Anda di halaman 1dari 62

A.

Pemeriksaan Swab Vaginal


Korban yang belum pernah melakukan persetubuhan atau pengalaman
pemeriksaan spekulum mungkin menolak untuk dilakukan pemeriksaan
spekulum. Tujuan dan prosedur dari pemeriksaan spekulum harus dijelaskan
kepada pasien, korban dapat memilih untuk tetap dilakukan atau tidak kecuali
ada indikasi faktor medis seperti trauma atau perdarahan masif.
Beberapa jenis posisi dapat digunakan untuk pemeriksaan genitalia dan pada
semua kasus kejahatan seksual, pemeriksaan korban harus senyaman mungkin.
Posisi yang disarankan adalah posisi litotomi.

Gambar 1. Posisi pemeriksaan genitalia korban kejahatan seksual


Spekulum harus di lubrikasi dengan air hangat dan bukan pelican karena
dapat menggangu evaluasi forensik. Saat memasukan spekulum, masukan 2 jari
ke dalam vagina dan secara gentle ditekan ke bawah sampai terjadi relaksasi otot.
Kemudian dimasukkan spekulum yang tertutup secara obliq dengan sudut 45
derajat terhadap garis vertikal dan secara gentle dimasukkan dan diputar dengan
pemegang spekulum tegak lurus. Jika sudah di dalam vagina secara gentle mulut
spekulum dibuka dan dipertahankan.

Gambar 2. Pemeriksaan spekulum vagina


Swab vagina diambil apabila dipercayai adanya penetrasi penis pada vagina.
Swab vagina dilakukan sebelum pemeriksaan bimanual atau pemeriksaan servik.
Untuk mengambil swab vagina, masukkan 2 kapas tip pada fornik vagina. Jika
terdapat genangan cairan ,spesimen dapat diperiksa dari genangan cairan
tersebut. Spesimen tambahan dapat diperiksa dari servik dan dinding vagina
dibelakang servik. Keringkan swab sebelum dimasukan ke dalam amplop. Jika
lebih dari satu sampel diambil dari vagina, label spesimen dalam urutan saat
dilakukan serta sumber dari spesimen. Lakukan pembuatan sampel slide kaca
untuk pemeriksaan mikroskopis pada saat yang bersamaan.
Swab servik turut diambil saat dilakukan swab vagina dengan menggunakan
2 steril kapas tip, lakukan swab kedalam servik. Swab servik dianginkan dan
dimasukan ke dalam kertas pembungkus atau amplop.
Sangat penting untuk tidak mengaspirasi orifisium vagina atau dilusi cairan
yang ada di vagina dan servik sebelum swab diambil. Jika korban sudah mandi
dan membersihkan area genitalnya sebelum datang, pemeriksa harus dengan teliti
mengambil swab di belakang servik dan sepanjang dinding vagina.

B. Pemeriksaan Swab Buccal


Pengambilan swab buccal ditujukan untuk memastikan identitas korban dan
bukti DNA.7 Penggunaan bukti DNA adalah teknologi terbaru yang digunakan
terutama dalam sistem peradilan pidana untuk mengidentifikasi pelaku kejahatan

seksual. Prosedur pengumpulan DNA dapat bervariasi. Namun, semua


memerlukan sampel perbandingan yang harus diambil dari korban.
-

Sebagian besar jurisdiksi memerlukan darah yang harus diambil dari korban
untuk membedakan DNA-nya dari setiap DNA asing yang ditemukan dari
tubuhnya atau bukti TKP lainnya dari pakaian , selimut, dll.

Atau, kerokan sel dapat dikumpulkan dari sisi mulut korban ( menggunakan
swab bukal ) untuk membedakan DNA-nya dari yang penyerangnya.
Jika spesimen oral sudah diperoleh, korban harus berkumur dan menunggu 15

menit untuk pengambilan swab bukal. Jika serangan oral terjadi, DNA selain
pasien juga dapat hadir dalam rongga mulut . Dalam hal ini, sampel darah pasien
harus diambil untuk mengidentifikasi DNA pasien secara definitif.

Gambar 3. Swab buccal untuk pengambilan sampel sperma7


Prosedur pengambilan swab buccal
-

Kumpulan isi kit

4 kapas tip aplikator steril

1 amplop manila dengan label informasi putih terpasang

1 amplop manila sedikit lebih kecil

1 segel

Satu pasang sarung tangan lateks bebas bubuk

Petunjuk pengambilan sampel

Pakai sepasang sarung tangan lateks bebas bubuk. Buka kertas steril
pembungkus salah satu dari empat kapas tip aplikator

Gosok ujung kapas tip pada bagian dalam pipi mulut sambil perlahan
diputar. Lakukan selama sekitar 30 detik.

Tempatkan

kapas tip aplikator dalam amplop

yang lebih kecil.

Kertas pembungkus kapas swab dapat dibuang. Ulangi proses untuk


sisa tiga kapas lalu masukkan dalam amplop yang lebih kecil.
Lepaskan sarung tangan karet dan buang

Tempatkan amplop yang lebih kecil berisi empat kapas tip aplikator
dalam amplop yang lebih besar dengan label terpasang

Isi semua informasi pada label putih

Tempatkan amplop dengan label putih dalam amplop yang berlabel


Referensi Swab Mulut Collection Kit.

Segel amplop yang berlabel Referensi Mulut Swab Collection Kit


dengan segel bukti dan tandai segel

Tempatkan amplop ke Ruang Properti dan simpan di lemari pendingin

Perhatian

Jangan memegang atau mencemari ujung kapas swab. Ujung kapas

swab harus langsung bersentuhan dengan mulut subjek


Kapas swab tidak untuk mengumpulkan air liur tetapi untuk
mendapatkan sel dari lapisan pipi mulut . Oleh karena itu, gosok/seka
dengan sdikit penekanan terhadap pipi dalam mulut

Pastikan untuk memutar kapas swab di mulut subjek sehingga seluruh


permukaan kapas tip dapat digunakan untuk pengambilan sampel.

C. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Darah


Pemeriksaan bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan yang paling
sering dilakukan pada laboratorium forensik. Karena darah mudah sekali tercecer

pada hampir semua bentuk tindakan kekerasan, penyelidikan terhadap bercak darah
ini sangat berguna untuk mengungkapkan suatu tindakan kriminil.
Pemeriksaan darah pada forensik sebenarnya bertujuan untuk membantu
identifikasi pemilik darah tersebut.
Sebelum dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap, terlebih dahulu kita harus
dapat memastikan apakah bercak berwarna merah itu darah. Oleh sebab itu perlu
dilakukan pemeriksaan guna menentukan :
a. Bercak tersebut benar darah
b. Darah dari manusia atau hewan
c. Golongan darahnya, bila darah tersebut benar dari manusia
a. Persiapan
Bercak yang menempel pada suatu objek dapat dikerok kemudian direndam
dalam larutan fisiologis, atau langsung direndam dengan larutan garam
fisiologis bila menempel pada pakaian.
b. Pemeriksaan Penyaringan (presumptive test)
Ada banyak tes penyaring yang dapat dilakukan untuk membedakan apakah
bercak tersebut berasal dari darah atau bukan, karena hanya yang hasilnya
positif saja yang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Prinsip pemeriksaan penyaringan:
H2O2 > H2O + On
Reagen -> perubahan warna (teroksidasi)
Pemeriksaan penyaringan yang biasa dilakukan adalah dengan reaksi
benzidine dan reaksi fenoftalin. Reagen dalam reaksi benzidine adalah larutan
jenuh Kristal Benzidin dalam asetat glacial, sedangkan pada reaksi fenoftalin
digunakan reagen yang dibuat dari Fenolftalein 2g + 100 ml NaOH 20% dan
dipanaskan dengan biji biji zinc sehingga terbentuk fenolftalein yang tidak
berwarna. (1)
Hasil positif menyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sedangkan hasil negative pada
kedua reaksi tersebut memastikan bahwa bercak tersebut bukan darah.
1. Reaksi Benzidine (Test Adler)
Dulu Benzidine test pada forensic banyak dilakukan oleh Adlers
(1904). Tes

Benzidine

atau Test

Adler lebih

sering

digunakan

dibandingkan dengan tes tunggal pada identifikasi darah lainnya.


Karena merupakan pemeriksaan yang paling baik yang telah lama
dilakukan. Pemeriksaan ini sederhana, sangat sensitif dan cukup
bermakna. Jika ternyata hasilnya negatif maka dianggap tidak perlu
untuk melakukan pemeriksaan lainnya.
Cara pemeriksaan reaksi Benzidin:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai
kemudian diteteskan 1 tetes H202 20% dan 1 tetes reagen Benzidin.
Hasil:
Hasil positif pada reaksi Benzidin adalah bila timbul warna biru gelap
pada kertas saring.
2. Reaksi Phenolphtalein (Kastle Meyer Test)
Prosedur test identifikasi yang sekarang ini, mulai banyak
menggunakan Phenolphtalein. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Kastle (1901,1906), zat ini menghasilkan warna merah jambu terang
saat digunakan pada test identifikasi darah.
Cara Pemeriksaan reaksi Fenolftalein:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai
langsung diteteskan reagen fenolftalein.
Hasil:
Hasil positif pada reaksi Fenoftalin adalah bila timbul warna merah
muda pada kertas saring.
c. Pemeriksaan Meyakinkan/Test Konfirmasi Pada Darah
Setelah didapatkan hasil bahwa suatu bercak merah tersebut adalah
darah maka dapat dilakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan
meyakinkan darah berdasarkan terdapatnya pigmen atau kristal hematin
(hemin) dan hemokhromogen.
Terdapat empat jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memastikan
bercak darah tersebut benar berasal dari manusia, yaitu :
1. Cara kimiawi
Terdapat dua macam tes yang dapat dilakukan untuk memastikan bahwa
yang diperiksa itu bercak darah, atas dasar pembentukan kristal-kristal
hemoglobin yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan
mikroskopik. Tes tersebut antara lain tes Teichmann dan tes Takayama.

a. Test Teichman (Tes kristal haemin)


