Anda di halaman 1dari 26

PAPER

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Kelainan refraksi mata atau refraksi anomali adalah keadaan dimana bayangan

tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning
dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk
myopia, hipermetropia, dan astigmatisma. Kelainan refraksi dapat diakibatkan
terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan
kelainan panjang sumbu bola mata.
Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada
mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada retina.
Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh),
hipermetropia (rabundekat),dan astigmatisma. Akomodasi pada keadaan normal
cahaya berasal dari jarak tak berhingga atau jauh akan terfokus pada retina, demikian
pula bila benda jauh tersebut didekatkan, hal ini terjadi akibat adanya daya akomodasi
lensa yang memfokuskan bayangan pada retina. Jika berakomodasi, maka benda pada
jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina.
Akomodasi adalah kemampuan lensa di dalam mata untuk mencembung yang
terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa yang
mencembung bertambah kuat. Kekuatan akan meningkat sesuai dengan kebutuhan,
makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi. Refleks akomodasi akan
bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu melihat dekat. Bila benda terletak
jauh bayangan akan terletak pada retina. Bila benda tersebut didekatkan maka
bayangan akan bergeser ke belakang retina. Akibat benda ini didekatkan penglihatan
menjadi kabur, maka mata akan berakomodasi dengan mencembungkan lensa.
Kekuatan akomodasi ditentukan dengan satuan Dioptri (D), lensa 1 D mempunyai
titik fokus pada jarak 1 meter.

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

World Health Organization (WHO), 2009 menyatakan terdapat 45 juta orang


yang mengalami buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision. Setiap tahun
tidak kurang dari 7 juta orang mengalami kebutaan, setiap 5 menit sekali ada satu
penduduk bumi menjadi buta dan setiap 12 menit sekali terdapat satu anak mengalami
kebutaan. Sekitar 90 % penderita kebutaan dan gangguan penglihatan ini hidup di
negara-negara miskin dan terbelakang.
Prevalensi kebutaan tersebut disebabkan salah satunya adalah kelainan refraksi
yang tidak terkoreksi, di dunia pada tahun 2007 diperkirakan bahwa sekitar 2,3 juta
orang di dunia mengalami kelainan refraksi (Ali dkk, 2007). Bila dibandingkan
dengan 10 negara South East Asia Region (SEARO), tampak angka kebutaan di
Indonesia yang penyebabnya salah satunya adalah kelainan refraksi yakni sebanyak
0.11% . inan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina.
Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi
dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus.

Tujuan penulisan paper ini adalah:


1. Memahami teori mengenai Penatalaksanaan Kelainan Refraksi.
2. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara / Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca),
dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media
penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda
setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang
normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat
di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat
jauh.1,2
2.2 Fisiologi Refraksi

Gambar 1. Refraksi pada mata emetropia


Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk
difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu
bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya
(refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengan kepadatan
(densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan
lainnya misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan
densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga berlaku).

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai medium baru pada tiap
sudut selain tegak lurus.
Dua faktor penting dalam refraksi :densitas komparatif antara 2 media
(semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut
jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin
besar pembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata
adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya
sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam reftraktif total karena
perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada perbedaan
densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya.
Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan
kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan
dengan mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat/jauh.
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus
diretina agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum bayangan
mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina ,bayangan tersebut
tampak kabur.
Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu
mencapai mata daripada berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya
yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata. Untuk
kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak yang lebih
besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber cahaya jauh,
karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai mata.
Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk membawa
sumber cahaya jauhdan dekat terfokus di retina (dalam jarak yang sama), harus
dipergunakan lensa yang lebih kuat untuks umber dekat. Kekuatan lensa dapat
disesuaikan melalui proses akomodasi.3

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

Diagram illustrating types of refractive error:


Figure 1 Emmetropia
Figure 2 Myopia
Figure 3 Hypermetropia
Figure 4 Astigmatism
2.3.

Myopia
Myopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di

depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan
pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada
mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Myopia berasal dari bahasa yunani
muopia yang memiliki arti menutup mata. Myopia merupakan manifestasi kabur
bila melihat jauh, istilah populernya adalah nearsightedness.(American Optometric
Association, 1997)
5

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

Myopia atau biasa juga disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan
mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan
kornea yang terlalu cekung. Myopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar
sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan
retina.
Kata myopia sendiri sebenarnya baru dikenal pada sekitar abad ke 2, yang
mana terbentuk dari dua kata meyn yang berarti menutup, dan ops yang berarti mata.
Ini memang menyiratkan salah satu ciri ciri penderita myopia yang suka menyipitkan
matanya ketika melihat sesuatu yang baginya tampak kurang jelas, karena dengan cara
ini akan terbentuk debth of focus di dalam bola mata sehingga titik fokus yang tadinya
berada di depan retina, akan bergeser ke belakang mendekati retina.
Sebenarnya, myopia juga dapat dikatakan merupakan keadaan di mana panjang
fokus media refrakta lebih pendek dari sumbu orbita (mudahnya, panjang aksial bola
mata jika diukur dari kornea hingga makula lutea di retina)

2.3.1. Klasifikasi
Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata, miopia
dapat dibagi kepada dua yaitu :
1. Miopia Simpleks : Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang ringan
ini berupa kresen miopia yang ringan dan berkembang sangat lambat. Biasanya tidak
terjadi kelainan organik dan dengan koreksi yang sesuai bisa mencapai tajam
penglihatan yang normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi biasanya kurang dari
-6D. Keadaan ini disebut juga dengan miopia fisiologi.
2. Miopia Patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau
miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak
lahir. Tanda-tanda miopia maligna adalah adanya progresifitas kelainan fundus yang
khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini sudah dapat
dibuat jika terdapat peningkatan tingkat keparahan miopia dengan waktu yang relatif
pendek. Kelainan refrasi yang terdapat pada miopia patologik biasanya melebihi -6 D
(Sidarta, 2007).

