Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN
Sistem Komunikasi Kelompok
A. Kelompok dan Pengaruhnya pada Perilaku Komunikasi
Pada tahun 1940-an kerika terjadi perang dunia ke kelompok di jadikan sebagai pusa
tperhatian. Para pendidik melihat komunikasi kelompok sebagai metode pendidikan yang
efektif. Para menejer menemukan komunikasi kelompok sebagai wadah yang tepat untuk
melahirkan gagasan-gagasan kreatif. Pada ideolog juga menyaksikan komunikasi kelompok
sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran polotik ideologis.
1. Klasifikasi Kelompok
Tidak semua himpunan orang di sebut kelompok. Untuk menjadi sebuah kelompok
diperlukan kesadaran pada anggota-anggotaya akan ikatan yang sama yang mempersatukan
mereka. Kelompk mempunyai tujuan dan organisasi dan melibatkan interaksi di antara
anggotanya. Jadi bisa disimpulkan bahwa suatu kelompok mempunyai dua tanda psikoogis.
Pertama, anggota-anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok dan ada sense of
belonging yang tidak di miliki orang yang bukan anggota. Kedua, nasib anggota-anggota
kelompok saling bergantung sehingga hasil tiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil
yang lain. ( Baron dan Byrne 1979:558).
Ada beberapa klasifikasi kelompok yakni kelompok primer-sekunder. Kelompok ingroupoutgroup, rujukan keanggotaan dan deskriftif-prespektif.
a. Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder
Kelompok primer menurut Charles Horton Cooley 1909 adalah kelompok di mana
hubungan kita dengan keluarga kita, kawan-kawan sepermainan dan tetangga-tetangga kita
yang dekat, terasa lebih akrab, lebih personal dan menyentuh hati kita. by primary group I
mean those characterized by intimate face to face association and coperation di tulis Cooley
dalam bukunya Social Organization. Sedangkan kelompok sekunder secara sederhana adalah
lawan kelo,pok primer, hubungan kita dengannya tidak akrab, tidak personal dan tidak
menyentuh hati. Termasuk ke dalam kelompok sekunder adalah organisasi massa, fakultas,
serikat buruh, dan sebagainya.
Kita dapat melihat perbedaan utama dari kedua kelompok ini dari karakteristik
komunikasinya.
Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam
artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunya, menyingkapkan
1

unsur-unsur backstage (prilaku yang hanya kita tampakkan pada suasana privat
saja). Meluas artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara
berkomunikasi. Pada kelompok primer kita ungkapkan hal-hal yang bersifat
pribadi dengan menggunakan berbagai lambang, verbal maupun nonverbal. Pada
kelo,pok sekunder komunikasi bersifat dangkal, hanya menembus bagian terluar
dari keperibadian kita dan terbatas hanya berkenaan dengan hal-hal tertentu saja.

Lambang komunikasi umumnya bersifatverbal dan sedikit sekali nonverbal.


Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal. Dalam kelompok primer
yang

penting untuk

kita

adalah

siapa dia

bukan apakah

dia. Kita

mengkomunikasikan seluruh pribadi kita. Hubungan kita dengan anggota


kelompok primer bersifat unik dan tidak dapat di pindahkan (nontransferabel).

Sedangkan komunikasi kelompok sekunder ialah bersifat impersonal.


Pada kelompok primer, komunikasi lebih menekankan aspek hubungan dari pada
aspek isi. Komunikasi dilakukan untuk memelihara hubungan baik, dan isi
komunikasi bukan merupakan hal yang sangat penting. Sebagai contoh, seorang
suami yang setia di luar negeri mengirim surat tiga kali dalam seminggu kepada
istrinya, bukan karana ada informasi yang penting yang ingin di sampaikan,

melainkan hanya untuk memuaskan kerinduannya.


Pada kelompok primer pesan di dalam komunikasinya bersifat ekspresif dan
informal.

b. Kelompok Ingroup dan outgroup


Ingroup adalah kelompok kita dan outgroup adalah kelompok mereka. Ingroup dapat
berupa kelompok primer dan sekunder. Perasaan ingroup di ungkapkan dengan kesetiaan,
solidaritas, kesenangan dan kerjasama. Untuk membedakan ingroup dan outgroup kita
membuat batas yang menentukan siapa yang masuk orang dalam dan siapa orang luar. Batas
ini bisa berupa, lokasi heohrafis, ideologi, pekerjaan, bahasa, kekerabatan dan status sosial.
Dengan mereka yang masuk kedalam lingkungan ingroup kita merasa terikat dengan
semangat kekitaan. Semangat ini lazim disebut dengan kohesi kelompok. Berikut ini adalah
eksperimen yang dilakukan oleh Sherif, white, hood pada tahun 1961 mengenai kohesi
kelompok.
Mereka membawa sejumlah anak-anak berusia 11 dan 12 tahun yang sehat, pandai
bergaul dan memiliki kecerdasan rata-rata. Anak-anak yang dipilihadalah dari ekonomi, etnis
dan agama yang sama. Mereka di tempatkan pada kabin yang berjauhan dan tidak
berhubungan satu sama lain.

