Anda di halaman 1dari 3

"Diet Gaya Hidup!

"
1. Sejak kecil kita selalu
dinasihati oleh orang tua kita
agar hidup hemat, gunakan
uang sesuai dengan
kebutuhan. Nah banyak
yang menterjemahkan hidup
hemat tersebut dengan
sebisa mungkin jangan
mengeluarkan uang
sehingga akhirnya bukan
hemat tetapi menjadi pelit.
Atau bisa jadi ada orang
yang secara ekonomi berada
tetapi mobilnya hanya 2
buah, lantas orang-orang
sekitar mengatakan orang kaya tersebut pelit karena tidak mau menambah kendaraannya.
Kelihatannya hampir tidak bisa dibedakan antara hemat dan pelit ya?
Ada perbedaan yang mendasar antara Hemat dan Pelit. Jika kita buka di Collins English
Dictionary definisi Cheapskate (Pelit) as a miserly person or a stingy hoarder of money
and possessions (often living miserably) yang diterjemahkan sebagai Orang yang sengsara,
penimbun uang dan harta benda (seringkali hidup menderita).
Sedangkan Frugal (Hemat) as practicing economy, living without waste, thrifty yang
diterjemahkan hidup ekonomis, tanpa pengeluaran yang tidak perlu, cermat.
Bisa disimpulkan bahwa Orang Hemat mengatur hartanya dan Orang Pelit diatur oleh
hartanya. Untuk lebih jelasnya berikut illustrasi mengenai perbedaan Hemat dan Pelit :
- Harga dan Kualitas : orang Hemat tidak ragu membayar sedikit lebih mahal untuk
mendapatkan barang yang berkualitas bagus dan mempertimbangkan apakah kualitas tersebut
sesuai dengan kebutuhannya. Sedangkan orang Pelit yang dipedulikan adalah harga yang
paling murah.
- Kehidupan sosial : Orang hemat tetap aktif di kegiatan sosial seperti hang out dengan
teman tetapi mungkin membatasi frekuensi dan tempatnya, ikut menyumbang dana di
kegiatan lingkungan rumahnya, dll. Sedangkan orang Pelit tidak pernah mau ikut kegiatan
jika harus mengeluarkan uang.
2. Pertumbuhan ekonomi Negara memang ditunjang oleh kegiatan konsumsi penduduknya,
tetapi di sisi lain gaya hidup penduduk yang sangat konsumtif tidak hanya merugikan
individu itu sendiri tetapi ujung-ujungnya berpengaruh negative kepada kondisi ekonomi
Negara pula. Kok bisa begitu? Masyarakat konsumtif terbiasa membeli (konsumsi) bukan
menjual (Produksi), lebih suka barang import daripada buatan dalam negeri. Dampaknya
adalah cadangan devisa berkurang karena harus membayar produk import, produksi dalam
negeri tidak bergairah karena kurang diminati dan tidak dapat bersaing.
Kembali ke pertanyaan, agar hasrat konsumsi dapat ditekan sesuai dengan kemampuan,
biasakan untuk membelanjakan uang sesuai dengan kebutuhan bukan keinginan. Manusia
butuh makan bukan makan di restoran, butuh pakaian bukan pakaian keluaran desainer.
Untuk membantu perekonomian Negara, mulailah lebih banyak menggunakan produksi