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara klinis


dapat terbagi lima yaitu:
1. Miopia Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang terlalu
panjang atau indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu tinggi.
2. Miopia Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekeliling
kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap tahap
pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang
membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga
menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia.
3. Pseudomiopia : Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme
akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot otot siliar yang memegang lensa
kristalina. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena memang sifat miopia ini
hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus
ini, tidak boleh buru buru memberikan lensa koreksi.
4. Miopia Degeneretif : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau
miopia progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya
juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia jenis ini bertambah
buruk dari waktu ke waktu.
5. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat obatan, naik
turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan sebagainya.
Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk
mengkoreksikannya (Sidarta, 2007):
1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
2. Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
3. Berat :lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah (Sidarta, 2007):
1. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
7

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

2. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.


3. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 tahun.
4. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).
2.3.2. Gejala
Gejala subjektif :

Akibat sinar dari suatu objek jauh difokuskan di depan retina, maka penderita
miopia hanya dapat melihat jelas pada waktu melihat dekat, sedangkan
pengglihatan jauh akan kabur.

Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit koreksi dari
miopinya dapat disembuhkan.

Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat jauh untuk


mendapatkan efek pinhole agar dapat melihat dengan lebih jelas.

Penderita miopia biasanya suka membaca dekat, sebab mudah melakukannya


tanpa usaha (Slone, 1979).

Gejala objektif :

Miopi simplex :

Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
lebar. Kadang-kadang bola mata ditemukan agak menonjol.

Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai kresen miopi yang ringan disekitar papil saraf optik

2.3.3. Penatalaksanaan Myopia


Koreksi Optikal
Koreksi optik dalam bentuk kacamata atau lensa kontak menyediakan jarak
penglihatan yang jelas. Kacamata atau lensa kontak lebih disukai dalam kasus tertentu
tergantung pada berbagai faktor,termasuk usia pasien, motivasi untuk memakai lensa
kontak, sesuai dengan perawatan lensa kontakprosedur, fisiologi kornea,dan
pertimbangan keuangan.
8

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

Kacamata dan lensa kontak masing-masing memiliki keunggulan tertentu.


beberapa keuntungan kacamata untuk pasien dengan miopia adalah:

Kacamata mungkin lebih ekonomis dalam banyak kasus.

Kacamata menyediakan beberapa keamanan mata, terutama ketika lensa kaca


mata adalah bahan polycarbonate.

Kacamata bisa digunakan untuk penggabungan perawatan optik lain


(misalnya, prisma, kacamata, atau lensa tambahan progresif) yang dapat
digunakan untuk pengelolaan esophoria atau gangguan akomodatif menyertai
miopia.

Kacamata memerlukan akomodasi kurang dari lensa kontak untuk


miopia, sehingga kemungkinan asthenopia akomodatif atau nearpoint blur
pada pasien mendekati presbyopia mungkin kurang.

Kacamata memberikan koreksi yang lebih baik dari beberapa jenis


astigmatisme.

Beberapa keuntungan dari lensa kontak untuk pasien dengan miopia adalah:

Lensa kontak memberikan kosmetik yang lebih baik.

Lensa kontak memberikan ukuran gambar retina lebih besar dan sedikit
ketajaman visual yang lebih baik pada miopia berat.

Lensa kontak menghasilkan aniseikonia yang kurang pada anisometropia.

Lensa kontak mengurangi masalah berat badan, bidang visual pembatasan, dan
kemungkinan disebabkan ketidakseimbangan prismatik dari kemiringan frame
tontonan dialami oleh beberapa tontonan pemakai lensa.

Lensa kontak (misalnya, lensa gas-permeable kaku) dapat mengurangi


laju perkembangan miopia karena seluruhnya atau sebagian ke kornea
flattening.

Medikamentosa
9

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

Agen cycloplegic * kadang-kadang digunakan untuk mengurangi akomodatif


respon sebagai bagian dari pengobatan pseudomyopia. Beberapa penelitian telah
melaporkan bahwa pemberian topikal harian atropin dan cyclopentolate mengurangi
tingkat perkembangan miopia pada anak-anak dengan miopia remaja-onset.
Namun, manfaat ini tampaknya tidak lebih besar daripada ketidaknyamanan
dan risiko yang terkait dengan cycloplegia kronis. Ini mempunyai kaitan dengan hasil
dilatasi pupil dengan sensitivitas cahaya. Karena inaktivasi otot ciliary, penambahan
tinggi ditambah lensa (yaitu, 2,50 D) diperlukan untuk penglihatan dekat. Selain
reaksi alergi yang potensial, reaksi idiosinkratik, dan toksisitas sistemik, aplikasi
kronis atropin dapat menghasilkan efek buruk pada retina.
Orthokeratology
Orthokeratology