Pada tahap pertama, masing masing sibuk dengan kemahnya sendiri, memasak
bermain dan lain-lain, namun perlahan-lahan muncul dua kelompok yang kohesif lengkap
dengan peranan, norma dan bahasa tersendiri, mereka menyebut dirinya sebagai kelompok
ular dan elang.
Pada tahap kedua, ular dan elang saling menantang dalam pertandingan olahraga.
Dalam waktu satu minggu terjadi perkelahian, saling menuduh dan saling menyerang. Sikap
permusuhan dan stereotip pada outgroup timbul dan kohesi ingroup makin kuat. Pada tahap
ketiga, peneliti berusaha melakukan upaya mendamaikan mereka dengan kegiatan yang
menyenangkan, namun perkelahian masih terjadi karena tidak adanya tujuan bersama.
Tahap keempat, mereka di hadapkan pada situasi yang mengharuskan mereka untuk
bekerja sam. Di tengah perjalanan mobil yang mereka tumpangi mogok dan mereka bertugas
untuk mendorong mobil itu bersama. Perlahan-lahan konflik mulai berkurang dan sikap
terhadap outgroup menjadi lebih positif.
c. Kelompok Keanggotaan dan kelompok Rujukan
Kelompok rujukan adalah kelompok yang memberikan kita identitas psikologi kita.
Menurut merton terdapat dua fungsi kelompok rujukan, yaitu fungsi komparatif dan fungsi
normatif. Tamotsu Shibutani menambahkan satu lagi yaitu fungsi persfektif. Saya menjadikan
Islam sebagai kelompok rujukan saya, untu mengatur dan menilai keadaan dan status saya
sekarang (fungsi Komparatif). Islam juga memberikan kepada saya norma-norma dan
sejumlah sikap yang harus saya miliki, kerangka rujukan untuk membimbing saya serta
menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu Islam juga memberikan
kepada saya cara memandang dunia ini, cara mendefinisikan situasi, mengorganisasikan
pengalaman dan memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa yang saya temui (fungsi
Persfektif).
Para ahli sudah lama menyadari peranan kelompok rujukan dalam memperteguh atau
mengubah sikap dan perilaku. Erwin P.Bettinghaus (1973-95-96) menyebutkan cara-cara
menggunakan kelompok rujukan di dalam persuasi :
1. Jika kita mengetahui kelompok rujukan khalayak kia, hubungkan pesan kita
dengan kelompok rujukan itu dan fokuskanlah perhatian mereka padanya. Tentu
saja bila pesan kita ingin diterima, gunakanlah kelompok rujukan positif yang
mendukung pesan kita.
2. Kelompok-kelompok itu mempunyai nilai bermacam-macam sebagai kelompok
rujukan. Bagi sebagian orang keluarga lebih pending dari organisasi massa, bagi
orang yang lain sebaliknya. Dalam merencanakan pesannya, komunikator harus

memperhitungkan relevansi dan nilai kelompok rujukan yang lebih tinggi tepat
bagi kelompok tertentu.
3. Kelompok keanggotaan jelas menentukan serangkaian perilaku yang baku bagi
anggota-anggotanya. Standar perilaku ini dapat di gunakan untuk menambah
peluang diterimanya pesan kita.
4. Suasana fisik komunikasi dapat menunjukkan kemungkinan satu kelompok
rujukan didahulukan dari kelompok rujukan yang lain. Untuk para penonton
bioskop, kelompok artis lebih baik ditonjolkan daripada kelompok para kiai.
Sebaliknya di masjid, para pemain musik rock tidak baik untuk di jadikan rujukan.
5. Kadang-kadang kelompok rujukan yang positif dapat dikutip langsung dalam
pesan untuk mendorong respon positif dari khalayak.
d. Kelompok Deskriptif dan Preskriptif
Kelompok deskriptif menunjukan klarifikasi kelompok dengan melihat proses
pembentukannya secara alamiah. Kategori Preskriptif mengklasifikasi kelompok menurut
langkah-langkah rasional yang harus dilewati oleh anggota kelompok unuk mencapai
tujuannya. Kelompok Preskriptif, menurut Cragan dan Wright ada enam format kelompok,
yaitu diskusi meja bundar,sistem posium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur
parlementer.
Barlund dan Haiman(1960) menjejerkan kelompok kelompok deskriptif dari tujuan
yang bersifat interpersonal sampai yang bertujuan kelompok.
Kelompok Sepintas (casual groups) di bentuk hanya semata-mata untuk membina
hubungan manusiawi yang hangat.
Kelompok kataris dimaksudkan untuk melepaskan tekanan batin atau frustasi
anggota-anggotanya.
Kelompok belajar tentu dibentuk untuk menambah informasi.
Kelompok pembuat kebijaksanaan dan kelompok aksi kedua-danya dibentuk untuk
menyelesaikan tugas berupa perumusan kebijakan atau tindakan.
2. Pengaruh kelompok pada Perilaku Komunikasi
a. Konformitas (Comformity)
Bila sejumlah orang di dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu,ada
kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau
anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok, aturlah rekan-rekan anda untuk
menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan anggota
secara berurutan menunjukkan persetujuan mereka. Timbulkan kesan seakan-akan seluruh
anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk

setuju juga. Menurut Kiesler komformitas adalah perubahan prilaku tau kepercayaan menuju
(norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang riil atau dibayangkan.
b. Fasilitasi Sosial
Fasilitasi sosial adalah istilah yang menunjukkan prestassi individu meningkat
karena di saksikan kelompok. Fasilitasi dari bahasa Prancis artinya mudah menunjukkan
kelanncaran atau peningkatan kualitas kerja karena di tonton kelompok. Kelompok
memengaruhi pekerjaan sehingga terasa lebih mudah.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok
Keefektifan kelompok adalah the accomplishment of the recognized objects of
cooperative action (Barnard, 1938:55). Anggota-angogota kelompok bekerja sama untuk
mencapai dua tujuan : melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggotaanggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok , disebut prestasi
(performance). Tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (statisfaction).
Jadi, bila kelompok untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar),
maka keefektifannya dapat dilihat dari berapa banyak informasi yang diperoleh anggota
kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan
kelompok. Oleh karena itu, factor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada
karakteristik kelompok (faktor situasional) dan pada karakteristik para anggotanya (faktor
personal).
Karakteristik Kelompok:
1. Faktor situasional

Ukuran Kelompok
Ada dua pribahasa Inggris yang saling bertentangan two heads are better dan two

many cooks spoil the broth. Mana yang betul, lebih banyak anggota kelompok lebih baik
atau makin banyak anggota makin kacau? Jawaban para psikolog sosial ternyata tidak
sederhana. Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung
pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok yaitu tugas koaktif dan tugas
interaktif. Pada tugas yang pertama, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain,
tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas yang kedua, anggota-anggota kelompok berinteraksi
secara terorganisasi untuk menghasilkan produk dan keputusan.

Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok ialah
tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan yang konvergen ( mencapai
satu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya sangat produktif,
terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan
kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti
menghasilkan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih
besar.
Hasil kelompok juga ditentukan oleh distribusi partisipasi anggota-anggotanya. Dari
segi komunikasi, makin besar kelompok, makin besar kemungkinan sebagian besar anggota
tidak mendapat kesempatan berpartisipasi. Dalam kelompok yang besar, partisipasi akan
makin memusat pada orang yang memberikan kontribusi terbanyak. Komunikasi akan lebih
tersentralkan pada orang-orang tertentu. Jumlah orang yang tidak memberikan kontribusinya,
akan makin bertambah dengan bertambahnya jumlah anggota.
Secara singkat, penelitian yang ada tentang hubungan ukuran kelompok dengan
partisipasi menunjukan bahwa makin besar ukuran kelompok anggota yang paling aktif akan
makin terpisah dari anggota-anggota kelompok yang lain, yang makin menyerupai satu sama
lain dalam keluaran partisipasinya.
Dalam hubugannya dengan kepuasan, Hare, (1952:261-267) dan Slater (1958: 129139) menunjukan bahwa makin besar ukuran kelompok, makin berkurang kepuasan anggotaanggotamya.

Kohesi Kelompok (Group Cohesiveness)


Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok

untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok (Collins dan
Raven,1964). Kohesi diukur dari (1) ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama
lain, (2) ketertarikan nggota pada kegiatan dan fungsi kelompok, dan (3) sejauhmana anggota
tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personalnya (McDavid dan
Harari, 1968:280)
Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan. Marquis GueAow, dan
Heyrts(1951) mengamati anggota-anggota yang menghadiri berbagai konferensi. Ia
menemukan makin kohesif kelompok yang diikuti, makin besar tingkat kepuasan anggota.
6

Rensis Likert, konsultan manajemen di University of Michigan, menemukan bahwa kohesi


kelompok berkaitan erat dengan produktivitas, moral, dan efisensi komunikasi. Dalam
kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindung. Oleh karena itu, komunikasi
menjadi lebih bebas, lebih terbuka, dan lebih sering.
Karena pada kelopok kohesif para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka
mereka menjadi mudah melakukan konformitas. Makin kohesif sebuah kelompok, makin
mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelopok, dan makin tidak toleran pada
anggota yang devian.

Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok

untuk bergerak kearah tujuan kelompok (Cragan dan Wright, 1980:73). Seorang pemimpin
dapat ditujuk atau muncul setelah proses komunikasi kelompok. Apa pun yang terjadi,
kepemimpinan adalah factor yang paling menentukan keefektifan komunikasi kelompok.
Klasifikasi kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White dan Lippit (1960).
Mereka menyebutkan tiga gaya kepemimpinan : otoriter, demokratis dan laissez faire.
Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan
oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan
membantu anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan.
Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil
keputusan individual dengan partisipasi pemimpin yang minimal.
Kepemimpinan otoriter menimbulkan permusuhan, agresi dan sekaligus prilaku
submisif. Disini, tampak lebih banyak ketergantungan dan kurang kemandirian.
Kepemimpinan demokratis terbukti paling efesien, dan menghasilkan kuantitas kerja yang
lebih tinggi daripada kepemimpinan otoriter. Didalamnya terdapat lebih banyak kemandirian
dan persahabatan. Dari segi kounikasi, white dan Lippit menunjukkan bahwa pemimpin
demokratis cenderung tidak banyak memberikan saran, mempunyai disiplin diri, tidak kritis,
dan bersikap objektif dalam hubungannya dengan anggota-anggota kelompok. Pemimpin
laissez faire hanya memiliki kelebihan dalam menyampaikan informasi saja.
2.

Faktor Personal

Kebutuhan Interpersonal

Pada tahun 1960, untuk melukiskan apa yang mendasari prilaku kelompok kecil,
William C. Schultz merumuskan teori FIRO, singkatan dari Fundamental Interpersonal
Relations Orientation. Menurut teori ini, seseorang memasuki kelompok karena didorong
oleh tiga kebutuhan interpersonal : Inclussion (ingin masuk, menjadi bagian dari kelompok),
control (ingin mengendalikan orang lain) dan affection ( ingin memeroleh keakraban
emosional dari anggota kelompok yang lain)
Inklusi: ketika kita pertama kali memasuki kelompok, biasanya kita cemas bagaimana
seharusnya kita menyesuaikan diri kita. Kita takut diabaikan, kita cemas bagaimana kita
harus melibatkan diri dengan kelompok dan berhubungan dengan anggota kelompok yang
lain. Artinya, sejauh mana kita harus melakukan interaksi sosial.
Kontrol:

pembagian kerja yang harus dilakukan agar kelompok tugas produktif

menimbulkan perlunya control. Sebagian orang sangat komperatif, menonjol, dan percaya
diri dalam menstruktur berbagai tugas iindividu.
Afeksi: kebutuhan akan kasih saying adalah dimensi emosional kelompok. Sejauh
mana kita disukai oleh anggota kelompok yang lain?, sejauh mana kita harus akrab dan dekat
dengan mereka? Apakah ada klik dalam kelompok kita? Apakah ada orang yang begitu
berdekatan sehingga tidak mau melakukak percakapan akrab dengan kita dalam kelompok?
Inilah pertanyaan-pertanyaan yang kita tanyakan untuk memuaskan kebutuhan kita akan
kasih sayang dalam kelompok kecil.
Kata Schultz, sebagian orang adalah underpersonal. Orang-orang itu membuat jarak
dari semua orang, tampak menolak atau tidak memerlukan kontak personal untuk
menyelesaikan pekerjaanya. Sebagian ada orang yang overpersonal dan tampaknya tidak bisa
menyelesaikan pekerjaan kalau tidak ada ikatan kasih sayang yang kuat yang
menghubungkan mereka dengan anggota-anggota kelompok. Mereka harus merasa dekat
dahulu dengan orang lain sebelum dapat bekerja sama. Dan tentu saja, kita harus berusaha
memelihara jarak yang tepat antara kita dengan anggota kelompok lain sehingga kita fapat
mengerjakan tugas kita secara produktif.

Tindak Komunikasi
Bila kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap anggota berusaha

menyampaikan atau menerima informasi secara verban atau nonverbal.


Contoh:
8

Dosen A: saudara-saudara, kita bertemu untuk menilai kebijakan Dekan yang


mengharuskan adanya surat izin bagi kegiatan pengabdian masyarakat.
Dosen B:

Benar, kebijakan beliau ini memamng menyulitkan posisi kita. Coba


bayangkan , sebelum.

Dosen C: (Menginterupsi): menyulitkan, siapa bilang? Kebijakan itu justru


dimaksudkan untuk membantu kita.
Dosen D : (Menarik napas, menekan sandaran kursi ke belakang, dan menggigit
pensil.
Dosen C : (Melanjutkan pembicaraannya, ditunjukkan kepada dosen B) saya selalu
melihat Dekan berusaha meningkatkan kualitas kita. Sayangnya, kita tidak
pernah mempunyai kualitas sehingga ia meningkatkan sesuatu yang tidak
ada.
(Dosen-dosen yang lain tertawa.)
Satuan komunikasi diatas berupa pernyataan-pernyataan, pendapat, atau isyarat. Kita
sebut sebagai tindak komunikasi. Robert E Bales (1950, 1955, 1970) dari Universitas
Harvard mengembangkan sistem kategori untuk menganalisis tindak komunikasi, yang
kemudian dikenal sebagai Interaction Process Analysis (IPA). Ia membagi tindak komunikasi
pada dua kelas besar yaitu hubungan tugas dan hubungan sosial-emosional. Kelas ini dibagi
lagi menjadi positif, netral, dan negatif.

Peranan
Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat

membantu penyelesaikan tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang baik, atau
hanya menampilkan kepentingan individu saja. Peranan yang pertama, disebut peranan tugas
kelompok (group task roles); yang kedua, peranan pemelihara kelompok ( group building
and maintenance roles ); yang ketiga peranan individual (individual roles).Beal , Bohlen, dan
Raudabaugh (103,7-194) membuat daftar, peranan, yang kita kutip lagi di sini.
Tugas kelompok ialah memecahkan masalah atau melahirkan gagasan-gagasan
baru.Ini berhubugan dengan upaya memudahkan dan mengoordinasi kegiatan yang
menunjang tercapainya tujuan kelompok.
9

a. Initiator-contributor ,menyarankan atau mengusulkan kepada kelompok gagasangagasan baru atau cara baru yang berkenaan dengan masalah atau tujuan kelompok.
b. Information seeker,(pencari informasi) meminta penjelasan saran yang diajukan
ditinjau dari kecermatannya, otoritasnya, dan fakta yang berkenaan dengan masalah
yang dibicarakan.
c. Opinion seeker,(pencari pendapat) bukan hanya menanyakan fakta suatu kasus, tetapi
juga penjelasan mengenai nilai yang relevan dengan usaha kelompok atau nilai-nilai
yang mendasari saran yang diajukan atau saran alternative.
d. Information giver,(pemberi informasi) memberikan fakta atau generalisasi yang
otoritatif, atau menghubungkan pengalamannya sendiri dengan masalah kelompok.
e. Opinion giver,(pemberi pendapat) menyatakan keyakinan atau pendapatnya yang
relevan dengan saran yang diajukan atau saran alternatif.
f. Elaborator,( penjabar) menjabarkan saran-saran dengan contoh-contoh atau dengan
makna yang lebih luas, memberikan dasar rasional dari saran yang sudah dibuat, dan
berusaha menyimpulkan konsekuensi gagasan atau saran itu jika diambil oleh
kelompok.
g. Summarizer,(penyimpul) mengumpulkan gagasan, saran , dan komentar anggota
kelompok dan keputusan kelompok untuk membantu menentukan di mana posisi
kelompok dalam proses berpikir atau tindakannya.
h. Coor dinator-integrator,(pemadu) memperjelas hubungan di antara berbagai gagasan
dan saran, berusaha mengambil gagasan-gagasan pokok dari kontribusi anggota dan
memadukannya menjadi keseluruhan yang bermakna.
i. Orienter, (pengarah) mendefinisikan posisi kelompok dalam hubungannya dengan
tujuan kelompok dalam hubungannya dengan tujuan kelompok, titik tolak arah atau
tujuan yang disepakati, atau mengajukan pertanyaan tentang arah pembicaraan
kelompok.
j. Disagreer, (pembantah) memberikan pandangan yang berbeda, mengajukan bantahan,
menunjukkan kesalahan fakta atau nalaran.
k. Evaluator-critic,(evaluator kritikus) mengukur prestasi kelompok berdasarkan
serangkaian standar kerja kelompok dalam konteks tugas kelompok.
l. Energizer, (pendorong) mendorong kelompok untuk bertindak atau mengambil
keputusan, berusaha mendorong kelompok untuk bergerak lebih baik atau lebih
cepat.
m. Procedural-technician, (petugas teknik) melayani keperluan kelompok untuk
melaksanakan tugas rutin; misalnya menyebarkan bahan, mengerakkan objek,
mengatur tempat duduk, menjalankan alat perekam, dan sebagainya.
n. Recorder, (pencatat) menuliskan saran, keputusan kelompok, dan produksi diskusi.

