Pertanyaan di atas, selalu di respons dengan jawaban yang standar. Yakni, peletak dan penyeru
pengggunaan momentum Hijriyah, sebagai identitas penanggalan dalam Islam, adalah khalifah
kedua, Umar bin Khatab. Rata-rata jawaban menyebutkan, peristiwa itu terjadi pada Pada 16 Juli
622 Masehi. Benarkah ayahanda Khafshah tersebut memang sosok yang pertama kali
menyerukan sistem penanggalan Hijriyah?
Imam as-Suyuthi dalam kitabnya berjudul as-Syamarikh fi Ilm at-Tarikh, ternyata
mengungkapkan fakta lain yang mencengangkan. Dalam karyanya tersebut, murid dari ulama
kenamaan bermazhab Hanafi, Taqiyuddin as-Subki itu, itu Umar bin Khatab bukanlah sosok
yang pertama kali menyerukan penggunaan peristiwa hijrah dari Makkah ke Madinah sebagai
acuan penanggalan. Akan tetapi, justru Rasulullah SAW lah yang paling awal menyerukan
penggunaannya.
Informasi itu ia peroleh secara langsung dari sang guru, Bulqaini. Riwayat secara lisan itu
menyambung hingga Ibnu Syihab az-Zuhri. Dituturkannya, bahwa, konon Rasulullah pernah
memerintahkan penanggalan. Ibnu Asakir membenarkan fakta tersebut.
Menurutnya, riwayat inilah yang paling kuat. Sementara, informasi yang selama ini beredar yang
memerintahkan penggunaan momentum hijrah adalah Umar bin Khatab. Fakta itu tak
sepenuhnya benar, kata Ibnu Asakir menukil pernyataan Ibnu Shalah.
Ibnu Shalah yang merupakan pakar hadis itu memperoleh data yang menyatakan fakta bahwa
Umar bukanlah pionir yang menyerukan dari Kitab Fi As Syuruth, karangan Abu Thahir Ibnu
Mahmasy (Az Ziyadi). Dalam kitab itu disebutkan, bahwa Rasulullah pernah menulis surat ke
umat Nasrani di Najran.
Untuk penulisannya, Nabi memerintahkan Ali untuk menuliskan dalam surat tersebut kalimat
Surat ini ditulis pada hari kelima sejak hijrah. Dengan yakin, as-Suyuthi menegaskan, penyeru
penggunaan hijrah sebagai pedoman penanggalan Islam, bukan Umar bin Khatab. Jelas yang
pertama Rasulullah, Umar hanya mengikuti,tulisnya.
Pendapat ini dikuatkan dengan riwayat lain, misalnya riwayat di Kitab At Tarikh As Shaghir,
karya imam Al Bukhari. Bahwa, saat Umar Bin Khatab hendak menetapkan sistem penanggalan,
ia mengumpulkan para sahabat dan meminta saran mereka.
Ibnu Al Munayyir menyebutkan, peristiwa itu terjadi ketika masa pemerintahannya berjalan dua
setengah tahun. Setelah mendapatkan masukan, ia pun memilih pendapat Ali bin Abi Thalib,
bahwa acuannya ialah peristiwa hijrah.
Rasulullah memiliki kepedulian khusus terkait dengan pemakaian peristiwa hijrah sebagai acuan
penanggalan. Ini adalah bagian dari tradisi atau sunah yang dianjurkan. Kalender Hijriyah bukan
sekadar sebuah sistem penanggalan biasa. Lebih dari itu, bahwa kalender yang dimulai dari
Muharram itu adalah sebuah identitas. Jati diri umat Islam.
Identitas ini juga yang menjadi alasan kuat, kenapa Umar bin Khatab menampik sejumlah opsi
sistem penanggalan yang ditawarkan ketika itu. Padahal beberapa sistem itu terkenal mapan dan
banyak digunakan. Ada versi penanggalan Persia yang mengacu pada periode wafat raja mereka
dan sistem kalender Romawi yang dihitung dari masa Alexandria. Kesemuanya di tolak.
Sempat pula ditawarkan penanggalan dihitung sejak kelahiran, masa kenabian, dan waktu wafat.
Peristiwa hijrah akhirnya lebih dipilih. Ini lantaran hijrah, nyaris diketahui oleh banyak kalangan
dan tidak menimbulkan perselisihan.
Menurut Umar, peristiwa hijrah itulah jati diri dan tonggak peradaban Islam. Torehan sejarah
yang berhasil meletakkan garis tegas antara yang hak dan batil. Karenanya, sebuah riwayat
menyebut hari pertama dari tahun Hijriyah diawali saat Masjid Nabawi di Madinah didirikan.
(QS. at-Taubah [9] : 108).
Demikian pula saat diputuskan untuk memulakannya dengan Muharram. Sarat dengan penegasan
akan pentingya sebuah identitas. Kenapa Muharram dipilih sebagai bulan pertama, padahal
hijrah terjadi pada Rabiul Awwal. Muharram adalah bulan saat para jamaah haji tengah kembali
pulang ke kampung halaman mereka. Dari segi kronologi hijrah, Muharram dinilai sebagai
embrio dari hijrah. Pasalnya, Rasulullah telah bertekad hijrah sejak Muharram.
Sistem kalender Hijriyah. Memang tak begitu populer saat ini di kalangan umat Islam sendiri.
Orang kini lebih mengenal tanggal Masehi. Hijriyah hanya akan kembali diketahui saat satu Suro
misalnya, peringatan maulid, puasa Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah.
Di luar sederet tentatif itu, Hijriyah akan kembali tenggelam dan dilupakan layaknya sunah
Rasulullah yang lain. Fenomena ini tak boleh dibiarkan. Perlu ada kesadaran bersama untuk
mentradisikan penggunaan kalender hijriyah. Minimal di tingkat keluarga. Tanpa pemahaman
sejak dini itu, bukan mustahil generasi kelak akan abai perihal urgensi Tahun Hijriyah. (rol)
Pertama, makanan Rasulullah Saw. Roti yang biasa dimakan beliau adalah roti gandum (yang
kasar). Belau tidak pernah memakan roti tepung yang halus lagi empuk hingga beliau wafat.
Beliau merasa kenyang dua hari berturut-turut karena makan sepotong roti gandum.
Abdullah bin Abbas berkata, Rasulullah saw pernah tidur beberapa malam berturut-turut,
sedangkan beliau dan keluarganya dalam keadaan lapar karena tidak memiliki sesuatu untuk
makan malam, roti yang mereka makan sebagian besar adalah roti gandum.
Fatimah, putri Rasulullah, pernah mendatangi beliau dengan membawa roti yang diremukkan.
Beliau lalu bersabda, Remukan apa ini, wahai Fatimah?. Fatimah berkata,Roti pipih bulat,
hatiku tidak tenteram hingga membawakannya untukmu. Rasulullah saw bersabda.
Sesungguhnya ini adalah makanan pertama yang masuk ke dalam mulut ayahmu setelah tiga
hari. Itulah roti yang biasa dimakan beliau.
Sementara lauk-pauk dan kuah beliau adalah cuka yang kadang-kadang digunakan beliau untuk
membasahi rotinya. Beliau berkata, Kuah yang paling enak adalah cuka.Lauk-pauknya
kadang-kadang daging. Akan tetapi, yang pasti Rasulullah saw tidak pernah memanggang daging
domba untuk beliau makan, juga tidak memakan daging domba yang dipanggang. Anas bin
Malik telah berkata, Aku belum pernah melihat Rasulullah saw memakan roti tipis halus lagi
empuk hingga beliau wafat, juga tidak pernah melihat beliau memakan daging kambing yang
dipanggang hingga beliau meninggal.
Kedua, pakaian Rasulullah saw. Cukup kita mengetahui bahwa beliau sebagaimana yang
dikatakan oleh Aisyah tidak pernah memiliki sesuatu secara berpasangan (dua-dua). Beliau
tidak memiliki dua baju, dua jubah, dua kain pinggang, juga tidak memiliki sandal lebih dari
sepasang.
Sebagian besar pakaian yang beliau pakai adalah baju bertambal. Abu Hurairah berkata, Kami
pernah mengunjungi Aisyah. Beliau menunjukkan kepada kami sebuah kain penutup bertambal
dan kain pinggang yang kasar. Aisyah berkata, Kain seperti inilah yang menjadi kafan beliau
ketika dimakamkan.
Sebagaimana beliau memakai pakaian betambal, keluarganya pun memakai pakaian bertambal
juga. Urwah bin Zubair berkata, Aisyah tidak suka memperbarui bajunya (menggantinya
dengan baju baru) melainkan menambalnya atau membaliknya.
Semua pakaiannya itu berharga sangat murah sehingga Hasan al-Bashri pernah memperkirakan
harga muruth (pakaian yang dibalutkan ke tubuh) istri beliau hanya dengan jumlah enam dirham.
Ketiga, tempat tinggal beliau. Tempat tinggal beliau bukanlah istana megah, tetapi hanya
sebuah ruangan untuk setiap istrinya. Di dalamnya beliau tidur, duduk, makan, dan menerima
tamu. Perabotannya pun sangat sederhana dan murah. Kasur dan bantal Rasulullah saw terbuat
dari kulit yang diisi dengan serabut, sebagaimana telah dibahas.
Beliau tidak menghiasi dinding rumahnya dengan sebuah tirai pun. Beliau marah jika
melihatnya, karena menganggap bahwa hal itu termasuk pemborosan pada saat kaum muslimin
yang lain sangat membutuhkan, dan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang bisa mendorong
seseorang untuk mencintai dunia. Aisyah berkata, Suatu saat Rasulullah saw berangkat perang,
lalu aku menggantungkan sebuah permadani. Ketika Rasulullah saw datang dan melihat
permadani tersebut, aku melihat pandangan tidak suka pada wajahnya. Lalu beliau mencopot
permadani dan mengoyaknya seraya berkata, Sesungguhnya Allah swt tidak memerintahkan
kita untuk menghiasi ruangan dan tanah ini.
Rasulullah saw mengunjungi rumah putrinya, Fatimah, dan beliau melihat sebuah tirai yang
dibentangkan, kemudian beliau pulang kembali. Lalu datanglah Ali kepada beliau dan berkata,
Apakah benar kabar yang sampai padaku bahwa engkau mendatangi rumah putrimu, tetapi
tidak jadi masuk ke dalamnya.
Rasulullah saw bersabda, Apakah aku tidak salah melihat bahwa rumahnya telah dihiasi tirai
yang berasal dari nafkah di jalan Allah. Padahal harga kain tipis yang digunakan putrinya itu
hanya empat dirham.
Keempat, simpanan harta beliau. Sesungguhnya Rasulullah tidak pernah menyimpan harta
atau benda lainnya. Anas bin Malik berkata, Rasulullah saw tidak menyimpan sesuatupun untuk
hari esok.
Cukuplah kita mengetahui bahwa ketika Rasulullah wafat, beliau tidak meninggalkan sesuatupun
kecuali sebuah pedang, seekor keledai dan sebidang tanah yang disedekahkan di jalan Allah.
Beliau juga meninggalkan sebuah baju besi yang digadaikan kepada seorang laki-laki Yahudi
seharga tiga puluh sha gandum yang diambil beliau untuk memberi makan keluarga beliau.
Subhanallah, inilah teladan sikap zuhud dari manusia termulia di dunia dan akhirat, seorang
Rasul yang sekaligus kepala negara, Rasulullah Muhammad saw
Sepertiga lainnya ia habiskan di kebun untuk merawat dan membersihkan tanaman. Sepertiga
lagi untuk membaca Taurat dan mengajarkan kepada orang lain.
Setiap kali menemukan ayat Taurat yang mengabarkan tentang kedatangan seorang nabi di
Madinah, ia selalu membacanya berulang-ulang dan merenunginya.
Dipelajarinya lebih mendalam tentang sifat-sifat dan ciri-ciri nabi yang ditunggu-tunggunya itu.
Ia sangat gembira ketika mengetahui orang yang ditunggunya itu telah lahir dan akan hijrah ke
Madinah.
Karena itu ia selalu berdoa agar Allah memanjangkan usianya supaya bisa bertemu dengan nabi
yang ditunggu-tunggunya dan menyatakan iman. Allah memperkenankan doa dengan
memanjangkan usianya dan mempertemukannya dengan penutup para nabi, Muhammad SAW.
Ketika pertama kali mendengar kedatangan Nabi, Husen bin Salam mencocokkannya sifatsifatnya dengan yang ia ketahui dari Taurat. Begitu mengetahui persamaan-persamaan tersebut,
ia yakin benar bahwa orang yang ia tunggu telah datang. Namun hal itu ia rahasiakan terhadap
kaum Yahudi.
Tatkala Rasulullah hijrah ke Madinah dan tiba di Quba, seorang juru panggil berseru menyatakan
kedatangan beliau. Saat itu Husen bin Salam sedang berada di atas pohon kurma. Bibinya,
Khalidah bint Harits menunggu di bawah pohon tersebut. Begitu mendengar berita kedatangan
Rasulullah, ia berteriak,Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Mendengar teriakan itu, bibinya berkata, Engkau akan kecewa. Seandainya pun engkau
mendengar kedatangan Musa bin Imran, engkau tidak bisa berbuat apa-apa.
Wahai Bibi! Demi Allah, dia adalah saudara Musa bin Imran. Dia dibangkitkan membawa
agamanya yang sama, jawab Husen.
Diakah nabi yang sering engkau ceritakan? tanya bibinya.
Benar!
Lalu Husen bergegas menemui Rasulullah yang sedang dikerumuni orang banyak. Setelah
berdesak-desakan, akhirnya Husen berhasil menemui beliau. Ucapan pertama kali yang keluar
dari mulut beliau adalah, Wahai manusia, sebar luaskan salam. Beri makan orang yang
kelaparan. Shalatlah di tengah malam, ketika orang banyak sedang tidur nyenyak. Pasti engkau
masuk surga dengan bahagia.
Husen bin Salam memandangi Rasulullah dengan lekat. Ia yakin, wajah beliau tidak
menunjukkan raut pembohong. Perlahan Husen mendekati seraya mengucapkan dua kalimat
syahadat.
Rasulullah menoleh kepadanya, Siapa namamu?
Engkau lihat, wahai Rasulullah. Orang-orang Yahudi itu pendusta dan sesat. mereka tidak mau
mengakui kebenaran walaupun di depan mata, ujar Abdullah.
Abdullah bin Salam menerima Islam seperti orang yang kehausan yang merindukan jalan ke
telaga. Lidahnya selalu basah oleh untaian ayat-ayat Al Quran. Ia selalu mengikuti semua seruan
Rasulullah sehingga suatu ketika beliau memberi kabar gembira dengan surga.
Suatu ketika Qais bin Ubadah dan beberapa orang lainnya sedang belajar di serambi masjid.
Dalam kelompok itu terdapat seorang lelaki tua yang ramah dan sangat menyenangkan hati.
Setiap ucapan yang keluar dari mulutnya selalu menarik perhatian orang. Ketika lelaki itu pergi,
orang-orang saling bertanya siapa dia. Di antara mereka ada yang berkata, Siapa yang ingin
melihat penduduk surga, lihatlah lelaki itu!
Qais bin Ubadah segera bertanya, Siapa dia?
Abdullah bin Salam, jawab mereka.
Qais bin Ubadah memutuskan untuk mengikuti lelaki itu sampai jauh keluar kota Madinah.
Setelah diizinkan masuk, Qais menemuinya.
Apa keperluanmu anak muda? tanya Abdullah.
Saya mendengar orang-orang berbicara tentang diri Bapak. Kata mereka, siapa yang ingin
melihat penghuni surga, lihatlah Bapak! Mendengar ucapan mereka, saya mengikuti Bapak
sampai ke sini. Saya ingin mengetahui mengapa orang banyak berkata begitu?
Allah yang lebih mengetahui tentang penduduk surga, jawab Abdullah.
Ya, tapi pasti ada sebabnya mengapa orang-orang berkata begitu?
Baik, akan kujelaskan.
Silakan, semoga Allah membalas segala kebaikan Bapak, ujar Qais.
Pada suatu malam ketika Rasulullah masih hidup, saya bermimpi. Seorang laki-laki datang
menemuiku seraya menyuruhku bangun dan mengajakku pergi. Tiba-tiba saya melihat sebuah
jalan di sebelah kiri. Saya bertanya, Jalan kemanakah ini?
Jangan turuti jalan itu, itu bukan jalanmu, jawab orang itu.
Tiba-tiba saya melihat jalan yang terang benderang di sebelah kananku. Lewatilah jalan itu,
kata orang itu.
Saya mengikuti jalan yang terang itu hingga tiba di sebuah taman yang subur, luas, dan penuh
dengan pohon-pohon hijau dan indah. Di tengah-tengah taman terdapat sebuah tiang besi.
Pangkalnya tertancap di tanah dan ujungnya sampai ke langit. Di puncaknya terdapat sebuah aula
berlapis emas.
Orang itu berkata, Panjatlah tiang itu!
Aku tidak bisa, jawabku.
Tiba-tiba datang seorang pembantuku lalu dia menaikkan tubuhku sampai ke puncak tiang. Aku
tinggal di sana sampai pagi dengan perasaan yang sangat bahagia.
Setelah hari pagi, kudatangi Rasulullah dan kuceritakan kepada neliau perihal mimpiku. Beliau
bersabda, Jalan yang engkau lihat di sebelah kiri adalah jalan ke neraka. Jalan yang engkau lalui
di sebelah kanan adalah jalan penduduk surga. Taman yang indah itu adalah Islam. Adapun tiang
yang terpancang di tengah taman itu adalah tiang agama. Adapun aula itu adalah pegangan yang
kokoh dan kuat. Engkau senantiasa berpegangan dengannya sampai mati.. (ar/oq)
Hutang-pihutang merupakan salah satu permasalahan yang layak dijadikan bahan kajian
berkaitan dengan fenomena di atas. Hutang-pihutang merupakan persoalan fikih yang membahas
permasalahan muamalat. Di dalam Al-Quran, ayat yang menerangkan permasalahan ini
menjadi ayat yang terpanjang sekaligus bagian terpenting, yaitu dalam surat Al-Baqarah ayat
282. Demikian pentingnya masalah hutang-pihutang ini, dapat ditunjukkan dengan salah satu
hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak mau
menshalatkan seseorang yang meninggal, tetapi masih mempunyai tanggungan hutang.
