Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stevens-Johnson
daruratan

pada

Syndrome

penyakit

kulit.

adalah

Dimana

suatu
kasus

kasus
ini

kegawat

membutuhkan

pertolongan yang cepat dan tepat agar tidak menimbulkan kecacatan


sampai kematian.1,2
Stevens-Johnson Syndrome merupakan kelainan pada kulti yang
serius, di mana kulit dan selaput lendir bereaksi keras terhadap obat atau
infeksi. Seringkali, Stevens-Johnson sindrom diawali dengan gejala mirip
flu, diikuti dengan ruam merah atau keunguan yang menyakitkan yang
menyebar dan lecet, akhirnya menyebabkan lapisan atas kulit mati. 1,3
Penyebab pasti dari SJS saat ini belum diketahui namun ditemukan
beberapa hal yang memicu timbulnya SJS seperti obat-obatan atau
infeksi virus. Mekanisme terjadinya sindrom pada SJS adalah reaksi
hipersensitif terhadap zat yang memicunya. SJS muncul biasanya tidak
lama setelah obat disuntik atau diminum, dan besarnya kerusakan yang
ditimbulkan kadang tak berhubungan langsung dengan dosis, namun
sangat ditentukan oleh reaksi tubuh pasien. Reaksi hipersensitif sangat
sukar diramal, paling diketahui jika ada riwayat penyakit sebelumnya dan
itu kadang tak disadari pasien, jika tipe alergi tipe cepat seperti syok
anafilaktik jika cepat ditangani pasien akan selamat dan tak bergejala
sisa, namun jika SJS akan membutuhkan waktu pemulihan yang lama
dan tidak segera menyebabkan kematian seperti syok anafilaktik. 1,2,4
Stevens-Johnson sindrom

adalah suatu kondisi medis darurat yang

biasanya membutuhkan perawatan di rumah sakit. Perawatan berfokus pada


menghilangkan penyebab yang mendasari, mengontrol gejala dan mengurangi
komplikasi. 1,2

Pemulihan setelah Stevens-Johnson sindrom dapat terjadi selama


beberapa minggu sampai beberapa bulan tergantung pada beratnya kondisi
pasien. Jika kasus sindrom Stevens-Johnson disebabkan oleh obat-obatan,
maka pasien harus menghindari pengobatan secara permanen. 1,2

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai tugas tutorial pada kepaniteraan
klinik departemen kulit dan kelamin RSU Kota Banjar, sekaligus sebagai
pertemuan ilmiah dan diskusi tentang penyakit Steven Johnson Syndrom.
C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diambil ialah penulis dan pembaca dapat
mengetahui tentang penyakit Steven Johnson Syndrom sehingga dapat
mengobati penyakit ini dengan tepat.

BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS
Berikut adalah identitas dari pasien yang berobat di Poli Kulit RSU Kota
Banjar :

Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Berobat
Ruang rawat

: Ny.T
: 70 tahun
: Perempuan
: Islam
: ibu rumah tangga
: Majenang
: 28 Oktober 2010
: kemuning

B. ANAMNESIS (Autoanamnesa) :

Keluhan Utama :
Bintik-bintik kemerahan sebesar kepala jarum pentul yang disertai
dengan rasa gatal hampir tersebar diseluruh tubuh sejak 2 hari sebelum

masuk rumah sakit.


Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang wanita berusia 70 tahun datang ke RSUD Banjar dengan
keluhan Bintik-bintik kemerahan sebesar kepala jarum pentul yang
disertai dengan rasa gatal hampir tersebar diseluruh tubuh sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan pertama kali dirasakan sejak 2 hari SMRS. Awalnya
pasien datang ke RSUD Banjar dengan keluhan batuk disertai darah sejak
3

