Sebagian besar jurisdiksi memerlukan darah yang harus diambil dari korban
untuk membedakan DNA-nya dari setiap DNA asing yang ditemukan dari
tubuhnya atau bukti TKP lainnya dari pakaian , selimut, dll.
Atau, kerokan sel dapat dikumpulkan dari sisi mulut korban ( menggunakan
swab bukal ) untuk membedakan DNA-nya dari yang penyerangnya.
Jika spesimen oral sudah diperoleh, korban harus berkumur dan menunggu 15
menit untuk pengambilan swab bukal. Jika serangan oral terjadi, DNA selain
pasien juga dapat hadir dalam rongga mulut . Dalam hal ini, sampel darah pasien
harus diambil untuk mengidentifikasi DNA pasien secara definitif.
1 segel
Pakai sepasang sarung tangan lateks bebas bubuk. Buka kertas steril
pembungkus salah satu dari empat kapas tip aplikator
Gosok ujung kapas tip pada bagian dalam pipi mulut sambil perlahan
diputar. Lakukan selama sekitar 30 detik.
Tempatkan
Tempatkan amplop yang lebih kecil berisi empat kapas tip aplikator
dalam amplop yang lebih besar dengan label terpasang
Perhatian
pada hampir semua bentuk tindakan kekerasan, penyelidikan terhadap bercak darah
ini sangat berguna untuk mengungkapkan suatu tindakan kriminil.
Pemeriksaan darah pada forensik sebenarnya bertujuan untuk membantu
identifikasi pemilik darah tersebut.
Sebelum dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap, terlebih dahulu kita harus
dapat memastikan apakah bercak berwarna merah itu darah. Oleh sebab itu perlu
dilakukan pemeriksaan guna menentukan :
a. Bercak tersebut benar darah
b. Darah dari manusia atau hewan
c. Golongan darahnya, bila darah tersebut benar dari manusia
a. Persiapan
Bercak yang menempel pada suatu objek dapat dikerok kemudian direndam
dalam larutan fisiologis, atau langsung direndam dengan larutan garam
fisiologis bila menempel pada pakaian.
b. Pemeriksaan Penyaringan (presumptive test)
Ada banyak tes penyaring yang dapat dilakukan untuk membedakan apakah
bercak tersebut berasal dari darah atau bukan, karena hanya yang hasilnya
positif saja yang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Prinsip pemeriksaan penyaringan:
H2O2 > H2O + On
Reagen -> perubahan warna (teroksidasi)
Pemeriksaan penyaringan yang biasa dilakukan adalah dengan reaksi
benzidine dan reaksi fenoftalin. Reagen dalam reaksi benzidine adalah larutan
jenuh Kristal Benzidin dalam asetat glacial, sedangkan pada reaksi fenoftalin
digunakan reagen yang dibuat dari Fenolftalein 2g + 100 ml NaOH 20% dan
dipanaskan dengan biji biji zinc sehingga terbentuk fenolftalein yang tidak
berwarna. (1)
Hasil positif menyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sedangkan hasil negative pada
kedua reaksi tersebut memastikan bahwa bercak tersebut bukan darah.
1. Reaksi Benzidine (Test Adler)
Dulu Benzidine test pada forensic banyak dilakukan oleh Adlers
(1904). Tes
Benzidine
atau Test
Adler lebih
sering
digunakan
heme
sudah
dipanaskan
dengan
seksama
dengan
antigen dan antibody akan mulai berdifusi ke lapisan lain pada perbatasan
kedua cairan. (1)
Hasil:
Akan terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada bagian antara
dua larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari manusia maka tidak
akan muncul reaksi apapun.
b. Reaksi presipitasi dalam agar.
Cara pemeriksaan :
Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak, dilapisi
dengan selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang
pada agar dengan diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh
lubang-lubang sejenis. Masukkan serum anti-globulin manusia ke lubang
di tengah dan ekstrak darah dengan berbagai derajat pengenceran di
lubang-lubang sekitarnya. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab
(moist chamber) pada temperature ruang selama satu malam.
Hasil :
Hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan lubang
tengah dan lubang tepi.
Pembuatan agar buffer :
1 gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH 8.6; 50 ml aqua dest; 100
mg. Sodium Azide. Kesemuanya dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer,
tempatkan dalam penangas air mendidih sampai terbentuk agar cair.
Larutan ini disimpan dalam lemari es, yang bila akan digunakan dapat
dicairkan kembali dengan menempatkan labu di dalam air mendidih.
Untuk melapisi gelas obyek, diperlukan kurang lebih 3 ml agar cair yang
dituangkan ke atasnya dengan menggunakan pipet.
Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk
mengkonfirmasi bercak darahtersebut, yaitu :
3. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi sel darah merah.
Cara pemeriksaan :
Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca obyek
kemudian ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, dan ditutup dengan
kaca penutup, lihat dibawah mikroskop.
Cara lain, dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan Wright atau
Giemsa.
Hasil :
Pemeriksaan
mikroskopik
kedua
sediaan
tersebut
hanya
dapat
penguraian
benang
tersebut
menjadi
serat-serat
halus
dengan
menggunakan 2 buah jarum. Lakukan juga terhadap benang yang tidak mengandung
bercak darah sebagai control negative.
Serat benang dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Ke dalam tabung pertama
diteteskan serum anti-A dan kedalam tabung kedua serum anti-B hingga serabut
benang tersebut teredam seluruhnya. Kemudian tabung-tabung tersebut disimpan
dalam lemari pendingin dengan suhu 4 derajat Celcius selama satu malam.
Lakukan pencucian dengan menggunakan larutan garam faal dingin (4 derajat
Celcius) sebanyak 5-6 kali lalu tambahkan 2 tetes suspense 2% sel indicator (sel
daram merah golongan A pada tabung pertama dan golongan B pada tabung kedua),
pusing dengan kecepatan 1000 RPM selama 1 menit. Bila tidak terjadi aglutinasi,
cuci sekali lagi dan kemudian tambahkan 1-2 tetes larutan garam faal dingin.