HUTANG HARUS DIPERSAKSIKAN
Allah Subhanahu wa Taala berfirman.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara
kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana
Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang
itu mengimlakkan (apa yang ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang
lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki
dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka
seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila
mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah
muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara
kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila
kamu berjual beli ; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan
(yang demikian) maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan
bertakwalah kepada Allah ; Allah mengajarmu ; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu
[Al-Baqarah : 282]
Mengenai ayat ini, Ibnul Arabi rahimahullah di dalam kitab Ahkam-nya menyatakan : Ayat ini
adalah ayat yang agung dalam muamalah yang menerangkan beberapa point tentang yang halal
dan haram. Ayat ini menjadi dasar dari semua permasalahan jual beli dan hal yang menyangkut
cabang (fikih)
Menurut Ibnu Katsir rahimahullah, ini merupakan petunjuk dariNya untuk hambaNya yang
mukmin. Jika mereka bermuamalah dengan transaksi non tunai, hendaklah ditulis, agar lebih
terjaga jumlahnya dan waktunya dan lebih menguatkan saksi. Dan di ayat lain, Allah Subhanahu
wa Taala telah mengingatkan salah satu ayat : Hal itu lebih adil di sisi Allah dan memperkuat
persaksian dan agar tidak mendatangkan keraguan
Firman Allah Subhanahu wa Taala : Maka tulislah maksudnya adalah tanda pembayaran
untuk megingat-ingat ketika telah datang waktu pembayarannya, karena adanya kemungkinan
alpa dan lalai antara transaksi, tenggang waktu pembayaran, dikarenakan lupa selalu menjadi
kebiasaan manusia, sedangkan setan kadang-kadang mendorongnya untuk ingkar dan beberapa
penghalang lainnya, seperti kematian dan yang lainnya. Oleh karena itu, disyariatkan untuk
melakukan pembukuan hutang dan mendatangkan saksi
Maka tulislah, secara zhahir menunjukkan, bahwa dia menuliskannya dengan semua sifat
yang dapat menjelaskannya di hadapan hakim, apabila suatu saat perkara hutang-pihutang ini
diangkat kepadanya.
BOLEHKAH BERHUTANG?
Tidak ada keraguan lagi bahwa menghutangkan harta kepada orang lain merupakan perbuatan
terpuji yang dianjurkan syariat,dan merupakan salah satu bentuk realisasi dari hadis Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam : Baragsiapa yang melapangkan seorang mukmin dari
kedurhakaan dunia, maka Allah Subhanahu wa Taala akan melapangkan untuknya kedukaan
akhirat
Para ulama mengangkat permasalahan ini, dengan memperbandingkan keutamaan antara
menghutangkan dengan bersedekah. Manakah yang lebih utama?
Sekalipun kedua hal tersebut dianjurkan oleh syariat, akan tetapi dalam sudut kebutuhan yang
dharurat, sesungguhnya orang yang berhutang selalu berada pada posisi terjepit dan terdesak,
sehingga dia berhutang. Sehingga menghutangkan disebutkan lebih utama dari sedekah, karena
seseorang yang diberikan pinjaman hutang, orang tersebut pasti membutuhkan. Adapun
bersedekah, belum tentu yang menerimanya pada saat itu membutuhkannya.
Ibnu Majah meriwayatkan dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau berkata kepada
Jibril : Kenapa hutang lebih utama dari sedekah? Jibril menjawab, Karena peminta, ketika dia
meminta dia masih punya. Sedangkan orang yang berhutang, tidaklah mau berhutang, kecuali
karena suatu kebutuhan. Akan tetapi hadits ini dhaif, karena adanya Khalid bin Yazid AdDimasyqi.
Adapun hukum asal berhutang harta kepada orang lain adalah mubah, jika dilakukan sesuai
tuntunan syariat. Yang pantas disesalkan, saat sekarang ini orang-orang tidak lagi wara
terhadap yang halal dan yang haram. Di antaranya, banyak yang mencari pinjaman bukan karena
terdesak oleh kebutuhan, akan tetapi untuk memenuhi usaha dan bisnis yang menjajikan.
Hutang itu sendiri dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, hutang baik. Yaitu hutang yang
mengacu kepada aturan dan adab berhutang. Hutang baik inilah yang dilakukan Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam ; ketika wafat, beliau Shallallahu alaihi wa sallam masih berhutang kepada
seorang Yahudi dengna agunan baju perang. Kedua, hutang buruk. Yaitu hutang yang aturan dan
adabnya didasari dengan niat dan tujuan yang tidak baik.
ETIKA BERHUTANG
1. Hutang tidak boleh mendatangkan keuntungan bagi si pemberi hutang.
Kaidah fikih berbunyi : Setiap hutang yang membawa keuntungan, maka hukumnya riba. Hal
ini terjadi jika salah satunya mensyaratkan atau menjanjikan penambahan. Sedangkan menambah
setelah pembayaran merupakan tabiat orang yang mulia, sifat asli orang dermawan dan akhlak
orang yang mengerti membalas budi.
Imam Dzahabi mengkatagorikan penundaan pembayaran hutang oleh orang yang mampu sebagai
dosa besar dalam kitab Al-Kabair pada dosa besar no. 20
b. Berhak dighibah (digunjing) dan diberi pidana penjara.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, telah bersabda Rasulullah.:
Menunda (pembayaran) bagi orang yang mampu merupakan suatu kezhaliman
Dalam riwayat lain Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. :
Menunda pembayaran bagi yang mampu membayar, (ia) halal untuk dihukum dan (juga)
keehormatannya.
Sufyan Ats-Tsauri berkata, Halal kehormatannya ialah dengan mengatakan engkau telah
menunda pebayaran dan menghukum dengan memenjarakannya
c.. Hartanya berhak disita
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam.
Barangsiapa yang mendapatkan hartanya pada orang yang telah bangkrut, maka dia lebih
berhak dengan harta tersebut dari yang lainnya
d. Berhak di-hajr (dilarang melakukan transaksi apapun).
Jika seseorang dinyatakan pailit dan hutangnya tidak bisa ditutupi oleh hartanya, maka orang
tersebut tidak diperkenankan melakukan transaksi apapun, kecuali dalam hal yang ringan
(sepele) saja.
Hasan berkata, Jika nyata seseorang itu bangkrut, maka tidak boleh memerdekakan, menjual
atau membeli
Bahkan Dawud berkata, Barangsiapa yang mempunyai hutang, maka dia tidak diperkenankan
memerdekakan budak dan bersedekah. Jika hal itu dilakukan, maka dikembalikan
Kemungkinan wallahu alam- dalam hal ini, hutang yang dia tidak sanggup lagi melunasinya.
6. Jika terjadi keterlambatan karena kesulitan keuangan, hendaklah orang yang berhutang
memberitahukan kepada orang yang memberikan pinjaman, karena hal ini termasuk bagian dari
menunaikan hak yang menghutangkan.
Janganlah berdiam diri atau lari dari si pemberi pinjaman, karena akan memperparah keadaan,
dan merubah hutang, yang awalnya sebagai wujud kasih sayang, berubah menjadi permusuhan
dan perpecahan.
7. Berusaha mencari solusi sebelum berhutang, dan usahakan hutang merupakan solusi terakhir
setelah semuanya terbentur.
8. Menggunakan uang dengan sebaik mungkin. Menyadari, bahwa pinjaman merupakan amanah
yang harus dia kembalikan.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.
Tangan bertanggung jawab atas semua yang diambilnya, hingga dia menunaikannya
9. Pelimpahan hutang kepada yang lain diperbolehkan dan tidak boleh ditolak
Jika seseorang tidak sanggup melunasi hutangnya, lalu dia melimpahkan kepada seseorang yang
mampu melunasinya, maka yang menghutangkan harus menagihnya kepada orang yang
ditunjukkan, sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, telah bersabda Rasulullah :
Menunda pembayaran bagi roang yang mampu merupakan suatu kezhaliman. Barangsiapa yang
(hutangnya) dilimpahkan kepada seseorang, maka hendaklah dia menurutinya.
10. Diperbolehkan bagi yang berhutang untuk mengajukan pemutihan atas hutangnya atau
pengurangan, dan juga mencari perantara (syafaat) untuk memohonnya.
Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu anhu, ia berkata : (Ayahku) Abdullah meninggal dan dia
meninggalkan banyak anak dan hutang. Maka aku memohon kepada pemilik hutang agar mereka
mau mengurangi jumlah hutangnya, akan tetapi mereka enggan. Akupun mendatangi Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam meminta syafaat (bantuan) kepada mereka. (Namun) merekapun
tidak mau. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam berkata, Pisahkan kormamu sesuai dengan
jenisnya. Tandan Ibnu Zaid satu kelompok. Yang lembut satu kelompok, dan Ajwa satu
kelompok, lalu datangkan kepadaku. (Maka) akupun melakukannya. Beliau Shallallahu alaihi
wa sallam pun datang lalu duduk dan menimbang setiap mereka sampai lunas, dan kurma masih
tersisa seperti tidak disentuh.
BAGI YANG MENGHUTANGKAN AGAR MEMBERI KERINGANAN KEPADA YANG
BERHUTANG
Pemberian pinjaman pada dasarnya dilandasi karena rasa belas kasihan dari yang
menghutangkan. Oleh karena itu, hendaklah orientasi pemberian pinjamannya tersebut
didasarkan hal tersebut, dari awal hingga waktu pembayaran. Oleh karenanya, Islam tidak
membenarkan tujuan yang sangat baik ini dikotori dengan mengambil keuntungan dibalik
kesusahan yang berhutang.
Di antara yang dapat dilakukan oleh yang menghutangkan kepada yang berhutang ialah.
1. Memberi keringanan dalam jumlah pembayaran
Misalnya, dengan uang satu juta rupiah yang dipinjamkannya tersebut, dia dapat beramal dengan
kebaikan berikutnya, seperti meringankan pembayaran si penghutang, atau dengan boleh
membayarnya dengan jumlah di bawah satu juta rupiah, atau bisa juga mengizinkan
pembayarannya dilakukan dengan cara mengangsur, sehingga si penghutang merasa lebih ringan
bebannya.
Shalat yang agung ini benar-benar memiliki daya tarik, karena kedudukannya dalam Islam dan
nilainya yang tinggi dalam syariat. Banyak sekali hadis yang mendorong untuk melaksanakan
shalat Subuh dan menyanjung mereka yang menjaganya.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam mengetahui waktu Subuh adalah waktu yang sulit.
Seorang muslim bila dibiarkan begitu saja akan memilih mengistirahatkan dirinya sampai
matahari terbit dan meninggalkan shalat wajib. Karena itu Rasulullah mengkhususkan shalat
mulia ini dengan keistimewaan tunggal dan sifat-sifat tertentu yang tidak terulang pada shalat
yang lain.
Banyak sekali keutamaan yang didapat di waktu Subuh. Salah satu keutamaannya adalah
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam mendoakan umatnya yang bergegas dalam
melaksanakan shalat Subuh, sebagaimana disebutkan dalam suatu hadits,Ya Allah berkahilah
umatku selama mereka senang bangun Subuh. (HR Tirmidzi, Abu Daud, Ahmad dan Ibnu
Majah).
Jika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang berdoa, maka tidak akan ada hijab di antara
beliau dengan Allah Subhanahu Wa Taala. Karena beliau sendiri adalah orang yang secara
jasadiyah paling dekat dengan Allah Subhanahu Wa Taala.
Pada hadits lain Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, bahwasanya orang yang
shalat Subuh akan dijamin oleh Allah. Siapa yang menunaikan shalat Subuh maka ia berada
dalam jaminan Allah. Maka, jangan kamu mencari jaminan Allah dengan sesuatu (selain dari
shalat), yang pada saat kamu mendapatkannya justru kamu tergelincir ke dalam api neraka. (HR
Muslim). Jika Allah Subhanahu Wa Taala yang memberikan jaminan, maka mungkin akal
manusia sulit untuk menjangkau dan menebak apa yang akan diberikan Allah.
Waktu Subuh adalah waktu yang paling baik untuk mendapatkan rahmat dan ridha Allah. Allah
berfirman,Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya
di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling
dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia, dan janganlah kamu mengikuti
orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan
adalah keadaannya itu melewati batas. (QS Al-Kahfi: 28).
Keutamaan shalat Subuh yang lain adalah Allah Subhanahu Wa Taala kelak akan memberikan
pahala yang melebihi keindahan dunia dan isinya, sebagaimana telah disebutkan dalam satu
riwayat Imam at-Turmudzi: Dari Aisyah ra telah bersabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa
Sallam, dua rakaat shalat Fajar pahalanya lebih indah dari pada dunia dan isinya.
Lalu apa kata Rasulullah tentang Subuh?
Diriwayatkan Muslim dari Utsman bin Affan ra berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa
Sallam bersabda,Barangsiapa yang shalat Isya berjamaah maka seakan-akan dia telah shalat
setengah malam. Dan barangsiapa shalat Subuh berjamaah, maka seakan-akan dia telah
melaksanakan shalat malam satu malam penuh. Hadits riwayat Muslim.
Shalat Subuh merupakan sumber dari segala sumber cahaya di hari kiamat. Di hari itu, semua
sumber cahaya di dunia akan padam. Matahari akan digulung. Ibadahlah yang akan menerangi
pelakunya.
Diriwayatkan dari dari Abu Musa al-Asyari ra ia berkata Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa
Sallam bersabda:Barangsiapa yang shalat dua waktu yang dingin maka akan masuk surga. (HR
Al-Bukhari). Dua waktu yang dingin itu adalah shalat Subuh dan shalat Ashar.
Mereka yang menjaga shalat Subuh dan Ashar, dijanjikan kelak di surga akan melihat Allah
Subhanahu Wa Taala. Hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang diriwayatkan
Bukhari dan Muslim dari Jarir bin Abdullah ra artinya: Kami sedang duduk bersama Rasulullah,
ketika melihat bulan purnama. Beliau berkata, Sungguh, kalian akan melihat Rabb kalian
sebagaimana kalian melihat bulan yang tidak terhalang dalam melihatnya. Apabila kalian
mampu, janganlah kalian menyerah dalam melakukan shalat sebelum terbit matahari dan shalat
sebelum terbenam matahari. Maka lakukanlah. (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Berada di bawah lindungan Allah Subhanahu Wa Taala.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam memberi janji, bila shalat Subuh dikerjakan, maka
Allah akan melindungi siapapun yang mengerjakannya seharian penuh. Hadits yang
diriwayatkan dari undab bin Sufyan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam
bersabda,Barangsiapa yang menunaikan shalat Subuh maka ia berada dalam jaminan Allah.
Maka jangan coba-coba membuat Allah membuktikan janji-Nya. Barangsiapa yang membunuh
orang yang menunaikan shalat Subuh, Allah akan menuntutnya, sehingga Ia akan membenamkan
mukanya ke dalam neraka. (HR MUslim, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Begitulah keistimewaan shalat Subuh. Lalu apa yang menghalangi kita untuk menyingkap
selimut dan mengakhiri tidur kita untuk melakukan shalat Subuh? Bukankah ibadah ini menjadi
bagian yang begitu besar dibandingkan dunia seisinya?
Ancaman bagi yang Meninggalkan Shalat Shubuh
Padahal banyak keutamaan yang bisa didapat apabila seseorang mengerjakan shalat shubuh.
Tidakkah kita takut dikatakan sebagai orang yang munafiq karena meninggalakan shalat shubuh?
Dan kebanyakan orang meninggalkan shalat shubuh karena aktivitas tidur. Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
Sesungguhnya shalat yang paling berat dilaksanakan oleh orang-orang munafik adalah shalat
isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaan keduanya, niscaya mereka akan
mendatanginya sekalipun dengan merangkak. (HR. Bukhari no. 657 dan Muslim no. 651)
Cukuplah ancaman dikatakan sebagai orang munafiq membuat kita selalu memperhatikan ibadah
yang satu ini.
Semoga Allah selalu memberi hidayah kepada kita semua, terkhusus bagi para laki-laki untuk
dapat melaksanakan shalat berjamaah di masjid.
Bagaimanapun, jihad melawan kaum kafir adalah termasuk amalan yang terbesar dan paling
utama.[ Majmu Al-Fatawa: 11/197, dan Al-Furqan Baina Awliya` Ar-Rahman wa Awliya`
Asy-Syaithan: 46]
Dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhaifah (2460), Syaikh Al-Albani berkata, Hadits mungkar.
Dan dalam Dhaif Al-Jami Ash-Shaghir (8510), Al-Albani mendhaifkannya.
Strategi Musuh Islam
=============
Cara lain yang ditempuh musuh-musuh Islam dari kaum kafirin dan munafikin untuk
melemahkan semangat jihad adalah dengan menghembuskan syubhat adanya amal lain dalam
Islam yang lebih agung dari jihad. Tujuannya, agar umat berpaling dari jihad dan
meninggalkannya karena ada yang lebih besar pahala dan keutamaannya. Jihad qital (berperang)
melawan orang kafir dan munafik dikategorikan sebagai jihad kecil. Ada jihad yang lebih besar
yang harus mendapat perhatian, yaitu jihad Akbar. Dan maksud dari jihad akbar adalah jihad
melawan hawa nafsu.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah dalam Majmu Fatawanya (Juz 11) mengingkari
penamaan jihad qital (berperang) melawan orang kafir sebagai jihad kecil. Manurut beliau, jihad
melawan orang kafir merupakan salah satu amal yang paling agung dalam Islam. Bahkan, jihad
merupakan amal tathawu yang paling utama.
Beliau melandaskannya pada beberapa dalil dari Al-Quran dan hadits tentang keutamaan jihad :
Keutamaan Jihad
Firman Allah Taala,
Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai
udzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah
melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya satu derajat di atas orang-orang
yang duduk. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan
Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.
(QS. Al-Nisa: 95)
Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan
diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat
kemenangan. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta
benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang
mendapat kemenangan. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allahlah pahala yang besar. (QS. Al-Taubah: 20-22)
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dan lainnya, dari Numan bin Basyir radhiyallahu anhu, ia
berkata: Aku pernah berada di sisi mimbar Nabi shallallahu alaihi wasallam, lalu ada seorang
laki-laki berkata, Aku tidak peduli, aku tidak akan melakukan pekerjaan apapun sesudah
(masuk) Islam kecuali memberi minum pada orang haji. Lalu di jawab oleh yang lain, Kalau
aku tak peduli, aku tidak mengamalkan amalan apapaun setelah (masuk) Islam kecuali
memakmurkan Masjidil Haram. Lalu berkatalah Ali bin Abi Thalib, Berjihad di jalan Allah
lebih utama dari semua amal yang kalian katakan itu,
Kemudian Umar bin Khattab melarang mereka, Janganlah kalian berbicara keras di sisi mimbar
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, tetapi jika sudah selesai shalat (Jumat) saya akan
menanyakannya. Maka bertanyalah Umar kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, lalu
Allah Taala menurunkan ayat ini QS. Al-Taubah: 19-.
Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan
mengurus Masjidilharam, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan
hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak
memberikan petunjuk kepada kaum yang dzalim. (QS. Al-Taubah: 19)
Dalam Shahihain lainnya, dari Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu bertanya, Wahai
Rasulullah, amal apakah yang paling utama di sisi Allah Azza wa Jalla? Beliau menjawab,
Shalat tepat pada waktunya. Aku bertanya, Lalu apa? Beliau menjawab, Berbakti kepada
kedua orang tua. Aku bertanya, Lalu apa? Beliau menjawab, Berjhad di jalan Allah. Dia
berkata,Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyampaikan semua itu kepadaku, dan kalau
aku bertanya lagi pasti beliau menambahnya untukku.
Masih dalam Shahihain, Nabi shallallahu alaihi wasallam ditanya tentang amal yang paling
utama? Beliau menjawab, Iman kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya. Beliau ditanya lagi,
Lalu apa? beliau menjawab, Haji mabrur.
