Isi Ascites
Isi Ascites
Pendahuluan
Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering didapatkan pada
perempuan dan merupakan penyebab utama mortalitas yang berkaitan dengan
kanker pada perempuan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, diperkirakan
terdapat 230.000 kasus baru kanker payudara, dan sekitar 40.000kematian
berkaitan dengan kanker payudara pada tahun 2012. Belum ada data mengenai
prevalensi maupun insidens kanker payudara di Indonesia, namun kanker
payudara tampaknya merupakan salah satu kanker yang paling dominan didapat
pada perempuan Indonesia. Seperti jenis kanker lainnya, kanker payudara dapat
menyebar ke berbagai organ tubuh lain. Hati merupakan tempat metastasis kedua
terbanyak pada pasien dengan kanker payudara. Ditemukannya metastasis pada
pasien dengan kanker payudara menunjukkan prognosis yang buruk, bila tidak
mendapat terapi median kesintasan pasien berkisar 4 8 bulan.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, kesintasan pasien kanker payudara
dengan metastasis jauh semakin meningkat, seiring dengan ditemukannya obat
obatan baru. Terapi invasif minimal seperti radiofrequency ablation (RFA), laser
induced thermotherapy (LITT) and transarterial chemoembolization (TACE)
merupakan metode yang efektif dan relatif sederhana untuk kanker payudara
dengan metastasis hati.
BAB II
KASUS
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. T
Umur
: 57 tahun
Agama
: Islam
Alamat
ANAMNESIS
Anamnesa dilakukan tanggal 09 Mei 2014 jam 16.00 WIB.
1. Keluhan utama :
Benjolan dipayudara kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Payudara kanan teraba benjolan keras kurang lebih sudah 5 bulan, disertai
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
: disangkal
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 09 Juli 2014 jam 16.00 WIB :
A. Keadaan umum : tampak lemah
B. Kesadaran
: Composmentis
C. Vital sign
:
- TD
: 120/80 mmHg
- Nadi
: 90 x/menit, irama reguler, lemah
- RR
: 20 x / menit
- Suhu
: 36,1 C
D. Status internus :
- Mata : konjunctiva palpebra anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), reflex
-
o Inspeksi
: simetris, statis, dinamis, retraksi (-/-)
o Palpasi
: stem fremitus kanan = kiri
o Perkusi
: sonor seluruh lapang paru
o Auskultasi
: suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/Abdomen :
o Inspeksi : cembung
o Auskultasi : BU (+) normal
o Palpasi : Hepar 7cm BAC, nyeri (+)
o Perkusi : fluid thrill (+), Shifting dullness (+)
Ekstremitas :
Superior
-/-
Edema
Inferior
+/+
Akral dingin
-/-
+/+
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Hematologi ( 09 Juli 2014) pukul 12.00
Darah Rutin
Hb
Ht
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
MCV
MCHC
MCH
RDW
MPV
Limfosit
Monosit
Granulosit
Limfosit%
Nilai
11
23,7
10,7 H
155 L
2,32 L
102,2 H
44,3 H
45,3
8,7 L
6,8 L
1,1
0,5
9,1
10,4
4.5
85,0
0,105
11,4
4,00
1,00
B
Monosit%
37 45
4,0 10,0
150 440
3,8 5,4
82 98
32 36
27
10 16
7 11
1,0-4,5
0,4-3,1
2-4
25-40
0,4-3,1
Granulosit%
2-4
PCT
0,2-0,5
PDW
10-18
Clothing time
35
Bleeding time
13
Golongan darah
V.
Nilai Normal
11.5 16.5
DIAGNOSIS
PENATALAKSANAAN
1. Informed consent tentang keadaan ibu dan rencana terapi yang akan
2.
3.
4.
5.
dilakukan.
Pasien dirawat inap dan tirah baring
Infus RL 40 tpm
Pasang kateter untuk monitoring cairan
Biopsi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Latar Belakang
Secara umum tumor hati dibagi menjadi 2, yaitu tumor hati primer dan tumor
hati sekunder. Tumor hati yang paling umum ditemukan (90%) adalah sekunder
(metastasis) tumor misalnya dari payudara, bronkus, atau saluran pencernaan.