Pertama kali dilakukan oleh Teicmann (1853). Test diawali dengan
memanaskan darah yang kering dengan asam asetat glacial dan
chloride untuk membentuk derivate hematin. Kristal yang terbentuk
kemudian diamati di bawah mikroskop, biasanya Kristal muncul
dalam bentuk belah-belah ketupat dan berwarna coklat.
Cara pemeriksaan:
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek tambahkan
1 butir kristal NaCL dan 1 tetes asam asetat glacial, tutup dengan kaca
penutup dan dipanaskan.
Hasil:
Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin
HCL yang berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan
mikroskopik.
Kesulitan :
Mengontrol panas dari sampel karena pemanasan yang terlalu panas
atau terlalu dingin dapat menyebabkan kerusakan pada sampel.
b. Test Takayama (Tes kristal B Hemokromogen)
Apabila

heme

sudah

dipanaskan

dengan

seksama

dengan

menggunakan pyridine dibawah kondisi basa dengan tambahan sedikit


gula seperti glukosa, Kristal pyridine ferroprotoporphyrin atau
hemokromogen akan terbentuk.
Cara kerja:
Tempatkan sejumlah kecil sampel yang berasal dari bercak pada gelas
objek dan biarkan reagen takayama mengalir dan bercampur dengan
sampel. Setelah fase dipanaskan, lihat di bawah mikroskop.
Hasil :
Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya kristal halus berwarna
merah jambu yang terlihat dengan mikroskopik.
Kelebihan:
Test dapat dilakukan dan efektif dilakukan pada sampel atau bercak
yang sudah lama dan juga dapat memunculkan noda darah yang
menempel pada baju. Selain itu test ini juga memunculkan hasil

positif pada sampel yang mempunyai hasil negative pada test


Teichmann.
Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk
memastikan bercak tersebut berasal dari darah
c. Pemeriksaan Wagenaar
Cara pemeriksaan:
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek, letakkan juga
sebutir pasir, lalu tutup dengan kaca penutup sehingga antara kaca obyek
dan kaca penutup terdapat celah untuk penguapan zat. Kemudian pada
satu sisi diteteskan aseton dan pada sisi lain di tetes kan HCL encer,
kemudian dipanaskan.
Hasil:
Hasil positif bila terlihat Kristal aseton hemin berbentuk batang berwarna
coklat. Hasil negative selain menyatakan bahwa bercak tersebut bukan
bercak darah, juga dapat dijumpai pada pemeriksaan terhadap bercak
darah yang struktur kimiawinya telah rusak, misalnya bercak darah yang
sudah lama sekali, terbakar dan sebagainya.
2. Cara serologik
Pemeriksaan serologik berguna untuk menentukan spesies dan golongan
darah. Untuk itu dibutuhkan antisera terhadap protein manusia (anti
human globulin) serta terhadap protein hewan dan juga antisera terhadap
golongan darah tertentu.
Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah)
dengan antibody (antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau
reaksi aglutinasi.
a. Test Presipitin Cincin
Test Presipitin Cincin menggunakan metode pemusingan sederhana antara
dua cairan didalam tube. Dua cairan tersebut adalah antiserum dan ekstrak
dari bercak darah yang diminta untuk diperiksa.
Cara pemeriksaan :
Antiserum ditempatkan pada tabung kecil dan sebagian kecil ekstrak
bercak darah ditempatkan secara hati-hati pada bagian tepi antiserum.
Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam. Pemisahan antara

antigen dan antibody akan mulai berdifusi ke lapisan lain pada perbatasan
kedua cairan. (1)
Hasil:
Akan terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada bagian antara
dua larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari manusia maka tidak
akan muncul reaksi apapun.
b. Reaksi presipitasi dalam agar.
Cara pemeriksaan :
Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak, dilapisi
dengan selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang
pada agar dengan diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh
lubang-lubang sejenis. Masukkan serum anti-globulin manusia ke lubang
di tengah dan ekstrak darah dengan berbagai derajat pengenceran di
lubang-lubang sekitarnya. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab
(moist chamber) pada temperature ruang selama satu malam.
Hasil :
Hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan lubang
tengah dan lubang tepi.
Pembuatan agar buffer :
1 gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH 8.6; 50 ml aqua dest; 100
mg. Sodium Azide. Kesemuanya dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer,
tempatkan dalam penangas air mendidih sampai terbentuk agar cair.
Larutan ini disimpan dalam lemari es, yang bila akan digunakan dapat
dicairkan kembali dengan menempatkan labu di dalam air mendidih.
Untuk melapisi gelas obyek, diperlukan kurang lebih 3 ml agar cair yang
dituangkan ke atasnya dengan menggunakan pipet.
Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk
mengkonfirmasi bercak darahtersebut, yaitu :
3. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi sel darah merah.
Cara pemeriksaan :
Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca obyek
kemudian ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, dan ditutup dengan
kaca penutup, lihat dibawah mikroskop.

Cara lain, dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan Wright atau
Giemsa.
Hasil :
Pemeriksaan

mikroskopik

kedua

sediaan

tersebut

hanya

dapat

menentukan kelas dan bukan spesies darah tersebut.


Kelas mamalia mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan tidak
berinti, sedangkan kelas lainnya berbentuk oval atau elips dan tidak
berinti Bila terlihat adanya drum stick dalam jumlah lebih dari 0,05%,
dapat dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita.
Kelebihan:
Dapat terlihatnya sel sel leukosit berinti banyak. Dapat terlihat
adanya drum stick pada pemeriksaan darah seorang wanita.
Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan setelah suatu bercak merah
benar bercak darah dan benar bercak darah manusia, meliputi :
Penentuan Golongan Darah
American Association of Blood Banks mendefinisikan golongan darah sebagai
kumpulan antigen yang diproduksi oleh alel gen. Bagaimanapun, golongan darah
secara genetic dikontrol dan merupakan karakteristik yang seumur hidup dapat
diperiksa karena berbeda pada tiap individual.
Darah yang telah mengering dapat berada dalam pelbagai tahap kesegaran.
Bercak dengan sel darah merah masih utuh.
Bercak dengan sel darah merah sudah rusak tetapi dengan aglutinin dan antigen
yang masih dapat di deteksi;
Sel darah merah sudah rusak dengan jenis antigen yang masih dapat dideteksi
namun sudah terjadi kerusakan aglutinin.
Sel darah merah sudah rusak dengan antigen dan agglutinin yang juga sudah
tidak dapat dideteksi.
Bila didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuh
Penentuan golongan darah dapat dilakukan secara langsung seperti pada penentuan
golongan darah orang hidup, yaitu dengan meneteskan 1 tetes antiserum ke atas 1
tetes darah dan dilihat terjadinya aglutinasi. Aglutinasi yang terjadi pada suatu
antiserum merupakan golongan darah bercak yang diperiksa, contoh bila terjadi
aglutinasi pada antiserum A maka golongan darah bercak darah tersebut adalah A.

Figure1. Penentuan golongan darah ABO cara makroskopik


Bila sel darah merah sudah rusak
Penentuan golongan darah dapat dilakukan dengan cara menentukan jenis aglutinin
dan antigen. Antigen mempunyai sifat yang jauh lebih stabil dibandingkan dengan
aglutinin. Di antara system-sistem golongan darah, yang paling lama bertahan adalah
antigen dari system golongan darah ABO.
Penentuan jenis antigen dapat dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi, absorpsi elusi
atau aglutinasi campuran. Cara yang biasa dilakukan adalah cara absorpsi
elusi dengan prosedur sebagai berikut:
Cara pemeriksaan :
2-3 helai benang yang mengandung bercak kering difiksasi dengan metil
alcohol selama 15 menit. Benang diangkat dan dibiarkan mengering. Selanjutnya
dilakukan

penguraian

benang

tersebut

menjadi

serat-serat

halus

dengan

menggunakan 2 buah jarum. Lakukan juga terhadap benang yang tidak mengandung
bercak darah sebagai control negative.
Serat benang dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Ke dalam tabung pertama
diteteskan serum anti-A dan kedalam tabung kedua serum anti-B hingga serabut
benang tersebut teredam seluruhnya. Kemudian tabung-tabung tersebut disimpan
dalam lemari pendingin dengan suhu 4 derajat Celcius selama satu malam.
Lakukan pencucian dengan menggunakan larutan garam faal dingin (4 derajat
Celcius) sebanyak 5-6 kali lalu tambahkan 2 tetes suspense 2% sel indicator (sel

daram merah golongan A pada tabung pertama dan golongan B pada tabung kedua),
pusing dengan kecepatan 1000 RPM selama 1 menit. Bila tidak terjadi aglutinasi,
cuci sekali lagi dan kemudian tambahkan 1-2 tetes larutan garam faal dingin.
Panaskan pada suhu 56 derajat Celcius selama 10 menit dan pindahkan eluat ke
dalam tabung lain. Tambahkan 1 tetes suspense sel indicator ke dalam masingmasing tabung, biarkan selama 5 menit, lalu pusing selama 1 menit pada kecepatan
1000 RPM.
Hasil :
Pembacaan hasil dilakukan secara makroskopik. Bila terjadi aglutinasi berarti darah
mengandung antigen yang sesuai dengan antigen sel indicator.
Pemeriksaan golongan darah juga dapat membantu mengatasi kasus paternitas. Hal
ini berdasarkan Hukum Mendel yang mengatakan bahwa antigen tidak mungkin
muncul pada anak, jika antigen tersebut tidak terdapat pada salah satu atau kedua
orang tuanya. Orang tua yang homozigotik pasti meneruskan gen untuk antigen
tersebut kepada anaknya. (Anak dengan golongan darah O tidak mungkin
mempunyai orang tua yang bergolongan darah AB).
Perlu diingat bahwa Hukum Mendel tetap berdasarkan kemungkinan (probabilitas),
sehingga penentuan ke-ayah-an dari seorang anak tidak dapat dipastikan, namun
sebaliknya kita dapat memastikan seseorang adalah bukan ayah seorang anak
(singkir ayah/paternity exclusion).
Contoh-contoh kasus.
Bayi tertukar.
Dilakukan pemeriksaan sistim golongan darah dari bayi serta kedua orang tuanya.
Table. Kasus bayi tertukar. Penentuan bercasarkan golongan darah ABO.

Pria
Wanita

Bayi I
A
O
O

Bayi II
O
AB
O

Jelas bayi II adalah anak dari pasangan I, sedangkan bayi I anak anak pasangan II.
Table. Kasus bayi tertukar. Penentuan berdasarkan golongan darah ABO.

Pria

Bayi I
AB
A

Bayi II
A
AB

Wanita

Jelas bayi I adalah anak pasangan I, tidak mungkin sebagai anak pasangan II,
sedangkan bayi II adalah anak dari pasangan II, walaupun pasangan I mungkin saja
mempunyai anak bergolongan darah A.
Ragu ayah (disputed paternity).
Dalam kasus ini siapa saja ayah yang sebenarnya dari seorang anak masih diragukan.
Table. Kasus ragu ayah. Penentuan berdasarkan golongan darah ABO.
Golongan darah
Bayi
B MNS Rhesus +
Ibu
A MNS Rhesus +
Pria I
AB MNS Rhesus +
Pria II
O MS Rhesus +
Pria III
A MNS Rhesus +
Pria I tidak dapat disingkirkan kemungkinan menjadi ayah si anak, sedangkan Pria II
dan III pasti bukan ayah anak tersebut.
Ayah yang curiga si anak bukanlah anaknya yang sejati.
Table. Kasus ragu ayah. Curiga bukan anak yang sejati.

Anak
Ibu
Ayah

Golongan Darah
O MNS Rhesus +
A MS Rhesus +
B MS Rhesus +

Anak tersebut pasti bukan anak dari Ayah tersebut.