Diriwayatkan juga dalam Shahihain bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu
alaihi wasallam, Ya Rasulullah, beritahukan kepadaku amal yang menyamai jihad di jalan
Allah? Beliau menjawab, Engkau tak akan bisa melaksanakannya atau engkau tak akan kuat.
Dia berkata lagi, Beritahukan aku tentangnya? Beliau menjawab, Apakah engkau mampu,
jika seorang mujahid keluar berjihad, engkau berpuasa dan tidak berbuka, shalat dan tidak
berhenti?
Dan dalam Kutub Sunan, dari Muadz radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wasallam
pernahberkata kepadanya, Maukah aku tunjukkan kepadamu akan pokok urusan, tiang dan
puncaknya? Pokok urusan adalah Islam, tiangnya adalah jihad, sedangkan puncaknya adalah
jihad fi sabilillah.
Dalil-dalil tentang keutamaan jihad di atas disebutkan oleh Ibnu Taimiyah sesudah beliau
mengomentari hadits yang menerangkan bahwa jihad terhadap orang kafir adalah jihad asghar
(kecil). Beliau berkata, Adapun hadits yang diriwayatkan oleh sebagian mereka bahwa beliau
shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda pada waktu Perak Tabuk,
Kita pulang dari jihad kecil menuju jihad besar, tidak ada dasarnya dan tidak seorang pun ahli
marifat yang meriwayatkannya sebagai perkataan dan perbuatan NabiShallallahu Alaihi wa
Sallam. Bagaimanapun, jihad melawan kaum kafir adalah termasuk amalan terbesar dan paling
utama. (Majmu Al-Fatawa 11/197, dan Al-Furqan Baina Awliya` Ar-Rahman wa Awliya`
Asy-Syaithan: 46).
Pernyataan beliau ini, oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah Shahihah, seolah-olah menunjukkan
bahwa beliau rahimahullaah mengingkari penamaan jihad (berperang melawan orang kafir)
sebagai jihad asghar (jihad kecil).
Nampak dari lafadz hadits dhaif di atas bahwa yang dimaksud dari jihad kecil adalah jihad qital
(perang) melawan orang-orang kafir pada perang Tabuk. Makna ini tertolak karena meremehkan
kedudukan jihad fi sabilillah, merendahkan kemuliaannya dalam Islam dan perannya untuk
membela eksistensi dan kemuliaan umat Islam ketika mendapat serangan musuh dan kezaliman
penguasa tiran lagi sombong.
Nash-nash Al-Quran dan sunnah syarifah banyak menyebutkan tentang keutamaan jihad dan
kedudukannya yang sangat mulia dalam Islam. Di antara dalil sudah disebutkan oleh Ibnu
Taimiyah dalam nukilan di atas. Karenanya tidak layak amal jihad yang sangat dimuliakan Islam
disebut sebagai jihad kecil.
Naudzubillah Tsumma Naudzubillah min dzalik..
segala puji bagi Allah yang telah menjadikan jihad sebagai puncak amal dalam Islam. Shalawat
dan salam semoga terlimpah panglima Mujahidin, Nabi kita Muhammad besera keluarga dan
para sahabatnya.
Sesungguhnya pada jihad terdapat masa depan umat Islam. Tanpanya, kaum muslimin
terhinakan. Musuh-musuh Islam menyadari hal ini, karenanya mereka senantiasa berusaha
mematikan semangat jihad dengan berbagai cara.
Wallahu alam
Abu Hurairah RA berkata, Sungguh Rasulullah SAW telah melarang puasa wishal (puasa tak
sahur dan tak buka selama beberapa hari) serta puasa ash-shamt (puasa membisu tak mau
bicara).
2. Berbisnis atau Kegiatan Ekonomi. Menurut Al-Kubaisi, berbisnis atau menyibukan diri
dengan pekerjaan yang mendapat imbalan uang, hukumnya makruh bagi orang yang beritikaf .
Namun jual-beli itu termasuk yang harus dilakukan, maka tidak makruh.
3. Mengucapkan kata-kata yang mengandung dosa. Mengucapkan kata-kata yang mengandung
dosa, seperti mengumpat, mengutuk, debat kusir dan membual adalah hal yang terlarang bagi
setiap Muslim. Terlebih jika dilakukan pada saat itikaf. Seorang yang sedang itikaf juga
dilarang membalas umpatan orang. Rasulullah SAW bersabda, Jika diumpat oleh seseorang,
maka hendaknya berkata Sesungguhnya aku sedang berpuasa. (HR Riwayat Bukhari
Muslim).
itu mereka hanya membawa tujuh puluh onta yang dikendarai secara bergantian, setiap onta
untuk dua atau tiga orang. Rasulullah saw sendiri bergantian mengendarai onta dengan Ali dan
Murtsid bin Abi Murtsid Al-Ghanawi.
Sementara jumlah pasukan kafir Quraisy sepuluh kali lipat. Tak kurang seribu tiga ratusan
prajurit. Dengan seratus kuda dan enam ratus perisai, serta onta yang jumlahnya tak diketahui
secara pasti, dan dipimpin langsung oleh Abu Jahal bin Hisyam. Sedangkan pendanaan perang
ditanggung langsung oleh sembilan pemimpin Quraisy. Setiap hari, mereka menyembelih sekitar
sembilan atau sepuluh ekor unta.
PERANG UHUD
Kekalahan di Badar menanamkan dendam mendalam di hati kaum kafir Quraisy. Mereka pun
keluar ke bukit Uhud hendak menyerbu kaum Muslimin. Pasukan Islam berangkat dengan
kekuatan sekitar seribu orang prajurit, seratus diantaranya menggunakan baju besi, dan lima
puluh lainnya menunggang kuda.
Di sebuah tempat bernama asy-Syauth, kaum muslimin melakukan shalat subuh. Tempat ini
sangat dekat dengan musuh sehingga mereka bisa dengan mudah saling melihat. Ternyata
pasukan musuh berjumlah sangat banyak. Mereka berkekuatan tiga ribu tentara, terdiri dari
orang-orang Quraisy dan sekutunya. Mereka juga memiliki tiga ribu onta, dua ratus ekor kuda
dan tujuh ratus buah baju besi.
Pada kondisi sulit itu, Abdullah bin Ubay, sang munafiq, berkhianat dengan membujuk kaum
muslimin untuk kembali ke Madinah. Sepertiga pasukan, atau sekitar tiga ratus prajurit akhirnya
mundur. Abdullah bin Ubay mengatakan, Kami tidak tahu, mengapa kami membunuh diri kami
sendiri?
Setelah kemunduran tiga ratus prajurit tersebut, Rasulullah melakukan konsolidasi dengan sisa
pasukan yang jumlahnya sekitar tujuh ratus prrajurit untuk melanjutkan perang. Allah memberi
mereka kemenangan, meski awalnya sempat kocar-kacir.
PERANG MUTAH
Perang Mutah merupakan pendahuluan dan jalan pembuka untuk menaklukkan negeri-negeri
Nasrani. Pemicu perang Mutah adalah pembunuhan utusan Rasulullah bernama al-Harits bin
Umair yang diperintahkan menyampaikan surat kepada pemimpin Bashra. Al-Harits dicegat oleh
Syurahbil bin Amr, seorang gubernur wilayah Balqa di Syam, ditangkap dan dipenggal lehemya.
Untuk perang ini, Rasulullah mempersiapkan pasukan berkekuatan tiga ribu prajurit. Inilah
pasukan Islam terbesar pada waktu itu.
Mereka bergerak ke arah utara dan beristirahat di Muan. Saat itulah mereka memperoleh
informasi bahwa Heraklius telah berada di salah satu bagian wilayah Balqa dengan kekuatan
sekitar seratus ribu prajurit Romawi. Mereka bahkan mendapat bantuan dari pasukan Lakhm,
Judzam, Balqin dan Bahra kurang lebih seratus ribu prajurit. Jadi total kekuatan mereka adalah
dua ratus ribu prajurit.
PERANG AHZAB
Dua puluh pimpinan Yahudi bani Nadhir datang ke Makkah untuk melakukan provokasi agar
kaum kafir mau bersatu untuk menumpas kaum muslimin. Pimpinan Yahudi bani Nadhir juga
mendatangi Bani Ghathafan dan mengajak mereka untuk melakukan apa yang mereka serukan
pada orang Quraisy. Selanjutnya mereka mendatangi kabilah-kabilah Arab di sekitar Makkah
untuk melakukan hal yang sama. Semua kelompok itu akhirnya sepakat untuk bergabung dan
menghabisi kaum muslimin di Madinah sampai ke akar-akarnya. Jumlah keseluruhan pasukan
Ahzab (sekutu) adalah sekitar sepuluh ribu prajurit. Jumlah itu disebutkan dalam kitab sirah
adalah lebih banyak ketimbang jumlah orang-orang yang tinggal di Madinah secara keseluruhan,
termasuk wanita, anak-anak, pemuda dan orang tua. Menghadapi kekuatan yang sangat besar ini,
atas ide Salman al-Farisi, kaum muslimin menggunakan strategi penggalian parit untuk
menghalangi sampainya pasukan musuh ke wilayah Madinah.
PERANG TABUK
Romawi memiliki kekuatan militer paling besar pada saat itu. Perang Tabuk merupakan
kelanjutan dari perang Mutah. Kaum muslimin mendengar persiapan besar-besaran yang
dilakukan oleh pasukan Romawi dan raja Ghassan. Informasi tentang jumlah pasukan yang
dihimpun adalah sekitar empat puluh ribu personil. Keadaan semakin kritis, karena suasana
kemarau. Kaum muslimin tengah berada di tengah kesulitan dan kekurangan pangan.
Mendengar persiapan besar pasukan Romawi, kaum muslimin berlomba melakukan persiapan
perang. Para tokoh sahabat memberi infaq fi sabilillah dalam suasana yang sangat
mengagumkan. Utsman menyedekahkan dua ratus onta lengkap dengan pelana dan barangbarang yang diangkutnya. Kemudian ia menambahkan lagi sekitar seratus onta lengkap dengan
pelana dan perlengkapannya. Lalu ia datang lagi dengan membawa seribu dinar diletakkan di
pangkuan Rasulullah saw. Utsman terus bersedekah hingga jumlahnya mencapai sembilan ratus
onta seratus kuda, dan uang dalam jumlah besar. Abdurrahman bin Auf membawa dua ratus
uqiyah perak. Abu bakar membawa seluruh hartanya dan tidak menyisakan untuk keluarganya
kecuali Allah dan Rasul-Nya. Umar datang menyerahkan setengah hartanya. Abbas datang
menyerahkan harta yang cukup banyak. Thalhah, Sad bin Ubadah, dan Muhammad bin
Maslamah, semuanya datang memberikan sedekahnya. Ashim bin Adi datang dengan
menyerahkan sembilan puluh wasaq kurma dan diikuti oleh para sahabat yang lain.
Jumlah pasukan Islam yang terkumpul sebenarnya cukup besar, tiga puluh ribu personil. Tapi
mereka minim perlengkapan perang. Bekal makanan dan kendaraan yang ada masih sangat
sedikit dibanding dengan jumlah pasukan. Setiap delapan belas orang mendapat jatah satu onta
yang mereka kendarai secara bergantian. Berulangkali mereka memakan dedaunan sehingga
bibir mereka rusak. Mereka terpaksa menyembelih unta, meski jumlahnya sedikit, agar dapat
meminum air yang terdapat dalam kantong air onta tersebut. Oleh karena itu, pasukan ini
dinamakan jaisyul usrrah, atau pasukan yang berada dalam kesulitan.
Demi Allah! Tidak pernah hujan turun meski setetespun, kami juga tidak bisa melewati malam
dengan tidur pulas lantaran tangis bayi kami yang mengerang kelaparan sedangkan ASI di
payudaraku tidak mencukupi. Begitu juga dengan air susu onta tua yang bersama kami tersebut
sudah tidak berisi. Akan tetapi kami selalu berharap pertolongan dan jalan keluar. Aku kembali
pergi keluar dengan mengendarai onta betina milikku yang sudah tidak kuat lagi untuk
meneruskan perjalanan sehingga hal ini membuat rombongan kami gelisah akibat letih dan
kondisi kekeringan yang melilit.
Akhirnya kami sampai juga ke Mekkah untuk mencari bayi-bayi susuan akan tetapi tidak
seorang wanita pun diantara kami ketika disodorkan untuk menyusui Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam melainkan menolaknya setelah mengetahui kondisi beliau yang yatim. Sebab,
tujuan kami (rombongan wanita penyusu bayi), hanya mengharapkan imbalan materi dari orang
tua si bayi sedangkan beliau Shallallahu alaihi wasallam bayi yang yatim, lantas apa gerangan
yang dapat diberikan oleh ibu dan kakeknya buat kami?.
Kami semua tidak menyukainya karena hal itu; akhirnya, semua wanita penyusu yang bersamaku
mendapatkan bayi susuan kecuali aku. Tatkala kami semua sepakat akan berangkat pulang, aku
berkata kepada suamiku: demi Allah! Aku tidak sudi pulang bersama teman-temanku tanpa
membawa seorang bayi susuan. Demi Allah! Aku akan pergi ke rumah bayi yatim tersebut dan
akan mengambilnya menjadi bayi susuanku.
Lalu suamiku berkata: tidak ada salahnya bila kamu melakukan hal itu, mudah-mudahan Allah
menjadikan kehadirannya di tengah kita suatu keberkahan. Akhirnya aku pergi ke rumah beliau
Shallallahu alaihi wasallam dan membawanya serta. Sebenarnya, motivasiku membawanya
serta hanyalah karena belum mendapatkan bayi susuan yang lain selain beliau. Setelah itu, aku
pulang dengan membawanya serta dan mengendarai tungganganku. Ketika dia kubaringkan di
pangkuanku dan menyodorkan puting susuku ke mulutnya supaya menetek ASI yang ada
seberapa dia suka, diapun meneteknya hingga kenyang, dilanjutkan kemudian oleh saudara
sesusuannya (bayiku) hingga kenyang pula. Kemudian keduanya tertidur dengan pulas padahal
sebelumnya kami tak bisa memicingkan mata untuk tidur karena tangis bayi kami tersebut.
Suamiku mengontrol onta tua milik kami dan ternyata susunya sudah berisi, lalu dia memerasnya
untuk diminum. Aku juga ikut minum hingga perut kami kenyang, dan malam itu bagi kami
adalah malam tidur yang paling indah yang pernah kami rasakan.
Pada pagi harinya, suamiku berkata kepadaku: demi Allah! Tahukah kamu wahai Halimah?;
kamu telah mengambil manusia yang diberkahi. Aku berkata: demi Allah! Aku berharap
demikian. Kemudian kami pergi keluar lagi dan aku menunggangi onta betinaku dan membawa
serta beliau Shallallahu alaihi wasallam diatasnya. Demi Allah! Onta betinaku tersebut sanggup
menempuh perjalanan yang tidak sanggup dilakukan oleh onta-onta mereka, sehingga temanteman wanitaku dengan penuh keheranan berkata kepadaku:wahai putri Abu Zuaib! Celaka!
Kasihanilah kami bukankah onta ini yang dulu pernah bersamamu?, aku menjawab:demi Allah!
Inilah onta yang dulu itu!.
Mereka berkata:demi Allah! Sesungguhnya onta ini memiliki keistimewaan. Kemudian kami
mendatangi tempat tinggal kami di perkampungan kabilah Bani Saad. Sepanjang pengetahuanku
tidak ada bumi Allah yang lebih tandus darinya; ketika kami datang, kambingku tampak dalam
keadaan kenyang dan banyak air susunya sehingga kami dapat memerasnya dan meminumnya
padahal orang-orang tidak mendapatkan setetes air susupun walaupun dari kambing yang gemuk.
Kejadian ini membuat orang-orang yang hadir dari kaumku berkata kepada para pengembala
mereka: celakalah kalian! Pergilah membuntuti kemana saja pengembala kambing putri Abu
Zuaib mengembalakannya. Meskipun demikian, realitasnya, kambing-kambing mereka tetap
kelaparan dan tidak mengeluarkan air susu setetespun sedangkan kambingku selalu kenyang dan
banyak air susunya. Demikianlah, kami selalu mendapatkan tambahan nikmat dan kebaikan dari
Allah hingga tak terasa dua tahun pun berlalu dan tiba waktuku untuk menyapihnya.
Dia tumbuh besar namun tidak seperti kebanyakan anak-anak sebayanya; sebab belum mencapai
usia dua tahun dia sudah tumbuh dengan postur yang bongsor. Akhirnya, kami mengunjungi
ibunya dan dalam hati yang paling dalam kami sangat berharap dia masih berada di tengah
keluarga kami dikarenakan keberkahan yang kami rasakan sejak keberadaannya dan itu semua
kami ceritakan kepada ibundanya. Aku berkata kepadanya: kiranya anda sudi membiarkan anak
ini bersamaku lagi hingga dia besar, sebab aku khawatir dia terserang penyakit menular yang ada
di Mekkah. Kami terus mendesaknya hingga dia bersedia mempercayakannya kepada kami
lagi.
Dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. (QS. Ali Imran: 105)
Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi
beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. (QS. al-Anam:
159)
Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkanNya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah
agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. (QS. asy-Syuro: 13)
Allah Subhanahu wataala telah melarang kita berpecah belah dan menjelaskan tentang
akibatnya yang sangat buruk. Sudah merupakan kewajiban bagi kita untuk menjadi umat yang
bersatu dan satu kata (bersepakat). Perpecahan hanyalah akan merusak dan meluluhlantakkan
urusan serta mengakibatkan lemahnya umat Islam. Di antara para shahabat pun terjadi perbedaan
pendapat, akan tetapi hal itu tidak menimbulkan perpecahan, permusuhan dan kebencian. Bahkan
perbedaan pendapat itu terjadi pada masa Nabi shallallaahu alaihi wasallam.
Sepulang beliau dari perang Ahzab (Khandaq), ketika itu, Jibrilalaihissalam datang dan
memerintahkannya agar bergerak menuju perkampungan Bani Quraizhah sebab mereka telah
membatalkan perjanjian. Beliau shallallaahu alaihi wasallam lalu bersabda kepada para
shahabatnya, Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian melakukan shalat Ashar
kecuali (bila sudah tiba) di perkampungan Bani Quraizhah. Mereka pun bergerak dari Madinah
menuju perkampungan Bani Quraizhah, sementara waktu Ashar pun sudah tiba, lalu sebagian
mereka berkata, Kita tidak boleh melakukan shalat, melainkan di perkampungan Bani
Quraizhah meskipun matahari sudah terbenam sebab Nabi shallallaahu alaihi
wasallam bersabda,Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian melakukan shalat
Ashar melainkan (bila sudah tiba) di perkampungan Bani Quraizhah, karenanya kita harus
mengatakan, Samin wa athan (Kami dengar dan kami patuh).