Sedangkan tumor hati primer kurang umum ditemukan, tumor hati primer dibagi
menjadi dua, jinak atau ganas.
Kasus tumor hati sebagian besar ditemukan pada wanita, kasus ini sering
terjadi pada rentang umur 15-45 tahun, sampai sekarang belum ada penelitian yang
paling sering ditemukan adalah tumor hati sekunder, dimana tumor berasal dari organ
lain yang bermetastase, pada laki-laki sering ditemukan berasal dari lambung, paruparu dan kolon. Sedangkan pada perempuan sering ditemukan berasal dari payudara,
rahim, lambung dan kolon, tetapi tumor tersebut juga sering ditemukan bermetastasis
dari pancreas, leukemia, limfoma dan karsinoid tumor.
Pada kasus-kasus tumor hati primer yang jarang ditemukan, dapat bersifat
jinak ataupun ganas, pada tumor hati jinak yang sering ditemukan adalah kista,
hemangioma dan adenoma hati, sedangkan pada kasus tumor hati ganas yang sering
ditemukan adalah kolangiosarkoma, angiosarkoma dan hepatoseluler karsinoma
(HCC).
Kasus-kasus yang paling sering ditemukan pada tumor hepar jinak adalah
adenoma hepatoseluler dan kista hepar.
Istilah kista berasal dari perkataan Yunani kustis yang bererti kantong dimana
ia merupakan suatu abnormalitas pada pertumbuhan jaringan. Dalam pengertian
secara histopatologi, kista adalah rongga vans dilapisi sel epitel. Pada kista terdapat
duktus yang terdilatasi yang biasanya disebabkan oleh obstruksi, hiperplasia epitel,
sekresi berlebihan dan distorsi struktural. Sebagian kista timbul dari sisa-sisa epithelia
ektopik atau sebagai hasil nekrosis di tengah-tengah massa epitel.
Kista dapat bersifat kongenital atau didapatkan. Cairan kista biasanya bening
dan tidak berwama namun dapat iolga viskuos atau mengandung kristal kolestrol
sebagai hasil dari nekrosis jaringan. "True cysts" atau kista sesungguhnya harus
dibedakan dari "false cysts" atau pseudokista dimana pseudokista ini merupakan
timbunan cairan yang terkandung dalam, kavitas yang tidak mempunyai lapisan
epithelium. Kista seperti ini biasanya berasal dari suatu proses inflamatori atau
degeneratif.
Adenoma hepatoseluler (HAS) juga dikenal sebagai adenoma hati atau
adenoma sel hati. Penyakit ini merupakan kasus yang cukup langka, tumor jinak yang
berasal dari epitel dan terjadi kurang dari 0,004% dari populasi berisiko.
Adenoma hepatoseluler sering ditemukan pada wanita usia subur dan sangat
terkait dengan penggunaan pil kontrasepsi oral (OCP) dan estrogen lainnya. Hal ini
tercermin dari peningkatan dramatis dalam insiden penyakit ini sejak OCP
diperkenalkan pada tahun 1960.
Sistem porta terletak didepan vena kava dan dibalik kandung empedu.
Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan
ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira-kira 2 kali
lobus kiri. Hati terbagi 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis
cantlie yang terdapat mulai dari vena kava sampai kandung empedu telah membagi
hati menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi
relative sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi.
Hati terdiri atas bermacam-macam sel, secara mikroskopis didalam hati
manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli, setiap lobulus berbentuk heksagonal yang
terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis.
Hepatosit meliputi kurana lebih 60% sel hati,sedangkan sisanya terdiri dari sel-sel
epithelial system empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel parenkimal yang
termasuk di dalamnya endotolium, sel kuffer dan sel stellatayang berbentuk seperti
bintang. Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari efferent
vena hepatica dan duktus hepatikus. Saat darah memasuki hati melalui arteri hepatica
dan vena porta serta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan
oksigen secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting
kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus. Membrane hepatosit berhadapan
langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak
pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan petunjuk tempat
permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan
penghubung dan desmosom yang saling bertautan dengn sebelahnya. Sinusoid hati
memiliki lapisan endothelial endothelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh
ruang disse (ruang sinusoida). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding inusoid adalah
sel fagositik. Sel Kuffer yang merupakan bagian penting sistem retikuloendothellial
dan sel stellata disebut sel itu, limposit atau perisit. Yang memiliki aktifitas
miofibroblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah. Sinosoidal disamping
sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan hati.