Panaskan pada suhu 56 derajat Celcius selama 10 menit dan pindahkan eluat ke
dalam tabung lain. Tambahkan 1 tetes suspense sel indicator ke dalam masingmasing tabung, biarkan selama 5 menit, lalu pusing selama 1 menit pada kecepatan
1000 RPM.
Hasil :
Pembacaan hasil dilakukan secara makroskopik. Bila terjadi aglutinasi berarti darah
mengandung antigen yang sesuai dengan antigen sel indicator.
Pemeriksaan golongan darah juga dapat membantu mengatasi kasus paternitas. Hal
ini berdasarkan Hukum Mendel yang mengatakan bahwa antigen tidak mungkin
muncul pada anak, jika antigen tersebut tidak terdapat pada salah satu atau kedua
orang tuanya. Orang tua yang homozigotik pasti meneruskan gen untuk antigen
tersebut kepada anaknya. (Anak dengan golongan darah O tidak mungkin
mempunyai orang tua yang bergolongan darah AB).
Perlu diingat bahwa Hukum Mendel tetap berdasarkan kemungkinan (probabilitas),
sehingga penentuan ke-ayah-an dari seorang anak tidak dapat dipastikan, namun
sebaliknya kita dapat memastikan seseorang adalah bukan ayah seorang anak
(singkir ayah/paternity exclusion).
Contoh-contoh kasus.
Bayi tertukar.
Dilakukan pemeriksaan sistim golongan darah dari bayi serta kedua orang tuanya.
Table. Kasus bayi tertukar. Penentuan bercasarkan golongan darah ABO.
Pria
Wanita
Bayi I
A
O
O
Bayi II
O
AB
O
Jelas bayi II adalah anak dari pasangan I, sedangkan bayi I anak anak pasangan II.
Table. Kasus bayi tertukar. Penentuan berdasarkan golongan darah ABO.
Pria
Bayi I
AB
A
Bayi II
A
AB
Wanita
Jelas bayi I adalah anak pasangan I, tidak mungkin sebagai anak pasangan II,
sedangkan bayi II adalah anak dari pasangan II, walaupun pasangan I mungkin saja
mempunyai anak bergolongan darah A.
Ragu ayah (disputed paternity).
Dalam kasus ini siapa saja ayah yang sebenarnya dari seorang anak masih diragukan.
Table. Kasus ragu ayah. Penentuan berdasarkan golongan darah ABO.
Golongan darah
Bayi
B MNS Rhesus +
Ibu
A MNS Rhesus +
Pria I
AB MNS Rhesus +
Pria II
O MS Rhesus +
Pria III
A MNS Rhesus +
Pria I tidak dapat disingkirkan kemungkinan menjadi ayah si anak, sedangkan Pria II
dan III pasti bukan ayah anak tersebut.
Ayah yang curiga si anak bukanlah anaknya yang sejati.
Table. Kasus ragu ayah. Curiga bukan anak yang sejati.
Anak
Ibu
Ayah
Golongan Darah
O MNS Rhesus +
A MS Rhesus +
B MS Rhesus +
ii. Tambahkan pada masing-masing tabung 5 tetes larutan NaOH 1020%, lalu dikocok. Darah normal segera berubah warna menjadi
merah hijau kecoklatan karena segera terbentuk hematin alkali,
sedangkan darah yang mengandung COHb tidak berubah warnanya
untuk beberapa waktu, tergantung pada konsentrasi COHb, karena
COHb lebih bersifat resisten terhadap pengaruh alkali. COHb dengan
kadar saturasi 20% memberi warna merah muda (pink) yang bertahan
selama beberapa detik, dan setelah 1 menit baru berubah warna
menjadi coklat kehijauan.
iii. Perlu diperhatikan bahwa darah yang dapat digunakan sebagai
kontrol dalam uji dilusi alkali ini haruslah darah dengan Hb yang
normal. Jangan gunakan darah foetus karena dikatakan bahwa darah
foetus juga bersifat resisten terhadap alkali.
b. Dapat pula dilakukan uji formalin (Eachloz-Liebmann).
Darah yang akan diperiksa ditambahkan larutan formalin 40% sama
banyaknya. Bila darah mengandung COHb 25% saturasi maka akan
terbentuk koagulat berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung
reaksi. Semakin tinggi kadar COHb, semakin merah warna koagulatnya.
Sedangkan pada darah normal akan terbentuk koagulat yang berwarna
coklat.
c. Cara Gettler-Freimuth (semi-kuantitatif)
Prinsipnya sebagai berikut :
Darah + Kalium ferisianida CO dibebaskan dari COHb
CO + PdCl2 + H2O Pd + CO2 + HCl
Paladium (Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring berupa
endapan berwarna hitam. Dengan membandingkan intensitas warna
hitam tersebut dengan warna hitam yang diperoleh dari pemeriksaan
terhadap darah dengan kadar COHb yang diketahui, maka dapat
ditentukan konsentrasi COHb secara semi kuantitatif.
Ambil sampel dari klien yang tidak dapat berjalan atau ajarkan klien yang dapat berjalan
bagaimana mengambil sampel.
Perintah klien untuk BAK
Tempatkan wadah di tempat aliran urine dan ambil sampel, jangan sampai wadah
tersentuh penis
Ambil 30 60 ml urine di dalam wadah
Tutup wadah sentuh hanya dalam luar wadah
Jika perlu, bersihkan wadah dengan disinfektan
Untuk pengambilan urine aliran tengah anjurkan, klien kencing dulu kemudian
menahannya dan kencing kembali, lalu urine dimasukkan kedalam botol +_ 30 60
cc, kemudian klien di anjurkan mengeluarkan urine/ mengosongkan kandung kemih
secara keseluruhan.
Beri label pada botol dan bawa kelaboratorium
Pastikan pada label tertera informasi yang sesuai dan benar, letakkan pada botol
Usahakan agar spesiment dapat dibawa ke laboratorium secepatnya
Kateter.
Bahan urin dapat diambil dari kateter dengan jarum dan semprit yang steril. Pada cara ini
juga penting tindakan antisepsis pada daerah kateter yang akan ditusuk dan keadaan asepsis
harus elalu dijaga. Tempat penusukan kateter sebaiknya sedekat mungkin dengan ujung
kateter yang berada di dalam kandung kemih (ujung distal). Penilaian urin yang diperoleh
dari kateter sama dengan hasil biakan urin yang diperoleh dari punksi suprapubik.
