Anda di halaman 1dari 4

LAILATUL JAMILAH

PENGERTIAN POLITIK DAN PERKEMBANGAN POLITIK


A. PENGERTIAN POLITIK
Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau negara
kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warganegara, politeia
yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan
negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan.
Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap

sebagai

orang

pertama

yang

memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon
politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah
politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan
politik. Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari
manusia, misalnya ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat,
ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya memengaruhi
orang lain agar menerima pandangannya. Aristoteles berkesimpulan bahwa usaha
memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai bentuk kehidupan sosial yang tinggi
adalah melalui interaksi politik dengan orang lain. Interaksi itu terjadi di dalam suatu
kelembagaan yang dirancang untuk memecahkan konflik sosial dan membentuk tujuan
negara. Dengan demikian kata politik menunjukkan suatu aspek kehidupan, yaitu
kehidupan politik yang lazim dimaknai sebagai kehidupan yang menyangkut segi-segi
kekuasaan dengan unsur-unsur: negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan
(decision making), kebijakan (policy, beleid), dan pembagian (distribution) atau alokasi
(allocation).
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan
tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan
(decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu
menyangkut seleksi terhadap beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari
tujuan-tujuan yang telah dipilih. Sedangkan untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu
ditentukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan
pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber (resources) yang
ada. Untuk bisa berperan aktif melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki
kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan digunakan baik untuk membina
kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses itu.
Cara-cara yang digunakan dapat bersifat meyakinkan (persuasive) dan jika perlu bersifat

paksaan (coercion). Tanpa unsur paksaan, kebijakan itu hanya merupakan perumusan
keinginan (statement of intent) belaka.
Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki.
Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan
kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam
beberapa aspek kehidupan, manusia sering melakukan tindakan politik, baik politik
dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik
selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan
pribadi seseorang (private goals). Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok,
termasuk partai politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan (individu).
B. PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA
Tidak dapat dipungkiri, setiap negara di dunia mempunyai periode kepemimpinan
politik yang beragam. Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 menjadi
modal awal terbentuknya sistem politik. Kemudian membentuk pemerintahan yang sah
dan menjalankan roda kepemimpinan dalam sebuah sistem kenegaraan. Hal ini ditandai
dengan berbagai istilah di masa-masa kepemimpinan yang berbeda. Pada awal
kemerdekaan, situasi politik Indonesia masih mencari bentuknya, ditandai dengan
berbagai perubahan yang dibuat. Pembentukan sifat politik ini menghadirkan era
kepemimpinan politik yang khas.
1. Perkembangan Politik Era Presiden Soekarno
Sebagai pemimpin besar revolusi, Soekarno dipandang sebagai Presiden
Republik Indonesia yang punya kharisma politik tersendiri. Lugas, tegas, menggebugebu, semangat, dan cenderung anti-barat merupakan gambaran yang bisa kita
saksikan pada setiap pidato politiknya.Masa awal kepemimpinannya, ditandai dengan
terbentuknya sistem pemerintahan parlementer. Sistem ini menciptakan sebuah
pemerintahan yang memberi kekuasaan dominan kepada lembaga legislatif.
Terbentuknya berbagai partai politik yang bebas menyuarakan aspirasi merupakan
tanda kehidupan politik terakomodir.
Perkembangan politik di era kepemimpinan Soekarno, telah memberikan
ruang luas bagi partai politik untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan politiknya. Ini
terbukti dengan terbentuknya sistem kepartaian (multipartai). Masyarakat pun
memiliki pilihan yang banyak untuk menempatkan keterwakilan politiknya di
parlemen. Pemilu sebagai ciri dari negara demokrastis, di era Soekarno
diselenggarakan dengan baik. Kebebasan pers menduduki posisi tertinggi, sebagai
media informasi yang dijamin kebebasannya. Namun hal tersebut tidak berlangsung
lama. Era kepemimpinan kemudian ditandai dengan melemahnya sistem kepartaian