adalah

suatu

program

pemakaian

lensa

kontak,

selama beberapa minggu atau bulan, untuk meratakan kornea dan mengurangi
myopia. Studi orthokeratology dengan pemakaian lensa kontak yang standard
menunjukkan bahwa respon individu bervariasi untuk perawatan orthokeratology,
dengan pengurangan myopia sampai dengan 3.00 D diperoleh pada beberapa pasien.
Pengurangan myopia rata-rata yang dilaporkan dalam studi adalah 0,751,00D; sebagian besar reduksi ini terjadi dalam 4-6 bulan pertama dalam pemakaian
orthokeratology . Kornea yang akan merata lebih besar di perifer dianggap lebih
cenderung memiliki hasil yang sukses, sehingga mengarah ke penurunan miopia via
orthokeratology.
Dengan perawatan tindak lanjut yang memadai, orthokeratology merupakan
prosedur yang aman dan efektif. Namun, penelitian menunjukkan bahwa kesalahan
bisa bergeser menuju ke keadaan asal pada pasien yang berhenti memakai lensa
kontak. Tingkat pergeseran bervariasi dari satu pasien ke pasien lain, meskipun
myopia biasanya tidak sepenuhnya kembali ke tingkat dasar.

Bedah Refraktif
10

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

Ada beberapa metode bedah refraktif digunakan di berbagai tahap penelitian


dan development:
a. Teknik Radial Keratotomi (RK)
Radial keratotomi (RK), adalah suatu prosedur di mana pola radial berbicaraseperti sayatan di paracentral kornea melemahkan sebagian dari kornea. Bagian
melemah steepens sedangkan kornea sentral merata. Jumlah yang dihasilkan
perubahan bisa tergantung pada ukuran zona optik dan nomor dan kedalaman sayatan.
RK memiliki prediktabilitas terbatas, terutama di kasus yang mempunyai myopia
yang lebih parah.
Meskipun semua orang yang menjalani RK mengalami penurunan myopia,
pasien yang paling mungkin senang dengan hasil dari prosedur adalah mereka yang
ingin mengurangi ketergantungan mereka pada kacamata atau lensa kontak.
Komplikasi visual yang dilaporkan pada RK termasuk variasi diurnal refraksi dan
ketajaman visual, silau, diplopia monokuler. Penurunan permanen terbaik yang dapat
dikoreksi adalah ketajaman visual, peningkatan silindris, silindris tidak teratur,
disebabkan anisometropia, dan kasus yang bergeser ke arah hyperopia yang terus
berlangsung

selama

berbulan-bulan

atau

bertahun-tahun

setelah

prosedur

pembedahan. Perubahan ke arah hyperopia dapat menyebabkan awal timbulnya gejala


presbyopic. RK bisa juga dapat menurunkan integritas struktural globe.
b. Teknik Photorefractive Keratectomy (PRK)
Excimer Laser photorefractive keratectomy (PRK) adalah prosedur di mana
kekuasaan kornea diturunkan dengan cara laser ablasi kornea sentral. Hasil
dikompilasi dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa prosedur ini menunjukkan
perubahan persen pasien telah mencapai 6/6 (20/20) tanpa bantuan ketajaman visual
setelah PRK. Satu-setengah, atau satu baris, terbaik dikoreksi ketajaman visual adalah
hilang oleh 0,4-29 persen dari patients.
Kabut kornea adalah suatu gejala umum setelah PRK dan membutuhkan
waktu beberapa bulan untuk kembali normal. Pasien kadang-kadang melaporkan
bahwa tanpa koreksi, mereka melihat jauh lebih baik dari sebelum tindakan bedah
refraktif, tetapi dengan koreksi, mereka tidak dapat melihat seperti sebelum
11

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

pembedahan. PRK hasil bisa tampak lebih diprediksi dibandingkan RK. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas kontras berkurang mengikuti PRK. Silau
dan distorsi adalah gejala yang sering dilaporkan. Visual keluhan setelah operasi
refraktif mungkin berhubungan dengan penyimpangan di optik mata disebabkan oleh
prosedur bedah. RK dan PRK adalah prosedur bedah yang paling umum bisa untuk
kasus myopia rendah atau sedang.
c. Teknik Cryolathe Keratomileusis
Dalam keratomileusis cryolathe, bagian stroma kornea akan dihapus, beku,
dan dibentuk pada mesin dan kuasanya dikurangi. Hal ini kemudian diganti di kornea
untuk mengurangi daya kuasa kornea. Keratomileusis Cryolathe digunakan untuk
myopia lebih parah.
d. Teknik Automated Lamellar Keratomileusis
Dalam ALK, ketebalan lapisan epitel kornea dan stroma superfisial yang telah
ditentukan akan dihapus dengan microkeratome kecuali bagian kecil yang
memberikan lampiran pada kornea. Microkeratome tersebut kemudian digunakan
untuk menghapus jumlah tertentu stroma kornea untuk meratakan kornea dan setelah
itu, flap jaringan kornea superfisial diganti.
e. Teknik LASIK
LASIK mirip dengan ALK, kecuali jaringan stroma kornea akan dihapus oleh
laser bukan oleh microkeratome. The LASIK prosedur mendapatkan popularitas di
kalangan ahli bedah. Kasus terbaik untuk bedah refraktif adalah pasien yang sangat
termotivasi untuk memiliki ketajaman visual yang lebih baik tanpa bantuan dan
penurunan ketergantungan pada kacamata atau lensa kontak.. Pasien yang menjalani
perkembangan myopia tidak seharusnya menjalani operasi LASIK.

