Anda di halaman 1dari 31

RINGKASAN DAN KESIMPULAN

FILSAFAT ILMU

OLEH
NIM

: LIANASARI
: 06012681318020

PROGRAM

STUDI

PENDIDIKAN

BAHASA

INGGRIS
PASCASARJANA UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah Maha Besar
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan ringkasan buku Filsafat Ilmu karangan Jujun Sumantri ini dengan
baik.
Ringkasan buku Filsafat Ilmu ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
mata kuliah Filsafat Ilmu pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris,
Pascasarjana Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Filsafat Ilmu, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menulis
ringkasan ini.
Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, demikian pula
dengan ringkasan ini, yang belum sempurna dan masih banyak kekurangan.
Mudah-mudahan ringkasan ini bermanfaat bagi para pembaca.

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I KEARAH PEMIKIRAN FILSAFAT.......

BAB II DASAR-DASAR PENGETAHUAN.

BAB III ONTOLOGI: HAKIKAT APA YANG DIKAJI .

10

BAB IV EPISTEMOLOGI: CARA MENDAPATKAN


PENGETAHUAN YANG BENAR ................... 15
BAB V SARANA BERPIKIR ILMIAH ....

19

BAB VI AKSIOLOGI: NILAI KEGUNAAN ILMU ........ 24


BAB VII ILMU DAN KEBUDAYAAN ............... 28

BAB I
KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT
Pertanyaan:
1. Apakah itu sebenarnya arti dari filsafat?
2. Apa sajakah karakteristik orang berpikir secara filsafat?
3. Apakah yang sebenarnya ditelaah oleh filsafat?
4. Apa saja cabang-cabang filsafat?
5. Apakah itu sebenarnya filsafat ilmu?
Ringkasan jawaban dari pertanyaan:
a. Pengertian Filsafat
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan
rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong
untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang kita belum tahu.
Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui
dalam kesemestaan yang seakan tak terbatas ini. Berfilsafat tentang ilmu berarti
kita berterus terang kepada diri kita sendiri apakah sebenarnya yang saya ketahui
tentang ilmu? Apakah cirri-cirinya yang hakiki yang membedakan ilmu dengan
pengetahuan-pengetahuan lainnya yang bukan ilmu? Mengapa kita mesti
mempelajari ilmu ? Dsb. Orang yang berfilsafat dapat diumpamakan sebagai
seseorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang , ia ingin
mengetahui hakikat dirinya dalam kemestaan alam, Filsafat adalah ilmu yang
berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan
pikiran/ rasio belaka.
b. Karakteristik Orang Berpikir Secara Filsafat
Ada tiga karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat
menyeluruh. Yang kedua adalah sifat mendasar. Yang ketiga adalah sifat
spekulatif.
1) Menyeluruh
Karakteristik berpikir filsafat secara menyeluruh artinya adalah tidak puas
mengenali ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Misalnya, seorang
ilmuwan tidak puas lagi mengenai ilmu hanya dipandang dari segi ilmu itu
sendiri. Dia ingin melihat hahikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang
lainnya. Dia ingin tahu kaitan ilmu dengan moral. Kaitan ilmu dengan
agamanya. Dia ingin yakin apakah ilmu itu membawa kebahagian kepada
dirinya.
2) Mendasar

Karakteristik berpikir filsafat secara mendasar artinya adalah tidak percaya


begitu saja bahwa ilmu itu benar. Seseorang berpikir filsafat secara mendasar
bearti dia tidak lagi percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar. Selalu timbul
pertanyaan didalam dirinya. Mengapa ilmu dapat disebut benar? Bagaimana
proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apakah kriteria itu
sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti sebuah lingkaran maka
pertanyaan itu melingkar. Dan menyusur sebuah lingkaran, kita pun harus
mulai dari satu titik, yang awal dan pun sekaligus akhir.
3) Spekulatif
Karakteristik berpikir filsafat secara spekulatif artinya adalah mencurigai
atau memilih buah pikir yang dapat kita andalkan. Semua pengetahuan yang
ada dimulai dengan spekulasi. Dari serangkaian spekulasi ini kita dapat
memilih buah pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari
penjelajahan pengetahuan. Tanpa menetapkan kriteria tentang apa yang disebut
benar maka tidak mungkin pengetahuan lain berkembang diatas kebenaran.
c. Bidang Telaah Filsafat
Filsafat menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh
manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pionir dia mempermasalahkan hal-hal
yang pokok, terjawab masalah yang satu diapun mulai merambah.
d. Cabang-Cabang Filsafat
Kajian filsafat mencakup tiga segi yakni apa yang disebut benar dan salah
(logika), mana yang dianggap baik dan buruk (etika), dan apa yang termasuk
indah dan jelek (estetika). Ketiga cabang utama filsafat ini kemudian bertambah
lagi yakni: (1) teori tentang ada: hakikat keberadaan zat, hakikat tentang pikiran
serta kaitan antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum dalam metafisika;
(2) politik, yakni kajian mengenai organisasi sosial/pemerintahan. Kelima cabang
utama ini berkembang lagi menjadi cabang-cabang filsafat yang lebih spesifik
diantaranya filsafat ilmu yang antara lain mencakup:
(1)
Epistemologi ( filsafat pengetahuan )
(2)
Etika ( fisalfat moral )
(3)
Estetika ( Filsafat seni )
(4)
Metafisika
(5)
Politik ( filsafat pemerintahan )
(6)
Filsafat Agama
(7)
Filsafat ilmu
(8)
Filsafat pendidikan
(9)
Filsafat Hukum
(10) Filsafat sejarah
(11) Filsafat matematika.

e. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistimologi yang secara spesifik
mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Filsafat Ilmu dibagi menjadi filsafat
ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu social, namun tidak terdapat perbedaan
yang prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu social dimana keduanya
memiliki cirri-ciri keilmuan yang sama. Filsafat ilmu merupakan telaahan secara
filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti:
Obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki dari
obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan
daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera
yang membuahkan pengetahuan? Pertanyaan-pertanyaan ini
merupakan landasan ontologism.
Untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dari pengetahuan lainnya
maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah: apa yang dikaji oleh pengetahuan
itu (ontologi)? Bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan tersebut
(epistemologi)? Serta untuk apa pengetahuan itu dipgunakan (aksiologi)? Dengan
mengetahui ketiga jawaban pertanyaan tersebut maka dengan mudah kita dapat
membedakan berbagai jenis pengetahuan yang terdapat dalam khasanah
kehidupan manusia.
Kesimpulan:
Dari ringkasan diatas dapat disimpulkan bahwa ketika seorang manusia mulai
berpikir tentang hakikat sesuatu yang ada dimuka bumi ini, maka secara tidak
disadari oleh dirinya sendiri dia telah berpikir secara filsafat. Ketika berpikir
secara filsafat seseorang tersebut akan berpikir secara menyeluruh, mendasar, dan
mulai berspekulasi terhadap kebenaran sesuatu yang ada. Dengan demikian berarti
filsafat itu menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia.
Filsafat itu sendiri mengkaji tiga segi yakni logika, etika, estetika yang kemudian
berkembang lagi menjadi cabang-cabang filsafat yang lebih spesifik diantaranya
filsafat ilmu. Filsafat ilmu itu sendiri merupakan bagian dari cabang filsafat yaitu
epistimologi yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).
Filsafat ilmu inilah yang membantu manusia untuk nantinya berpikir secara
ilmiah.
BAB II
DASAR-DASAR PENGETAHUAN
Pertanyaan
1. Apakah itu sebenarnya hakikat penalaran?

2.
3.
4.
5.

Apakah ciri-ciri penalaran sebagai suatu kegiatan berpikir?


Apa itu sebenarnya logika dan bagaimana kaitannya dengan penalaran?
Sebutkan dan jelaskan dua jenis penarikan kesimpulan (logika)?
Logika induktif dan logika deduktif, dalam proses penalarannya,
menggunakan premis yang berupa pengetahuan yang dianggapnya benar.
Bagaimanakh caranya kita mendapatkan pengetahuan yang benar itu?
6. Sebutkan dan jelaskan macam-macam teori kebenaran!
Ringkasan jawaban dari pertanyaan:
a. Hakikat Penalaran
Penalaran merupakan suatu proses berfikir dalam menarik sesuatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan
makhluk yang berikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya
yang bersumber dari pengetahuan yang didaptkan lewat merasa atau berpikir.
Penalaran menghasilkan pengetahuan dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan
bukan dengan perasaan, meskipun dikatakan pascal, hatipun memliki logika
tersendiri.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang
benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama oleh sebab itu
kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itupun
berbeda-beda dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang
disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan
bagi proses kebenaran tersebut.
b. Ciri-ciri penalaran
1. Proses berpikir logis
Ciri yang pertama ialah adanya suatu pola berpikir yang secara luas
dapat disebut logika, dan tiap penalaran mempunyai logika tersendiri atau
dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu
kegiatan berpikir logis, dimana berpikir logis di sini harus diartikan
sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau logika tertentu.
2. Sifat analitik dari proses berpikirnya
Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan
diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang digunakan untuk
analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya
penalaran ilmiah merupakan kegiatan analisis yang mempergunakan
logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya yang mempergunakan
logikanya tersendiri. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari suatu
pola berpikir tertentu.
c. Logika

Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan.


Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran
maka proses berpikir ituharus dilakukan cara tertentu. Suatu penarikan
kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan
tersebut dilakukan menurut cara. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, di
mana logika secara luas dapat didefenisikan sebagai pengkajian untuk berpikir
secara sahih.
Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan, namun untuk sesuai
dengan dengan tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran maka hanya
difokuskan kepada dua jenis penarikan kesimpulan, yakni logika induktif dan
logika deduktif.
Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasuskasus individual nyata menjadi kesimpulan bersifat umum. Sedangkan logika
deduktif, menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang
bersifat individual (khusus).
1. Induksi
Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik dari suatau
kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat
individu. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan
pernyataan-pernyataan yang bersifat khas dan dan terbatas dalam
menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat
umum
2. Deduksi
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat
umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan
secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang dinamakan
silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pertanyaan dan satu
kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis
yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor.
Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif
berdasarkan kedua premis tersebut. Jadi ketepatan penarikan kesimpulan
tergantung pada tiga hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis
minor, dan keabsahan penarikan kesimpulan. Sekiranya salah satu dari
ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak dipenuhi maka kesimpulan
yang akan ditariknya akan salah.
d. Sumber Pengetahuan
Baik logika deduktif maupun logika induktif, dalam proses penalarannya,
mempergunakan premis-premis yang berupa pengetahuan yang dianggapnya
benar. Bagaimana kita mendapatkan pengetahuan yang benar itu? Pada dasarnya

terdapat dua cara pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang
benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri kepada rasio dan yang kedua
mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum rasionalis mendasarkan diri kepada
rasio dan kaum empirisme mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum rasionalis
mempergunakan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Dapat
dikatakan bahwa ide bagi kaum rasionalis adalah bersifat apriori dan pengalaman
yang didapatkan manusia lewat penalaran rasional.
Berlainan dengan kaum rasionalis maka kaum empiris berpendapat bahwa
pengetahuan manusia itu bukan didapatkan lewat penalaran yang abstrak namun
lewat penalaran yang konkret dan dapat dinyatakan lewat tangkapan panca indra.
Disamping rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk mendapatkan
pengetahuan yang lain. Yang penting untuk kita ketahui adalah intuisi dan wahyu.
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran
tertentu. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk
menyusun pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak dapat diandalkan.
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia.
e. Kriteria Kebenaran
Tidak semua manusia mempunyai persyaratan yang sama terhadap apa yang
dianggapnya benar. Oleh sebab itu ada beberapa teori yang dicetuskan dalam
melihat kriteria kebenaran.
1. Teori koherensi.
Teori ini merupakan menyatakan bahwa pernyataan dan kesimpulan yang
ditarik harus konsinten dengan pernyataan dan kesimpulan terdahulu yang
dianggap benar. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdsarkan teori
koherensi suatu pernyatan dianggap benar bila pernyataan tersebut bersifat
koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang
dianggap benar. Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya
dilakukan pembuktian berdsarkan teori koheren.

2. Teori korespondensi.
Bagi penganut teori korespondensi, suatu pernyataan adalah benar jika
materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi
(berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
3. Teori Pragmatis
Bagi seorang pragmatis, kebenaran suatau pernyataan diukur dengan
kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungisional dalam kehidupan
praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau

konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam


kehidupan umat manusia.
Kesimpulan:
Dari ringkasan diatas dapat disimpulkan bahwa didalam proses berpikir
manusia melakukan penalaran untuk menarik kesimpulan yang menghasilkan
pengetahuan. Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan
pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar
kebenaran maka proses berpikir ituharus dilakukan cara tertentu. Suatu penarikan
kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan
tersebut dilakukan menurut cara. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika.
Dalam berpikir secara logika ada kemungkinan seseorang menarik kesimpulan
dari kasus yang nyata ke umum atau sebaliknya. Selain itu, untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar manusia bisa mendasarkan diri kepada rasio dan yang
kedua mendasarkan diri kepada pengalaman untuk mencari kriteria kebenaran.