Urin Porsi Tengah.
Urin porsi tengah sebagai sampel pemeriksaan urinalisis merupakan teknik pengambilan
yang paling sering dilakukan dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada penderita.
Akan tetapi resiko kontaminasi akibat kesalahan pengambilan cukup besar. Tidak boleh
menggunakan antiseptik untuk persiapan pasien karena dapat mengkontaminasi sampel dan
menyebabkan kultur false-negatif.
Cara pengambilan dan penampungan urine porsi tengah pada wanita :
1. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah vagina dan
muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa
steril dibasahi air atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan
kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk membersihkan daerah tersebut.
Siapkan pula wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum pembersihan daerah
vagina selesai.
2. Dengan 2 jari pisahkan kedua labia dan bersihkan daerah vagina dengan potongan
kasa steril yang mengandung sabun. Arah pembersihan dari depan ke belakang.
Kemudian buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah.
3. Bilas daerah tersebut dari arah depan ke belakang dengan potongan kasa yang
dibasahi dengan air atau salin hangat. Selama pembilasan tetap pisahkan kedua labia
dengan 2 jari dan jangan biarkan labia menyentuh muara uretra. Lakukan pembilasan
sekali lagi, kemudian keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang
kering. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah.
4. Dengan tetap memisahkan kedua labia, mulailah berkemih. Buang beberapa mililiter
urin yang mula-mula keluar. Kemudian tampung aliran urin selanjutnya ke dalam
wadah steril sampai kurang lebih sepertiga atau setengah wadah terisi.
5. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan dinding luar
wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut
dan kirim segera ke laboratorium.
disimpan dalam kulkas, seharusnya tidak dikultur dan sebaiknya dimintakan sampel
baru.3 Bila pengiriman terpaksa ditunda, bahan urin harus disimpan pada suhu 4 0 C
selama tidak lebih dari 24 jam.
Bagan penilaiaan
ANGKAH KERJA
I
II
NILAI
0
PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN
1.
Urinal
2.
Pengalas
3.
Tissu
4.
Sampiran
5.
Baskom
6.
Sabun
TAHAP PRA INTERAKSI
1. Periksa catatan keperawatan
2. Kaji kebutuhan pasien
3. Ekplorasi dan falidasi perasaan
pasien
TAHAP ORIENTASI
1. Beri salam dan panggil pasien dengan
namanya
2. Jelaskan pada pasien tentang tujuan dan
prosedur tindakan yang akan dilakukan
3. Berikan kesempatan kepada pasien atau
keluarga untuk bertanya sebelum
tindakan dimulai
4. Tanya keluhan dan kaji gejala spesifik
yang ada pada pasien, lalu pasang
sampiran
PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Cuci tangan
2. Jelakan prosedur pada pasien
3. Pasang sampiran, tutup kelambu atau
pintu
4. Pasang alas urinal dibawah glutea
5. Lepas pakaian bawah pasien
6. Pasang urinal dibawah glutea/pinggul
atau diantara kedua paha
7. Anjurkan pasien untuk berkemih
8. Setelah selesai rapikan alat
9. Cuci tangan, catat warna dan jumlah
produksi urine
TAHAP TERMINASI
Stat. II : Hati + 500 gram, Otak + 500 gram,P aru + 250 gram
Stat. III : Ginjal (sebagian kanan/kiri) , Kandung seni
Bahan-bahan lain :
- Darah (50 - 100 ml )
- Urine (100 ml )
Pada korban hidup :
- Sisa makanan/minuman
- Obat-obatan, bhn penyebab keracunan
- Bhn muntahan / hsl kumbah lambung
Wadah II
Wadah III
(secara singkat).
> Surat ttg laporan otopsi
> Berita acara pembungkusan & penyegelan + cap segel dinas)
ISI LABEL :
- Identitas korban
- Jenis & jumlah bahan pemeriksaan
- Bahan pengawet yg dipakai
- Tempat & saat pengambilan bahan,
pembungkusan, penyegelan
- Tanda tangan & nama terang penyegel,
dokter yg otopsi
- Cap stempel dinas & segel dinas.
Pada penggalian jenazah :
> Bila mungkin bhn spt tsb diatas
> Contoh tanah : bagian atas/bawah,
kiri/kanan jenazah (peti)
> Pembanding : contoh tanah radius 5 m
dgn kedalaman yg sama dgn jenazah
> Masing-masing dimskkan dlm wadah
tersendiri.
Cara lugol
Kaca objek ditempelkan dan ditekan pada glans penis, terutama pada bagian
kolum, korona serta frenulum, kemudian letakkan dengan spesimen
menghadap kebawah diatas tempat yang berisi larutan ligol dengan tujuan
agar uap yodium akan mewarnai sediaan tersebut. Hasil akan menunjukkan
sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna coklat karena mengandung
banyak glikogen.
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu
ditentukan adanya kromatin seks (barr bodies) pada inti. Dengan pembesaran
besar, perhatikan inti sel epitel yang ditemukan dan cari barr bodies. Ciricirinya adalah menempel erat pada permukaan membran inti dengan diameter
kira-kira 1 yang berbatas jelas dengan tepi tajam dan terletak pada satu
dataran fokus dengan inti.
Kelemahan pemeriksaan ini adalah bila persetubuhan tersebut telah
berlangsung lama atau telah dilakukan pencucian pada alat kelamin pria,
maka pemeriksaan ini tidak akan berguna lagi.
Pada dasarnya pemeriksaan laboratorium forensik pada korban wanita
dewasa dan anak-anak adalah sama, yang membedakan adalah pendekatan
terhadap korban
Pengumpulan barang bukti harus dilakukan jika hubungan seksual terjadi
dalam 72 jam sebelum pemeriksaan fisik.
G. Pemeriksaan Sperma
Pemeriksaan Laboratorium Forensik Cairan Mani & Spermatozoa
Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh dan berbau khas.
Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi
cair dalam waktu yang singkat (10 20 menit). Dalam keadaan normal, volume
cairan mani 3 5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 7,6.
Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel lain yang
tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermion
dan beberapa enzim sepertri fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai bentuk yang
khas untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60
sampai 120 juta per ml.
Sperma itu sendiri didalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4 5 jam
post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam
post coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari
Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk membuktikan :
1. Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan mani dalam labia minor
atau vagina yang diambil dari forniks posterior
2. Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul melalui penentuan
adanya cairan mani pada pakaian, seprai, kertas tissue, dsb.
Teknik Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan
cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, yaitu dengan mengambil lendir vagina
menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang gelas, atau swab. Bahan
diambil dari forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada anak-anak atau
bila selaput darah masih utuh, pengambilan bahan sebaiknya dibatasi dari vestibulum
saja.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Penentuan spermatozoa (mikroskopis)
Tujuan : Menentukan adanya sperma
- Bahan pemeriksaan : cairan vagina
- Metode pemeriksaan :
Tanpa pewarnaan
Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling bermakna
untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan
Cara pemeriksaan :
Letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek kemudian ditutup.
Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Perhatikan pergerakkan
spermatozoa
Hasil :
Umumnya disepakati dalam 2 3 jam setelah persetubuhan masih dapat
ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang
waktu ini sampai 3 4 jam. Berdasarkan beberapa penelitian, dapat disimpulkan
bahwa spermatozoa masih dapat ditemukan 3 hari, kadang kadang sampai 6
hari pasca persetubuhan. Pada orang mati, spermatozoa masih dapat ditemukan
hingga 2 minggu pasca persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama lagi.
Dengan Pewarnaan
Cara pemeriksaan :
Buat sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut
pada nyala api. Pulas dengan HE, biru metilen atau hijau malakit
Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah
pulasan dengan hijau malakit dengan prosedur sebagian berikut :
Buat sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek, keringkan diudara, dan
fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api, warnai
dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit, cuci dengan air,
warnai dengan larutan Eosin Yellowish 1 %dalam air, tunggu selama 1 menit,
cuci lagi dengan air, keringkan dan periksa dibawah mikroskop.
Hasil :
Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak
terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak
terwarnai. Kepala spermatozoa tampak merah dan lehernya merah muda,
ekornya berwarna hijau
Bila persetubuhan tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat
karena kemungkinan azoosperma atau pascavasektomi. Bila hal ini terjadi, maka
perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan vagina.
2. Penentuan Cairan Mani (kimiawi)
Untuk membuktikan terjadinya ejakulasi pada persetubuhan dari
ditemukan cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang
banyak terdapat dalam cairan mani, yaitu dengan pemeriksaan laboratorium :
a. Reaksi Fosfatase Asam
Merupakan tes penyaring adanya cairan mani, menentukan apakah
bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan, sehingga harus selalu
dilakukan pada setiap sampel yang diduga cairan mani sebelum dilakukan
pemeriksaan lain. Reaksi fosfatase asam dilakukan bila pada pemeriksaan
tidak ditemukan sel spermatozoa. Tes ini tidak spesifik, hasil positif semu
dapat terjadi pada feses, air teh, kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-tumbuhan.
Dasar reaksi (prinsip) :
Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh
kelenjar prostat. Enzim fosfatase asam menghidrolisis natrium alfa naftil
fosfat. Alfa naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan brentamin
menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu. Bahan pemeriksaan
yang digunakan adalah cairan vaginal.
Reagen :
Larutan A
Brentamin Fast Blue B 1 g (1)
Natrium asetat trihidrat 20 g (2)
Asam asetat glasial 10 ml (3)
Askuades 100 ml (4)
(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga
dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.
Larutan B
Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.
89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam
botol yang berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini dapat
bertahan berminggu-minggu dan adanya endapan tidak akan mengganggu
reaksi.
Cara pemeriksaan :
Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih
dahulu dibasahi dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas
saring diangkat dan disemprotkan / diteteskan dengan reagen. Ditentukan
waktu reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul warna ungu, karena
intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur-angsur.
Hasil :
Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna
serentak dengan intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim
tersebut memberikan intensitas warna secara berangsur-angsur.
Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani. Bila 30
65 detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu
reaksi > 65 detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat cairan
mani karena pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa
positif.
Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan waktu
reaksi rata-rata 90 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan jamur,
dapat mempercepat waktu reaksi.
b. Reaksi Florence
Reaksi ini dilakukan bila terdapat azoospermia/tidak ditemukan spermatozoa
atau cara lain untuk menentukan semen tidak dapat dilakukan.
Dasar :
Menentukan adanya kolin.
Reagen (larutan lugol) dapat dibuat dari :
Kalium yodida 1,5 g
Yodium 2,5 g
Akuades 30 ml
Cara pemeriksaan :
Cairan vaginal ditetesi larutan reagen, kemudian lihat dibawah
mikroskop.
Hasil :
Bila terdapat mani, tampak kristal kolin periodida coklat berbentuk
jarum dengan ujung sering terbelah.
Test ini tidak khas untuk cairan mani karena bahan yang berasal dari
tumbuhan atau binatang akan memperlihatkan kristal yang serupa tetapi hasil
postif pada test ini dapat menentukan kemungkinan terdapat cairan mani dan
hasil negative menentukan kemungkinan lain selain cairan mani.
c. Reaksi Berberio
Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak
ditemukan spermatozoa.
Dasar reaksi :
Menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagen :
Larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence) :
Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada kaca
objek, biarkan mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan
dengan pipet dibawah kaca penutup.
Hasil :
Tanda khas untuk paru bayi yang belum bernafas yang sudah membusuk,
dengan pewarnaan Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut retikuler pada
permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti rambut keriting, sedangkan
pada projection berjalan dibawah kapiler sejajar dengan permukaan projection
dan membentuk gelung-gelung terbuka (open loops). Pada paru bayi baru lahir
mati mungkin juga ditemukan tanda inhalasi cairan amnion yang luas karena
asfiksi intrauterin.