II.3
Fisiologi Hepar
Hepar adalah organ terbesar dalam tubuh manusia, terletak di sebelah atas
dalam rongga abdomen, disebelah kanan bawah diafragma. Berwarna merah
kecoklatan, lunak dan mengandung amat banyak vaskularisasi. Hepar terdiri dari
lobus kanan yang besar dan lobus kiri yang kecil.
Hepar memiliki beberapa fungsi vital, yaitu :
1. Metabolisme karbohidrat, protein dan lemak
2. Sintesis kolesterol dan steroid, pembentukan protein plasma (fibrinogen,
protrombin dan globulin)
3. Penyimpanan glikogen, lemak, vitamin (A, B12, D dan K) dan zat besi
(Ferritin)
4. Detoksikasi menghancurkan hormon hormon steroid dan berbagai obatobatan
5. Pembentukan dan penghancuran sel-sel darah merah, pembentukan terjadi
hanya pada 6 bulan masa kehidupan awal fetus
Tumor hati berdasarkan etiologinya dibagi menjadi tumor hati primer dan
tumor hati sekunder, disebut tumor hati primer jika tumor tersebut berasal dari hati,
dan disebut tumor hati sekunder jika tumor tersebut bermetastasis dari organ lain,
pada table dibawah ini dapat dilihat jenis-jenis tumor hati primer.
10
Benign
Cysts
Haemangioma
Adenoma
Focal Nodular Hyperplasia
Fibroma
Leiomyoma
Tumor hati sekunder merupakan tumor hati yang bermetastasis dari organ
lain, berikut adalah jenis-jenis tumor hati sekunder.
Tabel 1.2 Origins of Secondary Liver Tumours
Common in Male
Stomach
Lung
Colon
II.6
Common in Female
Breast
Colon
Stomach
Uterus
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Ditemukan adanya
massa pada pemeriksaan
regio RUQ
11
Less Common
Pancreas
Leukaemia
Lymphoma
Carcinoid Tumours
Simptomatik
Asimptomatik
Ganas
Jinak
Pemeriksaan Laboratorium
(Darah rutin, Darah lengkap
Kimia darah, Fungsi hati, Serum)
Pemeriksaan penunjang
USG, CT-Scan, Biopsi Hati
Diagnosis
Penatalaksanaan
II.7
Hal-hal yang penting yang harus diperhatikan waktu melakukan USG hati
adalah:
(smooth)
Tidak
12
Nodular
Tumpul
Tumpul
(echo normal)
Hyperechoic
Dark liver didapatkan pada hepatitis acut karena udema hati sehingga mudah
meneruskan gelombang suara.
13
Normal
Kasar
Heterogin
Tidak tampak
Tampak jelas
7. Vena porta :
Ukuran maksimal 12 mm
Pembuluhnya patent atau ada trombus
Berkelok-kelok ?
14
Permukaan nodular
Ehopattern meningkat, heterogin
Fatty liver :
Permukaan rata
Tepi tajam atau sedikitn tumpul
15
Hepatitis akut :
Permukaan rata
Hepar membesar
Tepi tajam
Pembuluh darah terutama vena porta dan cabangnya jelas dan reflektif
Chronic Hepatitis :
Sulit ditentukan dengan USG harus didukung dengan lab atau klinik atau biopsi
maupun skorimg . Diagnosa USG hanya suspect.
Yang mendukung hepatitis kronik adalah :
Beberapa aspek penyakit dalam yang perlu diketahui CLD(Chronic liver disease)
1. CLD
Walaupun tidak sesuai dengan makna yang benar CLD dalam ultrasonografi
dipakai untuk penyakit hati kronik yang belum advanced (lanjut) seperti sirosis hati.
Kalau seorang ultrasonografer menyatakan CLD berarti diagnosa bandingnya hepatits
kronik atau sirosis dini.