BAB III
ONTOLOGI
Pertanyaan:
1. Apa itu sebenarnya ontologi?
2. Hakikat apa yang dikaji dalam ontologi?
3. Sebutkan dan jelaskan aliran-aliran dalam ontologi!
4. Sebutkan dan jelaskan beberapa cakupan ontologi!
Ringkasan jawaban dari pertanyaan:

Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat. Kata ontologi berasal dari
bahasa Yunani, yaitu On=being, dan Logos=logic. Jadi, ontologi adalah The
Theory of Being Qua Being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan).
Menurut bahasa, Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu : On/Ontos =
ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan
menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada,
yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun
rohani/abstrak. Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu
perwujudan tertentu. Membahas tentang yang ada, yang universal, dan
menampilkan pemikiran semesta universal. Berupaya mencari inti yang temuat
dalam setiap kenyataan, dan menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas
dalam semua bentuknya. Menurut Aristoteles, ontologi adalah ilmu yang
menyelidiki hakekat sesuatu atau tentang sesuatu yang ada, keberadaannya atau
eksistensinya atau yang disebut dengan metafisika berarti menyelidiki tentang
makna yang ada (keberadaannya) manusia, benda, alam semesta (kosmologi),
kehidupan atau hubungan manusia (antropologi).
Adapun hakekat apa yang dikaji (landasan terdasar) dalam ontologi, yaitu:

Apakah sesungguhnya hakekat realita yang sebenarnya?


Apakah realita yang nampak ini suatu realita atau materi?
Atau ada sesuatu dibalik realita itu?
Apakah ada rahasia alam?
Apakah wujud semesta ini bersifat tetap?
Apakah hakekat semesta ini bersifat tetap?
Apakah realita ini berbentuk satu unsur, 2 unsur, atau banyak?

Aliran- Aliran Ontologi


1) Monoisme.
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh
kenyataan itu adalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakekat saja
sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa meteri atupun berupa rohani.
Tidak mungkin ada hakekat masing-masing bebas dan berdiri sendiri.
Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan
menentukan perkembangan yang lainnya. Istilah monoisme oleh Thomas
Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi
kedalam dua aliran.
a. Materialisme, aliran ini menggap bahwa sumber yang asal itu adalah
materi, bukan rohani, aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme.
Menurutnya zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.

10

b. Idealisme, Sebagai lawan materialisme adalah aliran idealisme yang


dinamakan dengan spritualisme. Idealisme berarti serba cita, sedang
spritulisme berarti ruh.
2) Dualisme.
Setelah kita memahami bahwa hakikat itu satu (monoisme) baik
materi ataupun rohani, ada juga pandangan yang mengatakan bahwa hakekat
itu ada dua. Aliran ini disebut dualisme. Aliran ini berpendapat bahwa terdiri
dari dua macam hakekat sebagai asal sumbernya, yaitu hakekat materi dan
hakekat rohani. Pendapat ini mula-mula dipakai oleh Thomas Hyde (1770).
3) Pluralisme.
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui semua macam
bentuk itu adalah semua nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy
and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa keyataan ala
mini tersusun dari banyak unsure, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh
aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxa goros dan Empedocles yang
menyatakan bahwa subtansi yang ada itu berbentuk dan terdiri dari 4 unsur,
yaitu tanah, air, api, dan udara.
4) Nihilisme.
Berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah
doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Istilah nihilisme
diperkenalkan oleh Ivan Tuegeniev dalam novelnya Fathers and Childern
yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Dalam novelnya itu Bazarov
sebagai tokoh sentral mengatakan lemahnya kutukan ketika ia menerima ide
nihilisme. Tokoh aliran ini adalah Friedrich Nietzsche (1844. 1900 M)
dilahirkan di Rocken di Prusia, dari keluarga pendeta dalam pandangannya
bahwa Allah sudah mati Allah kristiani dengan segalah perintah dan
larangannya sudah tidak merupakan rintangan lagi.
5) Agnosticisme.
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui
hakekat benda. baik hakekat materi maupun hakekat rohani. Kata
Agnosticisme berasal dari bahasa Greek Agnostos yang berarti unknown.
Timbulnya aliran ini karena belum dapatnya orang mengenal dan mampu
menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan
dapat kita kenal. Aliran ini menyagkal adanya kenyataan mutlak yang bersifat
transcendent. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan
tokoh-tokohnya seperti, Soren Kierkegaan, Hiedegger, Setre dan Jaspers.
yang dikenal sebagai julukan bapak filsafat.

11

Beberapa cakupan Ontologi:


1. Metafisika
Berdasarkan asal katabya Metafisika dapat diartikan (Bahasa Yunani:
(meta) = setelah atau di balik, (phsika) = hal-hal di alam)
adalah cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek
(fisik) di dunia. Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika
mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu
realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta?
Pembahasan ontologi terkait dengan pembahasan mengenai metafisika.
Mengapa ontologi terkait dengan metafisika? Ontologi membahas hakikat
yang ada, metafisika menjawab pertanyaan apakah hakikat kenyataan ini
sebenar-benarnya? Pada suatu pembahasan, metafisika merupakan bagian
dari ontologi, tetapi pada pembahasan lain, ontologi merupakan salah satu
dimensi saja dari metafisika. Karena itu, metafisika dan ontologi merupakan
dua hal yang saling terkait. Bidang metafisika merupakan tempat berpijak
dari setiap pemikiran filsafati, termasuk pemikiran ilmiah. Metafisika
berusaha menggagas jawaban tentang apakah alam ini. Terdapat Beberapa
penafsiran yang diberikan manusia mengenai alam ini (Jujun, 2005).
a. Supernaturalisme
Di alam terdapat wujud-wujud gaib (supernatural) dan ujud ini
bersifat lebih tinggi atau lebih berkuasa dibandingkan dengan alam
yang nyata. Dari paham Supernatural ini lahirla tafsiran-tafsiran
cabang seperti Animisme, dimana manusia percaya bahwa terdapat
roh yang sifatnya gaib terdapat dalam benda-benda.
b. Naturalisme.
Paham ini amat bertentangan dengan paham supernaturalisme. Paham
naturalisme menganggap bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan
oleh hal-hal yang bersifat gaib, melainkan karena kekuatan yang
terdapat dalam itu sendiri,yang dapat dipelajari dan dapat diketahui.
Orang-orang yang menganut paham naturalisme ini beranggapan
seperti itu karena standar kebenaran yang mereka gunakan hanyalah
logika akal semata, sehingga mereka mereka menolak keberadaan
hal-hal yang bersifat gaib itu.
2. Asumsi
Setiap ilmu selalu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk
mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus
obyek telaah suatu bidang kajian, semakin memerlukan asumsi yang lebih
banyak.
Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektal suatu jalur
pemikiran. Asumsi dapat diartikan pula sebagai merupakan gagasan primitif,