1 bulan SMRS. Batuk tersebut dirasakan terus menerus yang awalnya


dahak kuning kehijauan dan semakin hari dahak tersebut disertai darah.
Batuk terutama pada malam hari sehingga pasien sulit tidur dan sering
disertai dengan banyak keringat. Selain itu pasien mengaku BB pasien
turun secara drastis, menurut pasien kira-kira turun hingga 5 kg dalam
1bulan, keluhan tersebut juga diakui oleh suami pasien. Selama pasien
mengeluh keluhan tersebut, pasien sudah berobat ke poli klinik paru di
RSUD Banjar. Pasien di diagnosis tuberculosis paru setelah dilakukan
beberapa pemeriksaan, diantaranya sputum dahak SPS, darah dan
pemeriksaan radiologi. Dari hasil pemeriksaan tersebut didapatkan sputum
dahak +++, hasil pemeriksaan darah didapatkan peningkatan LED dan
leukosit dan hasil pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran bercak
putih di bagian paru kiri atas. Setelah ditegakkan diagnosis tersebut pasien
mendapatkan pengobatan TB selama 6 bulan, berupa rimpaficin, isoniazid,
pirazinamid, dan etambutol.
Setelah pasien mengkonsumsi obat tersebut selama 1 bulan,
pasien mengeluh hampir seluruh tubuh kemerahan yang disertai rasa gatal
dan semakin lama keluhan tersebut disertai bintik-bintik sebesar kepala
jarum pentul. Bintik-bintik tersebut timbul secara bersamaan di tangan,
kaki, badan dan wajah. Selain itu, dibibir pasien ditemukan juga bintikbintik yang sudah pecah, berwarna kehitaman serupa dengan bibir yang
sedang sariawan. Keluhan tersebut membuat pasien sedikit sulit untuk
membuka mulut dan terkadang pasien sering mengeluarkan air liur tanpa
disadari.
Pasien juga mengeluhkan mata merah yang disertai kotoran
berwarna kuning kehijauan, mata terasa bengkak hingga pasien sedikit
sulit membuka mata terutama ketika pasien bangun tidur. Keluhan tersebut
disertai juga dengan terasa lebih silau dari sebelum-sebelumnya.
Pasien juga mengeluhkan demam tinggi, badan terasa lemas, nyeri
kepala, batuk, pilek, nyeri tenggorokan, sakit menelan, nyeri dada, mual,
4

muntah, nyeri ulu hati. Selain itu, saat pasien mengaca dicermin, pasien
merasa mata pasien terlihat lebih kuning dari biasanya. Hal tersebut
diungkap pula oleh keluarga pasien.
Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya dan pasien menyangkal habis bepergi-pergian ke tempat
endemis malaria seperti lampung. Dikeluarga maupun pasien tidak ada
yang memiliki riwayat penyakit keganasan. Pasien menyangkal habis
mengkonsumsi obat-obatan seperti obat antibiotic, obat penghilang nyeri,
obat untuk pengobatan keganasan, obat anti malaria atau terpapar bahan
kimia/radiasi sebelumnya. Pasien mengatakan hanya mengkonsumsi obat
anti tuberculosis.
Pasien tinggal

di

daerah

tropis

(Indonesia)

lingkungan

perkampungan dan antara 1 rumah jaraknya berdekatan, dengan rumah


permanen dengan tembok, lantai dari keramik dan beratap genteng.
Dirumah pasien tinggal 6 orang (ayah,ibu, dan 4 anak) dan terdapat 2
kamar dengan ukuran 2x3m, setiap kamarnya ditempati leh 3 orang
dengan 1 ventilasi ditiap kamar dengan ukuran 40x20cm.
Pasien menyangkal dirinya merokok, namun suami pasien setiap hari
merokok kira-kira 1 bungkus. Selain itu, suami sering merokok didalam
rumah.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran
: Composmentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Vital Sign
o Nadi : 100 x/menit
o TD
: 120/60 mmHg
o RR
: 24 x/menit
o Suhu : 38C
5