10

Peranan Pemeliharaan Kelompok, yakni untuk memelihara hubungan emosional diantara


anggota-anggota kelompok.
a. Encourager, (penggalak) memuji, menyetujui, dan menerima kontribusi anggota yang
lain.
b. Harmonizer, (wasit) melerai pertikaian di antara anggota-anggota yang lain,
berusahamendamaikan perbedaan, mengurangi ketegangan pada situasi konflikmelalui lelucon atau kata-kata yang menentramkan.
c. Compromiser,(kompromis) bekerja dari dalam konflik yang melibatkan gagasan atau
posisi.
d. Gatekeeper and expediter, (penjaga gawang) berusaha membuka saluran komunikasi
dengan mendorong partisipasi yang lain (kita belum mendengar pendapat tuan X)
atau dengan mengusulkan aturan arus komunikasi (sebaiknya kita membatasi
lamanya pembicaraan sehingga setiap orang punya kesempatan untuk memberikan
kontribusinya).
e. Standard setter or ego ideal, (pembuat aturan) menetapkan kriteria kelompok dalam
menjalankan fungsinya atau menggunakan kriteria dalam menilai kualitas proses
kelompok.
f. Group observer and commentator,(pengamat kelompok) menyimpan catatan berbagai
aspek proses kelompok dan memberikan data tersebut berikut penafsirannya untuk
dipakai oleh kelompok dalam menilai prosedurnya.
g. Follower, (pengikut) mengikuti gerakan kelompok, secara pasif menerima gagasan
yang lain, berfungsi sebagai pendengar dalam diskusi dan pengambilan kesimpulan.
Peranan individual.Usaha anggota kelompok untuk memuaskan kebutuhan individual yang
tidak relevan dengan tugas kelompok, yang berpusat pada individu.
a. Aggressor ,berbuat macam-macam merendahkan status yang lain, menolak nilai,
tindakan, atau perasaan yang lain; menyerang kelompok atau masalah yang
diatasinya; iri hati pada kontribusi yang lain, dan berupaya mengakui kontribusi itu
untuk dirinya; dan seterusnya.
b. Blocker, (penghambat) cenderung bersikap negatif dan secara kepala batu selalu
menolak, membantah, dan menentang tanpa alasan yang kuat, dan berusaha
mempertahankan atau membuka kembali persoalan yang sudah ditolak oleh
kelompok.

11

c. Recognition seeker,(pencuri muka) berusaha dengan berbagai cara menarik perhatian


orang, sering dengan membual, melaporkan kehebatan pribadinya, bertindak dengan
cara yang tidak biasa, berjuang untuk tidak ditempatkan pada posisi rendah, dan
seterusnya.
d. Self confessor,(pengungkap diri) menggunakan kesempatan yang disediakan oleh
kelompok untuk mengungkapkan perasaan, wawasan, ideologi yang bersifat pribadi
dan tidak ada sangkut-pautnya dengan kelompok.
e. Playboy, menunjukkan ketidakacuhannya terhadap proses kelompok dengan sikap
sinisme, bermain-main, acuh tak acuh, dan perilaku lainnya yang tidak layak.
f. Dominator ,berusaha menegaskan otoritas atau superioritasnya ketika mengendalikan
kelompok atau anggota-anggota tertentu.
g. Help seeker, berusaha menarik simpati dari anggota kelompok yang lain atau dari
seluruh kelompok dengan mengungkapkan rasa tidak aman, kebingungan atau
ketidaktahuan.
h. Special interest pleader, (sponsor kepentingan khusus ) berbicara atas nama orang
kecil,

masyarakat,

kaum

ibu,

buruh,

dan

seterusnya;

biasanya

dengan

menyembunyikan prasangka atau biasanya, dalam bentuk stereotip yang sesuai


dengan kebutuhan individualnya.

C. Bentuk-bentuk Komunikasi Kelompok


Seperti telah disebutkan di muka, kita dapat membagi kelompok pada dua kategori:
deskriptif dan preskriptif.Berbagai tahap komunikasi yang terjadi pada kelompok-kelompok
deskriptif dan melukiskan langkah-langkah rasional pada kelompok-kelompok preskriptif,
yang meliputi format dan sistem agenda.
1. Komunikasi Kelompok deskriptif
Dimuka telah dijelaskan bahwa para ahli komunikasi kelompok menunjukkan tiga
kategori kelompok yang besar kelompok tugas,kelompok pertemuan, dan kelompok
penyadar. Untuk setiap kategori kelompok terdapat beberapa model yang melukiskan tahapan
perkembangan proses kelompok. Yang berminat , dianjurkan untuk membaca Cragan dan
Wright (1980)
Kelompok Tugas : Model Fisher

