Anda di halaman 1dari 7

BELAJAR MENJADI PEMIMPIN DAN PENDIDIK


















.







.










:


.







.













.



:





:
) . (


Jamaah Jumat Rahimakumullah


Pada hari yg berbahagia ini, mari kita haturkan syukur yg mendalam
kehadirat Allah Swt. Kita didik kita belajari kita gembleng terus jiwa raga
ini, agar syukur itu merasuk sampai jiwa yang paling dalam. Sebab,

2
bagaimanapun kenyataan kehebatan kita, tidak bisa dipungkiri, bahwa
syukur mendalam itu nyatanya masih sangat-sangat jauh yang mampu
kita selami dan praktekkan. Masih teramat jauh dari kata ajeg. Tak
sebanding sama sekali bila disejajarkan dengan ajegnya nafas yg
merupakan anugerah Yang Maha Kuasa. Sehingga dengan demikian,
setidaknya memunculkan pertanyaan korektif instrospektif yg mampu
menjadi cambuk diri kita, mengapa rasa syukur itu tidak bisa ajeg
kontinyu sebagaimana ajegnya nafas yg tidak pernah gothang walau satu
menit? Bukankah hal demikian akan menjadikan kita tergolong hamba yg
melebihi batas? Astaghfirullaahaladziim.
Jamaah Jumat yg berbahagia
Antara syukur dan peningkatan iman taqwa seolah terjadi hubungan
timbal balik, saling menyebab-akibatkan. Ketika syukurnya terjaga, maka
berakibat terjadinya peningkatan iman dan taqwa, peningkatan tumemen
sungguh-sungguh dan hati-hatinya. Demikian pula sebaliknya, ketika
kesungguhan dalam ibadah terbangun dg baik, tertib lakon pitukonnya,
cermat teliti dalam membaca dan memenuhi perintah Allah dan utusanNya, maka dengan sendirinya pula akan mendapat tarikan rahmat dan
fadhal-Nya Allah Swt, dimapankan pada maqam syukur. Allah-lah yang
Maha Kuasa memapankan tingkat keimanan masing-masing hamba-Nya,
dari suatu tingkat ke tingkat berikutnya yg lebih tinggi, dari
tempat/suasana yang belum pernah dilalui, kemudian menduduki/
merasakan tempat yang semestinya dipapani. Semuanya menjadi KuasaNya Allah semata. Tidak bisa dijagaragas sama sekali dari sudut pandang
rasio logika.
Jamaah Jumat yg berbahagia
Mengingat maqam syukur yg tidak bisa datang secara tiba-tiba,
melibatkan kesungguhan ibadah maupun berbagai bentuk lakon yang
lain, maka perlu kiranya pencermatan dan pengkajian ulang atas pola
kebiasaan pemikiran yang selama ini dijalani. Perlu instropeksi mendalam
atas amanat dan tanggungjawab yang dipikul. Perlu serangkaian usaha,
pelatihan, dan kerja keras. Perlu penggagasan yang tuntas atas berbagai
hal yang menyelimuti pemikiran. Dan seterusnya dan sebagainya. Oleh
karena itu, sedikitnya ada 5 hal yang perlu mendapat perhatian seksama
dalam menggayuh derajad syukur, yg sekaligus peningkatan ibadah,
iman dan taqwa, maupun peningkatan kualitas berbagai macam bentuk
laku dalam mendekat kepada-Nya.

3
Pertama, instropeksi mendalam atas amanah tanggungjawab yang
diemban saat ini. Mulai dari niatan awal, proses pelaksanaan, berbagai
bentuk keterkaitannya baik yg individual struktural maupun sosial,
maupun segala bentuk akibat dan efek lanjutnya. Yang semula niatannya
karena tuntutan kebutuhan, tuntutan profesi, duniawi, keluarga dan
semacamnya, hendaknya diluruskan dengan niatan ibadah. Prosesnya
pun juga demikian, perlu dikoreksi dan kajian mendalam. Terlebih dengan
berbagai bentuk keterkaitan langsung tdk langsung, maupun berbagai
akibat dan efek lanjutnya, yang biasanya kurang mendapat perhatian yg
seksama, perlu lebih didalami keseriusannya dan kekhusyukannya.
Sebab, itu semua merupakan perintah Allah, yg sekaligus mampu
mengantar pelakunya menuju surga Firdaus yang Dia janjikan.
Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Mukminuun: 8-11 (ayat muka) :




Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya)
dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara ibadah sembahyangnya.
Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka
kekal di dalamnya. (QS. Al-Mukminuun: 8-11)
Jamaah Jumat yg berbahagia
Hal kedua yg perlu mendapat perhatian seksama adalah menyadari
bahwa setiap diri adalah pemimpin yang sekaligus pendidik.
Mungkin saja saat ini memang belum menjadi pemimpin dan
pendidik, masih menjadi anggota ataupun obyek didik. Tetapi
pada dasarnya, saat ini pun, setiap diri merupakan pemimpin dan
pendidik, khususnya bagi diri sendiri. Dan pada saatnya nanti,
pasti akan menjadi pemimpin dan pendidik pada suatu unit
tertentu. Minimal pendidik bagi keluarganya. Karena itu perlu
kesadaran, pemahaman, dan penghayatan yang mendasar sedini
mungkin. Selanjutnya perlu langkah konkrit yang berupa
pelatihan, pembelajaran, pengkaderan, sampai penugasan,
menuju kemantapan keyakinan bahwa jiwa raga ini adalah
pemimpin dan pendidik. Dan yang pasti, semua jiwa akan dimintai
pertanggungjawaban atas proses pelaksanaan yg telah
dilakukannya sebagai pemimpin dan pendidik. Sebagaimana
sabda Nabi SAW:



.








(

Kamu sekalian adalah pemimpin, maka akan ditanya dan dimintai


pertanggungjawaban atas kepemimpinan yang telah dilakukan.
Ketiga, belajar tanpa mengenal lelah, tanpa mengenal batas. Belajar
sepanjang hayat, long live education. Memenuhi sabda Nabi Saw,
belajar
semenjak ayunan hingga liang lahat.

Belajar semenjak dari ayunan nampaknya memang mustahil. Karena itu,


ia mesti dilakukan oleh orang lain atau orang tua. Kita menjadi
seperti ini, karena dulunya telah dididik dan dibelajari orang tua.
Karena itu perlu memberikan tongkat estafet pendidikan
pembelajaran kepada anak2 kita. Bahkan semenjak masih dalam
kandungan, proses pendidikan sudah bisa dilakukan. Atau
setidaknya memahami bahwa pendidikan sepanjang hayat itu
harus kita lakukan, baik untuk diri pribadi maupun untuk orang lain
dan generasi kita kedepannya.
Sebab, bila yang terjadi sebaliknya, ketika melahirkan generasi yg bodoh,
maka dosa akibat kebodohan tersebut ikut ditanggung generasi
sebelumnya, khususnya orang tuanya. Sebagaimana sabda Nabi
Saw:








.
Barangsiapa yang meninggalkan anaknya menjadi orang bodoh, maka
dia akan menanggung juga dosanya dihadapan Allah.
Keempat, menerima dan mensyukuri segala bentuk panduming Gusti
atau nrimo ing pandum. Pandum yang menyenangkan ataupun
yang menyusahkan diterima dengan rasa syukur lapang dada.
Menyadari bahwa Allah-lah yg telah mengaturnya. Ada rahasia
besar yg telah Dia siapkan bagi hamba-Nya. Walaupun
nampaknya terkena musibah, tapi dibalik itu ada hikmah yg luar

5
biasa besar dibalik sengsaranya musibah. Begitupun ketika diberi
pandum rezeki berlimpah, bersyukurnya lebih ditingkatkan. Amal
dan ibadahnya pun juga ditingkatkan.
Kelima, optimis kepada Allah dibarengi ikhtiar dan tawakkal. Optimis
bahwa Allah tidak akan menelantarkan hamba-Nya yang
berimannya marifatun wa tashdiwun. Allah itu tergantung pada
prasangka hamba-Nya. Namun demikian, baik sangka tersebut
perlu dibarengi dg usaha dan kerja keras. Usaha yg ringan,
hasilnya pun sedikit. Usaha yg besar hasilnya besar pula. Tak
ubahnya filosofi memancing, bila ingin mendapatkan ikan yg
besar, maka umpannya pun harus besar.
Setelah melakukan ikhtiar pada tempatnya, kemudian dibarengi dg
tawakkal. Tawakkal itu mewakilkan atau menyerahkan.
Memasrahkan sepenuhnya atas berhasil/tidaknya ikhtiar pada
Yang Maha Kuasa. Sebab Allah-lah Yang Maha Mengabulkan
doa-ikhtiar hamba-Nya. Manusia diwajibkan berusaha, Tuhan
yang menentukan segalanya.
Jamaah Jumat yg berbahagia
Dari uraian singkat di atas, harapannya, kita dimampukan memahami dan
menghayati. Selanjutnya mencoba mengamalkan, walaupun dalam
bentuk yang sederhana sesuai kekuatan dan kemampuan. Selanjutnya
berserah sepenuhnya kepada Allah Yang Maha Kuasa. Sebab hanya Dialah Yang Maha Menentukan segala sesuatu, dan Maha Mengabulkan
permohonan dan ikhtiar hamba-Nya. Teriring doa, semoga ibadah kita di
siang ini, maupun serangkaian usaha menyelami kedalaman syukur
dengan meningkatkan iman taqwa disisi-Nya, mendapat ridha dan
maghfirah Allah Swt. Serta mendapat limpahan berberan sawab dan
berkah pangestu utusan-Nya. Amin.

.







.











.










.




.









Khutbah II












.





.










,






,


,











,




,




,


.










.







,














.




.






,

.








,













.



.





.
















.













.






.





.




..

Anda mungkin juga menyukai