Demikian pula kasus-kasus lainnya dapat dibantu penyelesaiannya dengan cara yang
sama seperti diatas.
Bila dicurigai penyebab kematian adalah keracunan maka dapat dilakukan
pemeriksaan darah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan CO (karbon monoksida)(2)
a. Untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji difusi alkali.
i. Ambil 2 tabung reaksi. Masukkan ke dalam tabung pertama 1-2
tetes darah korban dan tabung kedua 1-2 tetes darah normal sebagai
kontrol. Encerkan masing-masing darah dengan menambahkan 10 ml
air sehingga warna merah pada kedua tabung kurang lebih sama.

ii. Tambahkan pada masing-masing tabung 5 tetes larutan NaOH 1020%, lalu dikocok. Darah normal segera berubah warna menjadi
merah hijau kecoklatan karena segera terbentuk hematin alkali,
sedangkan darah yang mengandung COHb tidak berubah warnanya
untuk beberapa waktu, tergantung pada konsentrasi COHb, karena
COHb lebih bersifat resisten terhadap pengaruh alkali. COHb dengan
kadar saturasi 20% memberi warna merah muda (pink) yang bertahan
selama beberapa detik, dan setelah 1 menit baru berubah warna
menjadi coklat kehijauan.
iii. Perlu diperhatikan bahwa darah yang dapat digunakan sebagai
kontrol dalam uji dilusi alkali ini haruslah darah dengan Hb yang
normal. Jangan gunakan darah foetus karena dikatakan bahwa darah
foetus juga bersifat resisten terhadap alkali.
b. Dapat pula dilakukan uji formalin (Eachloz-Liebmann).
Darah yang akan diperiksa ditambahkan larutan formalin 40% sama
banyaknya. Bila darah mengandung COHb 25% saturasi maka akan
terbentuk koagulat berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung
reaksi. Semakin tinggi kadar COHb, semakin merah warna koagulatnya.
Sedangkan pada darah normal akan terbentuk koagulat yang berwarna
coklat.
c. Cara Gettler-Freimuth (semi-kuantitatif)
Prinsipnya sebagai berikut :
Darah + Kalium ferisianida CO dibebaskan dari COHb
CO + PdCl2 + H2O Pd + CO2 + HCl
Paladium (Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring berupa
endapan berwarna hitam. Dengan membandingkan intensitas warna
hitam tersebut dengan warna hitam yang diperoleh dari pemeriksaan
terhadap darah dengan kadar COHb yang diketahui, maka dapat
ditentukan konsentrasi COHb secara semi kuantitatif.

D.Pemeriksaan dan pengambilan urin


PENGERTIAN
Suatu tindakan mengambil sejumlah urine sebagai sampel untuk pemeriksaan
laboratorium.
TUJUAN
Mengambil sampel urine yang tidak terkontaminasi untuk menganalisa urine rutin
atau test diagnostik yang meliputi test kultur dan sensitivitas.
Mengetahui adanya mikroorganisme dalam urine.
Proses Pengambilan Urine.
Persiapan alat
Botol yang telah disterilkan(tempat penampung spesimen)
Label spesimen
Sarung tangan sekali pakai
Larutan anti septik
Kapas sublimat
Formulir Laboratorium
Urinal (Pispot) jika klien tidak dapat berjalan
Baskom air hangat
Waslap
Sabun
Handuk
Prosedur plaksanaan
Beritahu klien tujuan prosedur pelaksanaan
Untuk klien yang dapat berjalan
Antar klien ke kamar kecil
Antar klien untuk membasuh dan mengelap daerah ginetal dan
parineal dengan sabun dan air
Untuk klien wanita
Bersihkan daerah parineal dari depan kebelakang dengan menggunakan kapas
desinfektan steril hanya sekali pakai
Untuk klien laki laki
Tarik perlahan kulit penis sehingga saluran penis tertarik
Dengan gerakan memutar, bersihkan saluran kencing. Gunakan steril
hanya sekali pakai kemudian buang. Bersihkan area beberapa inci dari
penis
Untuk klien yang memerlukan bantuan
Siapkan klien dan peralatannya
Bersihkan daerah parineal dengan sabun kemudian keringkan
Posisikan klien setegak mungkin jika di perbolehkan
Buka peralatan, hati hati jangan sampai mengontaminasi tempat sampel

Pakai sarung tangan


Bersihkan saluran kencing seperti yang dijelaskan di atas

Ambil sampel dari klien yang tidak dapat berjalan atau ajarkan klien yang dapat berjalan
bagaimana mengambil sampel.
Perintah klien untuk BAK
Tempatkan wadah di tempat aliran urine dan ambil sampel, jangan sampai wadah
tersentuh penis
Ambil 30 60 ml urine di dalam wadah
Tutup wadah sentuh hanya dalam luar wadah
Jika perlu, bersihkan wadah dengan disinfektan
Untuk pengambilan urine aliran tengah anjurkan, klien kencing dulu kemudian
menahannya dan kencing kembali, lalu urine dimasukkan kedalam botol +_ 30 60
cc, kemudian klien di anjurkan mengeluarkan urine/ mengosongkan kandung kemih
secara keseluruhan.
Beri label pada botol dan bawa kelaboratorium
Pastikan pada label tertera informasi yang sesuai dan benar, letakkan pada botol
Usahakan agar spesiment dapat dibawa ke laboratorium secepatnya

Catat data yang bersangkutan


Catat data seperti warna,bau, konsistensi , dan kesulitan yang di alami klien selama
pengambilan sampel

Spesimen kulit periodik(urine tampung)


Dapatkan wadah spesimen dengan zat pengawet dari laboratorium , labeli wadah
dengan identitas klien, kapan pengumpulan dimulai dan selesai.
Guanakan tempat yang bersih untuk mengambil sampel
Simpan semua sampel dari setiap pengambilan sampel dalam wadah dan disimpan
wadah dari lemari pendingin. Jagalah sampel agar tidak terkontaminasi dengan kertas
toilet atau feses.
Pada akhir periode pengambilan, perintahkan klien untuk mengosongkan kantong
kemih dan simpan urine sebagai bagian spesimen , bawa semua sampel ke
laboratorium
Catat dalam dokumen sampel, waktu pengambilan dan waktu selesainya serta hasil
pengamatan lain terhadap urine

Pengambilan spesimen urine dari kateter


Gunakan sarung tangan sekali pakai
Jika tidak ada urine dalam kateter , jepit tabung penampung selama +_ 30 menit.hal
ini menyebabkan segera terkumpul di dalam kateter .
Bersihkan daerah penyuntikan jarum dengan menggunakan desinfektan. Daerah
penyuntikan ini sebaiknya agak jauh dari gelembung tabung untuk mencegah
tertusuknya gelembung tersebut. Dengan menyucihamakan jarum , mikroorganisme
akan menghilang pada pembukaan kateter. Jadi , cegahlah kontaminasi jarum dan
masuknya mikroorganisme dalam kateter

Masukkan jarum dengan sudut 30 450


Lepaskan penjepit kateter
Ambil sampel urin secukupnya ( 3cc untuk kultur urine dan 30cc untuk analisis urine
rutin)
Pindahkan urine kedalam wadah, pastikan jarum tidak menyenth luar wadah
Buang jarum dan suntikkan kedalam tempat penampungan
Tutup wadahnya
Lepaskan sarung tangan , dan taruh pada tempat yang disediakan
Beri label dan kirim kelaboratorium secepatnya untuk analisis atau taruh di lemari
pendingin
Catat dan dokumentasikan hasil spesimen dan pengamatan spesimen.
Cara Pengambilan Sampel
Bahan urin untuk pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil pagi hari.
Pengambilan spesimen urine dilakukan oleh penderita sendiri (kecuali dalam keadaan yang
tidak memungkinkan). Sebelum pengambilan spesimen, penderita harus diberi penjelasan
tentang tata cara pengambilan yang benar. Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi
suprapubik (suprapubic puncture=spp), dari kateter dan urin porsi tengah (midstream urine).
Bahan urin yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah yang ditampung dalam
wadah bermulut lebar dan steril.
Punksi Suprapubik.
Pengambilan urin dengan punksi suprapubik dilakukan pengambilan urin langsung dari
kandung kemih melalui kulit dan dinding perut dengan semprit dan jarum steril. Yang
penting pada punksi suprapubik ini adalah tindakan antisepsis yang baik pada daerah yang
akan ditusuk, anestesi lokal pada daerah yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu
dijaga. Bila keadaan asepsis baik, maka bakteri apapun dan berapapun jumlah koloni yang
tumbuh pada biakan, dapat dipastikan merupakan penyebab ISK.

Kateter.
Bahan urin dapat diambil dari kateter dengan jarum dan semprit yang steril. Pada cara ini
juga penting tindakan antisepsis pada daerah kateter yang akan ditusuk dan keadaan asepsis
harus elalu dijaga. Tempat penusukan kateter sebaiknya sedekat mungkin dengan ujung
kateter yang berada di dalam kandung kemih (ujung distal). Penilaian urin yang diperoleh
dari kateter sama dengan hasil biakan urin yang diperoleh dari punksi suprapubik.
Urin Porsi Tengah.
Urin porsi tengah sebagai sampel pemeriksaan urinalisis merupakan teknik pengambilan
yang paling sering dilakukan dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada penderita.
Akan tetapi resiko kontaminasi akibat kesalahan pengambilan cukup besar. Tidak boleh
menggunakan antiseptik untuk persiapan pasien karena dapat mengkontaminasi sampel dan
menyebabkan kultur false-negatif.
Cara pengambilan dan penampungan urine porsi tengah pada wanita :

1. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah vagina dan
muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa
steril dibasahi air atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan
kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk membersihkan daerah tersebut.
Siapkan pula wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum pembersihan daerah
vagina selesai.
2. Dengan 2 jari pisahkan kedua labia dan bersihkan daerah vagina dengan potongan
kasa steril yang mengandung sabun. Arah pembersihan dari depan ke belakang.
Kemudian buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah.
3. Bilas daerah tersebut dari arah depan ke belakang dengan potongan kasa yang
dibasahi dengan air atau salin hangat. Selama pembilasan tetap pisahkan kedua labia
dengan 2 jari dan jangan biarkan labia menyentuh muara uretra. Lakukan pembilasan
sekali lagi, kemudian keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang
kering. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah.
4. Dengan tetap memisahkan kedua labia, mulailah berkemih. Buang beberapa mililiter
urin yang mula-mula keluar. Kemudian tampung aliran urin selanjutnya ke dalam
wadah steril sampai kurang lebih sepertiga atau setengah wadah terisi.
5. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan dinding luar
wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut
dan kirim segera ke laboratorium.

Cara pengambilan dan penampungan urine porsi tengah pada pria :


1. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah penis dan muara
uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril
dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air atau salin
hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan kering. Jangan memakai larutan
antiseptik untuk membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril dan
jangan buka tutupnya sebelum pembersihan selesai.
2. Tarik prepusium ke belakang dengan satu tangan dan bersihkan daerah ujung penis
dengan kasa yang dibasahi air sabun. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat
sampah.
3. Bilas ujung penis dengan kasa yang dibasahi air atau salin hangat. Ulangi sekali lagi,
lalu keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa
yang telah dipakai ke dalam tempat sampah.
4. Dengan tetap menahan prepusium ke belakang, mulailah berkemih. Buang beberapa
mililiter urin yang keluar, kemudian tampung urin yang keluar berikutnya ke dalam
wadah steril sampai terisi sepertiga sampai setengahnya.
5. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan dinding luar
wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut
dan kirim segera ke laboratorium.
6. Bahan urin harus segera dikirim ke laboratorium, karena penundaan akan
menyebabkan bakteri yang terdapat dalam urin berkembang biak dan penghitungan
koloni yang tumbuh pada biakan menunjukkan jumlah bakteri sebenarnya yang
terdapat dalam urin pada saat pengambilan. Sampel harus diterima maksimun 1 jam
setelah penampungan.2 Sampel harus sudah diperiksa dalam waktu 2 jam. Setiap
sampel yang diterima lebih dari 2 jam setelah pengambilan tanpa bukti telah

disimpan dalam kulkas, seharusnya tidak dikultur dan sebaiknya dimintakan sampel
baru.3 Bila pengiriman terpaksa ditunda, bahan urin harus disimpan pada suhu 4 0 C
selama tidak lebih dari 24 jam.
Bagan penilaiaan
ANGKAH KERJA
I