12

Aubrey Fisher meneliti tindak komunikasi kelompok tugas, dan menemukan bahwa
kelompok melewati empat tahap : orientasi, konflik, pemunculan, dan peneguhan. Tahap
pertama, setiap anggota berusaha saling mengenal, saling menangkap perasaan yang lain,
mencoba menemukan peranan dan status.Ini adalah tahap pemetaan yang menunjukan
persetujuan, mempersoalkan pernyataan, dan berusaha memperjelas informasi.Anggota
cenderung tidak seragam dalam menafsirkan usulan. Tahap kedua, konflik terjadi
peningkatan perbedaan di antara anggota.Masing-masing berusaha mempertahankan
posisinya.Pada tahap ini kebanyakan berupa pernyataan tidak setuju, dukungan pada
pendirian masing-masing, dan biasanya menghubungkan diri dengan pihak yang pro atau
kontra.Tahap ketiga, pemunculan (emergence) orang mengurangi tingkat polarisasi dan
perbedaan pendapat.Disini , anggota yang menentang usulan tertentu menjadi bersikap tidak
jelas. Tahap keempat, peneguhan para anggota memperteguh konsensus kelompok. Mereka
mulai memberikan komentar tentang kerja sama yang baik dalam kelompok dan memperkuat
keputusan yang diambil oleh kelompok.
Kelompok Pertemuan: Model Bennis dan Shepherd
Kurt lewin secara tidak sengaja menemukan dasar-dasar yang merintis munculnya
kelompok sensitivitas.Penelitian menemukan bahwa kelompok pertemuan bukan saja dapat
membantu pertumbuhan diri, tetapi juga mempercepat penghancuran diri. Seperti kita
ketahui, orang memasuki kelompok pertemuan untuk mempelajari diri mereka dan
mengetahui bagaimana mereka dipersepsi oleh anggota yang lain. Tahap satu;
kebergantungan pada otoritas: bila dua belas orang berkumpul melingkar dan saling melihat
secara kaku selama beberapa menit, seorang anggota segera memecahkan ketegangan dengan
humor. Tahap dua: kebergantungan satu sama lain: setelah kelompok menyadari bahwa
mereka mandiri, mereka segera terpesona satu sama lain dan menjalani bulan madu yang
palsu. Mereka yakin bahwa mereka telah menyelesaikan konflik dan menyingkirkan wajah
palsu mereka ; mereka begiliran menunjukkan betapa lucunya keadaan mereka ketika
kelompok itu dimulai, dan sekarang merasa betapa mereka jujur dan terbuka di antara sesame
mereka.
Kelompok Penyadar: Model Chesebro, Cragan, dan McCullough
Dari penelitian inilah mereka merumuskan empat tahap perkembagan kelompok
penyadar.Tahap satu: kesadaran diri akan identitas baru: Untuk menimbulkan kesadaran diri,
orang-orang yang berkumpul di dalam kelompok harus terdiri atas orang-orang yang
13

mempunyai karakteristik yang menjadi dasar pembentukan kelompok. Tahap Dua: identitas
kelompok melalui polarisasi: suasana ria pada tahap pertama segera memudar ketika
kelompok secara intensif membicarakan tabiat musuh. Meraka mulai membagi dunia pada
kelompok kita dan kelompok mereka.Pada gerakan homoseksual, kelompok kita
adalah orang-orang homoseksual, dan mereka mengacu pada masyarakat yang didominasi
oleh paham heteroseksual.Secara terinci, sifat-sifat penindasan dan identitas penindasan dan
identitas penindasan dianalisis.Tahap tiga: menegakkan nilai-nilai baru bagi kelompok: pada
tahap ini,anggota mempertentangkan nilai-nilai kelompok mereka dengan nilai kaum
penindas.Kelompok homoseksual menolak struktur nilai masyarakat, dan berpendapat bahwa
nilai hubungan jauh lebih penting. Kelompok wanita akan membandingkan keyakinan
mereka akan upah yang sama untuk kerja yang sama dengan kebiasaan masyarakat untuk
membayar laki-laki lebih banyak daripada wanita.
2. Komunikasi Kelompok Prespektif
Komunikasi kelompok dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas- memecahkan
persoalan, membuat keputusan, atau melahirkan gagasan kreatif- membantu pertumbuhan
kepribadian seperti dalam kelompok pertemuan, atau membangkitkan kesadaran sosial
politik. Komunikasi kelompok berfungsi sebagai katup pelepas perasaan tidak enak sampai
pembuatan gerakan revolusioner, sejak sekadar pengisi waktu sampai basis perubahan sosial.
Berbagai komunikasi kelompok ini menurut formatnya dapat diklasifikasikan pada dua
kelompok besar : privat dan publik (terbatas dan terbuka). Kelompok pertemuan (kelompok
terapi) kelompok

belajar, panitia, konferensi (rapat) adalah kelompok privat. Panel,

wawancara terbuka(publik interview), forum, simposium termasuk kelompok publik. Disini


kita akan menggunakan formal diskusi dari Cragan dan Wright (1980) : meja bundar,
simposium, diskusi panel, macam-macam forum, kolokium dan prosedur parlementer.
Diskusi meja bundar. Susunan tempat duduk yang bundar menyebabkan arus
komunikasi yang bebas di antara anggota-anggota kelompok. Susunan ini biasanya
digunakan untuk diskusi yang bersifatnya terbatas. Pada diskusi meja bundar, terjadi jaringan
komunikasi semua saluran. Di antara anggota ada hubungan sosial yang demokratis.
Penelitian Shaw (1976) menunjukan bahwa susunan meja bundar memudahkan partisipasi
spontan yang lebih demokratis daripada susunan meja segi empat yang lebih otokratis dan
kaku.