12

atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain
yang akan muncul kemudian.
3. Peluang
Peluang secara sederhana diartikan sebagai probabilitas. Peluang 0.8
secara sederhana dapat diartikan bahwa probabilitas untuk suatu kejadian
tertentu adalah 8 dari 10 (yang merupakan kepastian). Dari sudut keilmuan
hal tersebut memberikan suatu penjelasan bahwa ilmu tidak pernah ingin dan
tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat
mutlak. Tetapi ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar bagi manusia
untuk mengambil keputusan, dimana keputusan itu harus didasarkan kepada
kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif. Dengan demikan maka kata akhir dari
suatu keputusan terletak ditangan manusia pengambil keputusan itu dan
bukan pada teori-teori keilmuan.
4. Batas Penjelajahan Ilmu
Ilmu memulai penjelajahannnya pada pengalaman manusia dan berhenti
di batas pengalaman manusia. Apakah ilmu mempelajari hal ihwal surga dan
neraka? Jawabnya adalah tidak; sebab surga dan neraka berada di luar
jangkauan pengalaman manusia. Baik hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita,
maupun apa-apa yang terjadi sesudah kematian kita, semua itu berada di luar
penjelajahan ilmu.
Mengapa ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam
batas pengalaman kita? jawabnya terletak pada fungsi ilmu itu sendiri dalam
kehidupan manusia: yakni sebagai alat pembantu manusia dalam
menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan
mengenai hari kemudian tidak akan kita nyatakan kepada ilmu, melainkan
kepada agama, sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah
seperti itu.
Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman
manusia juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun yang
telah teruji kebenarannya secara empiris. Sekiranya ilmu memasukkan daerah
di luar batas pengalaman empirisnya, bagaimana kita melakukan pembuktian
secara metodologis? bukankah hal ini merupakan suatu kontradiksi yang
menghilangkan keahlian metode ilmiah?
Kalau begitu maka sempit sekali batas jelajahan ilmu, kata seorang,
Cuma sepotong dari sekian permasalahan kehidupan. Memang demikian,
jawab filsuf ilmu, bahkan dalam batas pengalaman manusia pun, ilmu hanya
berwenang dalam menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Tentang
baik dan buruk, semua (termasuk ilmu) berpaling kepada sumber-sumber

13

moral; tentang indah dan jelek, semua (termasuk ilmu) berpaling kepada
pengkajian estetik. Ilmu tanpa (bimbingan moral) agama adalah buta,
demikian kata Einstein.

Kesimpulan:
Dari ringkasan diatas dapat disimpulkan bahwa Ontologi membahas tentang
yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Membahas tentang
yang ada, yang universal, dan menampilkan pemikiran semesta universal.
Berupaya mencari inti yang temuat dalam setiap kenyataan, dan menjelaskan yang
ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. Ontologi juga
membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan
perkataan lain suatu pengkajian mengenai yang ada

BAB IV
EPISTEMOLOGI
CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR
Pertanyaan:
1. Apa itu pengetahuan?
2. Apa itu sebenarnya Epistemologi?
3. Jelaskan bagaimana prosedur dalam mendapatkan pengetahuan!
4. Apa itu pengetahuan ilmiah?
5. Jelaskan tiga fungsi pengetahuan ilmiah dan struktur pengetahuan ilmiah!
Ringkasan jawaban dari pertanyaan:

14

a. Pengetahuan
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita
ketahui tentang suatu obyek tertentu. Termasuk didalamnya adalah ilmu.
Setiap jenis pengetahuan memiliki ciri-ciri yang spesifik mengenai apa
( ontologi ), bagaimana ( epistemologi ) dan untuk apa ( aksiologi ). Ilmu
mempelajari alam sebagaimana adanya dan terbatas pada lingkup pengalaman
kita. Usaha untuk mengetahui gejala ualam sudah dimulai sejak dulu kala
melalui mitos. Tahap selanjutnya yaitu dengan mengembangkan pengetahuan
yang mempunyai kegunaan praktis dan berakar pada pengalaman berdasarkan
akal sehat yang didukung oleh metode mencoba-coba. Perkembangan ini
menyebabkan tumbuhnya pengetahan yang disebut seni terapan. Akal sehat
dan coba-coba mempunyai peranan penting dalam usaha manusia untuk
menemukan penjelasan mengenai berbagai gejala alam. Perkembangan
selanjutnya adalah tumbuhnya rasionalisme yang secara kritis
mempertanyakan dasar-dasar pikiran yang bersifat mitos. Lalu berkembang
lagi kearah empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan yang benar itu
didasarkan kepada kenyataan pengalaman.
b. Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme
biasa diartikan pengetahuan dan kebenaran dan logos diartikan pikiran, kata,
atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan
yang benar dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa
inggrisnya menjadi theory of knowledge:
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang
mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya
(validitasnya) pengetahuan. Dalam epistemologi, pertanyaan pokoknya
adalah apa yang dapat saya ketahui?
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?
2. Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh?
3. Bagaimanakah validitas pengetahuan a priori (pengetahuan pra
pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna
pengalaman)
c. Prosedur dalam mendapatkan pengetahuan
Metode ilmiah merupakan prosedurdalam mendapatkan pengetahuan
yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan ilmupengetahuan yang didapatkan
lewat metode ilmiah.Tidak semua pengetahuan dapatdisebut ilmu sebab ilmu
merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harusmemenuhi syarat-