II

NILAI
0
PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN
1.
Urinal
2.
Pengalas
3.
Tissu
4.
Sampiran
5.
Baskom
6.
Sabun
TAHAP PRA INTERAKSI
1. Periksa catatan keperawatan
2. Kaji kebutuhan pasien
3. Ekplorasi dan falidasi perasaan
pasien
TAHAP ORIENTASI
1. Beri salam dan panggil pasien dengan
namanya
2. Jelaskan pada pasien tentang tujuan dan
prosedur tindakan yang akan dilakukan
3. Berikan kesempatan kepada pasien atau
keluarga untuk bertanya sebelum
tindakan dimulai
4. Tanya keluhan dan kaji gejala spesifik
yang ada pada pasien, lalu pasang
sampiran
PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Cuci tangan
2. Jelakan prosedur pada pasien
3. Pasang sampiran, tutup kelambu atau
pintu
4. Pasang alas urinal dibawah glutea
5. Lepas pakaian bawah pasien
6. Pasang urinal dibawah glutea/pinggul
atau diantara kedua paha
7. Anjurkan pasien untuk berkemih
8. Setelah selesai rapikan alat
9. Cuci tangan, catat warna dan jumlah
produksi urine
TAHAP TERMINASI

1. Tanyakan perasaan pasien setelah


dilakukan tindakan
2. Simpulkan hasil prosedur yang
dilakukan
3. Rapikan peralatan dan cuci tangan
4. Catat tanggal dan jam defikasi serta
karakteristiknya
5. Dokumentasikan tindakan yang telah
dilakukan serta hasilnya
6. 6.
Lakukan observasi

E. Pengumpulan dan pengemasan barang bukti


a. Mengumpulkan Barang Bukti (Trace Evident)
Dokter tetap berkoordinasi dengan penyidik, terutama bila ada team Labfor.
Dokter membantu mencari barang bukti, misal racun, anak peluru dll.
Segala yang ditemukan diserahkan pada penyidik.
Dokter dapat meminjam barang bukti tersebut.
Selesai pemeriksaan, TKP ditutup misal selama 3 X 24 jam.
Korban dibawa ke RS dengan disertai permohonan visum et repertum.

b. Pengambilan & Pengumpulan bahan


Harus dijaga :
- Syarat medicolegal
- Chain of evidence
Bahan-bahan tersebut :
Stat. I

: Lambung + isi , Usus + isinya

Stat. II : Hati + 500 gram, Otak + 500 gram,P aru + 250 gram
Stat. III : Ginjal (sebagian kanan/kiri) , Kandung seni
Bahan-bahan lain :
- Darah (50 - 100 ml )
- Urine (100 ml )
Pada korban hidup :
- Sisa makanan/minuman
- Obat-obatan, bhn penyebab keracunan
- Bhn muntahan / hsl kumbah lambung

- Urine, darah & faeses


Kasus-kasus tertentu :
> Keracunan Alkohol :
- darah V.Femoralis
- urine
> Bila darah (-) :
- sum-sum tulang
- jaringan otot
> Keracunan kronis Arsen :
- rambut, kuku & tulang.
Wadah : gelas/plastik (inert), mulut lebar dapat ditutup rapat bersih dari zat kimia
(baru)
Jumlahnya minimal 3 buah :
Wadah I

: organ trac. Gastrointestinalis

Wadah II

: organ hati, empedu, otak, ginjal dll

Wadah III

: organ trac. urogenitalis

Pengawet : Alkohol 96%


Bisa : es batu, dry ice , Na fluorida , merkuri nitrat
Bahan pemeriksaan terendam dlm pengawet
> Seal dgn parafin
> Ikat tali tdk bersambung
> Beri label
> Segel ( lak + cap segel dinas ).
Pengiriman :
> Sertakan contoh bahan pengawet (100 ml)
dalam botol bersih, dilabel & segel.
> Dikirim segera setelah bahan diambil.
> Diantar ( via kurir )
> Via Paket.
Syarat-syarat surat :
> Surat permohonan pemeriksaan toksikologi
> Surat ttg laporan peristiwa atau kejadian

(secara singkat).
> Surat ttg laporan otopsi
> Berita acara pembungkusan & penyegelan + cap segel dinas)
ISI LABEL :
- Identitas korban
- Jenis & jumlah bahan pemeriksaan
- Bahan pengawet yg dipakai
- Tempat & saat pengambilan bahan,
pembungkusan, penyegelan
- Tanda tangan & nama terang penyegel,
dokter yg otopsi
- Cap stempel dinas & segel dinas.
Pada penggalian jenazah :
> Bila mungkin bhn spt tsb diatas
> Contoh tanah : bagian atas/bawah,
kiri/kanan jenazah (peti)
> Pembanding : contoh tanah radius 5 m
dgn kedalaman yg sama dgn jenazah
> Masing-masing dimskkan dlm wadah
tersendiri.

F. Pemeriksaan Bercak Mani Pada Pakaian dan benda lain


a. Secara visual
Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya.
Bercak yang sudah agak tua berwarna kekuningan.
Pada bahan sutera / nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap
daripada sekitarnya.
Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak segar menunjukkan permukaan
mengkilat dan translusen kemudian mengering. Dalam waktu kira-kira 1
bulan akan berwarna kuning sampai coklat.
Pada tekstil yang menyerap, bercak segar tidak berwarna atau bertepi kelabu
yang berangsur-angsur menguning sampai coklat dalam waktu 1 bulan.

Dibawah sinar ultraviolet, bercak semen menunjukkan flouresensi putih.


Bercak pada sutera buatan atau nilon mungkin tidak berflouresensi.
Flouresensi terlihat jelas pada bercak mani pada bahan yang terbuat dari
serabut katun. Bahan makanan, urin, sekret vagina, dan serbuk deterjen
yang tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.
b. Secara taktil (perabaan)
Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap,
bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang teraba
kasar.
c. Skrining awal (dengan Reagen fosfatase asam)
Cara pemeriksaan :
Sehelai kertas saring yang telah dibasahi akuades ditempelkan pada bercak yang
dicurigai selama 5 10 menit. Keringkan lalu semprotkan / teteskan dengan
reagen. Bila terlihat bercak ungu, kertas saring diletakkan kembali pada pakaian
sesuai dengan letaknya semula untuk mengetahui letak bercak pada kain.
d. Uji pewarnaan Baecchi
Reagen dapat dibuat dari :
Asam fukhsin 1 % 1 ml
Biru metilen 1 % 1 ml
Asam klorida 1 % 40 ml
Cara Pemeriksaan :
Gunting bercak yang dicurigai sebesar 5 mm x 5 mm pada bagian pusat bercak.
Bahan dipulas dengan reagen Baecchi selama 2 5 menit, dicuci dalam HCL 1 %
dan dilakukan dehidrasi berturut-turut dalam alkohol 70 %, 80 % dan 95 100 %
(absolut). Lalu dijernihkan dalam xylol (2x)dan keringkan di antara kertas saring.
Ambillah 1 2 helai benang dengan jarum.Letakkan pada gelas objek dan
uraikan sampai serabut-serabut saling terpisah. Tutup dengan kaca penutup dan
balsem Kanada. Periksa dengan mikroskop pembesaran 400 x.
Hasil :
Serabut pakaian tidak berwarna, spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan
ekor berwarna merah muda terlihat banyak menempel pada serabut benang.
Pemeriksaan Pria Tersangka
Untuk membuktikan bahwa seorang pria baru saja melakukan persetubuhan dengan
seseorang wanita.

Cara lugol
Kaca objek ditempelkan dan ditekan pada glans penis, terutama pada bagian
kolum, korona serta frenulum, kemudian letakkan dengan spesimen
menghadap kebawah diatas tempat yang berisi larutan ligol dengan tujuan
agar uap yodium akan mewarnai sediaan tersebut. Hasil akan menunjukkan
sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna coklat karena mengandung
banyak glikogen.
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu
ditentukan adanya kromatin seks (barr bodies) pada inti. Dengan pembesaran
besar, perhatikan inti sel epitel yang ditemukan dan cari barr bodies. Ciricirinya adalah menempel erat pada permukaan membran inti dengan diameter
kira-kira 1 yang berbatas jelas dengan tepi tajam dan terletak pada satu
dataran fokus dengan inti.
Kelemahan pemeriksaan ini adalah bila persetubuhan tersebut telah
berlangsung lama atau telah dilakukan pencucian pada alat kelamin pria,
maka pemeriksaan ini tidak akan berguna lagi.
Pada dasarnya pemeriksaan laboratorium forensik pada korban wanita
dewasa dan anak-anak adalah sama, yang membedakan adalah pendekatan
terhadap korban
Pengumpulan barang bukti harus dilakukan jika hubungan seksual terjadi
dalam 72 jam sebelum pemeriksaan fisik.

G. Pemeriksaan Sperma
Pemeriksaan Laboratorium Forensik Cairan Mani & Spermatozoa
Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh dan berbau khas.
Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi
cair dalam waktu yang singkat (10 20 menit). Dalam keadaan normal, volume
cairan mani 3 5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 7,6.
Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel lain yang
tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermion
dan beberapa enzim sepertri fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai bentuk yang
khas untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60
sampai 120 juta per ml.

Sperma itu sendiri didalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4 5 jam
post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam
post coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari
Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk membuktikan :
1. Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan mani dalam labia minor
atau vagina yang diambil dari forniks posterior
2. Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul melalui penentuan
adanya cairan mani pada pakaian, seprai, kertas tissue, dsb.
Teknik Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan
cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, yaitu dengan mengambil lendir vagina
menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang gelas, atau swab. Bahan
diambil dari forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada anak-anak atau
bila selaput darah masih utuh, pengambilan bahan sebaiknya dibatasi dari vestibulum
saja.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Penentuan spermatozoa (mikroskopis)
Tujuan : Menentukan adanya sperma
- Bahan pemeriksaan : cairan vagina
- Metode pemeriksaan :
Tanpa pewarnaan
Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling bermakna
untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan
Cara pemeriksaan :
Letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek kemudian ditutup.
Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Perhatikan pergerakkan
spermatozoa
Hasil :
Umumnya disepakati dalam 2 3 jam setelah persetubuhan masih dapat
ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang
waktu ini sampai 3 4 jam. Berdasarkan beberapa penelitian, dapat disimpulkan
bahwa spermatozoa masih dapat ditemukan 3 hari, kadang kadang sampai 6
hari pasca persetubuhan. Pada orang mati, spermatozoa masih dapat ditemukan
hingga 2 minggu pasca persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama lagi.
Dengan Pewarnaan