14

Format meja bundar memungkinkan individu berbicara kapan saja, tanpa ada agenda
yang tetap. Meja bundar mengisyaratkan waktu yang tidak terbatas dan kesempatan yang
sama untuk berpatisipasi. Meja bundar juga lebih informal. Segera setelah susunan ini
menjadi segi empat, para anggota memerlukan pemimpin yang mengatur jalanny
pembicaraan. Oleh karena itu, dalam pertemuan formal, anda lebih baik mengatur meja
secara segi empat.
Simposium adalah serangkaian pidato pendek yang menyajikan berbagai aspek dari
sebuah pada rujukan khalayak dalam mengambil keputusan pada waktu yang akan datang.
Informasi Setiap bagian dari pokok bahasan diulas oleh seorang pembicaraan pada waktu
yang telah ditentukan.
Disukusi panel adalah format khusus yang anggota-anggota kelompoknya
berinteraksi, baik berhadap-hadapan maupun melalui seorang mediator, diantara mereka
sendiri dan dengan hadirin tentang masalah yang kontroversial. Biasanya, susunan tempat
duduk diskusi panel meletakkan peserta diskusi pada meja segi empat yang mengahadap
khalayak, dengan moderator yang duduk ditengah-tengah, diantara kedua pihak yang
berdiskusi (Cragan dan Wright, 1980). Moderator tidak Suasana diskusi dapat informal atau
formal. Diskusi panel dapat dilakukan dihadapan hadirin dalam sebuah ruangan, atau di
studio televisi, di hadapan para pirsawan.
Diskusi panel digunakan untuk menciptakan suasana komunikasi kelompok yang
informal, mengidentifikasikan masalah yang harus ditelaah dan diteliti, memberikan
pengertian kepada khalayak tentang bagian-bagian permasalahan, menghimpun berbagai
fakta dan pandangan dalam kerangka diskusi, membangkitkan minat khalayak pada masalah
tertentu, menghadapkan kelompok pada masalah kontroversial dan mendorong mereka untuk
ikut serta memecahkan masalah(Beal, Bohlen, dan Raudabaugh, 1977:207-208). Karena
suasana yang agak informal, tidak ada aturan khusus untuk menetapkan lamanya peserta
diskusi berbicara.
Macam-macam forum : forum adalah waktu tanya jawab yang terjadi setelah diskusi
terbuka, misalnya simposium (cragan dan Wright, 1980:223). Jadi khalayak mempunyai
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan atau memberikan tanggapan. Ada lima macam
forum : (1) forum ceramah, (2) forum debat, (3) forum dialog, (4) forum panel, dan (5) forum
simposium.

15

Forum ceramah adalah format diskusi yang dilakukan terutama sekali untu saling
berbagi informasi. Ceramah tidak selalu disusul oleh forum, seperti ceramah yang disajikan
pada televisi. Forum debat dimaksudkan untuk menyajikan pro dan kontra terhadap proposisi
yang kontroversial. Dari perbedaan pendapat ini khalayak diharapkan terdorong untuk
mengajukan pertanyaan. Forum dialog menggunakan kombinasi antara dukungan dan
pertanyaan sehingga menjadi struktur diadik atau triadik yang melahirkan dialog.
Kolokium adalah sejenis format diskusi yang memberikan kesempatan kepada wakilwakil khalayak untu mengajukan pertanyaan yang sudah dipersiapkan kepada seorang (atau
beberapa orang) ahli. Kolokium agak bersifat formal, dan diskusi diatur secara ketat oleh
seorang moderator. Moderator mengizinkan seorang penanya untuk menanyakan satu
pertanyaan pada satu saat secara bergiliran. Sang ahli, biasanya hanya diizinkan menjawab
pertanyaan, dan tidak boleh bertanya.
Prosedur parlementer adalah format diskusi yang secara ketat mengatur peserta
diskusi yang besar pada periode waktu yang tertentu ketika sejumlah keputusan harus dibuat.
Para peserta harus mengikuti peraturan tata tertib yang telah ditetapkan secara eksplisit.
Prosedur parlementer disebut demikian karenan berasal dari tata tertib sidang parlementer
atau majelis permusyawaratan rakyat dirancang untuk memenuhi beberapa tujuan pokok. Tata
tertib parlemen dijalankan dengan ketat sehingga sidang dapat menentukan siapa yang dapat
berbicara, untuk beberapa lama, dan berapa kali.
Sistem Agenda pemecahan masalah
Para ahli komunikasi, diilhami oleh proses berfikir reflektif dari John Dewey, telah
mengembangkan urutan acara pemecahan masalah yang dapat membantu penyelesaian tugas
kelompok. Cragan dan Wright (1980) menyebutkan sistem Dewey, Ross, Wright 494,
Brilhart-Jochem, dan Maier. Disini kita akan menyebutkan tiga pola: urutan pemecahan
masala kretaif, urutan berfikir reflektif, dan urutan solusi edeal.
Urutan pemecahan masalah kreatif : sistem ini mula-mula dikembangkan oleh Alex
Osborn, Sidney J. Parnes, dan rekan-rekannya yang tergabung dengan Creative Problem
Solving Institute. Sistem ini sangat tepat untuk melahirkan gagasan baru atau
mengembangkan ide yang memerlukan daya imajinasi.
Urutan langkah yang dituliskan dibawah, dikutip dari Brilhart (1979 :144-145) :