Status Generalisata:
o Kepala
o Mata
o Hidung
o Mulut
o Leher
o Thorax
o Jantung
o Abdomen
o Ekstremitas

: Normochepal, rambut hitam distribusi merata


: Konjungtiva anemis (-/-), konjungtiva hiperemis
(+/+), sklera ikterik (+/+), edema (+/+)
: Septum deviasi (-), sekret (-/-)
: Mukosa bibir kering (+), stomatitis (+), vesikel (+),
krusta (+)
: Pembesaran KGB (+)
: Paru : Pergerakan dada simetris, vesikuler (+/+)
rhonki (+/+), wheezing (-/-)
: Ictus cordis teraba di ICS 5, BJ I dan II reguler
: Tampak datar, supel, BU normal, nyeri tekan (+),
Organomegali (-)
: Akral hangat (+/+), edema (-/-), pitting nails (-/-)

D. STATUS DERMATOLOGIKUS
A. Tabel status dermatologis pasien
Distribusi
A/R

Lesi

Generalisata
Hampir seluruh tubuh.
Kecuali telapak tangan, kaki dan genital.
Multiple, bentuk bulat, regular, ukuran miliar sampai lentikuler
diameter

0,3 0,5 cm, sirkumskrip, sebagian diskret,sebagian

konfluens, bilateral, batas tegas, , sebagian menimbul dari


permukaan kulit, sebagian tidak menimbul dari permukaan kulit.

Efloresensi

Macula eritematos, papula eritematos, vesikel, krusta, erosive.

Gambar 1: Foto pasien pada kasus


Tidak dilampirkan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis pemeriksaan
Hematologi analizer
Hb
Trombosit
Ht
Leukosit
Eritrosit
Hitung jenis
Blast (sel muda)
Basofil
Eusinofil
Monosit
Limfosit
Neutrofil
SGOT
SGPT

Hasil

Interpretasi

11,8
299
30,3
23,7
5,51

10-18 gr/dl
150-450 rb/mm3
30-55%
4,0-11,0 rb/mm3
4,76-6,95 jt/uL

2
4
6
22
67
664
545

0%
0-1%
0-5%
2-8%
22-40%
50-70%

Ureum
Kreatinin
Glukosa darah

45,3
1,38
27

E. RESUME
Wanita, 70 tahun datang dengan keluhan bintik-bintik kemerahan sebesar
kepala jarum pentul yang disertai dengan rasa gatal hampir tersebar diseluruh
tubuh sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien hemoptu, banyak
keringat, BB menurun. Pasien di diagnosis tuberculosis paru setelah dilakukan
beberapa pemeriksaan, diantaranya sputum dahak SPS, darah dan pemeriksaan
radiologi. Setelah ditegakkan diagnosis tersebut pasien mendapatkan pengobatan
TB selama 6 bulan (rimpaficin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol).
Setelah pasien mengkonsumsi obat tersebut selama 1 bulan, pasien
mengeluh hampir seluruh tubuh macula eritomatos disertai gatal. Selain itu,
dibibir pasien juga bintik-bintik yang sudah pecah, berwarna kehitaman, sedikit
sulit untuk membuka mulut. Pasien juga mengeluhkan mata hiperemis, secret
purulen, edema, fotofobia. Selain itu, demam tinggi, badan terasa lemas, nyeri
kepala, batuk, pilek, nyeri tenggorokan, sakit menelan, nyeri dada, mual, muntah,
nyeri ulu hati, ikterik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : RR

: 24 x/menit, Suhu

38C,

Mata : konjungtiva hiperemis (+/+), sklera ikterik (+/+), edema (+/+). Mulut:
Mukosa bibir kering (+), stomatitis (+), vesikel (+), krusta (+). Leher: Pembesaran
KGB (+). Paru : rhonki (+/+). Abdomen:nyeri tekan (+),
Stasus Dermatologikus :
Distribusi

Generalisata

A/R

Hampir seluruh tubuh.


Kecuali telapak tangan, kaki dan genital.