Cara pemeriksaan :
Buat sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut
pada nyala api. Pulas dengan HE, biru metilen atau hijau malakit
Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah
pulasan dengan hijau malakit dengan prosedur sebagian berikut :
Buat sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek, keringkan diudara, dan
fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api, warnai
dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit, cuci dengan air,
warnai dengan larutan Eosin Yellowish 1 %dalam air, tunggu selama 1 menit,
cuci lagi dengan air, keringkan dan periksa dibawah mikroskop.
Hasil :
Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak
terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak
terwarnai. Kepala spermatozoa tampak merah dan lehernya merah muda,
ekornya berwarna hijau
Bila persetubuhan tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat
karena kemungkinan azoosperma atau pascavasektomi. Bila hal ini terjadi, maka
perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan vagina.
2. Penentuan Cairan Mani (kimiawi)
Untuk membuktikan terjadinya ejakulasi pada persetubuhan dari
ditemukan cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang
banyak terdapat dalam cairan mani, yaitu dengan pemeriksaan laboratorium :
a. Reaksi Fosfatase Asam
Merupakan tes penyaring adanya cairan mani, menentukan apakah
bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan, sehingga harus selalu
dilakukan pada setiap sampel yang diduga cairan mani sebelum dilakukan
pemeriksaan lain. Reaksi fosfatase asam dilakukan bila pada pemeriksaan
tidak ditemukan sel spermatozoa. Tes ini tidak spesifik, hasil positif semu
dapat terjadi pada feses, air teh, kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-tumbuhan.
Dasar reaksi (prinsip) :
Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh
kelenjar prostat. Enzim fosfatase asam menghidrolisis natrium alfa naftil
fosfat. Alfa naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan brentamin

menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu. Bahan pemeriksaan
yang digunakan adalah cairan vaginal.
Reagen :
Larutan A
Brentamin Fast Blue B 1 g (1)
Natrium asetat trihidrat 20 g (2)
Asam asetat glasial 10 ml (3)
Askuades 100 ml (4)
(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga
dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.
Larutan B
Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.
89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam
botol yang berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini dapat
bertahan berminggu-minggu dan adanya endapan tidak akan mengganggu
reaksi.
Cara pemeriksaan :
Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih
dahulu dibasahi dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas
saring diangkat dan disemprotkan / diteteskan dengan reagen. Ditentukan
waktu reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul warna ungu, karena
intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur-angsur.
Hasil :
Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna
serentak dengan intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim
tersebut memberikan intensitas warna secara berangsur-angsur.
Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani. Bila 30
65 detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu
reaksi > 65 detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat cairan
mani karena pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa
positif.
Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan waktu
reaksi rata-rata 90 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan jamur,
dapat mempercepat waktu reaksi.

b. Reaksi Florence
Reaksi ini dilakukan bila terdapat azoospermia/tidak ditemukan spermatozoa
atau cara lain untuk menentukan semen tidak dapat dilakukan.
Dasar :
Menentukan adanya kolin.
Reagen (larutan lugol) dapat dibuat dari :
Kalium yodida 1,5 g
Yodium 2,5 g
Akuades 30 ml
Cara pemeriksaan :
Cairan vaginal ditetesi larutan reagen, kemudian lihat dibawah
mikroskop.
Hasil :
Bila terdapat mani, tampak kristal kolin periodida coklat berbentuk
jarum dengan ujung sering terbelah.
Test ini tidak khas untuk cairan mani karena bahan yang berasal dari
tumbuhan atau binatang akan memperlihatkan kristal yang serupa tetapi hasil
postif pada test ini dapat menentukan kemungkinan terdapat cairan mani dan
hasil negative menentukan kemungkinan lain selain cairan mani.

c. Reaksi Berberio
Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak
ditemukan spermatozoa.
Dasar reaksi :
Menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagen :
Larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence) :
Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada kaca
objek, biarkan mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan
dengan pipet dibawah kaca penutup.
Hasil :

Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan berbentuk


jarum dengan ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi yang
terletak longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.

H. Test uji apung paru


Pemeriksaan makroskopik paru.
Paru-paru mungkin masih tersembunyi di belakang kandung jantung
atau telah mengisi rongga dada. Osborn (1953) menemukan pada 75% kasus,
ternyata paru-paru sudah mengisi rongga dada, baik pada bayi yang lahir
hidup maupun lahir mati. Paru-paru berwarna kelabu ungu merata seperti
hati, konsistensi padat, tidak teraba derik udara dan pleura yang longgar
(slack pleura). Berat paru kira-kira 1/70x berat badan.
Uji apung paru.
Uji ini harus dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch technique),
paru-paru tidak disentuh untuk menghindari untuk timbulnya artefak pada
sediaan histopotologi jaringan paru akibat manipulasi berlebihan. Setelah
organ leaher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan kedalam air
dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru kiri dan kanan
dilepaskan dan dimasukkan kedalam air lagi, dan dilihat apakah mengapung
atau tenggelam. Setelah itu setiap lobus dipisahkan dan di masukkan ke
dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. 5 potong kecil dari
bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air, dan diperhatikan apakah
mengapung ataukah tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang baru lahir mati masih dapat mengapung oleh
karena kemungkinan adanya gas pembusukan. Bila potongan kecil itu
mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan (dengan arah tekanan
tegak lurus, jangan bergeser) untuk mengeluarkan gas pembusukan yang
terdapat pada jaringan interstisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air
dan di amati apakah masih mengapung atau tenggelam. Bila masih
mengapung berarti paru tersebut berisi udara residu yang tidak akan keluar.
Kadang-kadang dengan penekanan, dinding alveoli pada bayi yang telah
membusuk akan pecah dan udara residu keluar dan memperlihatkan hasil uji
apung paru negatif.

Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil-kecil,


mengingat kemungkinan adanya pernafasan sebagian yang dapat bersifat
buatan (pernafasan buatan) ataupun alamiah, yaitu bayi yang sudah bernafas
walaupun kepala masih dalam vagina.
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati, karena adanya kemungkinan bayi
dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernafas meskipun jantung masih
berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresopsi. Pada hasil negatif ini,
pemeriksaan histopatologi harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati
atau hidup. Hasil uji apung paru positif berarti pasti lahir hidup.
Penyebab kematian. Penyebab kematian tersering pada pembunuhan
anak sendiri adalah mati lemas (asfiksia). Cara tersering dilakukan adalah
dengan cara pembekapan, penyumbatan jalan nafas, penjeratan, pencekikan
dan penenggelaman. Kadang-kadang bayi dimasukkan ke dalam lemari,
kopor dan sebagainya.
Lahir hidup dapat diketahui dari perangi paru-paru secara makroskopis
maupun mikroskopis. Secara makroskopis paru-paru anak ayang dilahirkan
hidup akan tampak mengembang dan menutupi kandung jantung, tepintnya
tumpul, warnaya merah ungu dengan gambaran mozaik, lebih berat (1/35
berat badan, pada yang lahir mati atau belum bernafas berat paru-paru
sekitar1/70 berat badan), pada perabaan teraba derik udara atau krepitasi, bila
dimasukkan ke dalam air akan mengapung, bila diiris dan dipijat akan banyak
mengeluarkan darah dan busa. Sedangkan secara mikroskopik akan tamak
jelas adanya pengembangan dari kantung-kantung hawa (alveoli).
b) Mikroskopik paru-paru.
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan
fiksasi dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat irisan-irisan
melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam
paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologi.
Biasanya dibuat pewarnaan HE dan bila paru telah membusuk digunakan
pewarnaan Gomori atau Ladewig.
Tanda khas untuk paru bayi belum pernah bernafas adalah adanya tonjolan
(projection), yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan
bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak seperti gada (club-like).
Pada permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah.

Tanda khas untuk paru bayi yang belum bernafas yang sudah membusuk,
dengan pewarnaan Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut retikuler pada
permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti rambut keriting, sedangkan
pada projection berjalan dibawah kapiler sejajar dengan permukaan projection
dan membentuk gelung-gelung terbuka (open loops). Pada paru bayi baru lahir
mati mungkin juga ditemukan tanda inhalasi cairan amnion yang luas karena
asfiksi intrauterin.
Lahir hidup adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap,
yang setelah pemisahan bernafas atau menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa
mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belum tali pusat dipotong dan uri
dilahirkan.
Pada pemeriksaan ditemukan dada sudah mengembang dan diafragma
sudah turun sampai selaiga 4-5, terutama pada bayi yang telah lama hidup.
pemeriksaan paru lainnya adalah :
a. Pemeriksaan diatom :
Alga (ganggang) bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat (SiO2)
yang tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawar,
air laut, sungai, air sumur dan udara.
Bila seseorang mati karena tenggelam, maka cairan bersama diatom
akan masuk ke dalam saluran pernapasan atau pencernaan, kemudian diatom
akan masuk ke dalam aliran darah melalui kerusakan dinding kapiler pada
waktu korban masih hidup dan tersebar ke seluruh jaringan.
Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru segar. Bila mayat
telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot
skelet atau sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa
kurang bermakna sebab berasal dari penyerapan abnormal dari saluran
pencernaan terhadap air minum atau makanan.

b. Pemeriksaan Destruksi (Digesti Asam) Pada Paru


Ambil jaringan paru sebanyak 100 gram, masukkan ke dalam labu
Kjeldahl dan tambahkan asam sulfat pekat sampai jaringan paru terendam,
diamkan kurang lebih setengah hari agar jaringan hancur. Kemudian

dipanaskan dalam lemari asam sambil diteteskan asam nitrat pekat samapi
terbentuk dan cairan dipusing dalam centrifuge.
Sediment yang terjadi ditambah dengan akuades, pusing kembali dan
hasilnya dilihat dengan mikroskop. Pemeriksaan diatom positif bila pada
jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak, 4-5/LPB atau 10-20 per satu
sediaan; atau pada sumsum tulang cukup ditemukan hanya satu.

I. Pemeriksaan Getah Paru


Permukaan paru disiram dengan air bersih, iris bagian perifer, ambil sedikit
cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada kaca objek, tutup dengan
kaca penutup dan lihat dengan mikroskop.
Selain diatom dapat pula terlihat ganggang atau tumbuhan jenis lainnya d.
Pemeriksaan Kimia Darah
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar NaCl dalam darah
sehingga dapat diketahui apakah korban meninggal di air tawar atau air asin.
Darah yang diambil adalah darah dari jantung jenazah. Pada peristiwa
tenggelam di air tawar ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl jantung
kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda-benda air
pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A. Sedangkan
pada peristiwa tenggelam di air asin terjadi gangguan elektrolit dan
ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung kiri lebih
tinggi dari pada jantung kanan dan ditemukan buih serta benda-benda air
pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B

J. Isi Lambung
Pemeriksaan sianida
a. Reaksi Schonbein-Pagenstecher (Reaksi Guajacol).
Masukkan 50 mg isi lambung/ jaringan ke dalam botol Erlenmeyer.
Kertas saring (panjang 3-4 cm, lebar 1-2 cm) dicelupkan ke dalam larutan
guajacol 10% dalam alkohol, keringkan. Lalu celupkan ke dalam larutan
0,1% CuSO4 dalam air dan kertas saring digantungkan di atas jaringan dalam
botol. Bila isi lambung alkalis, tambahkan asam tartrat untuk mengasamkan,
agar KCL mudah terurai. Botol tersebut dihangatkan. Bila hasil reaksi positif,
akan terbentuk warna biru-hijau pada kertas saring.