Sebagian mereka yang lain berkata, Sesungguhnya Rasulullahshallallaahu alaihi
wasallam bermaksud agar kita bergegas dan bergerak cepat keluar, dan bukan bermaksud agar
mengakhirkan shalat. Perihal tersebut kemudian sampai ke telinga Rasulullahshallallaahu
alaihi wasalam, namun beliau shallallaahu alaihi wasalam tidak mencerca salah seorang pun di
antara mereka, tidak pula mencemooh pemahaman mereka. Jadi, mereka sendiri tidak berpecahbelah hanya karena berbeda pendapat di dalam memahami hadits Rasulullah shallallaahu alaihi
wasalam.
Demikian juga dengan kita, wajib untuk tidak berpecah-belah dan menjadi umat yang bersatu.
Sedangkan bila yang terjadi justru perpecahan, maka bahayanya sangat besar. Optimisme yang
kita harapkan dan cita-citakan dari kebangkitan Islam ini akan menjadi sirna, manakala kita
mengetahui bahwa ia hanya akan dimiliki oleh kelompok-kelompok yang berpecah-belah, satu
sama lain saling memvonis sesat dan mencela.
Solusi dari problematika ini adalah hanya dengan meniti jalan yang telah ditempuh oleh para
shahabat radiyallaahu anhum, mengetahui bahwa perbedaan pendapat yang bersumber
dariijtihad ini adalah dalam taraf masalah yang masih bisa ditolerir berijtihad di dalamnya dan
mengetahui bahwa perbedaan pendapat ini tidak berpengaruh bahkan ia sebenarnya adalah
persepakatan.
Bagaimana bisa demikian? Saya berbeda pendapat dengan anda dalam satu masalah dari sekian
banyak masalah karena indikasi dari dalil yang ada pada anda berbeda dengan yang ada pada
pendapat saya. Realitasnya, kita bukan berbeda pendapat sebab pendapat kita diambil
berdasarkan asumsi bahwa inilah indikasi dari dalil tersebut. Jadi, indikasi dari dalil itu ada di
depan mata kita semua dan masing-masing kita tidak mengambil pendapatnya sendiri saja
melainkan karena menganggapnya sebagai indikasi dari dalil. Karenanya, saya berterima kasih
dan memuji anda karena anda telah berani berbeda pendapat dengan saya. Saya adalah saudara
dan teman anda, sebab perbedaan pendapat ini merupakan bagian dari indikasi dari dalil yang
menurut anda, sehingga wajib bagi saya untuk tidak menyimpan sesuatu ganjalan pun di hati
saya terhadap anda bahkan saya memuji anda atas pendapat anda tersebut, demikian juga halnya
dengan anda. Andaikata masing-masing kita memaksakan pendapatnya untuk diambil pihak lain,
niscaya pemaksaan yang saya lakukan terhadapnya agar mengambil pendapat saya tersebut, tidak
lebih utama daripada sikap pemaksaan yang sama yang dilakukannya terhadap saya.
Oleh karena itu, saya tegaskan: Wajib bagi kita menjadikan perbedaan pendapat yang dibangun
atas suatu ijtihad bukan sebagai perpecahan, tetapi persepakatan sehingga terjadi titik temu dan
kebaikan dapat diraih.
Akan tetapi, bila ada yang berkata, Bisa jadi solusi seperti ini tidak mudah direalisasikan oleh
kalangan orang awam, lalu apa solusi lainnya?
Solusinya, hendaknya para pemimpin kaum dan pemukanya yang meliputi semua pihak
berkumpul untuk mengadakan telaah dan kajian terhadap beberapa permasalahan yang
diperselisihkan di antara kita, sehingga kita bisa bersatu dan berpadu hati.
Pada suatu tahun pernah terjadi suatu kasus di Mina yang sempat saya dan sebagian saudara saya
tangani. Barangkali masalahnya terdengar aneh bagi anda. Ada dua pihak dihadirkan, masingmasing pihak beranggotakan 3-4 orang laki-laki, masing-masing saling menuduh kafir dan
melaknat, padahal mereka sedang melaksanakan haji. Ceritanya begini; salah satu pihak
menyatakan, Sesungguhnya pihak yang lain itu ketika berdiri untuk melakukan shalat,
meletakkan tangan kanan mereka di atas tangan kiri pada posisi atas dada. Ini adalah
kekufuran terhadap sunnah di mana sunnahnya menurut pihak ini mengulur tangan ke bawah, di
atas kedua paha. Sementara pihak yang lain mengatakan, Sesungguhnya mengulur tangan ke
bawah, di atas kedua paha dengan tidak meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri
merupakan perbuatan kufur yang membolehkan laknatan.Perseteruan di antara mereka sangat
tajam. Akan tetapi, berkat anugerah dari Allah Subhanahu waTaala, usaha yang dilakukan
sebagian saudara saya itu dibarengi dengan penjelasan mengenai pentingnya perpaduan hati di
antara umat Islam, mereka pun mau pergi dari tempat itu dan masing-masing mereka akhirnya
saling ridla.
Lihatlah, betapa syaithan telah mempermainkan mereka di dalam masalah yang mereka
perselisihkan ini sampai kepada taraf saling mengafirkan satu sama lainnya. Padahal sebenarnya
ia hanyalah salah satu amalan sunnah, bukan termasuk rukun Islam, bukan juga fardlu atau
wajibnya. Inti dari permasalahan itu, ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa meletakkan
tangan di atas tangan kiri pada posisi di atas dada adalah sunnah hukumnya, sementara ulama
yang lain menyatakan bahwa sunnahnya adalah mengulur tangan ke bawah. Padahal pendapat
yang tepat dan didukung oleh as-Sunnah (hadits) adalah meletakkan tangan kanan di atas
pergelangan tangan kiri sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Sahl
bin Sad radiyallaahu anhu, dia berkata, Dulu orang-orang diperintahkan agar seseorang
meletakkan tangan kanan di atas pergelangan tangan kirinya di dalam shalat.
Saya memohon kepada Allah Subhanahu waTaala agar menganugerahkan perpaduan hati,
kecintaan dan kelurusan hati kepada saudara-saudara kami yang memiliki manhaj tersendiri di
dalam sarana berdakwah. Bila niat sudah betul, maka akan mudahlah solusinya. Sedangkan bila
niat belum betul dan masing-masing di antara mereka berbangga diri terhadap pendapatnya serta
tidak menghiraukan pendapat yang lainnya, maka semakin jauhlah upaya mencapai kesuksesan .
Catatan : Bila perbedaan pendapat itu terjadi pada masalah-masalah aqidah, maka hal itu wajib
dibetulkan. Pendapat apa saja yang berbeda dengan madzhab Salaf, wajib diingkari dan
diberikan peringatan terhadap orang yang meniti jalan yang menyelisihi madzhab salaf tersebut
pada sisi ini.
beliau bersabda, Wahai para hamba Allah, kalian akan benar-benar akan meluruskan shaf kalian
atau Allah akan membuat wajah-wajah kalian berselisih. (HR.Muslim no. 436)
Anas bin Malik -radhiallahu Taala anhu- bercerita, Sholat telah didirikan (telah
dikumandangkan iqomah), lalu Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- menghadapkan
wajahnya kepada kami seraya bersabda: Tegakkanlah shaf-shaf kalian & rapatkan karena
sesungguhnya aku bisa melihat kalian dari balik punggungku. (HR. Al-Bukhari no. 719)
Aisyah berkata, Setelah mendengar jawaban Rasulullah, Fatimah langsung berdiri dan
memberitahukan kepada mereka, istri-istri Rasulullah, tentang apa yang dia katakan dan apa
yang dikatakan oleh Rasulullah kepadanya. Para istri Rasulullah SAW berkata kepadanya, Hai
Fatimah, sebenarnya kami mengutusmu kepada beliau tadi itu tidak memberikan keuntungan apa
pun kepada kami. Oleh karena itu, kembalilah kepada ayahmu itu dan katakan kepada beliau,
Sesungguhnya para istri-istri engkau tengah menuntut keadilan tentang puteri Abu Quhafah.
Fatimah berkata, Demi Allah, saya tidak akan berani mengatakan itu kepada Rasulullah untuk
selamanya.Aisyah berkata, Kemudian para istri Rasulullah bersepakat untuk mengutus Zainab
binti Jahsy RA, salah seorang istri Rasulullah. Aisyah berkata, Zainab adalah salah seorang istri
Rasulullah SAW yang pernah tawar menawar dengan saya mengenai giliran bersama Rasulullah.
Dan lagi, menurut hemat saya, tidak ada perempuan lain yang melebihi Zainab dalam kebaikan
agamanya, ketakwaannya kepada Allah, kebenaran pembicaraannya, silaturahimnya, banyaknya
sedekah, banyaknya amal kebajikan, dan taqarrubnya kepada Allah Subhanahu wa Taala.
Aisyah berkata, Kemudian Zainab memohon izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam
rumah, di mana pada saat itu Rasulullah sedang bersama Aisyah dengan mengenakan kain
selimutnya, sebagaimana keadaan ketika beliau bersama Aisyah pada saat didatangi oleh
Fatimah. Lalu Rasulullah mempersilahkan Zainab masuk ke dalam. Setelah itu, Zainab pun
berkata, Ya Rasulullah, sesungguhnya para istri engkau menuntut keadilan, tentang puteri Abu
Bakar.
Aisyah berkata, Kemudian Zainab menerjang dan menindih tubuh saya beberapa lamanya,
sementara saya hanya memperhatikan Rasulullah melalui sorot mata beliau, apakah beliau
mengizinkan saya untuk balas menerjang Zainab atau tidak? Aisyah berkata, Zainab terus
menindih saya hingga saya tahu bahwasanya Rasulullah tidak akan marah jika saya membalas
serangan Zainab hingga saya menang. Setelah itu, saya pun berhasil menerjang dan menindih
Zainab dengan serangan yang lembut. Kemudian Rasulullah tersenyum sambil berkata, Aisyah
memang puteri Abu Bakar. (HR. Muslim)
dia melihat satu kesalahan kecil padamu, maka akan dia berkata, Aku tidak pernah melihat
kebaikan darimu sama sekali. (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits ini ada dua hal yang patut kita bahas dan kita renungkan:
Pertama apa maksud hadits tersebut? Apakah wanita lebih banyak menghuni neraka karena
kejahatan lebih dominan menguasai fitrah mereka, sementara pada diri laki-laki tidak demikian?
Jika ternyata hal itu bukan hanya terdapat dalam diri wanita, tentu mereka tidak dimintai
pertanggungjawaban karena berbuat kejahatan. Hadits tersebut menetapkan bahwa mereka
bertanggungjawab terhadap apa yang mereka kerjakan dengan tangan mereka sendiri, seperti
ketidakpatuhan mereka kepada keluarga/suami. Benar sekali apa yang dikatakan oleh Al Hafizh
Ibnu Hajar berikut ini, Dalam hadits Jabir terdapat dalil yang menunjukkan bahwa yang terlihat
di dalam neraka itu adalah wanita-wanita yang memiliki sifat-sifat tercela seperti dalam hadits
berikut:
Orang yang paling banyak aku lihat di dalamnya (neraka) dari kalangan wanita yang apabila
diberi kepercayaan menyimpan rahasia, dia bocorkan; apabila diminta sesuatu kepadanya, dia
bakhil; apabila mereka yang meminta, mereka ngotot dan minta banyak; serta apabila diberi,
mereka tidak pandai berterima kasih.
Hadits ini mengingatkan kita pada sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
Aku lihat ke dalam surga, lalu aku lihat kebanyakan penghuninya dari kalangan fakir miskin.
Lantas apa yang membuat jumlah orang kaya di surga cenderung sedikit? Jawabannya tidak lain
karena banyak di antara mereka yang melakukan kemaksiatan dengan ulah mereka sendiri,
seperti mengambil harta haram, membelanjakannya untuk sesuatu yang haram, kikir, dan tidak
mau menyumbangkannya pada jalan-jalan yang baik.
Kedua, manfaat apa yang dapat kita ambil sebagai umat Islam, baik laki-laki maupun wanita,
dari hadits ini? Menurut hemat saya, manfaat terbesar yang dapat kita petik dari hadits ini adalah
amalan atau upaya kita semua untuk menghindarkan diri dari api neraka. Tidak ada tujuan
disebutkan neraka dan keadaannya kecuali untuk menghindarkan diri darinya.
Lalu bagaimana cara kaum wanita menghindarkan dirinya dari api neraka? Di antara caranya
adalah dengan meninggalkan sikap durhaka terhadap keluarga/suami. Bagaimana pula caranya
agar wanita dapat menjauhkan diri dari sikap durhaka terhadap keluarga tersebut? Jawabnya,
mulailah melalui pendidikan dan pengarahan guna mempertebal rasa takwa dan taat kepada
Allah di dalam hatinya. Kemudian dilakukan juga dengan mengingat pesan dan nasihat
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika mereka digoda oleh setan. Namun, jika ternyata
mereka kalah, sehingga terjebak ke dalam perbuatan maksiat, maka mereka harus segera
beristighfar (mohon ampunan dari Allah) dan memberikan sedekah sebagaimana yang diajarkan
oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits berikut:
Wahai kaum wanita, bersedekahlah kalian (dalam riwayat Muslim: Dan perbanyaklah
istighfar), karena aku melihat kalian sebagai penghuni neraka yang terbanyak. Kaum wanita
bertanya, Apa sebabnya, wahai Rasulullah? Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, Karena kalian banyak mengutuk dan mengingkari budi baik suami. (HR Bukhari dan
Muslim)
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata, Dari hadits ini dapat diambil beberapa pelajaran, diantaranya:
anjuran menyampaikan nasihat, sebab nasihat dapat menghilangkan sifat tercela tersebut serta
sedekah itu dapat menghindarkan azab dan mungkin dapat juga menghapuskan dosa yang terjadi
antara para makhluk.
Kemudian bagaimana pula kaum laki-laki menjaga dirinya dari api neraka? Caranya adalah
dengan menghindari perbuatan-perbuatan yang haram dan menunaikan semua kewajibannya. Di
antara kewajiban kaum laki-laki adalah memelihara ibu-ibu mereka, saudara-saudara perempuan,
para istri, dan anak-anak perempuan mereka dengan baik. Di antaranya dengan menyediakan
peluang yang cukup untuk memberi pelajaran dan nasihat yang berkesan serta ibadah yang
dilakukan secara berjamaah, seperti shalat Jumat, shalat dua hari raya, atau tarawih sehingga
hati mereka dipenuhi oleh nilai-nilai iman dan takwa. Demikian pula halnya dengan memberikan
peluang yang cukup agar mereka dapat mengerjakan amal saleh seperti bersedekah, beramar
maruf nahi munkar, serta mengajak manusia menuju kebaikan. Hal-hal seperti itu merupakan
sifat kepemimpinan yang baik dan diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Taala atas kaum lakilaki. Allah Subhanahu wa Taala telah berfirman, Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi
kaum wanita (An Nisa: 34)
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu (at-Tahrim: 6)
Juga termasuk kepemimpinan yang baik seperti apa yang dikatakan Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam dalam sabda beliau berikut:
Seorang lelaki/suami adalah pemimpin bagi anggota keluarganya dan dia akan dimintai
pertanggungjawaban mengenai mereka. (HR Bukhari dan Muslim)
Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul-Baari (2/49) : Di antara para ulama melihat adanya
keringanan (yaitu) mengecualikan bila ada orang yang akan membangunkannya untuk shalat,
atau diketahui dari kebiasaannya bahwa tidurnya tidak sampai melewatkan waktu shalat.
Pendapat ini juga tepat, karena kita katakan bahwa alasan larangan tersebut adalah kekhawatiran
terlewatnya waktu shalat.
Sekarang anda mempunyai Dua pilihan
1. Biarkan Tulisan ini berada di page ini supaya orang lain tidak membaca.
2. menyebarkan ke Teman yang lain dengan klik
Bagikan supaya orang lain ikut terinpirasi dan Inysaallah mendapat pahala.
Rasulullah SAW Bersabda : Anak-anak sebelum sampai ia baligh maka apa-apa yang di perbuat
nya daripada kebaikan maka di tuliskan untuknya dan kedua ibu bapaknya.
Dan apa yang di perbuat nya daripada kejahatan maka tiadalah di tulis untuk nya dan tidak pula
di tulis untuk kedua ibu bapaknya. Apabila ia telah baligh maka berlakulah yang di tulis itu
atasnya ia itu segala amal baik atau buruknya. ( H.R.Imam Anas bin Malik r.a.)
Sabda Rasulullah SAW ;Siapa yang menyampaikan satu ilmu dan orang membaca
mengamalkannya maka dia akan beroleh pahala walaupun sudah tiada. (HR. Muslim)
Tentu masih banyak dan tidak akan cukup satu halaman untuk mencatat kelebihan Ali yang
menjadikannya begitu istimewa. Satu yang bisa kita tangkap secara jelas, bahwa wanita istimewa
memang dipersiapkan untuk lelaki istimewa. Seperti halnya, bunga Fatimah yang hanya Ali
bin Abi Thalib yang diizinkan Rasulullah untuk memetiknya. Oleh karenanya, jangan pernah
berharap akan datangnya seseorang istimewa jika tak pernah menjadikan diri ini istimewa.
Rasulullah lalu Beliau menyuruhnya, Turunlah kamu. Maka Abu Thalhah turun dan
menguburkan Ummu Kultsum.
Ruqoyyah dan Ummu Kultsum
Lahir dua orang putri dari rahim ibunya, Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin Abdil Uzza
radhiallahu anha. Menyandang nama Ruqayyah dan Ummu Kultsum radhiallahu anhuma, di
bawah ketenangan naungan seorang ayah yang mulia, Muhammad bin Abdillah bin Abdil
Muththalib Shallallahu alaihi wa sallam.
Sebelum datang masa sang ayah diangkat sebagai nabi Allah, Ruqayyah disunting oleh seorang
pemuda bernama Utbah, putra Abu Lahab bin Abdul Muththalib, sementara Ummu Kultsum
menikah dengan saudara Utbah, Utaibah bin Abi Lahab. Namun, pernikahan itu tak berjalan
lama. Berawal dengan diangkatnya Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam sebagai nabi,
menyusul kemudian turun Surat Al-Lahab yang berisi cercaan terhadap Abu Lahab, maka Abu
Lahab dan istrinya, Ummu Jamil, menjadi berang. Dia berkata kepada dua putranya, Utbah dan
Utaibah yang menyunting putri-putri Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, Haram jika
kalian berdua tidak menceraikan kedua putri Muhammad!
Kembalilah dua putri yang mulia ini dalam keteduhan naungan ayah bundanya, sebelum sempat
dicampuri suaminya. Bahkan dengan itulah Allah selamatkan mereka berdua dari musuh-musuhNya. Ruqayyah dan Ummu Kultsum pun berislam bersama ibunda dan saudari-saudarinya.
Allah Subhanahu wa Taala memberikan ganti yang jauh lebih baik. Ruqayyah bintu Rasulullah
radhiallahu anha disunting oleh seorang sahabat mulia, Utsman bin Affan radhiallahu anhu.
Sebagaimana kaum muslimin yang lain, mereka berdua menghadapi gelombang ujian yang
sedemikian dahsyat melalui tangan kaum musyrikin Mekkah dalam menggenggam keimanan.