Lahir hidup adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap,
yang setelah pemisahan bernafas atau menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa
mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belum tali pusat dipotong dan uri
dilahirkan.
Pada pemeriksaan ditemukan dada sudah mengembang dan diafragma
sudah turun sampai selaiga 4-5, terutama pada bayi yang telah lama hidup.
pemeriksaan paru lainnya adalah :
a. Pemeriksaan diatom :
Alga (ganggang) bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat (SiO2)
yang tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawar,
air laut, sungai, air sumur dan udara.
Bila seseorang mati karena tenggelam, maka cairan bersama diatom
akan masuk ke dalam saluran pernapasan atau pencernaan, kemudian diatom
akan masuk ke dalam aliran darah melalui kerusakan dinding kapiler pada
waktu korban masih hidup dan tersebar ke seluruh jaringan.
Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru segar. Bila mayat
telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot
skelet atau sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa
kurang bermakna sebab berasal dari penyerapan abnormal dari saluran
pencernaan terhadap air minum atau makanan.
dipanaskan dalam lemari asam sambil diteteskan asam nitrat pekat samapi
terbentuk dan cairan dipusing dalam centrifuge.
Sediment yang terjadi ditambah dengan akuades, pusing kembali dan
hasilnya dilihat dengan mikroskop. Pemeriksaan diatom positif bila pada
jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak, 4-5/LPB atau 10-20 per satu
sediaan; atau pada sumsum tulang cukup ditemukan hanya satu.
J. Isi Lambung
Pemeriksaan sianida
a. Reaksi Schonbein-Pagenstecher (Reaksi Guajacol).
Masukkan 50 mg isi lambung/ jaringan ke dalam botol Erlenmeyer.
Kertas saring (panjang 3-4 cm, lebar 1-2 cm) dicelupkan ke dalam larutan
guajacol 10% dalam alkohol, keringkan. Lalu celupkan ke dalam larutan
0,1% CuSO4 dalam air dan kertas saring digantungkan di atas jaringan dalam
botol. Bila isi lambung alkalis, tambahkan asam tartrat untuk mengasamkan,
agar KCL mudah terurai. Botol tersebut dihangatkan. Bila hasil reaksi positif,
akan terbentuk warna biru-hijau pada kertas saring.
Reaksi ini tidak spesifik, hasil positif semu didapatkan bila isi
lambung mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon; sehingga reaksi ini
hanya untuk skrining.
b. Reaksi Prussian Blue (Biru Berlin).
Isi lambung/ jaringan didestilasi dengan destilator.
5 ml destilat + 1 ml NaOH 50 % + 3 tetes FeSO4 10% rp + 3 tetes FeCl3 5%,
Panaskan sampai hampir mendidih, lalu dinginkan dan tambahkan HCl pekat
tetes demi tetes sampai terbentuk endapan Fe(OH)3, teruskan sampai endapan
larut kembali dan terbentuk biru berlin.
c. Cara Gettler Goldbaum.
Dengan menggunakan 2 buah flange (piringan), dan diantara kedua
flange dijepitkan kertas saring Whatman No. 50 yang digunting sebesar
flange. Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan FeSO 4 10% rp selama 5
menit, keringkan lalu celupkan ke dalam larutan NaOH 20% selama beberapa
detik. Letakkan dan jepitkan kertas saring di antara kedua flange. Panaskan
bahan dan salurkan uap yang terbentuk hingga melewati kertas saring berreagensia antara kedua flange. Hasil positif bila terjadi perubahan warna pada
kertas saring, menjadi biru.
d. Kristalografi
Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan/ minuman, muntahan, isi
lambung di masukkan ke dalam gelas beker, dipanaskan dalam pemanas air
sampai kering, kemudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas
saring. Filtrat yang didapat, diteteskan dalam gelas arloji dan dipanaskan
sampai kering, kemudian dilihat di bawah mikroskop. Bila terbentuk kristalkristal seperti sapu, ini adalah golongan hidrokarbon terklorinasi.
Pemeriksaan kualitatif dapat menggunakan penentuan titik cair, misal
veronal murni mencair pada suhu 191 C. Uji kristal dilakukan terhadap sisa
obat yang ditemukan dalam isi lambung. Masing-masing barbiturat
mempunyai kristal yang khas bila dilihat dengan mikroskop. Metoda Kopanyi
(reaksi warna kobalt) dengan modifikasinya.
e. Metoda Kopanyi
Dilakukan dengan memasukkan 50 ml urin atau isi lambung dalam
sebuah corong. Periksa dengan kertas lakmus, jika bersifat alkali tambahkan
HCl sampai bersifat asam. Tambahkan 100 ml eter, kocok selama beberapa
menit. Diamkan sebentar, tampak air terpisah dari eter, lapisan air dibuang,
barbiturat terdapat dalam lapisan eter. Saring eter ke dalam beaker glass dan
uapkan sampai kering di atas penangas air. Tambahkan 10 tetes kloroform
untuk melarutkan sisa barbiturat yang mengering.
Ambil beberapa tetes larutan dan letakkan pada white pocelain spot
plate. Tambahkan 1 tetes kobalt asetat (1 % dalam metil alkohol absolut) dan
2 tetes isopropilamin (5% dalam metil-alkohol absolut), Barbiturat akan
memberi warna merah muda sampai ungu.