2.4. Hipermetropia
Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan
bayangan di belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai
12

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

antara panjang bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga
3panjang sumbu bola mata (hipermetropia aksial), penurunan indeks bias refraktif
(hipermetropia refraktif), seperti afakia (tidak mempunyai lensa).
Hipermetropia yang signifikan dapat menimbulkan gangguan penglihatan,
ambliopia, dan disfirngsi binokular termasuk strabismus. Terapi sebaiknya dilakukan
untuk mengurangi gejala dan resiko selanjutnya karena hipermetropia.
2.4.1 Klasifikasi
Klasifikasi hipermetropia berdasarkan gejala klinis, derajat beratnya
hipermetropia, dan status akomodasi mata. Berdasarkan gejala klinis, hipermetropia
dibagi menjadi tiga yaitu hipermetropia simpleks yang disebabkan oleh variasi biologi
normal, etiologinya bisa axial atau refraktif, hipermetropia patologik disebabkan oleh
anatomi okular yang abnormal karena maldevelopment, penyakit okular, atau trauma,
hipermetropia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses akomodasi.
Berdasarkan derajat beratnya, hipermeropia juga dibagi menjadi tiga yaitu:

Hipermetropia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang,

Hipermetropia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00 D,

Hipermetropia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi.

Berdasarkan status akomodasi mata, hipermetropia dibagi menjadi empat yaitu:


a. Hipermetropia laten, sebagian dari keseluruhan dari kelainan refraksi mata
hipermetropia yang dikoreksi secara lengkap oleh proses akomodasi mata,
hanya bisa dideteksi dengan menggunakan sikloplegia, lebih muda seseorang
yang hipermetropia, lebih laten hipermetropia yang dimilikinya.
b.

Hipermetropia Manifes, hipermetropia yang dideteksi lewat pemeriksaan


refraksi rutin tanpa menggunakan sikloplegia, bisa diukur derajatnya
berdasarkan jumlah dioptri lensa positif yang digunakan dalam pemeriksaan
subjektif.

c.

Hipermetropia Fakultatif, hipermetropia yang bisa diukur dan dikoreksi


dengan menggunakan lensa positif, tapi bisa juga dikoreksi

oleh proses

akomodasi pasien tanpa menggunakan lensa, semua hipermetropia laten


adalah hipermetropia fakultatif, akan tetapi pasien dengan hipermetropia laten
13

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

akan

menolak

pemakaian

lensa

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

positif

karena

akan

mengaburkan

penglihatannya, pasien dengan hipermetropia fakultatif bisa melihat dengan


jelas tanpa lensa positif tapi juga bisa melihat dengan jelas dengan
menggunakan lensa positif.
d.

Hipermetropia Absolut, tidak bisa dikoreksi dengan proses akomodasi,


penglihatan subnormal, penglihatan jarak jauh juga bisa menjadi kabur
terutama pada usia lanjut (Hugh,2001).

2.4.2 Gejala Dan Tanda Klinis


Gejala-gejala dan Tanda-tanda hipermetropia adalah:

penglihatan dekat kabur

penglihatan jauh pada usia lanjut juga bisa kabur

asthenopia akomodatif (sakit kepala, lakrimasi, fotofobia, kelelahan mata),

strabismus pada anak-anak yang mengalami hipermetropia berat

gejala biasanya berhubungan dengan penggunaan mata untuk penglihatan


dekat (cth : membaca, menulis, melukis), dan biasanya hilang jika kerjaan itu
dihindari

mata dan kelopak mata bisa menjadi merah dan bengkak secara kronis
mata terasa berat bila ingin mulai membaca, dan biasanya tertidur beberapa
saat setelah mulai membaca walaupun tidak lelah

bisa terjadi ambliopia (Vaughn,2000)

A. Koreksi Optik
Diantara beberapa terapi yang tersedia untuk hipermetropia, koreksi optik
dengan kacamata dan kontak lens paling sering digunakan. Modal utama dalam
penatalaksamaam hipermetropia signifikan adalah koreksi dengan kacarnata. Lensa
plus sferis atau sferosilinder diberikan untuk menfokuskan cahaya dari belakang
retina ke retina. Akomodasi berperan penting dalam peresepan. Beberapa pasien pada
awalnya tidak bisa mentoleransi koreksi penuh atas indikasi hipermetropia
manifestnya dan pasien lainnya dengan hipermetrop latent tidak bisa mentoleransi
koreksi penuh hipermetropia yang diberikan dengan sikloplegik.

14

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

Namun, pada anak anak dengan esotropia akomodatif dan hipermetropia


umumnya memerlukan masa adaptasi yang singkat untuk mentoleransi koreksi optik
penuh. Lensa kontak soft atau rigid merupakan alternatif lain bagi beberapa pasien.
Lensa kontak mengurangi aniseikonia dan anisophoria pada pasien dengan
anisometropia,

meningkatkan

binokularitas.