15

syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatupengetahuan


dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode
ilmiah.
Metodologi ilmiah secara filsafat termasuk dalam apa yang dinamakan
epistemology. Epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana
kitamendapatkan pengetahuan: apakah sumber pengetahuan? apa hakikak ,
jangkauan danruang lingkup pengetahuan? apakah manusia dimungkinkan
untuk mendapatkanpengetahuan? sampai tahap mana pengetahuan yang
mungkin untuk didatangkanmanusia.
Karakteristik khusus yangdimiliki oleh pengetahuan ilmiah adalah
sifat rasional dan teruji yangmemungkinkan tubuh pengetahuan yang
disusunnya merupakan pengetahuan yang dapatdiandalkan. Dalam hal ini
maka metodologi ilmiah mencoba menggabungkan cara berfikir deduktif dan
cara berfikir induktif dalam membangun tubuh pengetahuan. Berfikir deduktif
memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan sifat
konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Secara
sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmu disusun setahap demi setahap
dengan menyusun argumentasi mengenai suatu yang baru berdasarkan
pengetahuan yang telah ada.
Semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yakni:
a) Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan
tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan.
b) Harus cocok dengan fakta-fakta empiris sebab teori yang bagaimanapun
konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat
diterima kebenarannya secara ilmiah.
Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan
dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan
ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico-hypo-theticoverifikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1) Perumusan masalah
2) Penyusunan kerangka berpikir
3) Perumusan hipotesis
4) Pengujian hipotesis
5) Penarikan kesimpulan
Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat
disebut ilmiah. Langkah-langkah penelitian yang mencakup apa yang diteliti,
bagaimana penelitian dilakukan serta untuk apa hasil penelitian digunakan
adalah koheren dengan landasan ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Dengan demikian maka pengetahuan filsafati yang bersifat potensial secara

16

kongkret memperkuat kemampuan ilmuwan dalam melakukan kegiatan


secara operasional
d. Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan yang di proses menurut metode ilmiah merupakan
pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat keilmuan dan dapat disebut
pengetahuan ilmiah atau ilmu. Pada hakikatnya pengetahuan ilmiah
mempunyai tiga fungsi yakni menjelaskan, merencanakan dan mengontrol.
Sebuah teori pada umumnya terdiri dari hukum-hukum. Hukum pada
hakikatnya merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua
variabel atau lebih dalam suatu kaitan sebab akibat. Makin tinggi keumuman
konsep maka makin tinggi teoritis konsep tersebut. Pengetahuan ilmiah dalam
bentuk teori dan hukum harus mempunyai tingkat keumuman yang tinggi
atau secara idealnya harus bersifat universal. Dalam ilmu sosial untuk
meramalkan menggunakan metode proyeksi, pendekatan struktural, analisis
kelembagaan atau tahap-tahap perkembangan. Penelitian yang bertujuan
untuk menemukan pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah
diketahui dinamakan penelitan murni atau penelitian dasar. Sedangkan
penelitian yang bertujuan untuk mempergunakan pengetahuan ilmiah yang
telah diketahui untuk memecahkan masalah kehidpan yang bersifat praktis
dinamakan penelitian terapan.
Pengetahuan yang diproses menurut metode ilmiah merupakan
pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat keilmuan, dan dengan demikian
dapat disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ada pun struktur pengetahuan
ilmiah sebagai berikut :
1.Teori
Yang merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai
suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.
2.Hukum
Yang merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua variabel
atau lebih dalam suatu kaitan sebab akibat.
3.Prinsip
Yang dapat diartikan sebagai pernyataan yang berlaku secara umum bagi
sekelompok gejala-gejala tertentu yang mampu menjelaskan kejadian yang
terjadi.
4.Postulat

17

Yyang merupakan asumsi dasar yang kebenarannya kita terima tanpa dituntut
pembuktiannya.
Kesimpulan:
Dari ringkasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan pada
hakikatnya merupakan segenap apa yang manusia ketahui tentang suatu obyek
tertentu. Ketika seseorang mulai berpikir bagaimana cara mendapatkan atau
menarik kesimpulan dari kebenaran suatu pengetahuan maka hal tersebut
merupakan bagian dari filsafat yang disebut epistemolgi. Epistemologi adalah
bagaimana cara mendapatkan kebenaran dari pengetahuan. Untuk mendapatkan
atau menarik kesimpulan dari pengetahuan maka seseorang harus melewati suatu
proses yang dinamakan metode ilmiah. Pada proses ini seseorang di tuntut untuk
berpikir secara ilmiah. Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat
dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam
kegiatan ilmiah yaitu: (1) Perumusan masalah; (2) Penyusunan kerangka berpikir:
(3) Perumusan hipotesis; (4) Pengujian hipotesis; (5) Penarikan kesimpulan.
Setelah melakukan tahapan tersebut barulah seseorang bisa mendapatkan
pengetahuan.

BAB V
SARANA BERPIKIR ILMIAH
Pertanyaan:
1. Apa itu sebenarnya sarana berpikir Ilmiah?
2. Sebutkan beberapa macam sarana berpikir ilmiah!
3. Berikan penjelasan mengenai bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah!
4. Berikan penjelasan mengenai logika sebagai sarana berpikir ilmiah!
5. Berikan penjelasan mengenai matematika sebagai sarana berpikir ilmiah!
6. Apakah itu sifat kuantitatif matematika dan matematika sebagai sarana
berpikir deduktif?
7. Berikan penjelasan mengenai statistika sebagai sarana berpikir ilmiah!
8. Apakah itu statistika sebagai sarana berpikir induktif?

18

9. Jelaskan hubungan antara sarana berpikir ilmiah, bahasa, logika,


matematika dan statistika!
Ringkasan jawaban dari pertanyaan:
A. DEFINISI SARANA BERPIKIR ILMIAH
Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan.
Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan
pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa
pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan
induksi dan deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang di dalamnya
kesimpulan yang bersifat umum ditarik dari pernyataan-pernyataan atau kasuskasus yang bersifat khusus; sedangkan, deduksi ialah cara berpikir yang di
dalamnya kesimpulan yang bersifat khusus ditarik dari pernyataan-pernyataan
yang bersifat umum.
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi langkah-langkah (metode)
ilmiah, atau membantu langkah-langkah ilmiah, untuk mendapatkan kebenaran.
fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah untuk
mendapat ilmu atau teori yang lain. Ada 4 sarana untuk berpikir ilmiah yaitu
bahasa, logika, matematika, dan statistika.
B. SARANA BERPIKIR ILMIAH
1. BAHASA
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh
proses berpikir ilmiah. Definisi bahasa menurut Jujun Suparjan Suriasumantri
menyebut bahasa sebagai serangkaian bunyi dan lambang yang membentuk
makna. Sedangkan dalam KBBI(Kamus Besar Bahasa Indonesia), diterakan
bahwa bahasa ialah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan
oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri. Jadi bahasa menekankan bunyi, lambang,
sistematika, komunikasi, dan alat.
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses
berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi
untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik pikiran
yang berlandaskan logika induktif maupun deduktif. Dengan kata lain, kegiatan
berpikir ilmiah ini sangat berkaitan erat dengan bahasa. Ketika bahasa
disifatkan dengan ilmiah, fungsinya untuk komunikasi yang disifatkan dengan
ilmiah juga, yakni komunikasi ilmiah. Komunikasi ilmiah ini merupakan
proses penyampaian informasi berupa pengetahuan. Untu mencapai
komunikasi ilmiah, maka bahasa yang digunakan harus terbebas dari unsure
emotif.