Reaksi ini tidak spesifik, hasil positif semu didapatkan bila isi
lambung mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon; sehingga reaksi ini
hanya untuk skrining.
b. Reaksi Prussian Blue (Biru Berlin).
Isi lambung/ jaringan didestilasi dengan destilator.
5 ml destilat + 1 ml NaOH 50 % + 3 tetes FeSO4 10% rp + 3 tetes FeCl3 5%,
Panaskan sampai hampir mendidih, lalu dinginkan dan tambahkan HCl pekat
tetes demi tetes sampai terbentuk endapan Fe(OH)3, teruskan sampai endapan
larut kembali dan terbentuk biru berlin.
c. Cara Gettler Goldbaum.
Dengan menggunakan 2 buah flange (piringan), dan diantara kedua
flange dijepitkan kertas saring Whatman No. 50 yang digunting sebesar
flange. Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan FeSO 4 10% rp selama 5
menit, keringkan lalu celupkan ke dalam larutan NaOH 20% selama beberapa
detik. Letakkan dan jepitkan kertas saring di antara kedua flange. Panaskan
bahan dan salurkan uap yang terbentuk hingga melewati kertas saring berreagensia antara kedua flange. Hasil positif bila terjadi perubahan warna pada
kertas saring, menjadi biru.
d. Kristalografi
Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan/ minuman, muntahan, isi
lambung di masukkan ke dalam gelas beker, dipanaskan dalam pemanas air
sampai kering, kemudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas
saring. Filtrat yang didapat, diteteskan dalam gelas arloji dan dipanaskan
sampai kering, kemudian dilihat di bawah mikroskop. Bila terbentuk kristalkristal seperti sapu, ini adalah golongan hidrokarbon terklorinasi.
Pemeriksaan kualitatif dapat menggunakan penentuan titik cair, misal
veronal murni mencair pada suhu 191 C. Uji kristal dilakukan terhadap sisa
obat yang ditemukan dalam isi lambung. Masing-masing barbiturat
mempunyai kristal yang khas bila dilihat dengan mikroskop. Metoda Kopanyi
(reaksi warna kobalt) dengan modifikasinya.
e. Metoda Kopanyi
Dilakukan dengan memasukkan 50 ml urin atau isi lambung dalam
sebuah corong. Periksa dengan kertas lakmus, jika bersifat alkali tambahkan
HCl sampai bersifat asam. Tambahkan 100 ml eter, kocok selama beberapa

menit. Diamkan sebentar, tampak air terpisah dari eter, lapisan air dibuang,
barbiturat terdapat dalam lapisan eter. Saring eter ke dalam beaker glass dan
uapkan sampai kering di atas penangas air. Tambahkan 10 tetes kloroform
untuk melarutkan sisa barbiturat yang mengering.
Ambil beberapa tetes larutan dan letakkan pada white pocelain spot
plate. Tambahkan 1 tetes kobalt asetat (1 % dalam metil alkohol absolut) dan
2 tetes isopropilamin (5% dalam metil-alkohol absolut), Barbiturat akan
memberi warna merah muda sampai ungu.
Pemeriksaan kuantitatif dan kuantitatif dapat dilakukan dengan
kromatografi

lapis

tipis

(TLC),

kromatografi

gas

cair

(GLC),

spektrofotometri ultra-violet dan spektrofotofluorimetri

konden
K. Deskripsi luka
Luka adalah hilang atau rusaknya kontuinitas dari jaringan tubuh. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh trauma benda tajam atau benda tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan,

sengatan

seringkali

terdapat

penyebab, sehingga

listrik

atau

kombinasi
klasifikasi

gigitan
trauma

trauma

hewan.
yang

Dalam

disebabkan

ditentukan

prakteknya

nanti

oleh

jenis

oleh alat

satu

penyebab

dan

usaha yang
menyebabkan trauma
Untuk luka tembak, kita menentukan lokasi luka dengan cara mengukurnya
dari tumit lalu kita ukur jaraknya dari garis yang melalui tulang dada atau
punggung pada sebelah kanan atau kirinya.(5)

Gambar 3
Penentuan lokasi luka tembak

Letak luka pada dada kiri atas, yaitu :


- 4cm sebelah kiri garis tengah tubuh
- 120cm di atas garis mendatar yang melewati ujung tumit

(6)

Luka dengan ukuran Panjang

Gambar.4
(4)
Lokas luka berdasarkan ukuran panjang

Lokasi luka pada perut sebelah kanan atas, yaitu:


- Ujung I 3cm sebelah kanan garis tengah tubuh dan 14cm di atas garis
mendatar yang melewati pusat.
- Ujung II 15cm sebelah kanan garis tengah tubuh dan 5cm di atas garis
mendatar yang melewati pusat.(4)
Luka dengan ukuran lebar

Gambar.5
(4)
Lokasi luka berdasarkan ukuran lebar

Lokasi luka pada daerah dada dan perut,


yaitu:
- Batas teratas 17cm di atas garis mendatar yang melewati putting susu dan
batas terbawah 17cm di bawah garis mendatar yang melewati putting susu
- Batas paling kanan 10cm sebelah kanan garis tengah tubuh dan batas paling
kiri 9cm sebelah kiri garis tengah tubuh.

(4)

Luka dengan ukuran kecil

Gambar.6
(4)
Lokasi luka berdasarkan ukuran kecil

Lokasi luka pada dada kanan atas, yaitu:


- 16cm sebelah kanan garis tengah tubuh
- 12cm di atas garis mendatar yang melewati puting susu

3. Bentuk luka, meliputi:


a. Bentuk sebelum dirapatkan
b. Bentuk sesudah dirapatkan
4. Ukuran luka, meliputi:
a. Ukuran sebelum dirapatkan
b. Ukuran sesudah dirapatkan

Ukuran luka kita tentukan dengan mengukur panjang luka dan kedalaman
luka. Sebelum panjang luka kita ukur, kita mesti merapatkan luka korban terlebih
dahulu. Kita harus menyebutkan alat tubuh apa saja yang dilalui luka tersebut saat
kita melakukan pengukuran kedalaman luka korban. Misalnya luka mengenai kulit
dinding perut, otot perut dan jaringan hati sejauh 5 cm. (4,5)
5. Sifat-sifat luka, yaitu:
a. Garis batas luka, meliputi:
- Bentuk (teratur atau tidak teratur).
- Tepi (rata atau tidak)
- Sudut luka (ada atau tidak, jumlahnya berapa dan bentuknya runcing atau
tidak)
b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi:
- Tebing luka (rata atau tidak serta terdiri dari jaringan apa saja)
- Antara kedua tebing ada jembatan jaringan atau tidak
- Dasar luka (terdiri atas jaringan apa, warnanya, perabaannya, ada apa di
atasnya)
c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi:
- Memar (ada atau tidak)
- Tatoase (ada atau tidak)
- Jelaga (ada atau tidak)
- Bekuan darah (ada atau tidak)
- Lain-lain ada atau tidak.

(4)

Gambar.7
(4)
Bagian-bagian luka

Tebing luka:
Permukaan rata.
Terdiri atas kulit, jaringan ikat, otot
dan tulang.
Antar tebing luka:
Tidak terdapat jambatan jaringan
Dasar luka:
Terdiri atas tulang

Gambar.8
(4)
Bagian-bagian pada Luka Tajam

Gambar.9
(4)
Bagian-bagian pada Luka Tumpul

Tebing luka:
Permukaan tidak rata
Terdir atas kulit, jaringan ikat dan otot
Antar tebing luka:
Terdapat jembatan jaringan
Dasar luka:
Terdiri atas tulang

Gambar.10
(4)
Bagian-bagian pada Luka Tembak masuk

Tebing cincin lecet Tak begitu jelas, terdiri atas kulit. Dasar cincin lecet tak rata,
terdiri atas jaringan ikat.Tebing luka tak rata, berbentuk silinder/corong dan terdiri atas
jaringan ikat serta otot.

(4)

TRAUMA TUMPUL
Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah:
1.

Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam.

2.

Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam

Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang
disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka.

(2)

Ada

3 jenis luka akibat kekerasan benda tumpul (blunt force injury), yaitu :
1. Luka lecet (abrasion) : tekan, geser & regang
2. Luka memar (contussion)
3. Luka robek, retak, koyak (laceration)

(5)

Luka Lecet/ Abrasi


Luka lecet (abrasion) adalah jenis kekerasan benda tumpul (blunt force injury)
yang merusak lapisan atas kulit (epidermis). Abrasi yang sesungguhnya tidak
berdarah karena pembuluh darah terdapat pada dermis. Kontak gesekan yang
mengangkat sel keratinisasi dan sel di bawahnya akan menyebabkan daerah tersebut
pucat dan lembab oleh karena cairan eksudat jaringan. Ketika kematian terjadi
sesudahnya, abrasi menjadi kaku, tebal, perabaan seperti kertas berwarna kecoklatan.
Pada abrasi yang terjadi sesudah kematian berwarna kekuningan jernih dan tidak ada
perubahan warna.

(2,3)

Ada 3 jenis luka lecet (abrasion), yaitu :


1. Luka lecet (abrasion) tekan.
Ada 3 sifat luka lecet (abrasion) tekan, yaitu :
Makin

coklat,

luka makin

keras

penekanannya.
Kadang sesuai dengan bentuk bendanya.
Eritem, vesikel tanda intravital.

perabaannya,

makin

lama & kuat

2. Luka lecet (abrasion) geser.


Ada 2 sifat luka lecet (abrasion) geser, yaitu :
Epidermis tergeser seperti ombak.
Arah pergeseran sesuai dengan arah pengumpulan epidermis.
3. Luka lecet (abrasion) regang.
Luka lecet (abrasion) regang letaknya sesuai dengan garis kulit.

(5)

Ada 4 ciri-ciri luka lecet (abrasion), yaitu :


1. Sebagian atau seluruh epitel hilang.
2. Kemudian luka akan tertutup oleh eksudat lalu luka mengering atau terbentuk
krusta.
3. Terjadi reaksi radang dengan adanya infiltrasi PMN.
4. Tidak meninggalkan jaringan parut / sikatriks.

(5)

Pola dari abrasi dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya.
Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perubahan warna
menjadi coklat kemerahan pada hari ke-1 sampai hari ke-3. Warnanya berubah
menjadi suram / gelap / coklat pada hari ke-2 sampai hari ke-3 berikutnya. Epidermis
baru akan terbentuk pada hari ke-7 sampai hari ke-14. Penyembuhan lengkap terjadi
setelah beberapa minggu (2,5)

Gambar.11
(7)
Abrasi pada wajah

Gambar.12
(8)
Abrasi kuku jari

Luka Memar (Contussion)


Luka memar (contussion) adalah jenis kekerasan benda tumpul (blunt force injury)
yang merusak atau merobek pembuluh darah kapiler dalam jaringan subkutan sehingga

darah meresap ke jaringan sekitarnya. Mula-mula timbul pembengkakan kemudian


timbul warna merah kebiruan lalu warnanya berubah menjadi biru kehitaman pada
hari ke-1 sampai hari ke-3. Setelah itu warnanya berubah menjadi biru kehijauan
kemudian coklat. Warna menghilang pada minggu pertama sampai minggu ke -4.

(5)

Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai
bentuk dari benda tumpul ialah apa yang dikenal dengan istilah perdarahan tepi
(marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan,
dimana pada tempat tekanan justru tidak menunjukkan kelainan, per darahan akan
menepi sehingga terbentuk perdarahan tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk
celah antara kedua kembang ban yang berdekatan. Hal yang sama bila seseorang
dipukul dengan rotan atau benda yang sejenis, maka akan tampak memar yang
memanjang dan sejajar yang membatasi daerah yang tidak menunjukkan kelainan.
Darah antara kedua memar yang sejajar dapat menggambarkan ukuran lebar dari alat
pemukul yang mengenai tubuh korban.

(9)

Gambar.13
(7)
Gambaran luka memar

Luka Robek
Luka robek (laceration) adalah jenis kekerasan benda tumpul yang merusak
atau merobek kulit (epidermis & dermis) dan jaringan dibawahnya (lemak, folikel
rambut, kelenjar keringat & kelenjar sebasea). Luka robek mempunyai tepi yang tidak
teratur, terdapat jembatan-jembatan jaringan yang menghubungkan kedua tepi luka,
akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah yang berambut,
disekitar luka robek sering tampak adanya luka lecet atau luka memar.

