Diajukan Oleh :
Dewi Kusuma Ayuningtiyas, S.Ked
J500.080.012
LAPORAN KASUS
SEORANG LAKI-LAKI USIA 32 TAHUN DENGAN
Abstrak
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 32 tahun datang
dengan keluhan nyeri ketika berkemih. Nyeri ketika berkemih dirasakan
kira-kira 3 hari sebelum dibawa ke Rumah Sakit. Keluhan nyeri ketika
berkemih disertai dengan peningkatan frekuensi berkemih, perasaan
panas ketika diakhir berkemih, nyeri pada daerah suprapubik dan
punggung bawah, serta pasien mengeluhkan demam. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan suhu 37.80C, tekanan darah 110/70 mmHg, respirasi 22
x/menit ,nadi 76 x/menit. Pada pemeriksaan thoraks dalam batas normal,
pada pemeriksaan
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Pasien Tn. R laki-laki berusia 32 tahun. Beralamat di Jaten, Karanganyar.
Status perkawinan menikah. Agama islam, suku bangsa jawa Indonesia. Nomer
registrasi 22.52.xx. Masuk rumah sakit tanggal 18 Mei 2013
Presentasi Kasus
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 76 x/menit irama reguler, respiration rate 22 x/
menit, dan suhu 37,80C. Pada pemeriksaan kepala leher dalam batas normal, tidak
ditemukan pembesaran kelenjar getah bening pada leher. Pada pemeriksaan
thoraks pulmo dan cor dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan nyeri tekan pada daerah suprapubik. Pada pemeriksaan ekstremitas
dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah laboratorium
darah rutin dan urinalisis. Pada hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin yang
dilakukan pada tanggal 18 Mei 2013 Hb (14,0 g/dL), leukosit (10,5 x 103)
trombosit (325 x103 g/dL), GDS 99. Dari urinalisis tanggal 18 Mei 2013
didapatkan urin berwarna kekuningan dan keruh, Berat Jenis (1015), pH (8),
Leukosit (9-10/LPB), Eritrosit (35-45/LPB), epitel sel (+). Untuk program terapi,
pasien mendapat infus RL 20 tpm, inj. cefotaxime 1 gr/12 jam, inj. Pragesol 1
amp (ekstra), paracetamol tab 3x500 mg.
Diagnosis
Infeksi Saluran Kemih Bawah
Penatalaksanaan
Pada pasien ini telah diberikan terapi :
1.
2.
3.
4.
5.
Follow Up
Hari pertama (19 Mei 2013), pasien masih mengeluh nyeri ketika
berkemih, panas ketika diakhir berkemih, nyeri pada punggung bawah, frekuensi
berkemih masih sering, demam dirasakan berkurang. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan vital sign pasien, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit,
respiratory rate 22 x/menit, suhu 37,10C. Pada pemeriksaan urinalisa , didapatkan
urin berwarna kekuningan dan keruh, Berat Jenis (1010), pH (8), Leukosit (810/LPB), Eritrosit (35-40/LPB), epitel sel (+). Untuk program terapi, pasien
mendapat infus RL 20 tpm, cefotaxime 1 gr/12 jam, paracetamol tab 3x500 mg..
Hari kedua (20 Mei 2013), pasien mengaku sudah tidak terlalu nyeri ketika
berkemih tetapi frekuensi berkemih masih cukup sering, nyeri pada punggung
bawah sedikit berkurang,. Keluhan demam, pusing, lemas, batuk, dan pilek tidak
dikeluhkan, BAB dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vital
sign pasien, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, respiration rate
20x/mnt, suhu 36,70C. Dari hasil urinalisa, urin berwarna kekuningan dan jernih,
Berat Jenis (1025), pH (7,5), Leukosit (7-9/LPB) Eritrosit (15-20/LPB), sel epitel
(+). Terapi pada pada pasien diberi infus RL 20 tpm, cefotaxime 1 gr/12 jam,
paracetamol 3x500 mg, imboost 2x1.
Hari ketiga (21 Mei 2013), pasien sudah tidak mengeluh nyeri ketika
berkemih, rasa panas ketika diakhir berkemih sudah tidak dirasakan, nyeri
punggung bawah berkurang, frekuensi berkemih dalam batas normal, demam
sudah tidak dirasakan pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vital sign pasien,
tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80 x/menit,respiration rate 20x/mnt, suhu
36,50C. Dari hasil urinalisa, urin berwarna kekuningan dan jernih, Berat Jenis
(1025), pH (7), Leukosit (3-4/LPB) Eritrosit (7-10/LPB), sel epitel (+). Pasien di
ijinkan pulang.
Teori
INFEKSI SALURAN KEMIH
1. Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi di
sepanjang jalan saluran kemih, termasuk ginjal akibat proliferasi suatu
mikroorganisme.
3. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi saluran kemih sebagai berikut :
1. Kandung kemih (Cystitis)
2. Uretra (uretritis)
3. Ginjal (pielonefritis)
4. Manifestasi Klinis
Demam
demam
kedinginan
mual
muntah (emesis)
5. Diagnosis
Pemeriksaan infeksi saluran kemih, menggunakan urin segar
(urin pagi). Urin pagi adalah urin yang pertama tama diambil pada
pagi hari setelah bangun tidur. Digunakan urin pagi karena yang
diperlukan adalah pemeriksaan pada sedimen dan protein dalam urin.
Sampel urin yang sudah diambil, harus segera diperiksa dalam waktu
maksimal 2 jam. Apabila tidak segera diperiksa, maka sampel harus
disimpan dalam lemari es atau diberi pengawet.
Bahan untuk sampel urin dapat diambil dari:
Pemeriksaan Laboratorium
Mikroskopis
Bahan: urin segar (tanpa diputar, tanpa pewarnaan).
Positif jika ditemukan 1 bakteri per lapangan pandang.
Biakan bakteri
Untuk memastikan diagnosa infeksi saluran kemih.
3. Pemeriksaan kimia
Tes ini dimaksudkan sebagai penyaring adanya bakteri dalam urin.
Contoh: tes reduksi griess nitrate, untuk mendeteksi bakteri gram negatif.
Batasan: ditemukan lebih 100.000 bakteri. Tingkat kepekaannya mencapai
90 % dengan spesifisitas 99%.
b.
Beberapa metode biakan urin antara lain ialah dengan plat agar
konvensional,
proper
plating
technique
dan
rapid
methods.
a. Pada hitung koloni dari bahan porsi tengah urin dan dari urin
kateterisasi.
Bila terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah disebut dengan
bakteriuria bermakna
Bila terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah tanpa gejala klinis
disebut bakteriuria asimtomatik
Bila terdapat mikroba 102 103 CFU/ml urin kateter pada wanita
muda asimtomatik yang disertai dengan piuria disebut infeksi
saluran kemih.
> 100.000 CFU/ml urin dari 2 biakan urin porsi tengah yang
dilakukan seara berturut turut.
> 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah dengan
leukosit > 10/ml urin segar.
> 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah disertai
gejala klinis infeksi saluran kemih.
6. Patofisiologi
Bakteri masuk ke saluran kemih manusia dapat melalui beberapa cara
yaitu :
1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat infeksi terdekat
10
2. Hematogen
3. Limfogen
4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Dua jalur utama masuknya bakteri ke saluran kemih adalah jalur
hematogen dan asending, tetapi asending lebih sering terjadi.
1. Infeksi hematogen (desending)
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya
tahan tubuh rendah, karena menderita suatu penyakit kronik, atau pada
pasien yang sementara mendapat pengobatan imunosupresif. Penyebaran
hematogen dapat juga terjadi akibat adanya fokus infeksi di salah satu
tempat. Contoh mikroorganisme yang dapat menyebar secara hematogen
adalah Staphylococcus aureus, Salmonella sp, Pseudomonas, Candida sp.,
dan Proteus sp.
Ginjal yang normal biasanya mempunyai daya tahan terhadap infeksi
E.coli karena itu jarang terjadi infeksi hematogen E.coli. Ada beberapa
tindakan yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal yang dapat
meningkatkan kepekaan ginjal sehingga mempermudah penyebaran
hematogen. Hal ini dapat terjadi pada keadaan sebagai berikut :
a) Adanya bendungan total aliran urin
b) Adanya bendungan internal baik karena jaringan parut maupun
terdapatnya presipitasi obat intratubular, misalnya sulfonamide
c) Terdapat faktor vaskular misalnya kontriksi pembuluh darah
d) Pemakaian obat analgetik
e) Pijat ginjal
f) Penyakit ginjal polikistik
g) Penderita diabetes melitus
2. Infeksi asending
a) Kolonisasi uretra dan daerah introitus vagina
11
12
pertahanan
mukosa
ini
diduga
ada
13
14
15
d. Cephaloporin
Cephalosporin tidak memiliki keuntungan utama dibanding dengan
antibiotika lain yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih,
selain itu obat ini juga lebih mahal. Cephalosporin umumnya digunakan
pada kasus resisten terhadap amoxicillin dan trimetoprim-sulfametoksazol.
e. Tetrasiklin
Antibiotika ini efektif untuk mengobati infeksi saluran kemih tahap
awal. Sifat resistensi tetap ada dan penggunannya perlu dipantau dengan
tes sensitivitas. Antibotika ini umumnya digunakan untuk mengobati
infeksi yang disebabkan oleh chlamydial.
f. Quinolon
Asam nalidixic, asam oxalinic, dan cinoxacin efektif digunakan
untuk mengobati infeksi tahap awal yang disebabkan oleh bakteri E. coli
dan Enterobacteriaceae lain, tetapi tidak terhadap Pseudomonas
aeruginosa. Ciprofloxacin dan ofloxacin diindikasikan untuk terapi
sistemik. Dosis untuk ciprofloxacin sebesar 50 mg dan interval
pemberiannya tiap 12 jam. Dosis ofloxacin sebesar 200-300 mg dan
interval pemberiannya tiap 12 jam.
g. Nitrofurantoin
Antibiotika ini efektif sebagai agen terapi dan profilaksis pada
pasien infeksi saluran kemih berulang. Keuntungan utamanya adalah
hilangnya resistensi walaupun dalam terapi jangka panjang.
h. Azithromycin
Berguna pada terapi dosis tunggal yang disebabkan oleh infeksi
chlamydial.