19

2. LOGIKA
Logika adalah sarana untuk berpikir sistematik, valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam arti luas logika adalah sebuah metode dan
prinsip-prinsip yang dapat memisahkan secara tegas antara penalaran yang
benar dengan penalaran yang salah. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir
sesuai dengan aturan-aturan berpikir. Berpikir membutuhkan jenis-jenis
pemikiran yang sesuai.
Logika dapat di sistemisasi dalam beberapa golongan:
Menurut Kualitas dibagi dua, yakni Logika Naturalis (kecakapan
berlogika berdasarkan kemampuan akal bawaan manusia) dan Logika
Artifisialis (logika ilmiah) yang bertugas membantu Logika Naturalis dalam
menunjukkan jalan pemikiran agar lebih mudah dicerna, lebih teliti, dan lebih
efisien.
Menurut Metode dibagi dua yakni Logika Tradisional yakni logika
yang mengikuti aristotelian dan Logika Modern
Menurut Objek dibagi dua yakni Logika Formal (deduktif dan
induktif) dan Logika Material.
3. MATEMATIKA
Dalam abad ke-20 ini, seluruh kehidupan manusia sudah menggunakan
matematika, baik matematika sangat sederhana hanya menghitung satu, dua,
tiga, sampai yang sangat rumit. Fungsi matematika dan fungsi bahasa
berhubungan dengan ilmu pengetahuan.

a. Matematika sebagai bahasa


Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna
dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika
bersifat artificial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna
diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan
kumpulan rumus-rumus yang mati. Yang paling sukar untuk menjelaskan
kepada seseorang yang baru belajar matematika. Matematika adalah
bahasa yang telah berusaha untuk menghilangkan sifat kubur, majemuk,
dan emosional dari bahasa verbal. Lambang-lambang dari matematika
dibuat secara artificial dan individual yang merupakan perjanjian kita.
b. Sifat / kuantitatif dari matematika
Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa
verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan

20

kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Sifat kuantitatif dari


matematika ini meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Ilmu
memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan
pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat. Matematika
memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke
kuantitatif. Pada dasarnya matematika diperlukan oleh semua disiplin
keilmuan untuk meningkatkan daya prediksi dan kontrol dari ilmu
tersebut.
c. Matematika: sarana berpikir deduktif
Deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan
kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan. Contoh, untuk
menghitung jumlah sudut dalam segitiga, kita mendasarkan kepada premis
bahwa kalau terdapat dua garis sejajar maka sudut yang dibentuk kedua
garis tersebut dengan garis ketiga adalah sama. Premis yang kedua adalah
bahwa jumlah sudut yang dibentuk oleh sebuah garis lurus adalah 180.
Kedua premis ini kemudian diterapkan dalam berfikir deduktif untuk
menghitung jumlah sudut-sudut dalam sebuah segitiga. Dalam hal ini kita
melihat bahwa dalam segitiga (misalnya Segitiga ABC) kalau kita tarik
garis P melalui titik A yang sejajar dengan BC maka pada titik A
didapatkan 3 sudut yakni 1, 2, 3. Yang ketiga-tiganya membentuk garis
lurus, sedangkan berdasarkan premis kedua yang mengatakan bahwa
jumlah sudut dalam sebuah garis lurus adalah 180o. dengan demikian
maka secara deduktif dapat dibuktikan bahwa jumlah sudut-sudut dalam
sebuah segitiga adalah 180. Jadi dengan contoh diatas secara deduktif
matematika menemukan pengetahuan yang ditentukan pengetahuan yang
baru berdasarkan premis-premis yang tertentu, pengetahuan yang
didapatkan secara deduktif ini sungguh sangat berguna dan memberikan
kejutan yang sangat menyenangkan.
4. STATISTIKA
Statistika adalah ilmu yang berhubungan dengan cara pengumpulan data,
pengolahan dan penganalisaan, penaksiran kesimpulan dan pembuat keputusan
(Hartono Kasmadi, dkk). Statistika sering digunakan dalam penelitian ilmiah.
Statistika memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan
yang ditarik.
a. Statistika: cara berpikir induktif
Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variable yang
ditelaah dalam suatu populasi tertentu.Statistik merupakan pengetahuan
untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama.
Penarikan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah

21

permasalahan mengenai banyaknya kasus yang harus kita amati sampai


kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum.
Suatu contoh, jika kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata umur 10
tahun di Indonesia? Untuk mengetahi persoalan ini statistika memberikan
sebuah jalan keluar yaitu dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum
dengan jalan hanya mengamati sebagian dari populasi yang bersangkutan.
Jadi untuk mengatahuinya dapat dilakukan hanya dengan melakukan
pengukuran terhadap sebagain anak saja, tentu saja penarikan kesimpulan
ini ditarik berdasarkan contoh (sample) dari populasi yang bersangkutan.
Yang perlu kita garis bawahi bahwa asas statistika itu adalah makin banyak
atau besar contoh yang diambil maka makin tinggi pula tingkat ketelitian
dari penarikan kesimpulan itu. Dengan demikian ststistika mampu
memberikan tingkat ketelitian yang lebih kuantitatif dan akurat.
5. HUBUNGAN ANTARA SARANA BERPIKIR ILMIAH, BAHASA,
LOGIKA, MATEMATIKA DAN STATISTIKA.
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh
proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat
komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain.
Ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir
deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu, penalaran ilmiah menyandarkan diri
kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai
peranan yang penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai
peranan penting dalam berpikir induktif. Jadi keempat sarana ilmiah ini saling
berhubungan erat satu sama lain.
Kesimpulan:
Dari ringkasan diatas dapat disimpulkan bahwa ketika sesorang mulai
berpikir secara ilmiah untuk membuahkan pengetahuan, seseorang tersebut harus
menggunakan sarana berpikir ilmiah. Diantaranya adalah bahasa, logika,
matematika, dan statistika. Tanpa keempat komponen ini mustahil seseorang bisa
berpikir secara ilmiah karena keempat komponen berhubungan satu sama lain.
Tanpa bahasa seseorang tidak akan bisa berpikir untuk mencari kebenaran
(logika). Tanpa adanya logika mustahil seseorang bisa melakukan penalaran
ilmiah yang menyandarkan diri pada proses logika deduktif (Matematika) dan
logika induktif (statistik).