Kenapa tidak langsung hepatitis kronik atau sirosis? memang para ahli
sepakat bahwa hepatitis kronik sulit dibedakan dengan sirosis awal. Bila tanda-tanda
yang mendukung sirosis jelas labih baik membuat diagnosa sirosis awal.
16
Bila tanda-tanda yang jelas tidak ada memang tepat bila dibuat diagnosa CLD
untuk mengingatkan klinisi bahwa perlu ditindak lanjuti dengan pemeriksaan lain
yang akan memparkuat diagnosa.
Misalnya bila seseorang di diagnosa CLD pada USG perlu diperiksa enzim
hati dan petanda infeksi virus Hepatitis B dan C, serta kadar albumin dan
diperhatikan kadar trombosit.
Bila kita membuat diagnosa USG sirosis awal berati tidak ada tanda-tanda
sirosis lanjut misalnya adanya ascites, hati yang mengkerut, tanda-tanda hiperetensi
portal dll. CLD hendaknya merupakan peringatan kepada klinisi tentang
kemungkinan adanya penyakit hati yang serius.
2. Fatty Liver
Fatty liver adalah adanya penumpukan lemak pada jaringan hati . Ada
beberapa penyebab fatty liver yaitu obesitas atau overweight, diabetes mellitus dan
alkoholisme.
Walaupun tidak semua fatty liver itu bening tapi umumnya fatty liver tidak
membahayakan terutama pada obesitas. Walaupun sebenarnya fatty liver pada
umumnya tidak sulit dibandingkan dengan CLD, tetapi justru kedua keadaan ini
sering dikelirukan terutama pada para ultrasonografer yang kurang teliti. Hal itu
sering dipengaruhi oleh adanya echopattern yang meningkat dan informasi bahwa
hasil lab menunjukkan SGOT dan SGPT yang meningkat. Tidak jarang seorang yang
overweight dan di diagnosa secara ultrasonografik sebagai CLD, oleh dokter yang
merawat disuruh istirtahat dan di berikan diit TKRP. Maka pada follow up SGOT
dan SGPT makin bertambah tinggi karena fatty livernya tambah parah. Pada hal
untuk orang dengan fatty liver dianjurkan olah raga berat dan menurunkan berat
badannya.
Tetapi tidak semua fatty liver itu benigna ada juga fatty liver yang berbahaya
dan bahkan dapat terjun kearah sirosis. Dalam hal ini perlu diperhatikan gambaran
yang lain, misalnya permukaan hati yang tidak rata dll.
17
3. Hepatoma :
Ada 2 macam gambaran hepatoma yaitu bentuk nodular yang gambaran nodul tumor
jela misalnya tumor yang tidak berbatas rata, atau diffuse. Hepatoma bentuk diffus
ditandai dengan edchopattern yang sangat kasat dan mengelompok dengan batas tidak
teratur dan bagian sentralnya lebih ecvhogenik. Pembuluh darah disekitarnya sering
distorted. Seringkali para ultrasonografer yang tidak berpengalaman membuat
diagnosa sirosis pada hal diagnosa yang betul adalah sirosis dan hepatoma diffuse.
Gambaran hepatoma diffuse harus dibedakan dari gambaran focal fatty liver dimana
ada gambaran echopattern yang kasar tetapi fokal.
18
19
4. Ascites.
Ada beberpa macam penyebab ascites. Ascites karena sirosis hati. ascites
karena penyakit ginjal dan ascites karena peritonitis kronik. Untuk mendiagnosa
ascites akibat sirosis tidak menjadi soal karena jelas ada tanda-tanda sirosis misalnya
hati yang berdungkul dan mengkerut dan spenomegali.
Untuk sirosis akibat penyakit ginjal biasanya pasien mengalami sindroma
nefrotik dengan odema anasarka. Sedangkan hati secara ultrasonografik normal dan
ada nephritis kronik bilateral
Yang sangat penting diperhatikan adalah ascites akibat peritonitis tuberculosa
yang sering dijumpai di Lombok. Pada keadaan ini hati ultrasonografik normal, tak
ada tanda hipertensi portal tetapi ada asdcites dan peritoneum yang menebal dan bisa
terdapat kelenjar getah bening abdominal pada keadaan ini sebenarnya
ultrasonografer cukup membuat diagnosa ascitres dengan liver nomal, peritonitis?