Hingga akhirnya, pada tahun kelima setelah nubuwah, Allah Subhanahu wa Taala bukakan jalan
untuk hijrah ke bumi Habasyah, menuju perlindungan seorang raja yang tidak pernah menzalimi
siapa pun yang ada bersamanya. Utsman bin Affan radhiallahu anhu membawa istrinya di atas
keledai, meninggalkan Mekkah, bersama sepuluh orang sahabat yang lainnya, berjalan kaki
menuju pantai. Di sana mereka menyewa sebuah perahu seharga setengah dinar.
Di bumi Habasyah, Ruqayyah radhiallahu anha melahirkan seorang putra yang bernama
Abdullah. Akan tetapi, putra Utsman ini tidak berusia panjang. Suatu ketika, ada seekor ayam
jantan yang mematuk matanya hingga membengkak wajahnya. Dengan sebab musibah ini,
Abdullah meninggal dalam usia enam tahun.
Perjalanan mereka belum berakhir. Saat kaum muslimin meninggalkan negeri Makkah untuk
hijrah ke Madinah, mereka berdua pun turut berhijrah ke negeri itu. Begitu pun Ummu Kultsum
radhiallahu anha, berhijrah bersama keluarga Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Selang berapa lama mereka tinggal di Madinah, bergema seruan perang Badr. Para sahabat
bersiap untuk menghadapi musuh-musuh Allah. Namun bersamaan dengan itu, Ruqayyah bintu
Rasulullah radhiallahu anha diserang sakit. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pun
memerintahkan Utsman bin Affan radhiallahu anhu untuk tetap tinggal menemani istrinya.
Ternyata itulah pertemuan mereka yang terakhir. Di antara malam-malam peristiwa Badr,
Ruqayyah bintu Rasulullah radhiallahu anha kembali ke hadapan Rabbnya karena sakit yang
dideritanya. Utsman bin Affan radhiallahu anhu sendiri yang turun untuk meletakkan jasad
istrinya di dalam kuburnya.
Saat diratakan tanah pekuburan Ruqayyah radhiallahu anha, terdengar kabar gembira
kegemilangan pasukan muslimin melibas kaum musyrikin yang diserukan oleh Zaid bin Haritsah
radhiallahu anhu. Kedukaan itu berlangsung bersama datangnya kemenangan, saat Ruqayyah
bintu Muhammad radhiallahu anha pergi untuk selama-lamanya pada tahun kedua setelah
hijrah.
Sepeninggal Ruqayyah radhiallahu anha, Umar bin Al Khaththab radhiallahu anhu
menawarkan kepada Utsman bin Affan radhiallahu anhu untuk menikah dengan putrinya,
Hafshah bintu Umar radhiallahu anhuma yang kehilangan suaminya di medan Badr. Namun
saat itu Utsman dengan halus menolak. Datanglah Umar bin Al-Khaththab radhiallahu anhu ke
hadapan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengadukan kekecewaannya.
Ternyata Allah Subhanahu wa Taala memilihkan yang lebih baik dari itu semua. Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam meminang Hafshah radhiallahu anha untuk dirinya, dan
menikahkan Utsman bin Affan radhiallahu anhu dengan putrinya, Ummu Kultsum radhiallahu
anha. Tercatat peristiwa ini pada bulan Rabiul Awwal tahun ketiga setelah hijrah.
Enam tahun berlalu. Ikatan kasih itu harus kembali terurai. Ummu Kultsum radhiallahu anha
kembali ke hadapan Rabbnya pada tahun kesembilan setelah hijrah, tanpa meninggalkan seorang
putra pun bagi suaminya. Jasadnya dimandikan oleh Asma bintu Umais dan Shafiyah bintu
Abdil Muththalib radhiallahu anhuma. Tampak Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
menshalati jenazah putrinya. Setelah itu, beliau duduk di sisi kubur putrinya. Sembari kedua
mata beliau berlinang air mata, beliau bertanya, Adakah seseorang yang tidak mendatangi
istrinya semalam? Abu Thalhah menjawab, Saya. Kata beliau, Turunlah!
Jasad Ummu Kultsum radhiallahu anha dibawa turun dalam tanah pekuburannya oleh Ali bin
Abi Thalib, Al-Fadhl bin Al-Abbas, Usamah bin Zaid serta Abu Thalhah Al-Anshari radhiallahu
anhu. Ruqayyah dan Ummu Kultsum, dua putri Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam,
semoga Allah meridhai keduanya. Wallahu taala alamu bish-shawab.
Abdullah bin Jafar-radhiyallahu anhu- berkata, Pada suatu hari Rasulullah -Shallallahu alaihi
wasallam- pernah memboncengku dibelakangnya, kemudian beliau membisikkan tentang sesuatu
yang tidak akan kuceritakan kepada seseorang di antara manusia. Sesuatu yang paling beliau
senangi untuk dijadikan pelindung untuk buang hajatnya adalah gundukan tanah atau kumpulan
batang kurma. lalu beliau masuk kedalam kebun laki-laki Anshar. Tiba tiba ada seekor onta.
Tatkala Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- melihatnya, maka onta itu merintih dan bercucuran
air matanya. Lalu Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- mendatanginya seraya mengusap dari
perutnya sampai ke punuknya dan tulang telinganya, maka tenanglah onta itu. Kemudian beliau
bersabda, Siapakah pemilik onta ini, Onta ini milik siapa? Lalu datanglah seorang pemuda
Anshar seraya berkata, Onta itu milikku, wahai Rasulullah.
Maka Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda,
Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah dalam binatang ini, yang telah dijadikan sebagai
milikmu oleh Allah, karena ia (binatang ini) telah mengadu kepadaku bahwa engkau telah
membuatnya letih dan lapar. [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (1/400), Al-Hakim dalam AlMustadrak (2/99-100), Ahmad dalam Al-Musnad (1/204-205), Abu Yala dalam Al-Musnad
(3/8/1), Al-Baihaqiy dalam Ad-Dalail (6/26), dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqa (9/28/1).
Lihat Ash-Shahihah (20)]
Ada banyak hikmah yang dapat kita petik dari kisah ini. Syaikh Salim ibn Ied al-Hilali dalam
kitab Bahjatun Nazhirin menyebutkan setidaknya lima pelajaran dalam hadits ini.
Namun dalam tulisan ini saya hanya ingin mengangkat satu saja hikmah dari kisah ini. Yaitu,
betapa besarnya al-hayaaa inda shohaabiyaat. Betapa besarnya rasa malu di kalangan para
sahabat perempuan.
Begitulah. Karena besarnya kerinduan akan syurga, perempuan ini berkomitmen untuk tetap
bersabar dalam deraan penyakitnya. Penyakit sejenis epilepsi yang dapat membawanya kapan
saja untuk hilang kesadaran.
Meskipun ia mampu untuk bersabar menjalani hari-hari dalam kehidupannya dengan penyakit, ia
menyimpan satu kecemasan. Cemas karena auratnya bisa saja tersingkap saat ia tak sadar. Untuk
itulah ia memohon agar RasuluLlah berkenan mendoakannya agar auratnya tidak tersingkap.
Jika dalam keadaan tidak sadar saja, perempuan di masa RasuluLlah cemas bila auratnya
tersingkap. Apatah lagi jika dalam keadaan sadar. Tentu lebih besar lagi rasa malu itu tertanam.
Sekarang, kemanakah rasa malu itu berada .? Saat perempuan-perempuan berjalan setiap hari,
dengan kesadaran penuh, hanya dilapisi pakaian berbahan minim.
Kemanakah rasa malu itu pergi hari ini ? Saat foto-foto manis para akhwat muslimah
tersebar di mana-mana Di dunia maya maupun di dunia nyata. Di tembok facebook maupun
di tembok rumah dan pagar.
Masih adakah kerinduan pada syurga itu ? Sebagaimana rindunya para shohabiyat. Kerinduan
yang mengokohkan mereka untuk tetap bersabar dalam penderitaan. Tetap bersabar dalam
ketaatan
Sungguh benarlah sabda RasuluLlah shallaLlahu alayhi wa sallam, al-hayaa-u minal iimaan
Rasa malu itu adalah sebagian dari iman. Kalau rasa malu itu telah hilang, saatnya kita
menjenguk hati kita. Masih adakah keimanan itu terpatri ? Masih adakah rasa takut kepada Allah
tertanam ?
Seringkali ada orang yang berfikir, Tak apalah auratku terbuka sedikit Mudah-mudahan ini
diampuni oleh Allah Toh, ini bukanlah perkara yang besar .. Kalaupun dosa, ini hanya lah
dosa kecil
Hmm, mungkin saja ini dosa kecil. Namun, dibalik dosa kecil itu ada aturan Sang Pencipta
Langit dan Bumi yang telah kau langgar.
Benarlah ucapan seorang sholih yang berkata, Jangan pernah kau pandang remeh dosa kecil
yang kau lakukan. Tapi pandanglah Ia yang perintah-Nya telah kau langgar.
perputaran akan ada nilai-nilai yang akan menciptakan dukungan saling memahami diantara
cinta.
Belajar Dari Mereka
Salah satu proses dalam hal ini agar tidak terjatuh pada hal-hal yang tidak disenangi oleh Allah
swt adalah dengan belajar. Proses belajar ini bisa didapatkan dari orang-orang yang telah terlebih
dahulu menjalaninya. Seorang ustadz pernah mengatakan bahwa para ulama bisa menulis bukubuku bukan hanya karena mereka memahaminya tapi yang lebih utama adalah karena mereka
telah menjalaninya.
Proses belajar dari mereka ini bisa kita dapatkan paling utama adalah dari orang tua, murabbi,
ustadz, saudara atau orang-orang yang berada di sekeliling kita. Allah swt tidak akan pernah
lengah ketika ada hamba-Nya yang tengah berusaha mencukupkan agamanya karena kecintaan
kepada Tuhannya. Dan kemudian bisa jadi permasalahan-permasalahan yang kita hadapi ada
jawabannya pada mereka-mereka tempat kita bertanya.
Penutup
Memberikan dukungan dan memahami pasangan adalah hal yang mutlak didalam pernikahan.
Hal yang kecil kemudian menjadi besar hanya karena kita tak bisa memahami bagaimana kondisi
pasangan kita dan juga hal yang besar kemudian menjadi kecil ketika kita tak merasa bahwa
pasangan kita membutuhkan dukungan kita.
Bagaimana Khadijah ra selalu mendukung Rasulullah saw dalam dakwah dan begitupula
Rasulullah saw memahami Khadijah ra hingga Aisyah ra cemburu pada cintanya.
Pahamilah pasangan kita dan teruslah mendukungnya, hari ini dan sampai nanti seperti
Rasulullah saw yang sangat merindui Khadijah ra dengan selalu menyebut namanya.
atau antara SUSU dengan CUKA, atau antara DUA MAKANAN yang sama-sama
MENGANDUNG UNSUR PANAS, UNSUR DINGIN, UNSUR LENGKET, UNSUR
PENYEBAB SEMBELIT, UNSUR PENYEBAB MENCRET, UNSUR KERAS, atau DUA
MAKANAN yang mengandung UNSUR KONTRADIKTIF, misalnya antara MAKANAN
YANG MENGANDUNG UNSUR PENYEBAB SEMBELIT DENGAN YANG
MENGANDUNG PENYEBAB MENCRET, ANTARA YANG MUDAH DICERNA DENGAN
YANG SULIT DICERNA, ANTARA YANG DIBAKAR DENGAN YANG DIREBUS,
ANTARA DAGING YANG SEGAR, DENGAN YANG SUDAH DIGARAMI DAN
DIKERINGKAN, ANTARA SUSU DENGAN TELUR, DAN ANTARA DAGING DENGAN
SUSU. Beliau tidak pernah makan pada saat makanan tersebut masih sangat panas atau masakan
yang dihangatkan untuk besok, makanan-makanan yang bulukan (berjamur) dan asin, seperti
makanan-makanan yang DIASINKAN, DIASAMKAN, atau DIHANGUSKAN. Semua
makanan ini berbahaya dan menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan.
2. Nabi Shalallahu alaihi wassalam biasa melawan unsur panas pada makanan dengan unsur
dingin pada makanan lain, unsur kering suatu makanan dengan unsur basah pada makanan lain,
sebagaimana beliau memakan mentimun dengan ruthob (kurma matang yang belum
dikeringkan), makan tamr (kurma kering) dengan minyak samin, meminum ekstrak kurma untuk
melunakkan chymus (Materi semi cair, homogen, berkrim atau seperti gruel yang dihasilkan oleh
pencernaan makanan oleh lambung) makanan-makanan keras. Itulah intisari makanan sehat.
3. Beliau tidak biasa minum ketika sedang makan, sehingga akan merusaknya, apalagi jika air
tersebut panas atau dingin, karena itu pola makan yang buruk sekali.
4. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah tidak pernah mencela makanan sedikitpun, jika
suka, beliau memakannya, jika tidak dibiarkannya, tidak memakannya. (HR. Bukhari : 5409,
dan Muslim : 2064)
5. Beliau menyukai daging, yang paling beliau sukai adalah lengan dan bagian depan kepala
kambing. Karena itu, seorang wanita Yahudi pernah meracuninya.
6. Pernah suatu ketika Rasulullah diberi daging, lantas diperlihatkan bagian lengan kepada
beliau, maka beliau menyukainya. (HR. Bukhari : 5712, dan Muslim : 194)
7. Daging yang disukai Nabi adalah yang paling baik dan paling mudah dicerna oleh lambung,
baik itu daging leher, lengan maupun lengan atas.
8. Beliau juga menyukai makanan-makanan manis dan madu. Diriwayatkan dari Aisyah
radhiallahu anh, ia berkata, Nabi shalallahu alaihi wassallam menyukai makanan-makanan
manis dan madu. (Shahihul Bukhari : 5614).
9. Beliau biasa makan roti dengan lauk apa saja yang beliau punya, kadang daging, kadang
semangka, kadang kurma, dan kadang cuka. Beliau bersabda, Sebaik-baik lauk adalah cuka.
(Shahih Muslim : 2052).
10. Beliau biasa makan buah-buahan hasil panen negerinya pada musimnya, beliau tidak
memantangnya. Ini juga merupakan sarana paling besar untuk menjaga kesehatan.
11. Rasulullah bersabda : Aku tidak makan sambil bersandar. (Shahihul Bukhari : 5398)
Ada tiga cara bersandar:
a. Bersandar pada rusuk.
b. Bersila.
c. Bersandar diatas sesuatu.
Jenis pertama menyulitkan makan, karena ia menghalangi aliran makanan secara alami,
menghambat kecepatan masuknya makanan ke lambung, dan menekan lambung sehingga sulit
terbuka untuk makanan. Lambung akan miring, tidak tegak, sehingga makanan tidak mudah
sampai kepadanya. Adapun dua jenis lainnya merupakan gaya duduk orang-orang sombong yang
bertentangan dengan jiwa kehambaan.
12. Dalam hadits Anas disebutkan, Saya melihat Nabi shalallahu alaihi wassallam duduk
dengan posisi iqa sambil memakan kurma. (Shahih Muslim : 2044) Beliau biasa duduk dengan
posisi iqa untuk makan, maksudnya duduk dalam posisi bertumpu pada kedua lutu, seraya
memposisikan perut telapak kaki kanan, sebagai bentuk ketawadhuan kepada Rabbnya. Ini
merupakan posisi paling baik pada saat makan.
13. Rasulullah shalallahu alaihi wassallam bersabda : Jika salah seorang dari kalian makan,
maka janganlah ia membersihkan tangannya sebelum menjilatinya. (Muttafaqun Alaih,
Bukhari : 5376, dan Muslim : 2031).
14. Beliau makan dengan menggunakan tiga jemari beliau, dan ini merupakan cara menyuap
makanan yang paling bermanfaat.
15. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda : Wahai anak kecil! Sebutlah nama Allah
(BISMILLAH), makanlah dengan tangan kanan, dan makanlah makanan yang terdekat darimu.
(Muttafaqun Alaih, Bukhari : 5376, dan Muslim : 2022).
Artinya: Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata: Aku telah mendengar Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda: Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar beristighfar
kepada Allah dan bertobat kepada-Nya, lebih banyak dari 70 kali dalam sehari.
HR. Bukhari.
Lalu bagaimanakah dengan saya dan Anda, yang tidak mempunyai kedudukan sama sekali,
bukankah lebih harus banyak bersitighfar daripada beliau?!?
sampai detik ini, berapa kali Anda merasa galau resah lalu berapa kali Anda mengucapkannya?
Perlu diingat selalu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang selalu diberi petunjuk,
jika mendapati sesuatu menghalau di dalam hatinya, beliau mengucapkannya sebanyak 100 kali
dalam sehari.
Lalu bagaimanakah dengan kita, yang hatinya tidak selalu terjaga dan tidak selalu mendapat
petunjuk, bukankah lebih harus banyak beristighfar?!?
sampai sekarang berapa kali Anda duduk-duduk, lalu berapa kali Anda mengucapkannya?
Perlu diingat selalu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam seorang yang diampuni dosa
yang telah lalu dan yang akan datang, beliau mengucapkannya setiap kali duduk bermajelis
sebanyak 100 kali.
Artinya: Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma berkata: Sungguh kami dahulu benar-benar
menghitung dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di dalam satu majelis sebanyak 100 kali,
beliau mengucapkan: Rabbighfir lii wa tub alayya, innaka antattawwaburrahim.
HR. Abu Daud.
Lalu bagaimanakah saya dan Anda, yang tidak ada sama sekali legalitas dosa diampuni atau
tidak, padahal dosanya selalu bertambah, bukankah harus lebih banyak lagi mengucapkannya?!?
Fakta Ilmiah :
Dr. Abdurrazzaq Al-Kailani menjelaskan bahwa minum dan makan sambil duduk lebih
menyehatkan, aman, enak, dan menjaga kehormatan. Sebab, apa yang dimakan dan diminum
sambil duduk akan melewati dinding perut dengan pelan dan lembut. Sedangkan, minum sambil
berdiri menyebabkan jatuhnya air ke dasar perut dengan keras dan menghantamnya. Jika hal ini
terjadi secara berulang-ulang dan dalam waktu yang lama bisa menyebabkan perut menjadi
longgar dan lemah. Selanjutnya, perut akan sulit mencerna.
Dahulu, Nabi pernah minum sambil berdiri karena kondisi darurat yang menghalanginya untuk
minum sambil duduk, seperti keadaan sesak di tempat-tempat yang suci. Beliau tidak menjadikan
hal itu sebagai kebiasaan dan terus-menerus. Di samping itu, makan sambil berjalan juga tidak
sehat, sebagaimana yang telah diketahui masyarakat muslim.
Dr. Ibrahim Ar-Rawi menyatakan bahwa manusia ketika berdiri dalam keadaan tertekan dan alat
penyeimbang dalam syarafnya dalam keadaan sangkat aktif. Sehingga, ia melakukan kontrol
penuh terhadap seluruh otot tubuh untuk melakukan keseimbangan dan berdiri tegak. Hal itu
membuat manusia tidak mampu mendapat ketenangan dari organ tubuh yang berfungsi untuk
aktifitas makan dan minum. Ketenangan ini hanya diraih manusia saat dalam kondisi duduk.