(5,9)

Cara terjadinya luka robek (laceration), yaitu :

Arah kekerasan tegak lurus terhadap kulit sedangkan jaringan dibawah kulit
terdapat tulang misalnya kepala yang terbentur pada sisi meja. Hal ini disebut
luka retak (harus kita bedakan dengan luka iris (incissed wound).

Arah kekerasan miring (tangensial) sehingga luka robek (laceration) dan


terkelupas.

Benda yang berputar menyebabkan luka yang sirkuler misalnya gilasan mobil.
Patah tulang yang menembus kulit

(5)

Gambar.14
(7,8)
Gambaran luka robek

Perbedaan Antara Luka Retak dengan Luka Iris

(5)

Luka Retak

Luka Iris

Bentuk tidak teratur.

Bentuk teratur.

Tepi agak rata atau tidak rata.

Tepi rata.

Dasar tidak teratur.

Dasar bentuk garis atau titik.

Sekitar luka mengalami lecet atau memar.


Jembatan jaringan ada. Bisa tidak ada bila dasar
luka keras misalnya kepala.
Rambut tidak terpotong.

Sekitar luka bersih tapi kadang-kadang ada lecet


atau memar.
Jembatan jaringan tidak ada.
Rambut dapat terpotong atau tidak terpotong

Contoh Deskripsi Luka Akibat Trauma Benda Tumpul


Pada pemeriksaan ditemukan luka
Jumlah

: Satu

Lokasi

: Di dahi bagian kanan, 3 sentimeter sebelah kanan dari garis tengah


tubuh dan 4 sentimeter di atas garis mendatar yang melewati kedua
matanya.

Bentuknya

: Berupa luka terbuka, tak teratur dan jika ditautkan tidak rapat

Ukurannya

: 3 sentimeter, lebar 2 sentimeter dan dalamnya 0,6 sentimeter.

Sifatnya

: Garis batas luka tak teratur, terdapat 6 buah sudut yang terdiri atas
sudut tumpul dan runcing. Tebing luka tak rata, terdiri atas jaringan
kulit dan jaringan ikat. Terdapat jembatan jaringan diantara kedua
tebing. Dasar luka berupa tulang dahi yang masih normal. Daerah di
sekitar luka tampak bengkak (menonjol) dan berwarna kebiruan.

(4)

TRAUMA TAJAM
Luka yang diakibatkan oleh benda tajam dapat dibedakan dari luka yang
disebabkan oleh benda lainnya, yaitu dari keadaan sekitar luka yang tenang, tidak ada
luka lecet atau memar, tapi luka yang rata dan dari sudut -sudutnya yang runcing
seluruhnya atau hanya sebagian yang runcing serta tidak adanya jembatan jaringan.
Ada 3 jenis luka akibat kekerasan benda tajam, yaitu:
1. Luka iris/ luka sayat (incised wound)
2. Luka tusuk (stab wound)
3. Luka bacok (chop wound)

(5,9)

Luka Iris/ Luka Sayat (Incissed Wound)


Luka iris / luka sayat (incissed wound) adalah luka yang lebar tetapi dangkal
akibat kekerasan benda tajam yang sejajar kulit. Ada 3 bentuk luka iris / luka sayat
(incissed wound), yaitu :
1. Bentuk celah yaitu luka iris / luka sayat (incissed wound) yang arah datangnya
sejajar dengan arah serat elastis / otot.
2. Bentuk menganga yaitu luka iris / luka sayat (incissed wound) yang arah datangnya
tegak lurus terhadap arah serat elastis / otot.
3. Bentuk asimetris yaitu luka iris / luka sayat (incissed wound) yang arah datangnya
miring terhadap arah serat elastis / otot.
Ada 8 ciri-ciri luka iris / luka sayat (incissed wound), yaitu :
1. Tepi dan sudut luka tajam.
2. Jembatan jaringan tidak ada.

3. Rambut terpotong.
4. Permukaan luka rata
5. Sekitar luka tidak ada luka memar (contussion) atau luka lecet (abrasion).
6. Luka tidak mengenai tulang.
7. Panjang luka lebih besar daripada dalam luka.
8. Semua senjata bermata tajam berpotensi sebagai penyebab luka iris / luka sayat
(incised wound) sehingga identifikasi alat tidak berguna.

(5)

Gambar.15
(7)
Gambaran luka iris

Perbedaan Antara Luka Iris / Luka Sayat (Incissed Wound) dengan Luka Retak
Luka Iris/Luka Sayat/Incissed Wound

(5 )

Luka Retak

Bentuk luka teratur

Bentuk luka tidak teratur.

Tepi luka tajam atau rata.

Tepi luka tidak tajam atau tidak rata

Sudut luka tajam.

Sudut luka tidak tajam.

Permukaan luka rata.

Permukaan luka tidak rata.

Jembatan jaringan tidak ada.

Jembatan jaringan ada.

Rambut terpotong.

Rambut tercabut

Sekitar luka tidak memar atau tidak lecet.

Sekitar luka memar atau lecet.

Dasar luka teratur.

Dasar luka tidak teratur.

Lokasi luka dimana saja.

Lokasi luka hanya pada tempat yang ada tulang

Luka Tusuk (Stab Wound)


Luka tusuk (stab wound) adalah luka dengan kedalaman luka yang melebihi
panjang luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau bermata
tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan
tubuh.(5)
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah
satunya adalah reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat
menyebabkan lukanya menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan
pada saat penusukan juga akan mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat
ditemukan :
1. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan
kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai
dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringa n
yang lebih dalam maupun pada organ.
2. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,
sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan
kulit seperti ekor.
3. Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga
saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas
dibandingkan dengan lebar senjata yang digunakan.
4. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam
sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar
pada bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata
yang digunakan.
5. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk
ireguler dan besar.

(2)

Bentuk luka tusuk (stab wound) pada kulit dan otot, yaitu :

Alat pisau dapat menimbulkan luka tusuk (stab wound) yang berbentuk celah,
menganga, atau asimetris.

Ganco / lembing dapat menimbulkan luka tusuk (stab wound) yang berbentuk

celah atau bulat.

Alat penampang segitiga atau segiempat dapat menimbulkan luka tusuk (stab
wound) yang berbentuk bintang berkaki tiga atau empat.

(5)

Ada 5 ciri-ciri luka tusuk (stab wound) yang disebabkan oleh alat yang berujung
runcing dan bermata tajam, yaitu :
1. Tepi luka tajam atau rata.
2. Sudut luka tajam namun kurang tajam pada sisi tumpul.
3. Rambut terpotong pada sisi tajam.
4. Sekitar luka kadang terdapat luka memar (contussion). Ekimosis karena tusukan
sampai mengenai tangkai pisau.
(5)

5. Kedalaman luka melebihi panja ng luka.


Efek dari

kerusakan

yang telah digambarkan

pneumothoraks, emboli udara dan sebagainya.

di atas adalah

(5,10)

Gambar.16
(7)
Gambaran luka tusuk

perdarahan,

Luka Bacok (Chop Wound)


Luka bacok (chop wound) adalah luka dengan kedalaman luka kurang lebih
sama dengan panjang luka akibat kekerasan yang arahnya miring terhadap kulit. Luka
bacok (chop wound) adalah luka akibat alat yang berat dan bermata tajam atau agak
tumpul, akibat suatu ayunan yang disertai tenaga yang besar.
Ada 6 ciri-ciri luka bacok (chop wound), yaitu :
1. Ukuran luka bacok (chop wound) biasanya besar.
2. Tepi luka bacok (chop wound) tergantung pada mata senjata.
3. Sudut luka bacok (chop wound) tergantung pada mata senjata.
4. Hampir selalu mengakibatkan kerusakan pada tulang.
5. Kadang-kadang memutuskan bagian tubuh yang terkena bacokan.
6. Di sekitar luka dapat kita temukan luka memar (contussion) atau luka lecet
(abrasion) atau aberasi.

(5)

Gambar.17
(7)
Gambaran luka bacok

Contoh Deskripsi Luka Akibat Trauma Benda Tajam


Pada pemeriksaan ditemukan luka
Jumlah

: Satu

Lokasi

: Di dada bagian kanan atas, 10 sentimeter sebelah kanan garis tengah


tubuh dan 7 sentimeter di atas garis mendatar yang melewati puting
susu.

Bentuknya : Berupa luka tembus seperti celah dan ketika ditautkan rapat serta
membentuk garis lurus yang arahnya mendatar.
Ukurannya

Sebelum dirapatkan panjangnya 2,5 sentimeter, lebar 0,6 sentimeter


dan dalamnya belum dapat ditentukan pada pemeriksaan luar sebab
luka menembus dinding dada. Ketika dirapatkan panjangnya menjadi
2,7 sentimeter.

Sifatnya

: Garis batas luka bentuknya teratur dan simetris, tepinya rata serta kedua
sudutnya runcing. Tebing luka rata terdiri atas kulit, jaringan ikat,
jaringan lemak dan otot. Tidak ditemukan adanya jembatan jaringan
dan dasar luka tidak terlihat pada pemeriksaan luar. Disekitar garis
batas luka tidak ada memar.

LUKA TEMBAK
Harus selalu ada di dalam benak kita bahwa saat tembakan terjadi, dilepaskan
3 substansi berbeda dari laras senjata. Yaitu anak peluru, bubuk mesiu yang tidak
terbakar, dan gas. Deskripsi luka yang minimal untuk pasien hidup terdiri dari:
1. lokasi luka
2. ukuran dan bentuk defek
3. lingkaran abrasi
4. lipatan kulit yang utuh dan robek
5. bubuk hitam sisa tembakan, jika ada
6. tattoo, jika ada
7. bagian yang ditembus/dilewati

8. titik hitam atau tanda penyembuhan akibat bedah pengeluaran benda asing da n
susunannya
9. penatalaksanaan luka, termasuk debridement, penjahitan, pengguntingan rambut,
pembalutan, drainase, dan operasi perluasan luka.

(3)

Gambar.18
(7)
Gambaran luka tembak masuk dan luka tembak keluar

Contoh Deskripsi Luka Tembak Masuk


Pada pemeriksaan ditemukan luka
Jumlah
Lokasi

: Satu
: Di perut bagian kanan atas, 8 sentimeter disebelah kanan dari garis
tengah tubuh dan setinggi 110 sentimeter dari tumit.

Bentuknya

: Terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian luar berupa cincin lecet dan bagian
dalamnya berupa lubang. Posisi lubang terhadap cincin lecet
konsentris.

Ukurannya : Diameter cincin lecet 11 milimeter dan diameter lubang 9 milimeter.


Sifatnya

: Garis batas luar dari cincin lecet bentuknya teratur (bulat) serta tepinya
tak rata dan garis-garis lubang bentuknya juga teratur serta tepinya
tidak rata.
Tebing luka tak rata, berbentuk silinder dan terdiri atas jaringan kulit,
otot dan tulang.

Dasar cincin lecet adalah jaringan ikat, sedang dasar lubang tidak
dapat ditentukan pada pemeriksaan luar sebab menembus dinding
perut. Daerah disekitar cincin lecet terlihat memar berwarna merah
kebiruan, jelaga dan tatoase. (4)

LUKA BAKAR
Dry heat (burn heat / luka bakar) adalah luka bakar yang diakibatkan oleh
persentuhan tubuh dengan api atau benda panas (bukan cairan).