Multiple, bentuk bulat, regular, ukuran miliar sampai lentikuler


diameter

Lesi

0,3 0,5 cm, sirkumskrip, sebagian diskret,sebagian

konfluens, bilateral, batas tegas, , sebagian menimbul dari


permukaan kulit, sebagian tidak menimbul dari permukaan kulit.

Efloresensi

Macula eritematos, papula eritematos, vesikel, krusta, erosive.

F. DIAGNOSA BANDING
a. Steven johnson syndrom (SJS)
b. Nekrosis epidermal toksik (NET)
G. DIAGNOSA KERJA
a. Steven Johnson syndrom (SJS)
H. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Pemeriksaan ulang darah rutin, Fungsi Hati dan fungsi ginjal.

I. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa :
Edukasi ke pasien bahwa penyakit ini menular dan pasien harus
menggunakan masker
Meningkatkan kebersihan perorangan dan lingkungan
Jangan menggaruk bagian yang gatal.
Diet rendah garam dan diet tinggi protein
Medikamentosa :
Topikal :

Kenalog in oral base


Sulfadiazine perak krim
Sistemik
Dexametason 6 x 5mg/hari iv
Klindamisin 2 x 600mg/hari iv
Vitamin C 500mg/hari iv
Curcuma 3x1
Ondansentron 3x8mg
Konsul ke dokter spesialis mata
J. PROGNOSIS
a. Quo Ad Vitam
: dubia ad bonam
b. Quo Ad Functionam : dubia Ad Bonam
c. Quo Ad Sanationam : dubia Ad Bonam

10

BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Mengapa pada kasus ini di diagnosis dengan skabies ?
Berdasarkan anamnesa :
Pasien ini didiagnosa Steven Johnson Syndrom karena pada anamnesa dan
pemeriksaan fisik ditemukan :
1. Setelah pasien mendapatkan pengobatan TB selama 6 bulan, berupa
rimpaficin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol.selama 1 bulan,
pasien mengeluh hampir seluruh tubuh kemerahan yang disertai rasa gatal.
(sesuai teori karena, Penyebab Sten Johnson Syndrom dari faktor bakteri
penyebab termasuk grup A beta streptokokus, difteri, brucellosis,
mikobakteri, Mycoplasma pneumoniae, tularemia, dan tifus, selain itu
Antibiotik yang menyebabkan SJS termasuk penisilin dan antibiotik sulfa.
Antikonvulsan termasuk fenitoin, karbamazepin , asam valproat,
lamotrigin, dan barbiturat telah terlibat. Mockenhapupt et al menekankan
bahwa antikonvulsi-induced SJS terjadi pada 60 hari pertama penggunaan.
Pada akhir tahun 2002, US Food and Drug Administration (FDA) dan
produsen Pharmacia mencatat bahwa sindrom Stevens-Johnson (SJS)
telah dilaporkan pada pasien yang menggunakan obat yang kerjanya
sebagai siklooksigenase 2 (COX-2) inhibitor valdecoxib. Pada tahun 2007,
FDA AS melaporkan SJS / TEN pada pasien yang memakai modafinil
(Provigil). Allopurinol baru-baru ini telah terlibat sebagai penyebab paling
umum di Eropa dan Israel). 1,2,,5,8
2. Pasien mengeluh hampir seluruh tubuh kemerahan yang disertai rasa gatal
dan semakin lama keluhan tersebut disertai bintik-bintik sebesar kepala

11

jarum pentul. Bintik-bintik tersebut timbul secara bersamaan di tangan,


kaki, badan dan wajah.
(sesuai karena, Lesi dimulai sebagai makula yang berkembang menjadi
papula, vesikula, bullae, dan plak urtikaria. Pusat lesi ini mungkin vesikel,
purpura, atau nekrotik. Lesi memiliki gambaran yang khas, dianggap
patognomonik. Namun, berbeda dengan erythema multiforme, lesi ini
hanya memiliki dua zona warna. Inti lesi dapat berupa vesikel, purpura,
atau nekrotik, dikelilingi oleh eritema macular. Lesi ini di sebut lesi
targetoid.