yang bebas. Lalu terjadi gerakan perkembangan yang lambat terhadap perkembangan
politik Indonesia saat itu.
2. Perkembangan Politik Era Presiden Soeharto
Perkembangan politik Indonesia era kepemimpinan Presiden Soeharto di
mulai ketika ia "mengambil alih" kekuasaan dari Presiden Soekarno. Pemerintahan
politik dijalani berdasarkan asas Pancasila, yang juga mengatur seluruh kehidupan
berbangsa dan bernegara. Awalnya, realisasi pengamalan Pancasila mampu diterima
masyarakat sebagi "kiblat"pemerintahan politik yang dijalankan Soeharto. Namun,
berubah sebagai alat pemaksaan kehendak, yang mengubah sistem pemerintahan
menjadi otoriter. Presiden menjadi komandan pemerintahan yang tidak boleh
tersentuh oleh apapun dan siapapun. Kehidupan politik yang diharapkan mengalami
perkembangan setelah runtuhnya rezim Soekarno ternyata hanya jadi retorika
semata.
Posisi politik lembaga legislatif yang seharusnya menjadi penyeimbang
kekuasaan, malah menjadi tameng dari pemerintah yang dibangun secara over
sentralistik. Rotasi kekuasaan politik tak pernah terjadi hingga 32 tahun lamanya.
Pemilu hanya dijadikan rutinitas lima tahunan yang pemenangnya sudah bisa ditebak.
Partai Golkar menjadi kendaraan politik yang ampuh digunakan oleh Soeharto untuk
mengamankan setiap keputusan politik pemerintahannya di DPR. Bahkan, Presiden
Soeharto berubah sangat arogan, dengan menggunakan kekuatan militer pada setiap
situasi keamanan yang bisa saja mendorong masyarakat untuk bergerak melawan
rezimnya yang korup.
3. Perkembangan Politik Era Reformasi
Tidak ada yang dapat memberikan penilaian dengan pasti apakah cita-cita
reformasi sudah terwujud atau belum. Runtuhnya kekuasaan Soeharto padahal telah
memberikan secercah harapan bagi terciptanya iklim demokrasi yang jauh lebih baik.
Namun, harapan itu kenyataan hanya menjadi mimpi tanpa realisasi nyata. Masih
adanya perbedaan dalam pandangan ketegasan terhadap sistem pemerintahan,
merupakan salah satu indikator yang bisa kita lihat. Di sini terlihat ada persaingan
politik yang terjadi, antara pemerintah dan legislatif sebagai pembuat produk undangundang.
Kekuasaan presiden tidak mutlak dijalankan secara penuh, tapi terpengaruh
pada parlemen. Hal ini akhirnya menciptakan situasi politik yang tidak sehat, karena
presiden terpaku oleh kepentingan lain. Kepentingan itu bisa jadi tidak berpengaruh
pada perbaikan kondisi bangsa secara keseluruhan. Dari uraian tadi, jelas terlihat
bahwa sistem demokrasi dalam perkembangan politik Indonesia yang dibangun pasca

Orde Baru masih mencari bentuk yang ideal. Satu prestasi yang patut kita cermati
adalah keinginan yang kuat untuk merealisasikan sistem pemilihan kepala daerah
langsung. Kebebasan berserikat dan berpendapat yang ada dalam undang-undang
dasar direalisasikan dengan sistem multipartai.
a. Demokrasi Parlementer (1950-1959)
Parlemen memainkan peranan yang dominan.Akuntabilitas pemegang jabatan
dan politisi sangat tinggi.Partai baru hidup bebas dengan sistem multipartai
Pemilu 1955 dilaksanakan sangat demokratis Hak-hak dasar masyarakat sangat
dikurangi Partai besar mempunyai surat kabar
b. Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Mengaburnya sistem kepartaian terbentuknya DPR-GR, peranan legislatif
lemah Penghormatan hak dasar melemah, presiden menyingkirkan lawan-lawan
politik Kebebasan pers meredup, beberapa media yang dibredel Sentralisasi
kekuasaan dominan dalam hubungan pusat daerah
c. Era Presiden Soeharto
1. Demokrasi Pancasila (1966-1998)
2. Kekuasaan kepresidenan pusat dari seluruh proses politik
3. Rotasi kekuasaaan politik hampir tidak pernah terjadi
4. Rekruitmen politik tertutup
5. Pemilu dilakukan lima tahun sekali
6. Partai politik dibatasi
7. Hak-hak dasar manusia dibatasi.
d. Era Pasca Soeharto
1. Demokrasi Era Transisi (1998-sekarang)
2. Kepala negara dan kepala daerah dipilih lagsung
3. Sistem presidensial dengan multipartai
4. Kebebasan pers, kebebasan berorganisasi, dan kebebasan berpendapat
5. Lembaga perwakilan terdiri dari DPR dan DPD
6. Lembaga pengadilan diawasi komisi yudisial
7. Munculnya komisi-komisi negara.

Anda mungkin juga menyukai