Sebab, sejumlah otot dan syaraf dalam keadaan tenang dan santai, pancaindra normal, serta
respon sistem pencernaan terhadap makanan dan minuman juga semakin baik.
TAHUKAH ANDA !!!
Fakta lainnya, makan dan minum yang dilakukan dengan berdiri secara terus-menerus akan
membahayakan dinding usus dan beresiko menyebabkan lukan pada lambung. Menurut para
dokter, 95 % luka pada lambung terjadi di tempat-tempat jalan masuknya makanan atau
minuman. Saat berdiri, akan terjadi pengerutan otot pada tenggorokan yang menghalangi
jalannya makanan ke usus secara mudah. Ini terkadang menyebabkan rasa sakit dan mengganggu
fungsi pencernaan. Akibatnya, seseorang bisa kehilangan rasa nyaman saat makan dan minum.
Semakin lama dan keseringan bisa menyebabkan penyakit ginjal.
Kedua, dari segi kadar. Semakin banyak yang disedekahkan semakin baik. Hanya saja kadar
banyak dan sedikitnya sedekah, ukurannya tidak melulu jumlah nominal tapi lebih pada
kemampuan masing-masing. Sehingga yang paling utama adalah yang terbanyak dari prosentase
kemampuan finansial setiap orang. Bagi orang kaya, sedekah seratus ribu barangkali tak lebih
dari membuang receh. Tapi bagi yang miskin, boleh jadi jumlah itu adalah penghasilan selama
seminggu bekerja.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,Sedekah- satu dirham bisa melampaui 100 ribu
dirham. Orang-orang bertanya, Bagaimana bisa? Rasulullah menjawab, Seseorang hanya
memiliki dua dirham lalu menyedekahkan satu dirham, sedang orang yang lain memiliki harta
melimpah lalu mengambil sejumput hartanya senilai 100 ribu dirham, lalu ia bersedekah
dengannya. (HR. an Nasai).
Sesungguhnya saya ini belum merasa puas minum dari sekali nafas. Beliau s.a.w. lalu
bersabda: Kalau begitu singkirkanlah dulu wadahnya itu dari mulutmu -dan bernafaslah di luar
wadah-. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan
shahih.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. melarang kalau ditarik nafas
dalam wadah (tempat minum) atau ditiupkan di dalamnya. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi
dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.
Jadi kita dilarang menarik napas dan mengeluarkan napas, baik dari hidung maupun dari mulut
ke dalam gelas yang kita gunakan untuk minum. Rasulullah SAW adalah utusan Allah SWT,
tentu yang Beliau sampaikan ada manfaatnya untuk umatnya.
Terbukti, setelah diteliti dari segi ilmu pengetahuan modern, seperti yang kita ketahui napas kita
mengeluarkan CO2 (Karbon dioksida), sedangkan kita bernapas memerlukan O2 (Oksigen),
maka dalam wadah yang tertutup oleh mulut, hidung dan muka kita tersebut, kita akan
menghirup kembali gas CO2.
Apalagi secara reaksi kimia, bila CO2 digabung dengan H2O (Air), maka akan membentuk
senyawa kimia H2CO3, sehingga lebih berbahaya lagi baik untuk diminum, maupun dihirup.
Nah, apakah H2CO3 itu?
H2CO3 adalah senyawa asam karbonat, atau dengan nama lain karbon dioksida dalam air. zat
asam inilah yang berbahaya bila masuk kedalam tubuh kita. Senyawa H2CO3 adalah senyawa
asam yang lemah sehingga efek terhadap tubuh memang kurang berpengaruh tapi ada baiknya
kalau kita mengurangi masuknya zat asam kedalam tubuh kita karena dapat membahayakan
kesehatan.
Reaksi antara CO2 dan H2O hanya terjadi pada suhu dan tekanan tinggi. CO2 dapat larut dalam
air dalam tekanan tinggi, membentuk H2CO3. pada 25 derajat celcius, Kc = 1.70 x 10-3. Untuk
mencapai keseimbangan, reaksi antara CO2 dan H2O membutuhkan katalisator. Kalau tidak ada
katalisator, reaksi ini akan berjalan lambat.
H2CO3 merupakan asam lemah.
Ketika air (H2O) tersebut dalam keadaan menguap, tentu saja langsung bereaksi, dan H2CO3
sebagai senyawa bentukannya ini bersifat korosif (karena asam karbonat membuat besi dan
logam menjadi berkarat).
Diriwayatkan dari Anas bin Malik dia berkata, Ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam , tiba-tiba beliau bersabda, Sebentar lagi akan datang seorang lakilaki penghuni Surga.
Kemudian seorang laki-laki dari Anshar lewat di hadapan mereka sementara bekas air wudhu
masih membasahi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal
Esok harinya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda lagi, Akan lewat di hadapan kalian
seorang laki-laki penghuni Surga.
Kemudian muncul lelaki kemarin dengan kondisi persis seperti hari sebelumnya.
Besok harinya lagi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Akan lewat di hadapan
kalian seorang lelaki penghuni Surga!!
Tidak berapa lama kemudian orang itu masuk sebagaimana kondisi sebelumnya; bekas air
wudhu masih memenuhi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal .
Setelah itu Rasulullah bangkit dari tempat duduknya. Sementara Abdullah bin Amr bin Ash
mengikuti lelaki tersebut, lalu ia berkata kepada lelaki tersebut, Aku sedang punya masalah
dengan orang tuaku, aku berjanji tidak akan pulang ke rumah selama tiga hari. Jika engkau
mengijinkan, maka aku akan menginap di rumahmu untuk memenuhi sumpahku itu.
Dia menjawab, Silahkan!
Anas berkata bahwa Amr bin Ash setelah menginap tiga hari tiga malam di rumah lelaki tersebut
tidak pernah mendapatinya sedang qiyamul lail, hanya saja tiap kali terjaga dari tidurnya ia
membaca dzikir dan takbir hingga menjelang subuh. Kemudian mengambil air wudhu. Abdullah
juga mengatakan, Saya tidak mendengar ia berbicara, kecuali yang baik.
Setelah menginap tiga malam, saat hampir saja Abdullah menganggap remeh amalnya, ia
berkata, Wahai hamba Allah, sesungguhnya aku tidak sedang bermasalah dengan orang tuaku,
hanya saja aku mendengar Rasulullah selama tiga hari berturut-turut di dalam satu majelis beliau
bersabda, Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga. Selesai beliau
bersabda, ternyata yang muncul tiga kali berturut-turut adalah engkau.
Terang saja saya ingin menginap di rumahmu ini, untuk mengetahui amalan apa yang engkau
lakukan, sehingga aku dapat mengikuti amalanmu. Sejujurnya aku tidak melihatmu mengerjakan
amalan yang berpahala besar. Sebenarnya amalan apakah yang engkau kerjakan sehingga
Rasulullah berkata demikian?
Kemudian lelaki Anshar itu menjawab, Sebagaimana yang kamu lihat, aku tidak mengerjakan
amalan apa-apa, hanya saja aku tidak pernah mempunyai rasa iri kepada sesama muslim atau
hasad terhadap kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya.
Abdullah bin Amr berkata, Rupanya itulah yang menyebabkan kamu mencapai derajat itu,
sebuah amalan yang kami tidak mampu melakukannya.
Para Imam Ahlul Bait As telah membuat daftar menu makanan yang sangat berguna bagi
kesehatan tubuh, seperti yang diriwayatkan dalam kitab-kitab hadist Ahlul Bait, misalkan AlKafi dan Makarim Al-Akhlaq. Makanan-makanan tersebut antara lain adalah buah delima, tin,
anggur, kismis, sayuran, daging, bubur daging, hijau-hijauan, dan jenis buah-buahan lainnya.
Buah Delima
Perbanyak pula makanan yang mengandung asam folat yang berguna untuk mencegah cacat
tabung saraf dan tulang belakang pada si kecil. Makanan yang mengandung asam folat terdapat
pada sereal, beras merah, jeruk, sayuran hijau, kacang-kacangan, brokoli, dan lainnya.
Selain itu, makanan yang dikonsumsi ibu hamil ada baiknya mengandung banyak zat besi. Zat
besi berguna untuk mencegah terjadinya anemia pada saat kehamilan. Anemia berbahaya sekali
bagi ibu hamil sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan saat-saat persalinan.
Di lain pihak, mereka melarang kita untuk memakan makanan yang membahayakan kesehatan
seperti bangkai, darah, daging babi, arak, dan jenis-jenis makanan lain yang telah dilarang dalam
Alquran dan hadist Nabi Muhammad Saw.
Islam-pun, sifat dan tabiatnya sudah seperti itu. Dalam sebuah riwayat yang menceritakan
bagaimana akhirnya Umar dapat tunduk terhadap ayat suci Al-Quran:
Pada suatu hari, Umar keluar dengan pedang terhunus dan melangkahkan kakinya ke rumah
Arqam, tempat Rasulullah saw. Di tengah jalan, ia bertemu dengan Nuaim bin Abdillah. Nuaim
bertanya kepada Umar Hendak ke mana hai Umar?
Mencari si murtad itu jawab Umar, yang telah memecah belah kesatuan negeri Quraisy serta
mempersetankan cendekiawannya, menghina agamanya dan mencaci maki tuhan-tuhannya.
Akan saya tamatkan riwayatnya!
Umar merasa saat itu dirinyalah yang paling benar, bahkan sangat bencinya kepada Muhammad
dan mengatakan bahwa Muhammad dan pengikutnya telah murtad dari agama kaumnya. Hingga
kesabaran Umar habis dan dikejarnya Muhammad. Kemudian apa yang terjadi setelah itu?
Ketika diketahuinya dari Nuaim bahwa adiknya pun telah menjadi pengikut Muhammad, maka
langkah kakinya kini diarahkan ke rumah adiknya itu. Dengan amarah yang menyala-nyala Umar
pun sampai di sana. Akan tetapi ayat-ayat Allah mampu menundukkan Umar bin Khatthab. Ia
pun akhirnya menjadi pembela Islam yang paling unggul.
Inilah gambaran bahwa petunjuk Allah datang dalam kondisi yang beragam. Ia dapat turun ke
dalam berbagai macam komunitas dan kalangan. Bahkan terhadap orang yang teramat memusuhi
petunjuk itu sekalipun. Kisah Umar di atas merupakan gambaran bahwa seorang manusia pun
tidak lantas dengan mudah menilai manusia lainnya sebelum jelas bukti kebenarannya. Umar
melakukan yang demikian itu pun karena Rasulullah saw. pun pernah mengatakan Apakah
kamu bisa membelah isi hati manusia?.
Bagi seorang Umar bin Khatthab, rupa lahir yang tampak sekilas pandang tidaklah cukup untuk
mengadakan penilaian terhadap orang lain. Pernah didengarnya seseorang menyanjung orang
lain dengan ucapan:
Ia seorang yang lurus.
Maka ditanya oleh Umar:
Pernahkah suatu hari kamu mengadakan perjalanan bersamanya?
Tidak, jawabnya
Ataukah pernah kamu suatu kali bermusuhan dengannya?
Tidak
Kalau begitu tidak ada pengetahuanmu mengenai orang itu; mungkin kamu melihatnya sedang
shalat di masjid!
Beginilah Umar mencontohkan bagaimana kita sebaiknya membuat pandangan dan penilaian
terhadap orang lain yang belum kita kenal sepenuhnya. Apalagi kondisi zaman sekarang yang
serba tidak menentu. Dalam sebuah hadits dikatakan:
Dari Abdullah bin Amr r.a. berkata: saya pernah Nabi saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak
akan mencabut pengetahuan agama sesudah Ia memberikan kepada mereka dengan sekali cabut,
tetapi Dia mencabutnya dari mereka itu beserta kematian orang-orang yang berpengetahuan
agama dengan pengetahuan mereka, lalu tinggallah orang-orang yang bodoh, mereka meminta
fatwa, lalu mereka memberikan fatwa dengan pikiran mereka, maka mereka sama sesat dan
menyesatkan. (Riwayat Bukhari)
Di riwayat yang lain: Sehingga tidak ada lagi orang yang mengerti tentang urusan agama,
segenap manusia mengangkat ketua orang-orang yang bodoh, lalu mereka ditanya, lantas
memberi fatwa dengan tidak ada pengetahuan, maka sesatlah mereka dan menyesatkan.
Berabad jaraknya antara hari ini dan zaman Rasulullah saw. Bahkan Rasulullah saw. mengatakan
akan datang suatu zaman kekacauan yang digambarkan dalam hadits di atas. Lantas bagaimana
caranya agar kita tetap bertahan dalam nilai kebenaran dan nilai petunjuk?
Petunjuk Nabi saw. adalah sebaik-baik petunjuk, seperti dikatakan oleh Umar ibnul Khaththab
r.a., Keduanya (Al-Quran dan sunnah) adalah kalam dan petunjuk, sebaik-baik kalam adalah
kalam Allah SWT dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad saw..
Umar mengutip redaksi ini dari sabda Rasulullah saw. yang diucapkan oleh beliau dalam
khotbahnya, Amma badu. Sesungguhnya sebaik-baik pembicaraan adalah Kitab Allah, dan
sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Seburuk-buruk perkara adalah perbuatan
bidah, dan setiap bidah adalah sesat.
Inilah yang dapat dilakukan oleh kita selaku umat Islam, yaitu dengan tetap berpegang teguh
kepada apa yang telah disabdakan Nabi saw. seperti yang tertera dalam keterangan di atas.
Ditambah lagi, kondisi umat Islam yang hari ini semakin kritis, maka sangatlah diperlukan
hadirnya sebuah petunjuk yang betul-betul dapat menyelamatkan nasib umat Islam dunia.
Hadirnya petunjuk Allah dapat mengubah seorang Umar hingga ia jadi pembela Islam yang
tangguh. Mudah-mudahan pula citra petunjuk itu dapat kita gali dan maknai, agar umat Islam
mendapatkan kembali tempat kejayaannya di mata dunia. Manusia akan mencapai puncak
peradabannya, menjadi umat yang satu manakala mereka kembali kepada petunjuk Allah yang
hakiki, Al-Quran. Itulah jalan yang lurus yang dikehendaki oleh Allah.
Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para
nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama
mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang
mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah
didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan
yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang
yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-
Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.
(Q.S. 2:213)[Iman Adipurnama]
sedikit air ludah sebagaimana dijelaskan dalam hadits Alaqah bin Shahhar As Salithi, tatkala ia
meruqyah seseorang yang gila, ia mengatakan: Maka aku membacakan Al Fatihah padanya
selama tiga hari, pagi dan sore. Setiap kali aku menyelesaikannya, aku kumpulkan air liurku dan
aku ludahkan. Dia seolah-olah lepas dari sebuah ikatan. [HR Abu Dawud, 4/3901 dan Al Fathu
Ar Rabbani, 17/184].
8. Jika meniupkan ke dalam media yang berisi air atau lainnya, tidak masalah. Untuk media yang
paling baik ditiup adalah minyak zaitun. Disebutkan dalam hadits Malik bin Rabiah, bahwa
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Makanlah minyak zaitun , dan olesi tubuh dengannya. Sebab ia berasal dari tumbuhan yang
penuh berkah.[Hadits hasan, Shahihul Jami (2/4498).]
9. Mengusap orang yang sakit dengan tangan kanan. Ini berdasarkan hadits Aisyah, ia berkata:
Rasulullah, tatkala dihadapkan pada seseorang yang mengeluh kesakitan, Beliau mengusapnya
dengan tangan kanan. [HR Muslim, Syarah An Nawawi (14/180].
Imam An Nawawi berkata: Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk mengusap orang yang sakit
dengan tangan kanan dan mendoakannya. Banyak riwayat yang shahih tentang itu yang telah aku
himpun dalam kitab Al Adzkar. Tindakan yang dilakukan sebagian orang saat meruqyah
dengan memegangi telapak tangan orang yang sakit atau anggota tubuh tertentu untuk dibacakan
kepadanya, (maka) tidak ada dasarnya sama sekali.
10. Bagi orang yang meruqyah diri sendiri, letakkan tangan di tempat yang dikeluhkan seraya
mengatakan ?????? ???? (Bismillah, 3 kali).
Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaanNya dari setiap kejelekan yang aku jumpai dan aku
takuti.[HR Muslim, kitab As Salam (14/189).]
Dalam riwayat lain disebutkan Dalam setiap usapan. Doa tersebut diulangi sampai tujuh kali.
Atau membaca :
Aku berlindung kepada keperkasaan Allah dan kekuasaanNya dari setiap kejelekan yang aku
jumpai dari rasa sakitku ini.[Shahihul Jami, no. 346]
Apabila rasa sakit terdapat di seluruh tubuh, caranya dengan meniup dua telapak tangan dan
mengusapkan ke wajah si sakit dengan keduanya.[Fathul Bari (21/323). Cara ini dikatakan oleh
Az Zuhri merupakan cara Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam meniup. ]
11. Bila penyakit terdapat di salah satu bagian tubuh, kepala, kaki atau tangan misalnya, maka
dibacakan pada tempat tersebut. Disebutkan dalam hadits Muhammad bin Hathib Al Jumahi dari
ibunya, Ummu Jamil binti Al Jalal, ia berkata: Aku datang bersamamu dari Habasyah. Tatkala
engkau telah sampai di Madinah semalam atau dua malam, aku hendak memasak untukmu,
tetapi kayu bakar habis. Aku pun keluar untuk mencarinya. Kemudian bejana tersentuh tanganku
dan berguling menimpa lenganmu. Maka aku membawamu ke hadapan Nabi. Aku berkata:
Kupertaruhkan engkau dengan ayah dan ibuku, wahai Rasulullah, ini Muhammad bin Hathib.
Beliau meludah di mulutmu dan mengusap kepalamu serta mendoakanmu. Beliau Shallallahu
alaihi wa sallam masih meludahi kedua tanganmu seraya membaca doa:
Hilangkan penyakit ini wahai Penguasa manusia. Sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh.
Tidak ada kesembuhan kecuali penyembuhanMu, obat yang tidak meninggalkan penyakit[Al
Fathu Ar Rabbani (17/182) dan Mawaridu Azh Zham-an, no. 1415-1416].
Dia (Ummu Jamil) berkata: Tidaklah aku berdiri bersamamu dari sisi Beliau Shallallahu alaihi
wa sallam, kecuali tanganmu telah sembuh.
12. Apabila penyakit berada di sekujur badan, atau lokasinya tidak jelas, seperti gila, dada sempit
atau keluhan pada mata, maka cara mengobatinya dengan membacakan ruqyah di hadapan
penderita. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi Shallallahu laihi wa sallam meruqyah
orang yang mengeluhkan rasa sakit. Disebutkan dalam riwayat Ibnu Majah, dari Ubay bin Kab ,
ia berkata: Dia bergegas untuk membawanya dan mendudukkannya di hadapan Beliau
Shallallahu alaihi wa salla,m . Maka aku mendengar Beliau membentenginya (tawidz) dengan
surat Al Fatihah.[Al Fathu Ar Rabbani (17/183)]
Apakah ruqyah hanya berlaku untuk penyakit-penyakit yang disebutkan dalam nash atau
penyakit secara umum? Dalam hadits-hadits yang membicarakan terapi ruqyah, penyakit yang
disinggung adalah pengaruh mata yang jahat (ain), penyebaran bisa racun (humah) dan penyakit
namlah (humah). Berkaitan dengan masalah ini, Imam An Nawawi berkata dalam Syarah Shahih
Muslim: Maksudnya, ruqyah bukan berarti hanya dibolehkan pada tiga penyakit tersebut.