Pemeriksaan kuantitatif dan kuantitatif dapat dilakukan dengan
kromatografi
lapis
tipis
(TLC),
kromatografi
gas
cair
(GLC),
konden
K. Deskripsi luka
Luka adalah hilang atau rusaknya kontuinitas dari jaringan tubuh. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh trauma benda tajam atau benda tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan,
sengatan
seringkali
terdapat
penyebab, sehingga
listrik
atau
kombinasi
klasifikasi
gigitan
trauma
trauma
hewan.
yang
Dalam
disebabkan
ditentukan
prakteknya
nanti
oleh
jenis
oleh alat
satu
penyebab
dan
usaha yang
menyebabkan trauma
Untuk luka tembak, kita menentukan lokasi luka dengan cara mengukurnya
dari tumit lalu kita ukur jaraknya dari garis yang melalui tulang dada atau
punggung pada sebelah kanan atau kirinya.(5)
Gambar 3
Penentuan lokasi luka tembak
(6)
Gambar.4
(4)
Lokas luka berdasarkan ukuran panjang
Gambar.5
(4)
Lokasi luka berdasarkan ukuran lebar
(4)
Gambar.6
(4)
Lokasi luka berdasarkan ukuran kecil
Ukuran luka kita tentukan dengan mengukur panjang luka dan kedalaman
luka. Sebelum panjang luka kita ukur, kita mesti merapatkan luka korban terlebih
dahulu. Kita harus menyebutkan alat tubuh apa saja yang dilalui luka tersebut saat
kita melakukan pengukuran kedalaman luka korban. Misalnya luka mengenai kulit
dinding perut, otot perut dan jaringan hati sejauh 5 cm. (4,5)
5. Sifat-sifat luka, yaitu:
a. Garis batas luka, meliputi:
- Bentuk (teratur atau tidak teratur).
- Tepi (rata atau tidak)
- Sudut luka (ada atau tidak, jumlahnya berapa dan bentuknya runcing atau
tidak)
b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi:
- Tebing luka (rata atau tidak serta terdiri dari jaringan apa saja)
- Antara kedua tebing ada jembatan jaringan atau tidak
- Dasar luka (terdiri atas jaringan apa, warnanya, perabaannya, ada apa di
atasnya)
c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi:
- Memar (ada atau tidak)
- Tatoase (ada atau tidak)
- Jelaga (ada atau tidak)
- Bekuan darah (ada atau tidak)
- Lain-lain ada atau tidak.
(4)
Gambar.7
(4)
Bagian-bagian luka
Tebing luka:
Permukaan rata.
Terdiri atas kulit, jaringan ikat, otot
dan tulang.
Antar tebing luka:
Tidak terdapat jambatan jaringan
Dasar luka:
Terdiri atas tulang
Gambar.8
(4)
Bagian-bagian pada Luka Tajam
Gambar.9
(4)
Bagian-bagian pada Luka Tumpul
Tebing luka:
Permukaan tidak rata
Terdir atas kulit, jaringan ikat dan otot
Antar tebing luka:
Terdapat jembatan jaringan
Dasar luka:
Terdiri atas tulang
Gambar.10
(4)
Bagian-bagian pada Luka Tembak masuk
Tebing cincin lecet Tak begitu jelas, terdiri atas kulit. Dasar cincin lecet tak rata,
terdiri atas jaringan ikat.Tebing luka tak rata, berbentuk silinder/corong dan terdiri atas
jaringan ikat serta otot.
(4)
TRAUMA TUMPUL
Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah:
1.
2.
Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang
disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka.
(2)
Ada
3 jenis luka akibat kekerasan benda tumpul (blunt force injury), yaitu :
1. Luka lecet (abrasion) : tekan, geser & regang
2. Luka memar (contussion)
3. Luka robek, retak, koyak (laceration)
(5)
(2,3)
coklat,
luka makin
keras
penekanannya.
Kadang sesuai dengan bentuk bendanya.
Eritem, vesikel tanda intravital.
perabaannya,
makin
(5)
(5)
Pola dari abrasi dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya.
Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perubahan warna
menjadi coklat kemerahan pada hari ke-1 sampai hari ke-3. Warnanya berubah
menjadi suram / gelap / coklat pada hari ke-2 sampai hari ke-3 berikutnya. Epidermis
baru akan terbentuk pada hari ke-7 sampai hari ke-14. Penyembuhan lengkap terjadi
setelah beberapa minggu (2,5)
Gambar.11
(7)
Abrasi pada wajah
Gambar.12
(8)
Abrasi kuku jari
(5)
Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai
bentuk dari benda tumpul ialah apa yang dikenal dengan istilah perdarahan tepi
(marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan,
dimana pada tempat tekanan justru tidak menunjukkan kelainan, per darahan akan
menepi sehingga terbentuk perdarahan tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk
celah antara kedua kembang ban yang berdekatan. Hal yang sama bila seseorang
dipukul dengan rotan atau benda yang sejenis, maka akan tampak memar yang
memanjang dan sejajar yang membatasi daerah yang tidak menunjukkan kelainan.
Darah antara kedua memar yang sejajar dapat menggambarkan ukuran lebar dari alat
pemukul yang mengenai tubuh korban.
(9)
Gambar.13
(7)
Gambaran luka memar
Luka Robek
Luka robek (laceration) adalah jenis kekerasan benda tumpul yang merusak
atau merobek kulit (epidermis & dermis) dan jaringan dibawahnya (lemak, folikel
rambut, kelenjar keringat & kelenjar sebasea). Luka robek mempunyai tepi yang tidak
teratur, terdapat jembatan-jembatan jaringan yang menghubungkan kedua tepi luka,
akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah yang berambut,
disekitar luka robek sering tampak adanya luka lecet atau luka memar.
(5,9)
Arah kekerasan tegak lurus terhadap kulit sedangkan jaringan dibawah kulit
terdapat tulang misalnya kepala yang terbentur pada sisi meja. Hal ini disebut
luka retak (harus kita bedakan dengan luka iris (incissed wound).
Benda yang berputar menyebabkan luka yang sirkuler misalnya gilasan mobil.
Patah tulang yang menembus kulit
(5)
Gambar.14
(7,8)
Gambaran luka robek
(5)
Luka Retak
Luka Iris
Bentuk teratur.
Tepi rata.
: Satu
Lokasi
Bentuknya
: Berupa luka terbuka, tak teratur dan jika ditautkan tidak rapat
Ukurannya
Sifatnya
: Garis batas luka tak teratur, terdapat 6 buah sudut yang terdiri atas
sudut tumpul dan runcing. Tebing luka tak rata, terdiri atas jaringan
kulit dan jaringan ikat. Terdapat jembatan jaringan diantara kedua
tebing. Dasar luka berupa tulang dahi yang masih normal. Daerah di
sekitar luka tampak bengkak (menonjol) dan berwarna kebiruan.