Lesi

mungkin

menjadi

bulosa

dan

kemudian

pecah

menyebabkan erosi yang luas, meninggalkan kulit yang gundul sehingga


terjadi peluruhan yang ekstensif. Kulit menjadi rentan terhadap infeksi
sekunder. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata. Kulit lepuh
sangat longgar dan mudah lepas bila digosok. Pada sindrom StevensJohnson, kurang dari 10% dari permukaan tubuh yang terkelupas.
Sedangkan pada necrolysis epidermis toksik, area besar mengelupaskan
kulit mati, sering hanya dengan sentuhan lembut atau tarik. Pada banyak
orang dengan necrolysis epidermis toksik, 30% atau lebih dari permukaan
kulit tubuh yang mengelupas. Daerah kulit yang terkena akan terasa sakit.
Pada beberapa orang, rambut dan kuku rontok. 1,4,7,8
3. Dibibir pasien ditemukan juga bintik-bintik yang sudah pecah, berwarna
kehitaman serupa dengan bibir yang sedang sariawan. Keluhan tersebut
membuat pasien sedikit sulit untuk membuka mulut dan terkadang pasien
sering mengeluarkan air liur tanpa disadari.
(sesuai karena, kelainan selaput lendir yang tersering adalah mukosa
mulut (100%), kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital
(50%), sedangkan di lubang hidung (8%), dan anus (4%). Kelainannya
berupa vesikel dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan
ekskoriasi dan krusta kehitaman. Di mukosa mulut dapat terbentuk
pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta hitam
12

yang tebal. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran


utama. Kerusakan pada lapisan mulut biasanya sangat menyakitkan dan
mengurangi kemampuan pasien untuk makan atau minum dan sulit
menutup mulut sehingga air liurnya menetes. Lesi di mukosa mulut dapat
juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas, dan esofagus.
Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar
bernafas. Kelainan pada lubang alat genital akan menyebabkan sulit buang
air kecil disertai rasa sakit. Kadang-kadang selaput lendir saluran
pencernaan dan pernapasan yang terlibat, menyebabkan diare dan sesak
napas.) 1,4,7,8
4. Pasien juga mengeluhkan mata merah yang disertai kotoran berwarna
kuning kehijauan, mata terasa bengkak hingga pasien sedikit sulit
membuka mata terutama ketika pasien bangun tidur.
(sesuai karena, kelainan mata, merupakan 80% diantara semua kasus,
yang tersering ialah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa
konjungtivitis purulen, blefarokonjungtivitis, perdarahan, simblefaron,
ulkus kornea, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema, penuh dengan nanah
sehingga sulit dibuka, dan disertai rasa sakit. Pada kasus berat terjadi erosi
dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa
okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular
cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler
yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai
terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa
bulan sampai 31 tahun). 1,4,7,8

B. Mengapa pada kasus ini diambil diagnosis banding Nekrosis Epidermal


Toksik (NET)? 1,7,9

13

SSSS
Etiologi

NET

Staphylococcus aureus,
infeksi mata, infeksi THT

Pasien

Anak-anak, bayi < 5 tahun

Gejala klinis

Eritem muka, leher,

Reaksi graft vs host

Dewasa

inguinal, axilla (24 jam)

generalis (24-48 jam)

Akut
Gejala prodormal
KU buruk
Eritem generalisata,

bula dinding kendur.