16
Penicillin
Penicillin memilki spectrum luas dan lebih efektif untuk menobati
infeksi akibat Pseudomonas aeruginosa dan enterococci. Penicillin sering
digunakan pada pasien yang ginjalnya tidak sepasang atau ketika
penggunaan amynoglycosida harus dihindari.
c.
Cephalosporin
Cephalosporin generasi kedua dan ketiga memiliki aktivitas
melawan
bakteri
gram
negative,
tetapi
tidak
efektif
melawan
Imipenem/silastatin
Obat ini memiliki spectrum yang sangat luas terhadap bakteri gram
positif, negative, dan bakteri anaerob. Obat ini aktif melawan infeksi yang
disebabkan enterococci dan Pseudomonas aeruginosa, tetapi banyak
dihubungkan dengan infeksi lanjutan kandida. Dosis obat ini sebesar 250500 mg ddengan interval pemberian tiap 6-8 jam.
17
e.
Aztreonam
1. Obat ini aktif melawan bakteri gram negative, termasuk
Pseudomonas aeruginosa. Umumnya digunakan pada infeksi
nosokomial, ketika aminoglikosida dihindari, serta pada pasien
yang sensitive terhadap penicillin. Dosis aztreonam sebesar 1000
mg dengan interval pemberian tiap 8-12 jam.
Diskusi
Dari hasil anamnesis didapatkan pasien seorang laki-laki berusia 32 tahun
datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan nyeri ketika berkemih. Nyeri
ketika berkemih dirasakan kira-kira 3 hari sebelum dibawa ke Rumah Sakit.
Keluhan nyeri ketika berkemih disertai dengan peningkatan frekuensi berkemih,
nyeri pada punggung bawah, perasaan panas ketika diakhir berkemih, pasien juga
mengeluhkan demam, dan nafsu makan pasien menurun. Keluhan lain seperti
pusing, batuk, pilek, sesak nafas tidak dirasakan, BAB dalam batas normal..
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah laboratorium
urinalisa, mulai tanggal 18 Mei 2013 urin berwarna kekuningan dan keruh, Berat
Jenis (1015), pH (8), Leukosit (9-10/LPB), Eritrosit (35-45/LPB), epitel sel (+).
Tanggal 19 Mei 2013 urin berwarna kekuningan dan keruh, Berat Jenis (1010),
pH (8), Leukosit (8-10/LPB), Eritrosit (35-40/LPB), epitel sel (+). Tanggal 20 Mei
2013 urin berwarna kekuningan dan jernih, Berat Jenis (1025), pH (7,5), Leukosit
(7-9/LPB) Eritrosit (15-20/LPB), sel epitel (+). Tanggal 21 Mei 2013 urin
berwarna kekuningan dan jernih, Berat Jenis (1025), pH (7), Leukosit (3-4/LPB)
Eritrosit (7-10/LPB), sel epitel (+).
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
laboratrium, didapatkan hasil yang sesuai dengan gejala dan tanda dari Infeksi
Saluran Kemih Bawah
Gejala Klinis :
1. Nyeri ketika berkemih (disuria)
2. Peningkatan frekuensi berkemih
18
19
Daftar Pustaka
Andriole VT (editor) : Lyme disease and other sperochetal disease, Rev Infect Dis
1989; (Suppl 6) : S1433.
Britigan BE et al : Gonococal infection: A model molecular pathogenesis, N Engl
J. Med 1985 ; 312 :1682.
Hook EW III, Holmes KK: Gonococal infection, An Intern Med, 1985; 102; 229.
Jawetz E et al (eds) : Medical MIcrobiology, 19th ed , Appleton and Lange,
Norwalk, Connecticut/San Mateo Californiam 1991.
Jawetz. E , Melnick & Adelberg : Mikrobiologi Kedokteran, edisi 20 EGC Jakarta
1996
Joklik W.K et.al (eds) : Zinserr Microbiology, 19th ed, Appleton Century-Crofts,
New York, 1988
Gupte S : Mikrobiologi dasar. Edisi ketiga, Binarupa aksara Jakarta, 1990.
Morse SA: Chancroid and Haemophylus ducreyi, Clin Micribiol Rev 1989; 2;
137.
Pelzar Michael: Dasar-dasar Mikrobiologi, jilid 2 UI-Press Jakarta 1988.
Ryan: Sherris Medical Microbiology , third edition, Prentice-hall America 1994.
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2008). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Infeksi
Saluran Kemih. Edisi : 3. Jakarta: FKUI
20