Pada

pasien

dengan

esotropia

akomodatif, lensa kontak mengurangi kebutuhan akomodasi dan konvergensi,


mengurangi esotropia.
Lensa kontak multifokal atau monovision bisa diberikan pada pasien yang
membutuhkan tambahan koreksi dekat tapi rnenolak memakai kacamata multifokal
karena alasan penampilan. Tidak ada cara yang umum untuk terapi hipermetropia.
Setiap pasien dipertimbangkan beratnya gejala, besarnya hipermetropia, kondisi
akomodasi, dan visus. Koreksi tepat untuk hipermehtropia pada anak anak lebih sulit
dari pada myopia.
Anak-Anak dengan hipermetropia signifikan lebih mengalami gangguan visual
daripada myopia, karena setidaknya masih dapat melihat dekat. Kaitan erat antara
hipermetropia anak anak dengan ambliopia, dan strabismus, membuat hipermetropia
mempunyai faktor resiko yang lebih besar daripada myopia. Tujuan terapi adalah
untuk mengurangi kebutuhan akomodasi dan untuk penglihatan yang nyaman, jelas
dan binokular normal
Berikut adalah strategi koreksi hipermetropia dalam beberapa kelompok usia :
l. Anak Anak
Status refraksi pada mata anak anak merupakan hal yang dinamis, karena
faktor faktor yang mempengaruhi refraksi mengalami perubahan yang signifikan dari
lahir sampai remaja, meyebabkan perubahan kekutan refraksi. Bayi dan anak anak
muda juga mempunyai kemampuan melakukan akomodasi untuk mengatasi sejumlah
hiperrnetropia.
Hipermetropia yang kurang dari 4-5D sering tidak perlu dikoreksi pada bayi
dan anak-anak muda. Tapi pada anak yang lebih besar dan dewasa memerlukan
koreksi. Sebagian besar anak anak pra sekolah adalah hipermetropia dan dapat hidup
nyaman dengan hipermetrop sampai +3 dan +4D. Kacarnata tidak perlu diberikan,
hanya karena hipermetropia ditemukan ketika pemeriksaan.
15

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

Jika visus normal dan tidak terdapat bukti adanya esoforia atau esotropia dan
tidak ada keluhan penglihatan, maka kacamata tidak perlu diberikan.Anak anak yang
lebih besar dan remaja, kemungkinan besar akan mempunyai gejala asthenopia jika
hipermetropia tinggi mereka menetap dan tidak dikoreksi. Namun, beberapa remaja
yang asimptomatis kadang kadang memilih untuk tidak memakai kacamata koreksi
sampai +4 atau+5D
2. Anak anak dan Dewasa Muda (10-40 tahun)
Orang orang antara usia l0 dan 40 tahun dengan hipermetropia ringan tidak
memerlukan terapi karena mereka tidak mempunyai gejala. Cadangan akomodasi
yang besar melindungi mereka dari gangguan penglihatan karena hipermetropia.
Pasien dengan hipermetropia sedang mungkin memerlukan koreksi part-time,
terutama pada mereka yang mempunyai gangguan akomodasi atau binokular.
Beberapa pasien dengan hipermetropia tinggi mungkin tidak terdeteksi dan
diterapi pada usia 10 - 20 tahun. Gangguan visus pada pasien ini harus dibantu dengan
koreksi optik. Terdapat banyak pendapat mengenai range terapi yang tepat, mulai dari
pemberian lensa plus minimal yang dapat mengurangi gejala sampai rnemberikan
koreksi penuh lensa plus untuk merelaksasikan akomodasi. Posisi pertengahan adalah
peresepan separuh sampai dua pertiga lensa plus mengingat akan kaitan hipermetropia
latent dengan hipermetropia manifes. Keputusan peresepan bisa berdasarkan kekuatan
yang diperlukan untuk memberikan visus yang normal dan fungsi akomodasi dan
binokular yang normal. Pasien sering menjadi sangat tergantung dengan koreksi ini.
Pada usia 30 - 35 tahun, yang sebeiunmya asimptomatis, pasien yang tidak
dikoreksi mulai mengalami kabur jarak dekat dan gangguan visus karena kebuhrhan
akomodasi yang besar. Hipemetropia fakultatif tidak dapat lagi memberikan
kenyamanan karena menurunya amplitude akomodasi. Hipermetropia laten sebaiknya
dicurigai jika terjadi gejala yang berkaitan dengan amplitudo akomodasi yang lebih
rendah dari seharusnya umur pasien. Retinoskopi sikloplegik dapat membantu
mengidentifikasi komponen laten ini.
Pada pertengahan tiga puluhan, akomodasi nyata memanjang, sedangkan
kemampuan menurun, menyebabkan gangguan penglihatan pada pasien yang
sebelumnya bebas gejala. Bedah refraksi merupakan suatu prosedur bedah atau laser
yang dilakukan pada mata untuk merubah kekuatan refraksinya dan tidak terlalu
16

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

bergantung pada kacamata atau lensa kontak. Kekuatan refraksi mata ditentukan oleh
kekuatan kornea, kedalaman COA, kekuatan lensa dan axial length bola mata.
Kekuatan refraksi normal adalah 64D, dan kornea manusia bertanggung jawab
terhadap dua pertiga dari kekuatan refraksi mata (+ 43D), dan sepertiga sisanya oleh
lensa. Sehingga kesalahan refraksi dapat dikoreksi dengan merubah dua komponen
utama refraksi, yaitu kornea dan lensa. Namun, manipulasi kekuatan kornea masih
merupakan metoda yang sering dilakukan untuk merubah kekuatan refraksi.
B. Bedah Refraksi
Koreksi bedah refraksi untuk hipermetropia kurang berkembang dibandingkan
dengan myopia. Secara umum, mata hipermetropia dibandingkan dengan mata
myopia ,memperlihatkan variasi anatomi yang penting dipertimbangkan sebelum
terapi bedah. Variasi ini meliputi pendeknya axial length, kecilnya segmen anterior
(COA yang lebih sempit, dan diameter kornea yang lebih kecil) serta insiden
glaukoma sudut tertutup yang lebih tinggi, terutama pada pasien lebih tua karena
pembesaran progresif dari lensa. Dalam kaitannya dengan terapi bedah, sepertinya
relative lebih mudah mengobati miopia, dengan 'mendatarkan' (flattening) kornea
secara bedah dibanding 'meninggikan' (steepening) kornea.
Eksperimen Lans (1898) merupakan langkah pertama dalam koreksi bedah
hipermetrop, yaitu menambah kekuatan komea dengan menggunakan 'supeficial
radial burns' pada kornea kelinci dan kemudian dilakukan thermokeratoplasty (TKP).
Menyusul suksesnya radial keratotomy dalam terapi myopia,
Meskipun dapat mengurangi hipermetropia rata rata sampai 3,84 D, namun
karena tidak stabilnya refraksi, terjadinya regresi, dan 'unpredictability', radial
thermokeratoplasty tidak bisa diterima secara luas dalam terapi hipermetropia.
Koreksi

