 2 RHZE/6HE atau 2RHZE/4R3H3

2.

TB paru (kasus baru)


BTA negative pada foto toraks terdapat lesi minimal
Panduan obat yang dianjurkan :
2 RHZE/4 RH atau 6RHE atau 2 RHZE/4R3H3

3.

TB paru kasus kambuh


Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES/ 1
RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan uji resistensi. Bila tidak

29

terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5


bulan.
4.

TB paru dengan kasus gagal pengobatan


Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat
lini 2 (contoh: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin. Etionamid,
sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid,
sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal
dapat diberikan 2 RHZES/1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan
hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat
diberikan obat RHE selama 5 bulan.

5.

TB paru kasus putus berobat


Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan
kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu,
pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadual.
Penderita menghentikan pengobatannya 2 minggu
1) Berobat 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik
negatif, pengobatan OAT STOP.
2) Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari
awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu pengobatan yang lebih lama.
3) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari
awal dengan paduan obat yang sama.
4) Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA
negatif, akan tetapi klinik dan atau radiologic positif :
pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yan
sama.
5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4
minggu pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal.

6.

TB paru kasus kronik


a. Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji
resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi,
sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 4

30

macam OAT yang masih sensitive) ditambah dengan obat lini


2 seperti kuinolon, makrolid dll. Pengobatan minimal 8
bulan.
b. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
c. Pertimbangkan
pembedahan
untuk
meningkatkan
kemungkinan penyembuhan (Muwarni dan Yuliana, 2007).
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
Melihat hasil analisis SWOT, didapatkan isu strategis yang dapat
dilakukan untuk mendapatkan alternatif pemecahan masalah, meliputi :
1. Penambahan tenaga petugas P2M, agar:
a. Sistem pendataan lebih efisien, karena bisa menghemat waktu bila
dikerjakan dengan jumlah tenaga yang lebih banyak dan juga lebih
memperluas ruang gerak pendataan.
b. Dapat menambah frekuensi penyuluhan tentang P2M TB sehingga
penyampaian informasi lebih maksimal yang berimbas kepada
peningkatan kesadaran masyarakat akan perlunya mengobati penyakit
TB paru hingga tuntas dan mencegah penularannya.
2. Penambahan dana program P2M, agar:
a. Dapat memberi reward pada tenaga pembantu dalam program promosi
kesehatan, yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja petugas P2M.
b. Dapat memfasilitasi pergerakan dan pelaksanaan program P2M TB
untuk mencapai daerah-daerah yang jauh sehingga memperluas ruang
gerak pendataan.
c. Dapat menambah frekuensi penyuluhan kepada masyarakat agar lebih
memahami tentang penyakit TB.
3. Peningkatan kesadaran masyarakat

31

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Pemilihan program P2M sebagai salah satu masalah dalam program
Puskesmas I Sumpiuh adalah belum tercapainya target angka penemuan
kasus TB paru BTA + yaitu hanya sebesar 21 kasus (81,54%).
2. Dampak program yang diharapkan adalah meningkatnya angka penemuan
dan kesembuhan pengobatan penyakit menular khususnya TB paru BTA +
3. Beberapa hal yang menjadi dasar kurang tercapainya program P2M di
Puskesmas I Sumpiuh adalah :
a.

Tenaga petugas P2M masih kurang

b.

Kesadaran masyarakat yang masih kurang

c.

Kurangnya peran serta keluarga sebagai pengawas minum obat

4. Kekuatan yang paling mendukung program P2M di Puskesmas I Sumpiuh


adalah :
a.

Ketersediaan sarana, prasarana, dana, dan dukungan dari pemerintah


terkait program P2M khususnya TB.

b.

Petugas P2M memiliki motivasi yang kuat.

c.

Pengetahuan dan ketrampilan tenaga petugas P2M dan tenaga petugas


laboratorium baik, tanggap dan terampil.

5. Alternatif pemecahan dapat berupa :


a.

Peningkatan kualitas tenaga petugas P2M dengan memberi pelatihan


atau penataran

b.

Peningkatan kesadaran masyarakat mengenai TB paru

c.

Pembentukan kader P2M TB tersendiri di lingkup posyandu

B. SARAN
1. Untuk

mengatasi

permasalahan

yang

ditemukan

adalah

dengan

melaksanakan sosialisasi secara terus-menerus kepada masyarakat yang


dilaksanakan oleh petugas Puskesmas bekerjasama dengan lintas program
dan lintas sektoral.

32

2. Adapun kegiatan yang perlu disusun dalam Rencana Tindak Lanjut (RTL)
dalam kegiatan Penyusunan Profil Kesehatan antara lain: validasi data,
koordinasi lintas program dan sektoral dan penguasaan data bagi masingmasing pemegang program, sehingga dalam pemecahan masalah dan
penyusunan rencana kegiatan bisa sesuai dengan kebutuhan yang ada.

33

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2009. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB). Avalaible from
URL:http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf. diakses pada tanggal
30 Juli 2014
Mukono HJ. Prinsip dasar kesehatan lingkungan. Edisi 2. Surabaya : Airlangga
university press, 2006.
Muwarni dan Yuliana. 2007. Tingkat Keberhasilan Penyembuhan Tuberkulosis
Paru Di Desa Cibuntu Cibitung Bekasi Dengan Pendekatan Pola
perawatan 2007. Yogyakarta: Jurnal kesehatan Surya Medika.
Notoadmojo. S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

2011. Tuberkulosis. Dalam: Pedoman

Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta.


Profil Kesehatan Puskesmas I Sumpiuh Tahun 2013.
Sudoyo, Aru W, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Jakarta: FK UI
Werdhani, Retno Asti. 2002. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi
Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi,
Dan Keluarga FKUI
World Health Organization. 2012. Program and Project: Tuberculosis (TB).
Available from: URL: http://www.who.int/tb/en/. Diakses pada tanggal 30
Juli 2014

Anda mungkin juga menyukai