22

BAB VI
AKSIOLOGI
NILAI KEGUNAAN ILMU
Pertanyaan:
1. Apa itu sebenarnya aksiologi?
2. Apa itu kaitan antara ilmu dan moral?
3. Bagaimana tanggung jawab sosial seorang ilmuan terhadap suatu ilmu jika
dilihat dari segi aksiologi?
4. Jelaskan fenomena perkembangan nuklir dan apa yang seharusnya
dilakukan seorang ilmuwan menghadapi hal tersebut?
5. Jelaskan juga fenomena revolusi genetika!
Ringkasan jawaban dari pertanyaan:
a. Aksiologi

23

Aksiologi merupakan filsafat ilmu yang mengkaji tentang nilai


kegunaan ilmu. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan
etika dan estetika dimana makna etika memiliki dua arti yaitu merupakan
suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia
dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah laku,
atau yang lainnya. Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat
subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau
kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya,
bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung
pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta.
Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi
penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian
nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal
budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak
suka, senang atau tidak senang.
b. Ilmu dan Moral
Masalah moral tidak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk
menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebihlebih lagi untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral.
Benarkah bahwa makin cerdas, maka makin pandai kita menemukan
kebenaran, makin benar maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah
manusia mempunyai penalaran tinggi, lalu makin berbudi, sebab moral
mereka dilandasi oleh anlisis yang hakiki, atau sebaliknya makin cerdas maka
makin pandai pula kita berdusta?
Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Sokrates minum racun, John Huss
dibakar sebagai contoh betapa ilmuan memiliki landasan moral, jika tidak
ilmuan sangat mudah tergelincir dalam prostitusi intelektual. Jelaslah bahwa
ilmu sangat erat kaitannya dengan moral. Jika ilmu tanpa dilandasi dengan
moral dan agama maka ilmu tersebut akan memberikan dampak yang buruk
bagi manusia.
c. Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan
Secara historis fungsi sosial dari kaum ilmuwan telah lama dikenal
dan diakui. Raja Charles II dari Inggris mendirikan the Royal Society yang
bertindak selaku penawar bagi fanatisme di masyarakat waktu itu. Para
ilmuwan pada waktu itu bersuara mengenai toleransi beragama dan
pembakaran tukang-tukan sihir. Sikap sosial seorang ilmuwan adalah
konsisten dengan proses penelaahan keilmuwan yang dilakukan. Ilmu

24

terbebas dari nilai. Ilmu itu sendiri netral dan para ilmuwanlah yang
memberikan nilai. Dalam menghadapi masalah social, seorang ilmuwan yang
mempunyai latarbelakang pengetahuan yang cukup harus menempatkan
masalah tersebut pada proporsi ang sebenarnya dan menjelaskanya lepada
masyarakat dalam bahasa yang dapat dicerna. Dengan kemampuan yang
dimiliki oleh seorang ilmuwan maka harus dapat mempengaruhi opini
masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogiyanya mereka safari.
Dibidang etika, tanggungjawab seorang ilmuwan bukan lagi memberikan
informasi tetapi memberikan contoh.
Seorang ilmuan mempunyai tanggung jawab sosial di bahunya. Bukan
saja karena ia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara
langsung dengan di masyarakat yang yang lebih penting adalah karena dia
mempunyai fungsi tertentu dalam keberlangsungan hidup manusia. Sampai
ikut bertanggung jawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat. Sikap sosial seorang ilmuan adalah konsisten
dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan. Sering dikatakan bahwa
ilmu itu bebas dari sistem nilai. Ilmu itu sendiri netral dan para ilmuanlah
yang memberikannya nilai agar ilmu tersebut bisa digunakan untuk hal-hal
yang bermanfaat.
d. Fenomena Nuklir dan Pilihan Moral
Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil
penemuanya untuk menindas bangsa lain meskipun yang menggunakan itu
adalah bangsanya sendiri. Seperti halnya yang terjadi pada Albert Einstein
diperintahkan untuk membuat bom atom (nuklir) oleh pemerintah negaranya.
Einstein waktu itu memihak Sekutu karena anggapanya bahwa sekutu
mewakili aspirasi kemanusiaan. Jika sekutu kalah maka yang akan muncul
adalah rezim Nazi yang tidak berperikemanusiaan.
Untuk itu, seorang ilmuwan tidak boleh berpaku tangan. Dia harus
memilih sikap: berpihak kepada kemanusiaan atau tetap bungkam? Seorang
ilmuan tidak boleh menyembunyikan hasil penemuannya, apapun juga
bentuknya dari masyarakat luas serta apapun juga konsekuensi yang akan
terjadi dari penemuannya itu. Seorang ilmuwan tak boleh memutarbalikkan
penemuannya bila hipotesisnya yang dijunjung tinggi yang disusun diatas
kerangka pemikiran yang terpengaruh preferensi moral ternyata hancur
berantakan karena bertentangan dengan fakta-fakta pengujian.
e. Revolusi Genetik
Revolusi Genetika merupakan babak baru dalam sejarah keilmuan
manusia sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai

25

objek penelaahan itu sendiri. Hal ini bukan berarti bahwa sebelumnya tiada
ada penelaahan ilmiah yang berkaitan dengan jasad manusia, tentu saja
banyak sekali, namun penelaahan-penelaahan ini dimaksudkan untuk
mengembangkan ilmu dan teknologi, dan tidak membidik langsung manusia
sebagai objek penelaahan mengenai jantung manusia, maka hal ini
dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi yang berkaitan
dengan penyakit jantung. Atau dengan kata lain, upaya kita diarahkan untuk
mengembangkan pengetahuan yang memungkinkan kita dapat mengetahui
segenap pengetahuan yang berkaitan dengan jantung, dan diatas pengetahuan
itu dikembangkan teknologi yang berupa alat yang dapat memberi
kemudahan bagi kita untuk menghadapi gangguan-gangguan jantung.
Dengan penelitian genetika maka masalahnya menjadi sangat lain,
kita tidak lagi menelaah organ-organ manusia dalam upaya untuk
menciptakan teknologi yang memberikan kemudahan bagi kita, melainkan
manusia itu sendiri sekarang menjadi obyek penelahan yang akan
menghasilkan bukan lagi teknologi yang memberikan kemudahan, melainkan
teknologi untuk mengubah manusia itu sendiri. Apakah perubahan-perubahan
yang dilakukan diatas secara moral dapat dibenarkan.