Namun maksudnya bahwa Beliau ditanya tentang tiga hal itu, dan Beliau membolehkannya.
Andai ditanya tentang yang lain, maka akan mengizinkannya pula. Sebab Beliau sudah memberi
isyarat buat selain mereka, dan Beliau pun pernah meruqyah untuk selain tiga keluhan tadi.
(Shahih Muslim, 14/185, kitab As Salam, bab Istihbab Ar Ruqyah Minal Ain Wan Namlah).
5. Mampu meningkatkan kesuburan. Mandi dengan air dinginpun memiliki efek positif bagi
kesehatan reproduksi, karena mandi dengan air dingin dapat meningkatkan produksi hormon
testosterone pada pria dan hormon estrogen pada wanita yang berpengaruh pada meningkatnya
kesuburan dan gairah seksual.
6. Membuat rambut lebih sehat. Apasih yang terjadi dengan rambut bila dibilas dengan air dingin
? ternyata air dingin dapat menutupi kutikula rambut, sehingga mampu mengurangi kerontokan.
Air dinginpun mampu melindungi rambut dari kotoran-kotoran yang biasanya menempel pada
kulit kepala, dengan demikian rambut akan lebih sehat dan kuat.
tambahan lagi, kelebihan mandi sebelum subuh juga mampu Meredakan Depresi. Mandi dengan
air dingin juga berpengaruh pada jiwa, menjadikan jiwa dan pikiran lebih tenang dan
bersemangat menjalankan aktivitas sehari hari.
- Catatan : Untuk mereka yang memiliki penyakit berat
sebaiknya mandi dengan suhu air hangat (bukan panas) yang
mendekati suhu tubuh sehingga sistem penyesuaian atau
adaptasi yang sedang lemah tidak dirangsang secara paksa.
Khusus untuk penderita eksim dan rematik sebaiknya tidak
melakukan aktivitas mandi sebelum subuh ini kecuali dengan
air hangat. Para penderita eksim jika mandi menggunakan air
dingin akan menyebabkan gatal gatal pada kulit, sedangkan
penderita rematik akan meningkatkan radang sendinya.
Perubahan suhu yang terlalu mendadak juga dapat menyebabkan aliran darah terganggu sehingga
tekanan darah lebih tinggi dari biasanya yang menyebabkan munculnya hipertensi dan jantung.
- Demikian beberapa manfaat mandi fajar dengan air dingin,
yang ternyata memberikan dampak baik bagi kesehatan. Untuk itu mari kita membiasakan diri
untuk mandi diwaktu subuh/fajar dengan air dingin. Semoga yang sedikit ini memberi manfaat.
Orang itu menjawab: Benar Ya Tuhanku. Aku telah mempelajarinya di waktu malam dan
mengerjakannya di waktu siang.
Allah berfirman, yang artinya: Dusta! Kamu hanya mahu digelar sebagai Qari dan Qariah,
malaikat juga berkata demikian.
Datang orang kedua, lalu Allah bertanya: Kenapa kamu terbunuh..? Jawab orang itu: Aku
telah berperang untuk menegakkan agama-Mu.
Allah berfirman: Dusta! Kamu hanya ingin disebut pahlawan yang gagah berani dan kamu telah
mendapat gelaran tersebut, malaikat juga berkata demikian.
Kemudian datang orang ketika pula: Apa kamu buat terhadap harta yang Aku berikan
kepadamu..? Jawab orang itu:
Aku gunakan untuk membantu kaum keluargaku dan juga untuk bersedekah.
Lantas Allah berfirman: Dusta! Kamu hanya ingin disebut dermawan dan kamu telah dikenali,
malaikat juga berkata demikian.
Sabda Rasulullah SAW lagi:
Ketiga-tiga orang inilah yang pertama-tama akan dibakar dalam api neraka.
Tabarruj akan membawa laknat dan dijauhkan dari rahmat Allah, sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam: Akan ada di akhir umatku (nanti) wanita-wanita yang berpakaian
(tapi) telanjang, di atas kepala mereka (ada perhiasan) seperti punuk unta, laknatlah mereka
karena (memang) mereka itu terlaknat (dijauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Taala) [HR
ath-Thabrani dalam al-Mujamush shagiir (hal. 232) dinyatakan shahih sanadnya dalam kitab
Jilbaabul mar-atil muslimah (hal. 125).].
( Ayat Al Quran )
Allah Azza wa Jalla berfirman:
Dan janganlah kalian (para wanita) bertabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan
bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu [al-Ahzaab:33]
Allah Jalaa Jalaaluh berfirman:
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang
mukmin agar hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak
diganggu/disakiti. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [al-Ahzaab: 59]
Allah Jalaa Jalaaluh berfirman:
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh Syaitan sebagaimana dia telah
mengeluarkan kedua ibu bapakmu (Adam dan Hawa) dari Surga, dia menanggalkan dari
keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya [al-Araaf: 27]
Pada mulanya Nabi tidak mampu untuk mendugaduga kemungkinan- kemungkinan yang terselip
dalam arti yang di atas sehingga beliau hanya terengah dan bertelekan di atas untanya saja. Unta
pun berhenti terhenyak dan Malaikat Jibril pun datanglah sambil berkata kepada Nabi, Ya
Muhammad! Hari ini telah sempurna urusan agamamu, telah selesai apa yang diperintahkan
Tuhanmu dan juga segala apa yang dilarangNya. Dari itu, kumpulkanlah semua sahabatmu, dan
beritahukan kepada mereka, bahwa aku tidak akan turun- turun lagi membawa wahyu kepadamu
sesudah hari ini!
Maka pulanglah Nabi dari Makkah kembali ke Madinah. Di sana dikumpulkanlah oleh beliau
para sahabatnya dan dibacakanlah ayat ini kepada mereka serta diberitahukannya apa yang
dikatakan Jibril padanya itu.
Semua sahabat menjadi gembira mendengarnya kecuali Abu Bakar. Para sahabat berkata, Telah
sempurnalah agama kita!
Tetapi Abu Bakar Asshidiq pulang ke rumahnya sendirian dalam keadaan murung dan sedih.
Dikuncinya pintu rumahnya dan ia pun sibuk menangis sepanjang malam dan siang. Hal itu
didengar oleh para sahabat dan mereka berkumpul bersama-sama untuk mendatangi rumah Abu
Bakar assidiq ra.
Kenapa kerjamu menangis saja, hai Abu bakar, di saat orang lain semua bersuka ria. Bukankah
Tuhan telah menyempurnakan agama kita? tanya para sahabat.
Abu bakar sidiq ra menjawab: Kamu semua tidak tahu bencana-bencana apakah kelak yang
akan terjadi menimpa kita semua. Apakah kamu tidak mengerti bahwa tidak ada sesuatu apabila
ia telah sampai kepada titik kesempurnaan, melainkan itu berarti permulaan kemerosotannya.
Dalam ayat terbayang perpecahan di kalangan kita nanti, dan nasib HAaan Husein yang akan
menjadi anak yatim, serta para isteri Nabi yang menjadi janda.
Mendengar itu terpekiklah para sahabat dan dalam suasana penuh keharuan mereka menangislah
semuanya, dan terdengarlah ratap tangis yang sayu dari rumah Abu Bakar itu oleh para tetangga
yang lain. Mereka datang langsung kepada Nabi Muhammad SAW sendiri sambil menanyakan
kepada beliau tentang hakikat kejadian yang sebenarnya.
Ya Rasul Allah, kami tidak tahu keadaan yang menimpa diri para sahabat, kecuali kami hanya
mendengar pekik tangis mereka belaka.
Mendengar itu berubahlah wajah Rasulullah dan ia pun bertanya, : Apakah yang kalian
tangiskan?
Yang menjawab adalah Ali, Abu bakar berkata kepada kami, Sesungguhnya aku mendengar
angin kematian RAsulullah berdesir melalui ayat ini, dan dapatkah ayat ini dijadikan bukti bagi
kematian engkau?
Nabi menjawab, Benarlah Abu Bakar dalam segala apa yang dikatakannya itu. Telah dekat
masa kepergianku dari kalian semua, dan telah datang masa perpisahanku dengan kalian semua.
Penegasan Nabi itu adalah isyarat, bahwa benarlah Abu bakar seorang yang paling arif dan
cerdas di antara para sahabat Nabi. Dan ketika Abu Bakar mendengar ucapan Nabi itu, ia pun
berteriak dan lantas jatuh pingsan. Ali menjadi gemetar, para sahabat menjadi gelisah; mereka
semua ketakutan dan menangis menjadi-jadi. Begitu juga para malaikat di langit, makhlukmakhluk yang melata di bumi. [belidomuda]
Sejatinya ummatku pada Hari Kiyamat akan datang dalam kondisi wajah dan ujung-ujung
tangan dan kakinya bersinar pertanda mereka berwudlu semasa hidupnya di dunia.
Aku akan menanti ummatku di pinggir telagaku di alam mahsyar. Dan ketahuilah, bahwa akan
ada dari ummatku yang diusir oleh malaikat, sebagaimana seekor onta yang tersesat dari
pemiliknya dan mendatangi tempat minum milik orang lain, sehingga iapun diusir.
Melihat sebagian orang yang memiliki tanda-tanda pernah berwudlu, maka aku memanggil
mereka, Kemarilah!
Namun, para malaikat yang mengusir mereka berkata,
Sejatinya mereka sepeninggalmu telah merubah-rubah ajaranmu.
Mendapat penjelasan semacam ini, maka aku berkata,
Menjauhlah, menjauhlah, wahai orang-orang yang sepeninggalku merubah-rubah ajaranku!
[HR. Bukhari Muslim]
Anda tidak ingin bernasib seperti mereka?
Tentu jawabannya, Tidak!
Karena itu, mari kita menjaga kemurnian ajaran beliau dan mengamalkannya dengan seutuhnya
tanpa ditambah atau dikurangi.
Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang mendapat syafaat Nabi Muhammad shallallahu
alaihi wasallam pada Hari Kiyamat kelak. Amiin
Tentang keistimewaan hari Jumat, beberapa riwayat hadits juga menerangkan bahwa seseorang
akan terlepas atau terpelihara dari adzab kubur atau fitnah kubur apabila kematiannya pada hari
Jumat.
Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dalam Sunan-Nya, dari hadits Abdullah bin Amr Radhiyallahu
Anhu, dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam,
Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat melainkan Allah
melindunginya dari siksa kubur. (HR. Al-Tirmidzi, no. 1043)
Para ulama berselisih tentang status hadits ini. Imam al-Tirmidzi menyifatinya sebagai hadits
gharib dan terputus sandanya. Al-Hafidz Ibnu Hajar menyifatinya sebagai hadits sanadnya dhaif.
Sementara Syaikh al-Albani dalam Ahkam Janaiz-nya (hal. 49-50) menyatakan, hadits tersebut
hasan atau shahih dengan dikumpulkan semua jalurnya.
Al-Mubarakfuri dalam Syarh al-Tirmidzi menjelaskan makna fitnah kubur pada hadits di atas,
Maksudnya: siksanya dan pertanyaannya. Dan itu mengandung makna mutlak dan taqyid. Dan
makna pertama lebih tepat dengan disandarkan kepada karunia Allah. (Tuhfah al-Ahwadi:
4/160).
Dan keterangan ini hanya tanda atau indikasi baik bagi orang muslim yang meninggal pada hari
tersebut. Tidak menjadi dasar pasti untuk memastikan secara personal bahwa dia benar-benar
aman dari siksa kubur.
Masalahnya kita tidak tau akan meninggal kapan. Yang jelas maut itu pasti akan kita hadapi dan
kita tidak bisa memilih untuk meninggal kapan, atau minta segera dimajukan dan dimundurkan
barang sedetikpun.
Yang bisa kita lakukan adalah memupuk dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita
terhadap Allah SWT dan Rasulnya, berdoa agar meninggal dalam keadaan baik atau Husnul
Khotimah. Wallahu Taala Alam
Dengan segala kebesaran jiwanya, Beliau menyerahkan kepemimpinan ummat Islam kepada
shahabat Muawiyyah, demi menyatukan ummat Islam.
Sejak saat itulah ummat Islam bersatu di bawah kepemimpinan shahabat Muawiyyah dan
terbuktilah kebenaran sabda Nabi, bahwa cucunya ini menyatukan antara dua kelompok dari
UMMAT ISLAM yang bertikai.
Dan, selanjutnya tahun serah terima kekuasaan ini dikenal dengan sebutan TAHUN
PERSATUAN.
Semoga Allah menyatukan kita bersama shahabat Al Hasan bin Ali dan juga shahabat
Muawiyah di Surga-Nya. Aamiin.
Ummu Fasyar al-Anshariah semakin merona wajahnya karena gembira. Ia tidak menyangka
bahwa Rasulullah masih menyempatkan diri berkunjung ke kediamannya. Padahal, Ummu
Fasyar al-Anshariah tahu bahwa pekerjaan Rasulullah sangat banyak. Ia terharu begitu dalam.
Ya Ummu Fasyar, bagaimana kebunmu sekarang ini?
Alhamdulillah, semuanya terurus dengan baik, ya Rasulullah, jawab Ummu Fasyar alAnshariah.
Engkau yang mengurusnya sendirian? tanya Rasulullah lagi.
Betul.
Dan engkau pula yang mengairinya setiap hari?
Aku senang mengerjakannya, ya Rasulullah.
Rasulullah mengangguk-anggukkan kepalanya. Kebun itu tidak terlalu luas. Tetapi untuk
seorang perempuan, tentunya memerlukan waktu dan tenaga yang tidak sedikit.
Jika sudah berbuah, biasanya apa yang kaulakukan pada hasil panenmu? Rasulullah kemudian
bertanya lagi setelah memandangi kebun.
Ummu Fasyar al-Anshariah tersenyum. Ya Rasulullah, aku mempersilahkannya bagi mereka
yang ingin mengambilnya.
Maksudmu?
Jika mereka menginginkan dan membutuhkannya, mereka bisa mengambilnya dari sini
kapanpun mereka mau. Berapa banyakpun mereka butuhkan.
Rasulullah semakin kagum kepada wanita itu. Ummu Fasyar al-Anshariah sendiri tampak senang
bahwa Rasulullah ternyata memperhatikan kebun dan apa yang dikrjakannya kepada kebunnya
itu.
Terus, apa yang kauminta sebagai ganti mereka mengambil kurmamu?
Aku tidak meminta apa-apa dari mereka, ya Rasulullah. Aku lakukan ini hanya karena aku ingin
bisa mengerjakan sesuatu yang berguna bagi orang lain
Mendengar itu, Rasulullah berkata, Seorang Muslim yang menanam tanaman, muda atau tua
umurnya, lalu buahnya atau daunnya dimakan oleh manusia, hewan, burung, atau binatang buas,
semuanya adalah sedekah darinya.
Rasulullah melanjutkan, Meskipun kiamat sudah mulai terjadi, sedang di tanganmu ada
sebatang bibit kurma yang masih sempat kautanam, maka tanamkanlah terus. Pastilah kau akan
mendapatkan pahalanya.
Ummu Fasyar al-Anshariah semakin gembira mendengar semua itu. Ia hanya berusaha tawakal
atau pasrah diri kepada Allah swt yang membuatnya semangat melakukan semua itu adalah jiwa
tanpa pamrih, demi kepentingan umum.
Peristiwa itu mungkin tidak pernah terlupa oleh Ummu Fasyar al-Anshariah sepanjang hidupnya.
Ia menanam kurma, Rasulullah mengunjunginya dan memberitahukannya sesuatu yang
menggembirakan. Semuanya, demi tabungan Ummu Fasyar di hari esok.
menanyakan hikmahnya. Dalam riwayat-riwayat di atas, tidak kita jumpai pertanyaan sahabat
tentang hikmah diperintahkannya membunuh cicak. Mereka juga tidak mempertanyakan status
cicak zaman Ibrahim jika dibandingkan dengan cicak sekarang. Jika dibandingkan antara mereka
dengan kita, siapakah yang lebih menyayangi binatang?
Penjelasan di atas tidaklah menunjukkan bahwa perintah membunuh cicak tersebut tidak ada
hikmahnya. Semua perintah dan larangan Allah ada hikmahnya. Hanya saja, ada hikmah yang
zahir, sehingga bisa diketahui banyak orang, dan ada hikmah yang tidak diketahui banyak orang.
Adapun terkait hikmah membunuh cicak, disebutkan oleh beberapa ulama sebagai berikut:
Imam An-Nawawi menjelaskan, Para ulama sepakat bahwa cicak termasuk hewan kecil yang
mengganggu. (Syarh Shahih Muslim, 14:236)
Al-Munawi mengatakan, Allah memerintahkan untuk membunuh cicak karena cicak memiliki
sifat yang jelek, sementara dulu, dia meniup api Ibrahim sehingga (api itu) menjadi besar.
(Faidhul Qadir, 6:193)
Hikmah yang disebutkan di atas, hanya sebatas untuk semakin memotivasi kita dalam beramal,
bukan sebagai dasar beramal, karena dasar kita beramal adalah perintah yang ada pada dalil dan
bukan hikmah perintah tersebut. Baik kita tahu hikmahnya maupun tidak.
Segala sesuatu memiliki manfaat dan madarat. Kitayang pandangannya terbatas akan
menganggap bahwa cicak memiliki beberapa manfaat yang lebih besar daripada madaratnya.
Namun bagi AllahDzat yang pandangan-Nya sempurnahal tersebut menjadi lain. Allah
menganggap madarat cicak lebih besar dibandingkan manfaatnya. Karena itu, Allah
memerintahkan untuk membunuhnya. Siapa yang bisa dijadikan acuan: pandangan manusia yang
serba kurang dan terbatas ataukah pandangan Allah yang sempurna?
Manakah yang lebih penting, antara mengamalkan perintah syariat atau melestarikan hewan
namun tidak sesuai dengan perintah syariat? Orang yang kenal agama akan mengatakan,
Mengamalkan perintah syariat itu lebih penting. Jangankan, hanya sebatas cicak, bila perlu,
harta, tenaga, dan jiwa kita korbankan demi melaksanakan perintah jihad, meskipun itu adalah
jihad yang sunnah.
Semoga perenungan ini bisa menjadi acuan bagi kita untuk tunduk dan patuh pada aturan syariat
Allah.
Saat Nabi Muhammad SAW hidup, tidak ada seorang pun yang pernah melukis wajahnya, dan
juga kamera foto belum lagi ditemukan.