hipermetropia

dengan

teknik

lamellar

seperti

keratophakia

dan

keratomileusis, atau dengan donor lenticules seperti epikeratophakia, mempunyai


kesuksesan yang terbatas karena sulitnya prosedur, sulit diprediksi dan adanya
komplikasi. Selain prosedur eksfra okuler diatas, dapat juga dilakukan.prosedur intra
okuler.
Prosedur intraokuler termasuk anterior chamber phakic IOL, posterior
chamber phakic IOL dan phacorefractive surgery (clear lens extraction dengan
17

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

posterior chamber monofocal IOL atau multifocal IOL implantation) Dari hal tersebut
diatas, terdapat tiga prosedur yang dianjurkan para ahli dalam penataiaksanaan
hipermetropia, yaitu Laser Thermal Keratoplasty (LTK),

Photorefractife Keratectomy (PRK) dan LASIK.


LASER THERMAL KERATOPLASTY. (LTK)
Laser holmium:yttrium-aluminium-garnet (Ho:YAG) merupakan laser yang

mendapat izin FDA untuk laser thermal keratoplasty. Mempunyai panjang gelombang
2100 nm dan kedalaman penetrasi kornea 480-530 pm, yaitu sekitar 80-90% dari
kedalaman kornea sehingga terhindar dari kerusakan endotel. Terdapat dua tipe
prosedur, yaitu sistem kontak dan sistem non kontak. Pada sistem kontak, energi laser
disampaikan pada pola tertentu di perifer komea individu dengan menggunakan suatu
hand held fiber optic probe. Sedangkan pada sistem non kontak, energi laser
disampaikan pada pola oktagonal simetris dengan menggunakan slit lamp deliver step.
Dikatakan bahwa ketelitian dalam aplikasi, sampai 0,1 mm dari diameter yang
diharapkan, penting dalam keberhasilan dan prediktabilitas dari LTK. Oleh karena itu
metode non kontak, dibanding dengan sistem kontak lebih mempunyai kemungkinan
yang besar untuk berhasil. Sistim ini diakui untuk koreksi temporer hipermetropia
0,75-2,5D dengan astigmatisma kurang dari lD.

PHOTOREFRAKTIVE KERATEKTOMI (PRK)

Pada PRK, excimer laser diarahkan langsung mengablasi stroma kornea dan epitel
untuk mengkoreksi kesalahan refraksi. Prinsip dari koreksi PRK hipermetropia adalah
meninggikan

(steepen)

kurvatura

kornea

anterior

dan

membentuk

ulang

(recontouring) kornea. Menurut FDA, PRK dapat untuk terapi hipermetropia sampai
+6 D. Stabilitas dicapai antara 3-6 bulan setelah operasi.
Pasien yang menjalani PRK Hipermetrop sebaiknya diinformasikan mengenai
waktu penyembuhan epitei yang lebih larna, karena zona ablasi yang lebih besar
seperti penunurunan sementara dari visus setelah dikoreksi dalam minggu sampai
bulan pertama, kemudian bertambah baik dengan waktu. 'Corneal epithelial iron ring'
18

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

pemah dilaporkan setelah PRK hipermetropia. Suatu flap yang tebal dipotong
mengikuti stromal bed kornea ke depan dan menambah kekuatan dioptri kornea.

LASIK (Laser In Situ Keratomileusis)

LASIK merupakan bedah refralisi yang popular saat ini dan dapat digunakan
untuk mengobati hipermetropia derajat rendah sampai tinggi dengan hasil yang
memuaskan. FDA merekomendasikan LASIK untuk koreksi hipermetropia sampai
+6.00D (10'12) Hipermetropia LASIK (H-LASIK) dilakukan dengan bentuk ablasi
annular di daerah perifer kornea untuk meninggikan daerah sentral kornea dan
mendapatkan efek kekuatan refraksi yang diinginkan. Masalah awal dari terapi
hipermetropia meliputi menurrnnya stabilitas dan prediktabilitas dibandingkan dengan
terapi untuk myopia seperti hilangnya visus setelah koreksi terbaik.
Namun dengan bertambahnya zona optikal dan zona perifer, seperti peningkatan
sentrasi dengan bantuan alat, penelitian LASIK hipermetropia jangka panjang
menunjukkan dampak yang lebih baik. Komplikasi dari LASIK antara lain adalah
instabilitas kornea, kornea kabur, penumnan visus dan dry eye.
2.5. Astigmatisma
Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas cahaya jatuh sebagai
suatu fokus titik di retina karena perbedaan derajat refraksi di berbagai meridian
kornea atau lensa kristalina. Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan
dengan titik atau garis fokus multiple, dimana berkas sinar tidak difokuskan pada satu
titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus
yang terjadi akibat kelainan kelengkungan di kornea. (American Academy of
Opthlmology, Section 5, 2009-2010) (Khurana,2007) (Nema, 2002)
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,
merupakan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis,
yaitu : epitel, membran bowman , stroma, membran descement, dan endotel
(American Academy of Opthalmology Section 5, 2009-2010) (Khurana,2007)
(Suharjo,2001) (Nema,2002).