16

1. Apakah sebenarnya masalah yang kita hadapi (keadaan sekarang, hambatan dan
penyebab, tujuan) ?
a. Apakah yang sedang kita bicarakan ?
1). Apakah masalah atau tugas itu sudah jelas bagi kita?
2). Apakah kita perlu mendefinisikan istilah atau konsep?
b. Sejauhmana daerah kebebasan kita ?
1). Apakah kita ingin merencanakan dn bertindak, menasihati, atau apa?
2). Hasil akhir yang bagaimana yang ingin kita hasilkan dari diskusi kita?
c. Apakah hhal-hal yang tidak memuaskan kita sekarang ini?
1).Apa yang salah? Dari mana kita tahu?
2).Siapa dan apa yang kena, dan dalam kondisi bagaimana?
3). Sampai sejauh mana kita menilai masalah itu?
4). Apakah dulu pernah dilakukan tindakan perbaikan yang efektif?
5). Apakah informasi lain yang kita perlukan untuk secara tepat menilai intensitas
dan

sifat masalah?

d. Situasi atau tujuan bagaimana yang ingin kita capai?


e. Faktor-faktor apa yang menimbulkan masalah ini?
1). Adakah sebab-sebab yang bisa kita pastikan?
2). Hambatan apa yang harus kita atasi untuk mencapai situasi yang
dikehendaki?
f. Bagaimana kita dapat menyimpulkan masalah sehingga menggambarkan situasi
sekarang, situasi yang dikendaki, perbedaan, sebab, dan hambatan?
1). Apakah kita semua sepakat tentang pernyataan masalah?
2). Perluka kita membaginya menjadi beberapa sub masalah?
a. jika perlu, apakah sub masalah itu?
b. dengan urutan bagaimana kita harus memecahkannya?
2. Apakah yang harus kita lakukan untuk memecahkan masalah (atau submasalah yang
pertama)? (disini dilakukan sumbangsaran brainstorming- untuk mencari
kemungkinan pemecahan masalah).
3.

Kriteria apa yang harus kita gunakan untuk menilai berbagai kemungkinan
pemecahan masalah?
a. Apakah kriteria mutlak yang harus dipenuhi oleh suatu pemecahan masalah?
b. Apakah standar relatif yang harus kita gunakan? (buat daftar ranking nilai dan
standar

dengan persetujuan kelompok).


17

4. Apakah kelebihan alternatif pemecahan?


a. Gagasan mana yang dapat kita singkirkan karena tidak ditunjang oleh fakta?
b. Dapatkah kita menggabungkan dan menyederhanakan daftar pemecahan
masalah?
c. Sejauhmana gagasan lainnya sesuai dengan kriteria?
5. Bagaimana menjalankan solusi kita?
a. Siapa melakukan apa, kapan dan bagaimana?
b. Perlukah kita melakukan tindak lanjut atau pemeriksaan?
Urutan Berfikir Reflektif
Urutan ini berbeda dengan urutan pemecahan masalah kreatif karena disini kritik di anjurkan
sebelum pemecahan masalah dinyatakan.
1. Apakah masalah yang sedang kita hadapi? ( Disini tahapannya sama dengan urutan
pemecahan masalah kreatif.
2. Kriteria apa yang harus kita gunakan untuk menilai berbagai alternatif solusi?
3. Apa saja solusi yang mungkin, dan apa kelebihan masing-masing? (setiap gagasan dinilai
setiap kali disajikan, atau ada dua langkah : (a) buat daftar solusi yang mungkin, dan (b)
evaluasi satu per satu).
4. Apa pemecahan masalah yang kita pilih?
5. Bagaimana kita melaksanakan keputusan kita?
Pola solusi ideal
Pola ini dipergunakan untuk mengatasi masalah yang akan memengaruhi berbagai
macam kelompok yang menpunyai kepentingan yang berlainan, atau yang memerlukan
dukungan berbagai jenis orang yang mempunyai nilai yang berlainan. Di rumah tangga,
misalnya, pola ini dapat dipakai untuk membicarakan kepentingan ibu, istri, dan anak-anak ;
atau di universitas ketika pengambil keputusan merencanakan pemindahan kmpus, yang
melibatkan kepentingan mahasiswa, para dosen, dan staf administrasi.
1. Apakah masalah yang sedang kita hadapi? (Di sini tahapannya sama dengan urutan
pemecahan masalah kreatif).
2. Apakah pemecahan yang ideal ditinjau dari berbagai kepentingan kelompok?
Misalnya :
a. Dosen,
b. Mahasiswa,
c. Staf adiministrasi,
d. Pimpinan universitas.
18

3. Apa yang dapat kita ubah pada disuasi sekarang? (artinya, solusi mana yang
mungkin? Apa yang dapat dilakukan?)
4. Solusi mana yang paling mendekati ideal ? (Disini kelompok menyintesiskan dan
memutuskan solusi final yang akan dijalankan atau disarankan).
5. Bagaimana melaksanakan solusi itu?

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ada beberapa klasifikasi kelompok yakni kelompok primer-sekunder. Kelompok ingroupoutgroup, rujukan keanggotaan dan deskriftif-prespektif.
a. Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder
b. Kelompok Ingroup dan outgroup
c. Kelompok Keanggotaan dan kelompok Rujukan
d. Kelompok Deskriptif dan Preskriptif
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok
Keefektifan kelompok adalah the accomplishment of the recognized objects of
cooperative action (Barnard, 1938:55). Anggota-angogota kelompok bekerja sama untuk
mencapai dua tujuan : melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggotaanggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok , disebut prestasi
(performance). Tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (statisfaction).
Jadi, bila kelompok untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar),
maka keefektifannya dapat dilihat dari berapa banyak informasi yang diperoleh anggota
kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan
kelompok. Oleh karena itu, factor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada
karakteristik kelompok (faktor situasional) dan pada karakteristik para anggotanya (faktor
personal).

19

DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat, jalaluddin.2012. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

20

Anda mungkin juga menyukai