Diagnosa peritonitis Tb dapat dibuat dengan pemeriksaan PCR Tb dari cairan ascites
20
21
antibiotik dan setelah beberapa hari dilakukan USG ulang. Bila memang abses isinya
menjadi lebih hypoechoic karena cairannya lebih encer.
Pada abses yang sudah diberikan terapi medikamentosa dan hampir sembuh
seringkali dindingnya nampak irreguler dan didalam massa ada bentukan yang tidak
teratur. Bentuk abses semacam ini dinamakan absess with resolution. Walaupun abses
amuba kebanyakan terjadi dilobus kanan tetapi tidak jarang kita jumpai abses amuba
dilobus kiri. Karena itu kita tidak bisa membedakan apakah abses hati karena amuba
ataukah abses banal. Penyebab abses baru dapat dipastikan setelah pungsi abses.
Abses yang besar harus dipungsi sebab bila hanya diberi terapi
medikamentosa rongga abses baru akan hilang bertahun-tahun kemudian. Karena itu
radiologist yang menemukan abses harus mengusahakan kemudahan bagi internist
untuk melakukan pungsi abses. Selain diameter abses harus disebutkan harus diukur
dan ditulis berapa cm sentral abses dari kulit. Disamping itu harus diberi tanda
dengan spidol permanen yang menunjukkan titik yang tepat untuk melakukan pungsi.
Waktu memberi tanda harus dipastikan bahwa probe diposisikan tegak lurus terhadap
permukaan tubuh. Penderita diberitahu agar segera menghadap interninya dan
dilarang menghapus tanda untuk pungsi tsb.
22
23
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Lin DY, Sheen IS, Chiu CT, Lin SM, Kuo YC, Liaw YF. Ultrasonographic changes of
early liver cirrosis in cronic hepatitis B: A longitudinal study. Journal of clinical
ultrasound 2005; 21: 303-308.
2. Hung CH, Lu SN, Wang JH, Lee CM, Chen TM, Tung HD, Chen CH, Huang WS and
Changchien CS. Correlation between ultrasonographc and pathologic diagnoses of
hepatitis B and C virus related cirrhosis. Journal of Gastroenterology 2003; 38: 153-157.
3. Galip E, Ali D, Ulus AS, Funda Y, Omer O, Zeki K, Tankut L. The value of
ultrasonography in the diagnosis of early cirrosis. The Turkish Journal of
Gastroenterology 1999; 10: 07-10
4. Chen YP, Dai l, Wang JL, Zhu YF, Feng XR, Hou JL. Model consisting of
ultrasonographic and simple blood indexes accurately identify compensated hepatitis B
cirrosis. Gastroenterol Hepatol 2008; 23: 1228-34.
5. Zheng RQ, Wang QH, Lu MD, Xie SB, Ren J, Su ZZ, Cai YK, Yao JL. Liver fibrosis in
chronic viral hepatitis: An Ultrasonographic study. World J Gastroenterol 2003; 9: 24842489.
6. Ong TZ, Tan HJ. Ultrasonography is not Realible in Diagnosing Liver Cirrhosis in
Clinical Practice. Singapore Med J 2003; 44: 293-295.
7. Tanaka N, Tanaka E, Sheena Y, Komatsu M, Okiyama W, Misawa N, Muto H,Umemura T,
Ichijo T, Matsumoto A, Yoshizawa K, Houriuchi A, Kiyosawa K. Useful Parameters for
Distinguishing Nonalcoholic Steatohepatitis With Mild Steatosis From Cryptogenic
Chronic Hepatitis in the Japanese Population. Liver International 2006; 26: 956-963.
8. Deokar MS, Shah VB, Lad SK, Rupani AS, Modi CJ. Primary Renal Lymphoma A Case
Report. Bombay Hospital Journal 2008; 50: 522-525.
9. Park NC, Baik SH, Lee SM, Kim JH, Cho SW and Shim CS. Ultrasonographic Diagnosis
of Liver Cirrhosis. The Korea Journal of Gastroenterology 1988; 20; 641-650.
25
26