19

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membran bowman melepaskan selubung
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa
ada akhir saraf (American Academy of Opthalmology Section 5, 2009-2010 (Nema,
2002)
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata
di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 Dioptri
dari 50 Dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea (American
Academy of Opthalmology Section 5, 2009-2010) (Nema,2002).

2.5.1 Klasifikasi Astigmatisma

Astigmatisma Regular

Berdasarkan axis dan sudut yang dibentuk antara dua principal meridian, regular
astigmatisma dapat dibagi dalam 3 bentuk, yaitu :
Berdasarkan axis dan sudut yang dibentuk antara dua principal meridian,
regular astigmatisma dapat dibagi dalam 3 bentuk, yaitu :
1) Horizontal-vertikal astigmatisma
Astigmatisma ini merupakan dua meridian yang membentuk sudut satu sama lain
secara horizontal (180o20o) atau vertical (90o20o) Astigmatisma ini terbahagi
kepada dua jenis:
I.

With-in-the-rule astigmatism. Dimana meridian vertical mempunyai kurvatura


yang lebih kuat (melengkung) dari meridian horizontal. Disebut with the rule
karena mempunyai kesamaan dengan kondisi normal mata mempunyai
kurvatura vertical lebih besar oleh karena penekanan oleh kelopak mata

II.

Against-the rule astigmatism. Suatu kondisi dimana meridian horizontal


mempunyai kurvatura yang lebih kuat (melengkung) dari meridian vertical.
Astigmatisma jenis ini dapat dikoreksi dengan +axis 180 atau -axis 90

20

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

2) Oblique astigmatisma .
Merupakan suatu astigmatisma regular dimana kedua principle meridian tidak pada
meridian horizontal atau vertical. Principal meridian terletak lebih dari 20o dari
meridian vertical atau horizontal.
3) Biobligue astigmatisma
Suatu kondisi dimana kedua principle meridian tidak membentuk sudut satu sama
lain.

Astimatisma Iregular

Suatu keadaan refraksi dimana setiap meridian mempunyai perbedaan refraksi yang
tidak teratur bahkan kadang-kadang mempunyai perbedaan pada meridian yang sama.
Principle meridian tidak tegak lurus satu dengan lainnya. Biasanya astigmatisma
irregular ini dikoreksi dengan lensa kontak kaku. Berbicara mengenai induksi
astigmatisma pasca operasi (induced astigmatism), seperti kita ketahui, penderita
astigmatisma sebagian besar adalah with the rule astigmatism. Insisi yang
ditempatkan pada kornea akan menyebabkan pendataran pada arah yang berhadapan
dengan insisi tersebut. Artinya, jika melakukan insisi dari temporal cenderung
menyebabkan pendataran pada sumbu horizontal kornea, dimana hal ini akan
mengakibatkan induksi with-the-rule astigmatism. Sebaliknya jika melakukan insisi
kornea dari superior cenderung mengakibatkan induksi againts-the-rule astigmatism.
Biasanya induksi astigmatisma ini bergantung dari panjangnya insisi, yaitu semakin
panjang insisi akan semakin besar induksi astigmatisma.

2.5.2. Penatalaksanaan Astigmatisma


Kelainan astigmatisma dapat dikoreksi dengan lensa silindris, sering kali
dikombinasi dengan lensa sferis. Karena tak mampu beradaptasi terhadap distorsi
penglihatan yang disebabkan oleh kelainan astigmatisma yang tidak terkoreksi
(American Academy of Opthalmology Section 5, 2009-2010).
Metode Operasi Katarak
21

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

Pengobatan pada katarak adalah pembedahan (Ilyas et al,2002). Metode


operasi yang umum dipilih untuk katarak dewasa dan anak-anak adalah meninggalkan
bagian posterior kapsul lensa sehingga dikenal dengan ekstraksi katarak
ekstrakapsular). Penanaman lensa intraokular merupakan bagian dari prosedur ini.
Insisi dibuat pada limbus atau kornea perifer, bagian superior atau temporal. Dibuat
sebuah saluran pada kapsul anterior, dan nukleus serta korteks lensanya diangkat.
Kemudian lensa intraokular ditempatkan pada kantung kapsular yang sudah
kosong, disangga oleh kapsul posterior yang utuh (American Academy of
Opthalmology. Section 5, 2009-2010).
Saat ini, fakoemulsifikasi adalah teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular yang
paling sering digunakan.Ekstraksi katarak Universitas Sumatera Utara intrakapsular,
suatu tindakan mengangkat seluruh lensa berikut kapsulnya, jarang dilakukan pada
saat ini. Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan
penggantian lensa dengan implan plastik. Saat ini pembedahan semakin banyak
dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum (American Academy of
Opthalmology Section 5, 2009-2010 (Istiantoro S, Johan AH, 2004).
Operasi ini dapat dilakukan dengan :
a. Insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior, diikuti oleh ekstraksi katarak
ekstrakapsular (Extra-capsular Cataract Extraction, ECCE). Insisi harus dijahit
(Istiantoro S, Johan AH, 2004).
b. Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui
insisi yang lebih kecil di kornea atau sklera anterior (fakoemulsifikasi). Biasanya
tidak dibutuhkan penjahitan. Dengan teknologi mesin fakoemulsifikasi, saat ini sudah
dimungkinkan mengeluarkan lensa dengan teknik fako bimanual (Istiantoro S, Johan
AH, 2004), sehingga insisi kornea hanya sebesar 1,5 mm saja. Berdasarkan
perkembangan teknik fakoemulsifikasi tersebut, desain implantasi lensa intraokuler
(IOL) juga ikut mengalami perkembangan dimana lensa lipat Universitas Sumatera
Utara dapat dimasukkan melalui insisi yang hanya sebesar 1,5 mm. Transisi dari
ECCE menuju fakoemulsifikasi diperlukan, agar penderita dapat memperoleh tajam
penglihatan yang terbaik tanpa koreksi kacamata serta waktu penyembuhan yang
sesingkat mungkin, dengan cara membuat sayatan sekecil mungkin untuk mengurangi
induksi astigmatisme pasca operasi (Istiantoro S, Johan AH, 2004)
Teknik Fakoemulsifikasi Metode Korneal Insisi
22