dalam negeri. Secara kualitas tidak kalah kok dari barang import, tetapi dari segi harga bisa
lebih hemat.
3. Masyarakat kelas menengah di Indonesia saat ini berkembang pesat. Mereka umumnya
berada dalam usia produktif. Kalangan ini lah yang saat ini mendorong perekonomian
Indonesia dengan pola hidupnya yang konsumtif. Dengan latar belakang pendidikan yang
baik dan pendapatan yang cukup tinggi, maka kalangan ini pula yang sangat cepat menyerap
trend-trend yang ada di dunia. Mulai dari gadget, fashion, mobil, dan gaya hidup lainnya.
Kalangan ini pun berani untuk mengajukan pinjaman untuk membeli rumah dan apartemen
agar sesuai dengan gaya hidupnya.
Tidak ada salahnya membelanjakan uang kita untuk bersenang-senang, tetapi tetap harus
diingat kita tidak akan seumur hidup bekerja, ada masanya kita harus pensiun dan tidak lagi
mempunyai pendapatan sebesar saat ini. Apalagi jika masa tua yang semestinya dilewati
dengan tenang ternyata masih dibebani oleh kewajiban untuk membayar hutang. Always
save money for a rainy day.
4. Sepertinya saat ini terjadi pergeseran makna terhadap kata Sosialita. Definisi dari
kaum sosialita adalah mereka yang terlahir kaya dan menggunakan kekayaannya itu untuk
kegiatan yang bersifat sosial, seperti penggalangan dana dengan konser mudik, dinner party
di hotel berbintang, dll. Tetapi sekarang ini kita mengartikannya sebagai kaum yang aktif
secara sosial dan diliput oleh media, mempunyai gaya hidup tinggi dan selalu terlihat
menggunakan barang branded dan mewah. Sedangkan Social Climber adalah orang yang
mengikuti gaya hidup sosialita dan rela melakukan apa saja untuk masuk ke dalam lingkup
pergaulan masyarakat golongan atas tersebut.
Memang miris melihat hal ini sementara masih banyak penduduk Indonesia hidup di bawah
garis kemiskinan. Mungkin akan lebih bermakna jika para sosialita tersebut menggunakan
kekuatannya untuk menginspirasi dan berkonstribusi untuk masyarakat sebagai penggerak
dalam kegiatan-kegiatan sosial / kemanusiaan sesuai dengan makna semula dari kata
sosialita.
5. Masalah keuangan tidak hanya dialami oleh kalangan tidak mampu, tetapi banyak juga
orang yang mempunyai penghasilan tinggi tetapi tetap terjebak dalam hutang. Kita sering
terdorong untuk membeli sesuatu dengan alasan tuntutan lingkungan. teman-teman kantor
sudah punya iPhone terbaru, masa saya masih pakai buatan China? Di arisan ada jualan tas
branded boleh dicicil lagi, sayang kalau tidak beli. Teman kuliah setiap minggu kumpulkumpul di caf, masa saya Cuma beli air putih? dan masih banyak alasan-alasan lain yang
mendorong seseorang menjadi konsumtif. Lalu bagaimana mengatasinya? Ada 3 tips
yang bisa digunakan :
- Fokus pada fungsi bukan trend.
- Belanja sesuai kebutuhan bukan keinginan
- Tentukan target dan batasan finansial
6. (saya membahasnya dalam konteks ekonomi ya, karena sepertinya ini lebih cocok
dibahas dalam konteks agama).
Ada beberapa dampak negatif dari sifat Boros, antara lain :
- Orang yang boros tidak mempunyai perencanaan keuangan, baik untuk dirinya maupun
keluarganya.

- Orang yang boros cenderung untuk mempunyai gaya hidup mewah yang tidak sesuai
dengan kemampuannya, sehingga sangat mudah terjerat hutang yang sulit untuk dilunasi.
- Orang yang boros tidak mempunyai tabungan pada saat darurat atau pada masa tua,
sehingga akan membebani keluarganya.
7. Wanita di dalam rumah tangga masa kini tidak hanya sekadar menjadi sosok pengasuh,
pendidik anak-anak serta mengurus suami dan rumah, tetapi juga juga harus berperan dalam
pengelolaan keuangan keluarga. Mengelola keuangan dalam hal ini adalah mengatur agar
nafkah yang diberikan oleh suami dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari, dan tidak
berlebihan.
Memang harga-harga yang makin melambung saat ini makin menyulitkan para ibu rumah
tangga dalam mengatur pengeluaran dari nafkah yang diberikan. Oleh karena itu penting bagi
kaum wanita untuk memiliki pengetahuan agar dapat mengatur keuangan. Berikut tips untuk
mengelola anggaran rumah tangga :
- Buat Anggaran : bagi menjadi beberapa alokasi belanja, misalnya untuk kebutuhan
dapur/makan, biaya sekolah anak, iuran listrik/pam/keamanan/telepon, gaji ART, dll
- Menabung : sisihkan uang belanja yang tersisa, dan masukkan ke dalam tabungan
darurat yang sewaktu-waktu dapat diambil
- Berinvestasi : seorang wanita harus bisa mandiri dan tidak menggantungkan seluruhnya
pada suami, jika nafkah yang diberikan tidak mencukupi, usahakan untuk menambah
penghasilan. Gunakan sebagian penghasilan istri untuk berinvestasi sehingga dana bisa
bertumbuh untuk kebutuhan masa depan.
- Jangan boros : seorang istri yang cerdas dan cermat akan menggunakan uang secara
optimal dan tidak berlebihan, dan mampu mengelola aset yang sudah dimiliki dan terus
mengasah kemampuan untuk membuat aset tersebut berkembang dan menjadi optimal sesuai
tujuan finansial keluarga.
Sari Insaniwati, CFP
PT. Mitra Rencana Edukasi - Perencana Keuangan / Financial Planner
Website. www.mre.co.id, Portal. www. kemandirianfinansial.com
Fanspage. MreFinancialBusiness Advisory, Twitter. @mreindonesia
Google+. Kemandirian Finansial, Email. info@mre.co.id,
Youtube. Kemandirian Finansial
Sumber link : Diet Gaya Hidup!, Diet Gaya Hidup!

Anda mungkin juga menyukai