Epidermolisis
Nikolsky sign +
Mukosa jarang
PA : celah pada sratum

vesikel, bula,

granulosum

Komplikasi

Obat

purpura
Kulit, mukosa bibirmulut, orifisium
genital
Epidermolisis +
Nikolsky sign +
PA : celah pada

Selulitis, pneumonia,

subepidermal
Akut Tubular Nekrosis

septikemia

C. Bagaimana penatalaksaan pada pasien tersebut?


Penatalaksanaan

skabies

bisa

dilakukan

dengan

pengobatan

non-

medikamentosa dan medikamentosa. 6


Pengobatan non-medikamentosa yang diberikan pada pasien adalah :
Non-Medikamentosa 7 :

14

Edukasi ke pasien bahwa penyakit ini menular dan pasien harus


menggunakan masker.
Meningkatkan kebersihan perorangan dan lingkungan
Jangan menggaruk bagian yang gatal.
Diet rendah garam dan diet tinggi protein
Medikamentosa :
Topikal :
-

Kenalog in oral base


(Lesi mulut diberi kenalog in orabase, betadine gargle, dan untuk
bibir yang kelainannya berupa krusta tebal kehitaman dapat
diberikan emolien misalnya krim urea 10%) 7,8

Sulfadiazine perak krim

Sistemik
-

Cairan infuse dextrose 5% tiap 8 jam


(Terapi cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara
parenteral. Dapat diberikan infuse, misalnya dekstrose 5%, Nacl
9% dan Ringer laktat berbanding 1:1:1 dalam satu labu, setiap 8
jam). 7,8

Dexametason 6 x 5mg/hari iv
(Kotikosteroid

parenteral:

deksamentason

dosis

awal

1mg/kg BB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB


tiap 6 jam. menganggap steroid menguntungkan dan
menyelamatkan nyawa). 7,8
-

Klindamisin 2 x 600mg/hari iv
(Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang
menimbulkan

alergi,

berspektrum

luas,

bersifat

15

bakterisidal

dan

tidak

bersifat

nefrotoksik,

misalnya

klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2


kali/hari. Selain itu obat lain juga dapat digunakan misalnya
siprofloksasin 2 x 400 mg iv dan seftriakson 2 g iv sehari.). 6,8
-

Vitamin C 500mg/hari iv

(Pada kasus purpura yang luas dapat pula diambahkan vitamin C


500 mg atau 1000 mg iv sehari) 6,8

Curcuma 3x1 (hepatoprotektor). 6

E. Bagaimana prognosis pada pasien tersebut?


Quo ad Vitam

: dubia ad bonam, ada kegawatan mengancam nyawa

Quo ad Functionam

: dubia ad bonam dengan penanganan berkelanjutan


untuk meningkatkan kualitas hidup pasien

Quo ad Sanam

: dubia ad bonam, terutama jika kepatuhan berobat dan


penggunaan obat-obatan berjalan baik dan benar

DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko P Ronny. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi keenam. Penyakit
kulit. Jakarta: FKUI; 2010. Hal. 122 125
2. Kartowigno S. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Edisi Pertama.
Palembang : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2011 : 167-173.
3. Siregar R. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Cetakan 1. Jakarta:
EGC, 2005. Hal 102 103
16

4. Golant AK, Levitt J Scabies : A Riview Diagnosis and Management Based on


Steven Johnson Syndrom. New York: Departemen of Dermatology, the mount
sinai; 2012. Hal 1 12
5. Gunning K, Kiraly B. an update diagnosis and management Steven Johnson
Syndrom; Am fam physician. 2012; p 565 597
6. Johnston, G. Sladden, M. Prurigo : Diagnosis and Treathment, British Medical
Journal, 2005; p 619 622
7. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA. Et al. Dermatology in
General Medicine. 7th Ed. New York: McGraw-Hill, 2008; p 1205
8. Djuanda, A. Hamzah, M. Sindrom Stevens Johnson. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta 2007 : hal. 163-166.


9. Mansjoer, A. Suprohaita. Wardhani, WI. Setiowulan, W. Erupsi Alergi
Obat. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Media Aesculapius.
Jakarta. 2002.hal.167-180

17

Anda mungkin juga menyukai