(5)

Ada lima mekanisme timbulnya luka bakar:


1.

Api: kontak dengan kobaran api

2.

Luka bakar cair: kontak dengan air mendidih, uap panas, dan minyak panas.

3.

Luka bakar kimia: asam akan menimbulkan panas ketika kontak dengan jaringan
organik.

4.

Luka bakar listrik memiliki karakteristik yang unik, sebab sekalipun sumber
panas (listrik) berasal dari luar tubuh, kebakaran/kerusakan yang parah justru
terjadi di dalam tubuh.

5.

Luka bakar kontak : kontak langsung dengan obyek panas, misalnya dengan
wajan panas atau knalpot sepeda motor. Hal ini sangat sering terjadi di
Indonesia.

(11)

Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat

yang ditentukan oleh

kedalaman luka bakar. Luka bakar diklasifikasi menjadi derajat 1, 2, dan 3. Kadang kadang digunakan pula istilah derajat 4 pada kulit ya ng hangus terbakar mirip arang.
Klasifikasi tersebut ialah :

Luka bakar derajat 1 = superficial burn. Luka bakar permukaan yang tidak terlalu
serius dan hanya mengenai lapisan kulit bagian atas. Sering kali disertai
pembentukan vesikel (gelembung berisi cairan).

Luka bakar derajat 2 = partial thickness burn (luka bakar parsial). Artinya luka
bakar mengenai sebagian dari ketebalan kulit. Luka bakar dengan kedalaman ini

sering kali disertai dengan rusaknya struktur di bawah kulit, seperti folikel
rambut, kelenjar sebaseus (minyak), atau jaringan kolagen.

Luka bakar derajat 3 = full thickness burn. Luka bakar mengenai se luruh
ketebalan kulit. Struktur di bawah kulit pun sering kali mengalami kerusakan.
Sekalipun demikian, kulit tidaklah lenyap, musnah, atau hilang, tetapi rusak.

Luka bakar derajat 4 = hitam bagai arang, nekrotik. (1,11)

Ada 4 reaksi lokal dari tubuh korban dry heat (burn heat / luka bakar), yaitu :
1. Eritem dengan ciri-ciri : epidermis intak, kemerahan, sembuh tanpa meninggalkan
sikatriks.
2. Vesikel, bulla & bleps dengan albumin atau NaCl tinggi.
3. Necrosis coagulativa dengan ciri-ciri : warna coklat gelap hitam dan sembuh
dengan meninggalkan sikatriks (litteken).
4. Karbonisasi (sudah menjadi arang).

(5)

Gambar.19
(7)
Gambaran luka bakar

Contoh Deskripsi Luka Bakar


Pada pemeriksaan ditemukan luka
Jumlah
Lokasi

: Dua buah
: Keduanya di paha sisi depan, yang satu 10 sentimeter di atas lutut dan
lainnya 17 sentimeter di atas lutut

Bentuknya

: Yang letaknya 10 sentimeter di atas lututberupa luka terbuka yang


bentuknya tidak teratur dan yang lainya berupa gelembung dan tidak
teratur.

Ukurannya : Yang berupa luka terbuka panjangnya 10 sentimeter, lebar 7 sentimeter


dan dalamnya 0,6 sentimeter, sedang yang berupa gelembung
ukurannya 3x4x1 sentimeter.
Sifatnya

: Garis batas luka terbuka tidak teratur dan tepinya tidak teratur.
Tebing luka tak rata. Dasar luka jaringan ikat, tidak rata, terlihat basah
dan berwarna kemerahan.
Garis batas luka yang berupa gelembung tidak teratur.
Isi gelembung berupa cairan bening.
Sekitar gelembung tampak kemerah-merahan.

(4)

L. Pemeriksaan derajat luka


1. Luka Ringan
Luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan
pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencahariannya. (4)
Pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang
tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana
penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang
melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi
bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. (12)

2. Luka sedang.
Luka yang dapat menimbulkan penyakit, atau halangan dalam menjalankan
pekerjaan jabatan/pekerjaan mata pencaharian untuk sementara waktu saja, maka
luka ini dinamakan luka derajat kedua.

(4,9)

Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(12)

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana .

3. Luka Berat
Apabila penganiayaan mengakibatkan luka berat, seperti yang
dimaksud dalam pasal 90 KUHP, luka tersebut dinamakan luka derajat
ketiga, dengan kriteria :
a. Penyakit atau luka yang tak dapat diharapkan sembuh dengan
sempurna.
b. Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut.
c. Rintangan tetap menjalankan
pekerjaan

pekerjaan jabatan atau


mata pencaharian.

d. Kehilangan salah satu panca indera.


e. Cacat besar atau kudung.
f. Mengakibatkan kelumpuhan.
g. Mengakibatkan gangguan daya pikir 4 minggu lamanya atau lebih.
h. Mengakibatkan keguguran atau matinya janin dalam kandungan.

(4,9)

Pasal 90
Luka berat berarti:
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan

akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;


Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan
pencarian;
Kehilangan salah satu pancaindera;
Mendapat cacat berat;
Menderita sakit lumpuh;
Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

M.

Peiksaan selaput dara


[REFRAT] SMF ILMU PENYAKIT DALAM

58

VAGINA DAN SERVIKS


1. Vagina diperiksa adakah benda asing(kondom), lecet, memar,hiperemik.
2. Selaput dara diperiksa robekan baru/lama,sembuh/hampir sembuh, letak
robekan (sesuaikan dgn letak jam robekan (sesuaikan dgn letak jam-an)
3. Buat sediaan dari lendir di vagina dan forniks vagina dan canalis
cervicalis.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Sediaan Basah, mrpkn pemeriksaan lendir vagina mencari adanya
sel sperma
2. Sediaan kering, mrpkn periksaan sediaann kering lendir u/ melihat
3.
4.

adanya sel sperma dgn pewarnaan Gram, Giemsa, Methylene blue.


Bakteriologi, melihat adanya penyakit kelamin.
Golongan darah, diperiksa dari lendir vagina. Adanya gol.darah

lain medakan persetubuhan.


5. Urine, bila tes kehamilan hsl (+) maka bkn mrpkn hsl persetubuhan
yg baru. F. Rambut, adakah dijumpai rambut kemaluan yg lain.
INTERPRETASI
Hasil pemeriksaan cairan vagina (vaginal swab) dimana cairan mani
tdk mengandung sperma belum berarti tdk ada persetubuhan, o.k si
pelaku bisa saja seorang yang AZOOSPERMIA.
Tidak ditemukannya cairan mani/sel sperma di vagina korban bisa saja
pelaku menggunakan kondom, coitus interuptus.
PEMERIKSAAN TERTUDUH
1. Pemeriksaan umum, misal cakaran korban
2. Status lokalisata, meliputi kelamin tersangka.
3. Pembuktian persetubuhan dgn mengambil sediaan apusan
glans penis, adakah dijumpai sel epitel vagina.
4. Penentuan Barr bodies/kromatin sex perempuan dgn
pewarnaan Papanicolaou.
5. Warna empedu dimana kapas yg dibasahi sublimat 5% diusap
pd zakar warna

[REFRAT] SMF ILMU PENYAKIT DALAM

59

N. Fotografi forensik
Fotografi forensik sering juga disebut forensic imaging atau crime scene
photography adalah suatu proses seni menghasilkan bentuk reproduksi
dari tempat kejadian perkara atau tempat kejadian kecelakaan secara
akurat untuk kepentingan penyelidikan hingga pengadilan. Fotografi
forensik juga termasuk ke dalam bagian dari upaya pengumpulan barang
bukti seperti tubuh manusia, tempat-tempat dan setiap benda yang terkait
suatu kejahatan dalam bentuk foto yang dapat digunakan oleh penyelidik
atau penyidik saat melakukan penyelidikan atau penyidikan. Termasuk di
dalam kegiatan fotografi forensik adalah pemilihan pencahayaan yang
benar, sudut pengambilan lensa yang tepat, dan pengambilan gambar dari
berbagai titik pandang.Skala seringkali digunakan dalam gambar yang
diambil sehingga dimensi sesungguhnya dari obyek foto dapat
terekam.Biasanya digunakan penggaris atau perekat putih yang berskala
sentimeter diletakkan berdekatan dengan lesi atau perlukaan sebagai
referensi ukuran. Pada bagian yang tidak terekspos atau kurang
memberikan gambaran yang signifikan, dapat digunakan probe (alat
pemeriksa luka) atau jari sebagai penunjuk dengan posisi yang semestinya
1. Fotografi olah TKP
2. Fotografi Teknik: Sidik Jari, Blood Spatter, Pemeriksaan bercak
darah dengan luminol, Bite Marks, Tire Marks, Shoeprint, Memar
3. Fotografi Otopsi

[REFRAT] SMF ILMU PENYAKIT DALAM

60

Teknik Fotografi TKP menurut FBI Laboratory Division

Memotret TKP secepat mungkin.


Siapkan log fotografi yang mencatat semua foto, deskripsi dan lokasi

bukti.
Memotret secara keseluruhan, sedang, dan close-up yang terlihat dari TKP.
Foto dari sudut pandang mata untuk mewakili tampilan normal.
Memotret daerah yang paling rapuh dari TKP pertama.
Memotret semua bukti di tempat sebelum direposisi atau dibersihkan.
Semua barang bukti harus difoto close-up, pertama tanpa skala dan

kemudian dengan skala, mengisi seluruh frame foto.


Memotret interior TKP dalam sebuah serial tumpang tindih menggunakan
lensa normal, jika mungkin. Secara keseluruhan foto-foto dapat diambil
menggunakan lensa sudut lebar.

Ketajaman Gambar
Salah satu unsur yang menentukan ketajaman sebuah gambar adalah
kedalaman gambar (depth of field). Untuk membuat sebuah gambar dua dimensi

[REFRAT] SMF ILMU PENYAKIT DALAM

61

menjadi lebih hidup, dibutuhkan penciptaan rasa akan adanya kedalaman dari
gambar. Kondisi ini dimungkinkan dengan memanipulasi elemen-elemen yang
terdapat di latar depan, tengah, dan belakang. Garis sederhana yang membawa
pandangan ke area-area dalam gambar menuju center of interest bisa lebih
efektif.Di sini, pemilihan lensa dan bukaan diafragma (aperture) menjadi unsur
vital untuk menciptakan kedalaman.Pada pemotretan organ dalam (viscera), dapat
dilakukan penggunaan gelas yang diletakkan secara terbalik dan di cat sesuai
warna latar belakang yang digunakan (biasanya hijau) yang terletak agak jauh di
bawah gelas untuk menghindari fokus serta penggunaan lampu tungsten sebagai
pencahayaan5.
Komposisi gambar
Pada kegiatan fotografi yang dilakukan di TKP, gambar diambil secara serial
dan panoramik menggunakan lensa-lensa sudut lebar agar seluruh obyek pada
TKP dapat terekam dalam bingkai pemotretan sekaligus. Diperlukan komposisi
obyek yang baik dan kuat agar pesan yang tersirat dalam setiap bingkai
pemotretan dapat disampaikan ke penyelidik maupun penyidik.(9) Hal ini perlu
diperhatikan untuk kepentingan rekonstruksi kejadian5.

O. JJJ

[REFRAT] SMF ILMU PENYAKIT DALAM

62

Anda mungkin juga menyukai