(4)
TRAUMA TAJAM
Luka yang diakibatkan oleh benda tajam dapat dibedakan dari luka yang
disebabkan oleh benda lainnya, yaitu dari keadaan sekitar luka yang tenang, tidak ada
luka lecet atau memar, tapi luka yang rata dan dari sudut -sudutnya yang runcing
seluruhnya atau hanya sebagian yang runcing serta tidak adanya jembatan jaringan.
Ada 3 jenis luka akibat kekerasan benda tajam, yaitu:
1. Luka iris/ luka sayat (incised wound)
2. Luka tusuk (stab wound)
3. Luka bacok (chop wound)
(5,9)
3. Rambut terpotong.
4. Permukaan luka rata
5. Sekitar luka tidak ada luka memar (contussion) atau luka lecet (abrasion).
6. Luka tidak mengenai tulang.
7. Panjang luka lebih besar daripada dalam luka.
8. Semua senjata bermata tajam berpotensi sebagai penyebab luka iris / luka sayat
(incised wound) sehingga identifikasi alat tidak berguna.
(5)
Gambar.15
(7)
Gambaran luka iris
Perbedaan Antara Luka Iris / Luka Sayat (Incissed Wound) dengan Luka Retak
Luka Iris/Luka Sayat/Incissed Wound
(5 )
Luka Retak
Rambut terpotong.
Rambut tercabut
(2)
Bentuk luka tusuk (stab wound) pada kulit dan otot, yaitu :
Alat pisau dapat menimbulkan luka tusuk (stab wound) yang berbentuk celah,
menganga, atau asimetris.
Ganco / lembing dapat menimbulkan luka tusuk (stab wound) yang berbentuk
Alat penampang segitiga atau segiempat dapat menimbulkan luka tusuk (stab
wound) yang berbentuk bintang berkaki tiga atau empat.
(5)
Ada 5 ciri-ciri luka tusuk (stab wound) yang disebabkan oleh alat yang berujung
runcing dan bermata tajam, yaitu :
1. Tepi luka tajam atau rata.
2. Sudut luka tajam namun kurang tajam pada sisi tumpul.
3. Rambut terpotong pada sisi tajam.
4. Sekitar luka kadang terdapat luka memar (contussion). Ekimosis karena tusukan
sampai mengenai tangkai pisau.
(5)
kerusakan
di atas adalah
(5,10)
Gambar.16
(7)
Gambaran luka tusuk
perdarahan,
(5)
Gambar.17
(7)
Gambaran luka bacok
: Satu
Lokasi
Bentuknya : Berupa luka tembus seperti celah dan ketika ditautkan rapat serta
membentuk garis lurus yang arahnya mendatar.
Ukurannya
Sifatnya
: Garis batas luka bentuknya teratur dan simetris, tepinya rata serta kedua
sudutnya runcing. Tebing luka rata terdiri atas kulit, jaringan ikat,
jaringan lemak dan otot. Tidak ditemukan adanya jembatan jaringan
dan dasar luka tidak terlihat pada pemeriksaan luar. Disekitar garis
batas luka tidak ada memar.
LUKA TEMBAK
Harus selalu ada di dalam benak kita bahwa saat tembakan terjadi, dilepaskan
3 substansi berbeda dari laras senjata. Yaitu anak peluru, bubuk mesiu yang tidak
terbakar, dan gas. Deskripsi luka yang minimal untuk pasien hidup terdiri dari:
1. lokasi luka
2. ukuran dan bentuk defek
3. lingkaran abrasi
4. lipatan kulit yang utuh dan robek
5. bubuk hitam sisa tembakan, jika ada
6. tattoo, jika ada
7. bagian yang ditembus/dilewati
8. titik hitam atau tanda penyembuhan akibat bedah pengeluaran benda asing da n
susunannya
9. penatalaksanaan luka, termasuk debridement, penjahitan, pengguntingan rambut,
pembalutan, drainase, dan operasi perluasan luka.
(3)
Gambar.18
(7)
Gambaran luka tembak masuk dan luka tembak keluar
: Satu
: Di perut bagian kanan atas, 8 sentimeter disebelah kanan dari garis
tengah tubuh dan setinggi 110 sentimeter dari tumit.
Bentuknya
: Terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian luar berupa cincin lecet dan bagian
dalamnya berupa lubang. Posisi lubang terhadap cincin lecet
konsentris.
: Garis batas luar dari cincin lecet bentuknya teratur (bulat) serta tepinya
tak rata dan garis-garis lubang bentuknya juga teratur serta tepinya
tidak rata.
Tebing luka tak rata, berbentuk silinder dan terdiri atas jaringan kulit,
otot dan tulang.
Dasar cincin lecet adalah jaringan ikat, sedang dasar lubang tidak
dapat ditentukan pada pemeriksaan luar sebab menembus dinding
perut. Daerah disekitar cincin lecet terlihat memar berwarna merah
kebiruan, jelaga dan tatoase. (4)
LUKA BAKAR
Dry heat (burn heat / luka bakar) adalah luka bakar yang diakibatkan oleh
persentuhan tubuh dengan api atau benda panas (bukan cairan).
(5)
2.
Luka bakar cair: kontak dengan air mendidih, uap panas, dan minyak panas.
3.
Luka bakar kimia: asam akan menimbulkan panas ketika kontak dengan jaringan
organik.
4.
Luka bakar listrik memiliki karakteristik yang unik, sebab sekalipun sumber
panas (listrik) berasal dari luar tubuh, kebakaran/kerusakan yang parah justru
terjadi di dalam tubuh.
5.
Luka bakar kontak : kontak langsung dengan obyek panas, misalnya dengan
wajan panas atau knalpot sepeda motor. Hal ini sangat sering terjadi di
Indonesia.
(11)
kedalaman luka bakar. Luka bakar diklasifikasi menjadi derajat 1, 2, dan 3. Kadang kadang digunakan pula istilah derajat 4 pada kulit ya ng hangus terbakar mirip arang.
Klasifikasi tersebut ialah :
Luka bakar derajat 1 = superficial burn. Luka bakar permukaan yang tidak terlalu
serius dan hanya mengenai lapisan kulit bagian atas. Sering kali disertai
pembentukan vesikel (gelembung berisi cairan).