Kesimpulan:
Dari ringkasan diatas dapat disimpulkan bahwa aksiologi adalah kegunaan
ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai nilai khususnya
etika. Ilmu menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat.
Teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi
manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan
pengetahuan dan teknologi harus diperhatikan sebaik baiknya. Dalam filsafat
penerapan teknologi meninjaunya dari segi aksiologi keilmuan.Seorang ilmuwan
mempunyai tanggungjawab agar produk keilmuwan sampai dan dapat
dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat.

26

BAB VII
ILMU DAN KEBUDAYAAN
Pertanyaan:
1. Jelaskan hubungan antara manusia dan kebudayaan!
2. Jelaskan hubungan antara ilmu dan kebudayaan nasional!
3. Sebutkan nilai-nilai ilmiah dalam pengembangan kebudayaan nasional!
4. Jelaskan mengenai dua pola kebudayaan!
Ringkasan jawaban dari pertanyaan:
a. Manusia dan Kebudayaan
Kebudayaan didefenisikan untuk pertama kali oleh E.B Taylor pada
tahun 1871, lebih dari seratus tahun yang lalu, dalam bukunya primitive
Culture dimana kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup

27

pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan


kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak
sekali. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk
melakukan berbagai tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut.
Dalam hal ini, menurut Ashley Montagu, kebudayaan mencerminkan
tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Manusia berbeda
dengan binantang bukan hanya dalam banyaknya kebutuhan namun juga
dalam memenuhi kebutuhan tersebut kebudayaanlah, dalam konteks ini,
yang memberikan garis pemisah antara manusia dengan binatang. Maslow
mengidentifikasikan lima kelompok kebutuhan manusaia yakni kebutuhan
fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan potensi.
b. Ilmu dan Pengembangan Kebudayaan Nasional
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan merupakan
unsur dari kebudayaan. Kebudayaan disini merupakan seperangkat sistem
nilai, tata hidup dan sarana bagi manusia dalam kehidupannya. Kebudayaan
nasional merupakan kebudayaan yang mencerminkan aspirasi dan cita-cita
suatu bangsa yang diwujudkan dengan kehidupan bernegara. Pegembangan
kebudayaan nasional merupakan bagian dari kegiatan suatu bangsa, baik
disadari atau tidak maupun dinyatakan secara eksplisit atau tidak.
Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung dan
saling mempengaruhi. Pada satu pihak pengembangan ilmu dalam suatu
masayarakat tergantung dari kondisi kebudayaannya. Sedangkan dipihak lain,
pengembangan ilmu akan mempengaruhi jalannya kebudayaan. Ilmu terapdu
secara intim dengan keselurhan struktur sosial dan tradisi kebudayaan, kata
Talcot Parsons, mereka saling mendukung satu sama lain: dalam beberapa
tipe masayarakat ilmu dapat berkembang dengan pesat, demikian pula
sebaliknya, masyarakat tersebut tidak dapat berfungsi dengan wajar tanpa
didukung perkembangan yang sehat dari ilmu dan penerapan.
c. Nilai-Nilai Ilmiah dalam Pengembangan Kebudayaan Nasional
Ada 7 nilai yang terkandung dalam dari hakikat keilmuan yaitu kritis,
rasional, logis, objektif, terbuka, menjunjung kebenaran dan pengabdian
universal. Ketujuh sifat ini sangat akan sangat konsisten untuk membentuk
bangsa yang modern. Karena bangsa yang modern akan menghadapi banyak
tantangan di segala bidang kehidupan. Pengembangan kebudayaan nasional
pada hakikatnya adalah perubahan kebudayaan konvensional kearah yang
lebih aspirasi.

28

d. Dua Pola Kebudayaan


Dua pola kebudayaan dan ilmu yang begulir di Indonesia, adalah
ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Kenapa hal ini terjadi, ini terjadi karena
besarnya perbedaan antara ilmu sosial dan ilmu alam. Contohnya, jika kita
belajar ilmu alam dengan subjek batu, kira-kira saat lain di teliti lagi maka
kemungkinan besar akan berhasil dengan nilai yang sama, tetapi tidak
demikin dalam ilmu sosial, dalam ilmu sosial, ilmu sosial bergerak lebih
fleksibel dan dapt berubah sewaktu-waktu.
Namun kedua hal itu bukan merupakan masalah, kedua hal itu tidak
mengubah apa yang menjadai tujuan penelitian ilmiah. Ilmu bukan
bermaksud mengumpulkan fakta tapi untuk mencari penjelasan dari gejalagejala yang ada, yang memungkinkan kita mengetahui kebenaran hakikat
objek yang kita hadapi.
Ada dua faktor yang menjadi landasan suatu analisis kuantitatif ilmu
social yaitu: sulitnya melakukan pengukuran, karena emosi dan aspirasi
merupakan unsure yang sulit dan yang kedua banyaknya variable yang
mempengaruhi tingkah laku manusia.
Hal seperti inilah yang menyebabkan ilmu alam lebih maju dari pada
ilmu sosial. Itu dikarenakan ilmu sosial lebih terpaku pada tahap kualitatif,
dan untuk mengubah ini ilmu sosial harus lebih masuk ketahap kuantitatif.
Di Indonesia hal seperti ini masih berlaku, terbukti adanya dua
penjurusan dalam bidang kajian ilmu, yaitu ilmu sosial dan ilmu alam, dan
dalam pelaksanaannya ilmu alam selalu dianggap lebih bergengsi di banding
ilmu sosial. Itu membuat sebagian masyarakat kita terobsesi untuk masuk
jurusan ilmu alam meski mungkin lebih berbakat dalam bidang sosial,
sehingga secara tidak langsung menghambat perkembangan ilmu sosial.
Pada akhirnya harus kita sadari bahwa adanya dua jurusan dalam
bidang ilmu ini memerlukan suatu usaha yang fundamental dan sistematis
dalam menghadapinya. Perlu dicari titik temu diantara kedua bidang ini
sehingga satu sama lain akan saling melengkapi, bukan saling terpisah.
Karena bagaimanapun ilmu sosial tidak dapat terpisah dan berdiri sendiri dan
begitupun ilmu alam tetap terikat secara sosial.
Kesimpulan:
Dari ringkasan diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu sangat erat kaitannya
dengan kebudayaan. Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang saling
tergantung dan saling mempengaruhi. Pada satu pihak pengembangan ilmu dalam
suatu masyarakat tergantung pada kondisi kebudayaannya. Sedangkan di pihak
lain, pengembangan ilmu dapat mempengaruhi kebudayaan. Ilmu dapat maju
apabila kebudayaan masyarakatnya maju dan berkembang.

29

30

Anda mungkin juga menyukai