Jadi itulah sebenarnya duduk masalahnya. Dan dengan masalah itu sebenarnya kita harus
bangga. Sebab keharaman menggambar wajah nabi SAW justru merupakan bukti otentik betapa
Islam sangat menjaga ashalah (originalitas) sumber ajarannya.
Larangan melukis Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam terkait dengan keharusan
menjaga kemurnian aqidah kaum muslimin. Sebagaimana sejarah permulaan timbulnya
paganisme atau penyembahan kepada berhala adalah dibuatnya lukisan orang-orang sholih, yaitu
Wadd, Suwa, Yaguts, Yauq dan Nasr oleh kaum Nabi Nuh alaihis salam. Memang pada awal
kejadian, lukisan tersebut hanya sekedar digunakan untuk mengenang kesholihan mereka dan
belum disembah. Tetapi setelah generasi ini musnah, muncul generasi berikutnya yang tidak
mengerti tentang maksud dari generasi sebelumnya membuat gambar-gambar tersebut, kemudian
syetan menggoda mereka agar menyembah gambar-gambar dan patung-patung orang sholih
tersebut.
Melukis Nabi shallallahu alaihi wa sallam dilarang karena bisa membuka pintu paganisme atau
berhalaisme baru, padahal Islam adalah agama yang paling anti dengan berhala.
Demikian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mencela kelakuan orang-orang ahli kitab yang
mengkultuskan orang-orang sholih mereka dengan membuat gambar-gambarnya agar dikagumi
lalu dipuja. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang menyerupai mereka :
Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka. ( HR. Abu Dawud
)
Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
Janganlah kalian menyanjungku berlebihan sebagaimana orang-orang Nashrani menyanjung
Putera Maryam, karena aku hanya hamba-Nya dan Rasul utusan-Nya. ( HR. Ahmad dan AlBukhori )
Itulah sebab utama kenapa Umat Islam dilarang melukis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
yaitu dalam rangka menjaga kemurnian aqidah tauhid.
energi positif bagi suami dalam menghadapi berbagai peristiwa. Jadilah tangan yang penyayang,
yang dengannya suami merasa tenang ketika menghadapai kesulitan. Selama suami kita berjalan
di atas kebenaran dan menempuh sebab-sebab sesuai dengan kemampuannya, insya Allah
semuanya akan baik-baik saja.
Istri yang beriman adalah istri yang membuat suaminya tenang ketika diguncang suatu masalah,
dan selalu memberikan kabar gembira.
Perhatikanlah bagaimana sikap Ibunda Khadijah ketika suaminya kembali kerumahnya dalam
keadaan panik dan jiwanya terguncang karena bertemu dengan Jibril. Saat itu, Muhammad Saw
pertama kali mendapatkan wahyu dan melihat malaikat secara langsung. Beliau kembali
kerumah dalam keadaan gemetar yang hebat, dan bingung dengan keadaan dirinya. Apalagi apa
yang dialaminya adalah suatu peristiwa besar yang akan menentukan perjalan hidup dirinya dan
seluruh manusia.
Suami Khadijah pulang kerumah dan berkata, Selimuti aku. Setelah cukup tenang, suaminya
menceritakan apa yang dialaminya dan berkata, Saya khawatir terhadap diriku sendiri!.
Lalu apakah yang dikatakan oleh Ibunda Khadijah, selaku seorang istri yang penuh perhatian dan
kashi sayang?
Beliau mengatakan sesuatu yang tercatat dalam sejarah keagungan Ummul Mukminin. Suatu
perkataan yang menyejukan hati seorang suami yang sedang bimbang luar biasa. Sekali-kali
tidak! Allah tidak akan mengecewakanmu, selamanya. Sesungguhnya kamu menyambung tali
persaudaraan, memikul beban kesulitan orang lain, sukan membantu, menjamu tamu dan
senantiasa membela kebenaran.
Khadijah tidak hanya mengingatkan tentang Allah, tetapi juga menyanjung dan memuji
kepribadian suaminya, disaat jiwa suaminya sedang berguncang. Maka, sirnalah rasa khawatir
pada diri Muhammad Saw, dan muncullah rasa tenang.
Maka Rasulullah SAW menangis sebelum menjawab pertanyaan tersebut karena inilah
yang selalu dibimbangkan oleh baginda.
Lalu baginda menjawab:
Ya Muaz, umatku kelak apabila bangkit dari kubur akan menjadi 12 golongan.
Sebanyak 11 golongan akan memasuki neraka dan hanya 1 golongan sahaja yang akan
memasuki syurga.
Adapun 11 golongan yang memasuki neraka adalah seperti berikut:
1.Mereka yang tidak mempunyai kaki dan tangan.
Ini adalah kerana mereka suka menyakiti hati jiran tetangga.
2.Mereka yang menyerupai babi.
Ini adalah balasan bagi orang yang suka meninggalkan solat lima waktu.
3.Mereka yang perutnya besar seperti gunung dan dipenuhi dengan ular dan kala.
Inilah balasan bagi mereka yang enggan mengeluarkan zakat.
4.Mereka yang keluar darah dari mulutnya.
Inilah balasan mereka yang berdusta.
5.Mereka yang berbau busuk seluruh badannya.
Ini adalah balasan mereka yang mengaut keuntungan dalam jual beli atas penipuan.
6.Mereka yang dicincang-cinca ngpada tengkuk dan bahu.
Ini adalah balasan mereka yang menyaksikan maksiat atau perbuatan jahat namun diam saja.
7.Mereka yang keluar dengan tidak berlidah dan keluar nanah dan darah dari mulut.
Ini balasan mereka yang tidak mau mengatakan kebenaran.
8.Mereka yang keluar dalam keadaan terbalik iaitu kepala dibawah dan kakinya keatas.
Ini adalah balasan mereka yang berzina serta mati sebelum bertaubat.
9.Mereka yang berwajah hitam, bermata biru dan
perutnya penuh api.
yang tinggi. Bahkan menjadi standar sempurnanya keimanan seorang hamba adalah kebaikan
akhlaknya kepada isterinya.
Rasulullah shalallaahu alaihi wa sallam bersabda:
Orang mukmin yang paling sempurna IMANnya adalah yang paling baik AKHLAKnya dan
sebaik-baik kamu ialah yang paling baik kepada ISTERInya (HR Tirmidzi)
Orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik kepada keluarganya dan
aku adalah orang yang paling baik diantara kalian kepada keluargaku (HR Imam Tirmidzi,
diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu hibban serta dishahihkan oleh Al- Albani )
Tidaklah memuliakan perempuan kecuali orang yang mulia, dan tidaklah menghinakan
perempuan kecuali orang yang hina. (HR.Ibnu Asakir).
Menurut Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, bercanda dan bermesraan dengan isteri adalah
IBADAH dan berpahala:
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda, Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.
Sahabat lalu bertanya, Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri
kita?.
Rasulullah menjawab, Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan
berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan
berpahala. (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
Segala sesuatu yang tidak terdapat di dalamnya dzikir (ingat) kepada Allah, maka itu adalah
permainan yang melalaikan kecuali empat perkara: berlatih menunggang kuda, mencumbu
istrinya dan mengajar (belajar) renang. (HR Ath- Thabrani dengan sanad jayyid)
Sehingga walaupun beliau seorang pemimpin Negara atau komandan dalam peperangan, tetapi
beliau sangat menghormati dan memuliakan wanita. Diantara kemesraan beliau bersama isteriisterinya adalah sebagai berikut:
1. Bermain dan bercanda dengan isteri
Aisyah radhiyallah anha mengisahkan: Pada suatu ketika aku ikut bersama Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam dalam sebuah lawatan. Pada waktu itu aku masih seorang gadis yang
ramping. Beliau shallallahu alaihi wasallam memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih
dahulu. Mereka pun berangkat mendahului kami. Kemudian beliau berkata kepadaku:
Kemarilah! sekarang kita berlomba lari. Aku pun meladeninya dan akhirnya aku dapat
mengungguli beliau. Beliau shallallahu alaihi wasallam hanya diam saja atas keunggulanku tadi.
Hingga pada kesempatan lain, ketika aku sudah agak gemuk, aku ikut bersama beliau dalam
sebuah lawatan. Beliau shallallahu alaihi wasallam memerintahkan rombongan agar bergerak
terlebih dahulu. Kemudian beliau menantangku berlomba kembali. Dan akhirnya beliau dapat
mengungguliku. Beliau tertawa seraya berkata: Inilah penebus kekalahan yang lalu! (HR.
Ahmad)
2. Membantu menaiki kendaraan
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kembali
dari peperangan Khaibar, beliau menikahi Shafiyyah binti Huyaiy radhiyallahu anha. Beliau
shallallahu alaihi wasallam mengulurkan tirai di dekat unta yang akan ditunggangi untuk
melindungi Shafiyyah radhiyallah anha dari pandangan orang. Kemudian beliau duduk
bertumpu pada lutut di sisi unta tersebut, beliau persilakan Shafiyyah radhiyallah anha untuk
naik ke atas unta dengan bertumpu pada lutut beliau.
3. Tidur dalam satu selimut bersama isteri walaupun sedang haid.
Dari Atha` bin Yasar: Sesungguhnya Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dan Aisyah
radliyallahu anha biasa mandi bersama dalam satu bejana. Ketika baginda sedang berada dalam
satu selimut dengan Aisyah, tiba-tiba Aisyah bangkit. Baginda kemudian bertanya, `Mengapa
engkau bangkit? Jawab Aisyah, Kerana saya haid, wahai Rasulullah. Sabda Rasulullah, Kalau
begitu, pergilah, lalu berkainlah & dekatlah kembali padaku. Aku pun masuk, lalu berselimut
bersama beliau. (Hadis Riwayat Sa`id bin Manshur).
4. Memberi wangi-wangian pada aurat
Aisyah berkata, Sesungguhnya Nabi shalallahu alaihi wa sallam apabila meminyaki badannya,
baginda akan memulai dari auratnya menggunakan nurah (sejenis serbuk pewangi) dan isterinya
baginda meminyaki bagian lain tubuh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. (Hadis Riwayat
Ibnu Majah).
5. Mandi bersama isteri
Dari Aisyah r.a. beliau berkata, Aku biasa mandi bersama Nabi shalallahu alaihi wa sallam
menggunakan satu bejana. Kami biasa bersama-sama memasukkan tangan kami (ke dlm bejana
tesebut). (Hadis riwayat Abdurrazaq dan Ibnu Abu Syaibah).
6. Disisir oleh isteri
Dari Aisyah r.a, beliau berkata, Saya biasa menyikat rambut Rasulullah shalallahu alaihi wa
sallam, ketika itu saya sedang haid. (Hadis Riwayat Ahmad).
7. Meminta isteri meminyaki badan
Dari Aisyah r.a, beliau berkata, Saya meminyaki badan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam
pd hari Raya Aidil Adha setelah beliau melakukan jumrah aqabah. (Hadis Riwayat Ibnu
Asakir).
8. Minum bergantian pada tempat yang sama
Dari Aisyah r.a, dia berkata: Saya biasa minum dari cawan yg sama walaupun ketika haid. Nabi
mengambil cawan tersebut dan meletakkan mulutnya di tempat saya meletakkan mulut, lalu
Baginda minum, kemudian saya mengambil cawan tersebut dan lalu menghirup isinya, kemudian
Baginda mengambilnya dari saya, lalu Baginda meletakkan mulutnya pada tempat saya letakkan
mulut saya, lalu Baginda pun menghirupnya. (Hadis Riwayat Abdurrazaq dan Said bin
Manshur).
9. Membelai isteri
Adalah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam tidaklah setiap hari melainkan beliau mesti
mengelilingi kami semua (isterinya) seorang demi seorang. Baginda menghampiri dan membelai
kami tetapi tidak bersama sehingga Baginda singgah ke tempat isteri yang menjadi giliran
Baginda, lalu Baginda bermalam di tempatnya. (Hadis Riwayat Ahmad).
10. Mencium isteri
Dari Aisyah r.a, bahwa Nabi shalallahu alaihi wa sallam biasa mencium isterinya setelah
mengambil wuduk, kemudian Baginda bersembahyang dan tidak mengulangi wuduknya. (Hadis
Riwayat Abdurrazaq).
Dari Hafshah, puteri Umar r.a, Sesungguhnya Rasulullah s.a.w biasa mencium isterinya
sekalipun sedang berpuasa. (Hadis Riwayat Ahmad).
11. Berbaring di pangkuan isteri
Dari Aisyah r.a, beliau berkata: Nabi shalallahu alaihi wa sallam biasa meletakkan kepalanya
di pangkuanku walaupun aku sedang haid, kemudian beliau membaca Al-Quran. (Hadis
Riwayat Abdurrazaq).
12. Memanggil dengan panggilan mesra
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam biasa memanggil Aisyah dengan beberapa nama
panggilan yg di sukainya seperti Aisy & Humaira (pipi merah delima).
Aisyah radhiyallah anha menuturkan: Pada suatu hari Rasu-lullah shallallahu alaihi wasallam
berkata kepadanya: Wahai Aisy (salah satu panggilan kesayangan kepada Aisyah radhiyallahu
anha ), Malaikat Jibril alaihissalam tadi menyampaikan salam buatmu. (Muttafaq alaih)
13. Menyejukkan kemarahan isteri dengan mesra
Nabi shalallahu alaihi wa sallam biasa memicit hidung Aisyah jika dia marah dan Baginda
berkata, Wahai Uwaisy, bacalah doa: Wahai Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah dosadosaku, hilangkanlah kekerasan hatiku dan lindungilah diriku dari fitnah yang menyesatkan.
(Hadis Riwayat Ibnu Sunni).
14. Membersihkan titisan darah haid isteri
Dari Aisyah r.a, dia berkata.Aku pernah tidur bersama Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam
di atas satu tikar ketika aku sedang haid. Apabila darah ku menetes di atas tikar itu, Baginda
mencucinya pada bagian yang terkena tetesan darah dan baginda tidak berpindah dari tempat itu,
kemudian beliau sembahyang di tempat itu pula, lalu Baginda berbaring kembali di sisiku.
Apabila darah ku menetes lagi di atas tikar itu, Baginda mencuci pada bagian yang terkena
tetesan darah itu saja dan tidak berpindah dari tempat itu, kemudian baginda pun sembahyang di
atas tikar itu.. (Hadis Riwayat Nasai).
15. Memberikan hadiah
Dari Ummu Kaltsum binti Abu Salamsh, ia berkata, Ketika Nabi shalallahu alaihi wa sallam
menikah dgn Ummu Salamah, Baginda bersabda kepadanya, Sesungguhnya aku pernah hendak
memberi hadiah kepada Raja Najasyi sebuah pakaian berenda dan beberapa botol minyak
kasturi, namun aku mengetahui ternyata Raja Najasyi telah meninggal dunia dan aku menduga
hadiah itu akan di kembalikan. Jika hadiah itu memang di kembalikan kepadaku, aku akan
memberikanya kepadamu. Dia (Ummu Kaltsum) berkata,Ternyata keadaan Raja Najasyi
seperti yg di sabdakan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dan hadiah tersebut di kembalikan
kpd Baginda, lalu Baginda memberikanya kepada masing-masing isterinya satu botol minyak
kasturi, sedang sisa minyak kasturi dan pakaian tersebut Baginda berikan kepada Ummu
Salamah. (Hadis Riwayat Ahmad)
16. Segera menemui isteri apabila tergoda
Dari Jabir, sesungguhnya Nabi shalallahu alaihi wa sallam pernah melihat wanita, lalu Baginda
masuk ke tempat kediaman Zainab, untuk melepaskan keinginan Baginda kepadanya, lalu keluar
& bersabda, Wanita kalau menghadap, ia menghadap dalam rupa syaithan.apabila
seseorang di antara kamu melihat wanita yang menarik, hendaklah ia mendatangi isterinya
karena pada diri isterinya ada hal yang sama dengan yang ada pada wanita itu. (Hadis Riwayat
Tirmizi).
Semoga kita bisa mengambil hikmah dan meneladaninya Allah Subhanahu wa taala berfirman:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (iaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah. (QS. Al-Ahzab : 21)
Dicontohkan oleh Rasulullah, beliau bersiwak dalam berbagai keadaan, tidak hanya ketika mulut
terasa kotor saja. Menurut hadits, Rasulullah melakukan siwak ketika dalam keadaan berikut:
1. Saat hendak sholat, seperti yang dikemukakan pada hadts diatas adalah beliau selalu bersiwak
dan menginginkan umatnya mencontohnya namun tidak mewajibkan hal tersebut karena dinilai
bisa memberatkan umatnya. Selain itu karena Allah juga hanya mensyaratkan wudhu sebagai
syarat sah sholat.
2. Saat Rasulullah masuk ke rumah dari bepergian, beliau langsung bersiwak. Hal ini sesuai
dengan hadits yang diriwayatkan oleh Syuraih bin Hani yang artinya, Aku bertanya kepada
Aisyah: Apa yang dilakukan pertama kali oleh Rasulullah jika dia memasuki rumahnya?
Beliau menjawab :Bersiwak.(HR: Muslim, irwaul golil no 72)
3. Ketika bangun pada malam hari, hal pertama yang Rasulullah lakukan adalah mencuci dan
menggosok mulut dengan siwak. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Hudzaifah
ibnul Yaman, yang artinya: Adalah Rosululloh jika bangun dari malam dia mencuci dan
menggosok mulutnya dengan siwak. (HR: Bukhori)
Namun apakah bersiwak (membersihkan gigi & mulut) harus mesti dengan kayu siwak saja?
Sebagian ulama berpendapat bahwa bersiwak harus dengan menggunakan kayu siwak (ranting
pohon arok). Namun mayoritas ulama berpendapat boleh menggunakan selain kayu siwak
(ranting pohon arok).
Anjuran Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk bersiwak adalah berkaitan dengan perbuatan
membersihkan gigi, bukan anjuran untuk menggunakan alat tertentu. Sehingga diperbolehkan
bagi seseorang untuk bersiwak dengan benda apapun yang dapat membersihkan gigi, seperti
kayu siwak, sikat gigi, kain, jari tangan, atau yang selainnya. Ini adalah pendapat yang dipilih
oleh Al-Imam Asy-Syaukani, Ash-Shanani, Al-Fauzan, Al-Utsaimin, dan para ulama lainnya.
(Silakan merujuk kitab Asy-Syarhul Mumthi 1/95, Nailul Authar 1/122, Subulus Salam 1/64,
Fathu Dzil Jalali wal Ikram 1/171)
Namun tentu yang lebih utama adalah bersiwak dengan menggunakan kayu siwak (ranting pohon
arok). Karena inilah yang biasa dipraktekkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan dalam kitabnya, Tas-hilul Ilmam (1/108), berkata: Alat yang
paling baik untuk membersihkan gigi adalah kayu siwak (ranting pohon arok), karena lebih
lembut, dan lebih berfungsi untuk membersihkan mulut, serta memiliki aroma yang segar. (Hal
senada dinyatakan pula oleh Al-Imam Ash-Shanani (Subulus Salam 1/64), Asy-Syaukani
(Nailul Authar 1/122), dan juga Al-Utsaimin, (Fathu Dzil Jalali wal Ikram 1/171)