Luka bakar derajat 2 = partial thickness burn (luka bakar parsial). Artinya luka
bakar mengenai sebagian dari ketebalan kulit. Luka bakar dengan kedalaman ini
sering kali disertai dengan rusaknya struktur di bawah kulit, seperti folikel
rambut, kelenjar sebaseus (minyak), atau jaringan kolagen.
Luka bakar derajat 3 = full thickness burn. Luka bakar mengenai se luruh
ketebalan kulit. Struktur di bawah kulit pun sering kali mengalami kerusakan.
Sekalipun demikian, kulit tidaklah lenyap, musnah, atau hilang, tetapi rusak.
Ada 4 reaksi lokal dari tubuh korban dry heat (burn heat / luka bakar), yaitu :
1. Eritem dengan ciri-ciri : epidermis intak, kemerahan, sembuh tanpa meninggalkan
sikatriks.
2. Vesikel, bulla & bleps dengan albumin atau NaCl tinggi.
3. Necrosis coagulativa dengan ciri-ciri : warna coklat gelap hitam dan sembuh
dengan meninggalkan sikatriks (litteken).
4. Karbonisasi (sudah menjadi arang).
(5)
Gambar.19
(7)
Gambaran luka bakar
: Dua buah
: Keduanya di paha sisi depan, yang satu 10 sentimeter di atas lutut dan
lainnya 17 sentimeter di atas lutut
Bentuknya
: Garis batas luka terbuka tidak teratur dan tepinya tidak teratur.
Tebing luka tak rata. Dasar luka jaringan ikat, tidak rata, terlihat basah
dan berwarna kemerahan.
Garis batas luka yang berupa gelembung tidak teratur.
Isi gelembung berupa cairan bening.
Sekitar gelembung tampak kemerah-merahan.
(4)
2. Luka sedang.
Luka yang dapat menimbulkan penyakit, atau halangan dalam menjalankan
pekerjaan jabatan/pekerjaan mata pencaharian untuk sementara waktu saja, maka
luka ini dinamakan luka derajat kedua.
(4,9)
Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(12)
3. Luka Berat
Apabila penganiayaan mengakibatkan luka berat, seperti yang
dimaksud dalam pasal 90 KUHP, luka tersebut dinamakan luka derajat
ketiga, dengan kriteria :
a. Penyakit atau luka yang tak dapat diharapkan sembuh dengan
sempurna.
b. Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut.
c. Rintangan tetap menjalankan
pekerjaan
(4,9)
Pasal 90
Luka berat berarti:
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan
M.
58
59
N. Fotografi forensik
Fotografi forensik sering juga disebut forensic imaging atau crime scene
photography adalah suatu proses seni menghasilkan bentuk reproduksi
dari tempat kejadian perkara atau tempat kejadian kecelakaan secara
akurat untuk kepentingan penyelidikan hingga pengadilan. Fotografi
forensik juga termasuk ke dalam bagian dari upaya pengumpulan barang
bukti seperti tubuh manusia, tempat-tempat dan setiap benda yang terkait
suatu kejahatan dalam bentuk foto yang dapat digunakan oleh penyelidik
atau penyidik saat melakukan penyelidikan atau penyidikan. Termasuk di
dalam kegiatan fotografi forensik adalah pemilihan pencahayaan yang
benar, sudut pengambilan lensa yang tepat, dan pengambilan gambar dari
berbagai titik pandang.Skala seringkali digunakan dalam gambar yang
diambil sehingga dimensi sesungguhnya dari obyek foto dapat
terekam.Biasanya digunakan penggaris atau perekat putih yang berskala
sentimeter diletakkan berdekatan dengan lesi atau perlukaan sebagai
referensi ukuran. Pada bagian yang tidak terekspos atau kurang
memberikan gambaran yang signifikan, dapat digunakan probe (alat
pemeriksa luka) atau jari sebagai penunjuk dengan posisi yang semestinya
1. Fotografi olah TKP
2. Fotografi Teknik: Sidik Jari, Blood Spatter, Pemeriksaan bercak
darah dengan luminol, Bite Marks, Tire Marks, Shoeprint, Memar
3. Fotografi Otopsi
60
bukti.
Memotret secara keseluruhan, sedang, dan close-up yang terlihat dari TKP.
Foto dari sudut pandang mata untuk mewakili tampilan normal.
Memotret daerah yang paling rapuh dari TKP pertama.
Memotret semua bukti di tempat sebelum direposisi atau dibersihkan.
Semua barang bukti harus difoto close-up, pertama tanpa skala dan
Ketajaman Gambar
Salah satu unsur yang menentukan ketajaman sebuah gambar adalah
kedalaman gambar (depth of field). Untuk membuat sebuah gambar dua dimensi
61
menjadi lebih hidup, dibutuhkan penciptaan rasa akan adanya kedalaman dari
gambar. Kondisi ini dimungkinkan dengan memanipulasi elemen-elemen yang
terdapat di latar depan, tengah, dan belakang. Garis sederhana yang membawa
pandangan ke area-area dalam gambar menuju center of interest bisa lebih
efektif.Di sini, pemilihan lensa dan bukaan diafragma (aperture) menjadi unsur
vital untuk menciptakan kedalaman.Pada pemotretan organ dalam (viscera), dapat
dilakukan penggunaan gelas yang diletakkan secara terbalik dan di cat sesuai
warna latar belakang yang digunakan (biasanya hijau) yang terletak agak jauh di
bawah gelas untuk menghindari fokus serta penggunaan lampu tungsten sebagai
pencahayaan5.
Komposisi gambar
Pada kegiatan fotografi yang dilakukan di TKP, gambar diambil secara serial
dan panoramik menggunakan lensa-lensa sudut lebar agar seluruh obyek pada
TKP dapat terekam dalam bingkai pemotretan sekaligus. Diperlukan komposisi
obyek yang baik dan kuat agar pesan yang tersirat dalam setiap bingkai
pemotretan dapat disampaikan ke penyelidik maupun penyidik.(9) Hal ini perlu
diperhatikan untuk kepentingan rekonstruksi kejadian5.
O. JJJ
62