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

Insisi ini disebut juga dengan istilah clear corneal incision, karena insisi dibuat
pada bagian kornea sebelah sentral dari limbus, yaitu bagian kornea yang sudah bebas
dari pembuluh darah arcade limbus, sehingga insisi ini sama sekali tidak
menyebabkan perdarahan. Teknik insisi kornea dengan arah pendekatan dari temporal
(temporal approach) semakin diminati. Selain efisien, karena sangat sesuai dengan
pemberian anestesi secara topikal (tetes), juga secara kosmetik sangat baik (karena
tidak menimbulkan kemotik konjungtiva ataupun perdarahan), serta memberikan
ruang gerak yang lebih luas bagi operator dibandingkan jika pendekatan dari superior
(Istiantoro S, Johan AH, 2004).
Ada 3 jenis teknik insisi kornea yang digunakan dalam fakoemulsifikasi, yaitu:
insisi kornea dengan arsitektur luka berbentuk 3 sudut (three plane incision); luka
yang dibuat dengan 2 sudut (two plane incision); serta yang terakhir adalah teknik
insisi kornea yang berlangsung menembus ke arah bilik mata depan (one plane
incision) dengan sudut tertentu agar luka insisi tetap bersifat kedap. Ada beberapa
kekurangan insisi kornea dibandingkan insisi pada limbus ataupun sklera, misalnya
kurang tahan terhadap panas dari energy ultrasound , penyembuhan luka yang lebih
lambat dibandingkan daerah limbus ataupun sklera (karena kornea yang avaskular),
serta astigmatisma pasca operasi yang lebih tinggi (Istiantoro S, Johan AH, 2004).
Teknik Fakoemulsifikasi Metode Skleral Insisi
Insisi pada sklera menjadi pilihan dalam fakoemulsifikasi karena mempunyai
beberapa keuntungan, antara lain: lebih tahan terhadap trauma panas yang
ditimbulkan oleh energy ultrasound, proses penyembuhan luka yang lebih cepat
(dibandingkan insisi kornea yang avaskular), serta menyebabkan induksi astigmatisma
pasca operasi yang sangat minimal. Tetapi insisi sklera juga mempunyai beberapa
kekurangan karena selain dianggap kurang efisien, juga bisa menimbulkan kesulitan
selama proses intra operasi, karena tidak jarang pada penderita usia tua biasanya
tulang rima orbita cukup tinggi akibat jaringan lemak periorbita sudah menyusut dan
bola mata masuk ke dalam rongga orbita. Pada situasi seperti ini posisi hand-piece
fakoemulsifikasi harus membentuk sudut yang cukup tajam agar dapat mencapai lensa
(menukik).
Dikatakan kurang efisien karena ada beberapa langkah yang harus dilakukan
pada insisi sklera, antara lain membuka konjungtiva, melakukan kauterisasi pembuluh
darah episklera, membuat insisi awal (grooving ), kemudian membuat terowongan
23

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

menuju kornea (scleral tunnel ) dengan pisau berbentuk lengkung (crescent knife) dan
baru pada tahap akhir menembus kornea untuk mencapai bilik mata depan dengan
pisau keratome (slit knife). Dibandingkan dengan insisi kornea (clear corneal
incision), tentunya insisi sklera lebih memakan waktu karena perlu beberapa langkah
dan harus beberapa kali mengganti jenis pisau (Istiantoro S, Johan AH, 2004)
Teknik Small Incision Cataract Surgery
Bedah katarak modern bertujuan untuk mencapai pemulihan ketajaman
penglihatan dengan cepat pasca pembedahan dan komplikasi yang minimal.
Rehabilitasi penglihatan segera dapat di ukur dengan ketajaman penglihatan yang
optimal tanpa bantuan alat, pembedahan yang baik, dalam hal ini sangat tergantung
pada semakin kecilnya ukuran incisi yang dilakukan sewaktu pembedahan (Istiantoro
S, Johan AH, 2004).
Pada Teknik Small Incision Cataract Surgery insisi dilakukan di skleral sekitar
5.5 mm 7.0 mm (Istiantoro S, Johan AH, 2004). Ada 2 aspek dari incisi SICS yang
harus di pertimbangkan, yang pertama self sealing nature dari luka dan yang kedua
induksi astigmatisma, dimana astigmatisma harus minimal dan jika memungkinkan
meniadakan keberadaan astigmatisma (Istiantoro S, Johan AH, 2004). Dua tipe incisi
skleral yang lazim dipakai dewasa ini, yaitu frown incision dan straight scratch
incision (Istiantoro S, Johan AH, 2004). Frown incision adalah incisi berbentuk
cembung seperti alur parabolik kearah limbus dengan titik pusat 1.52 mm di
belakang limbus dan panjang goresan 6-7 mm sedangkan straight scratch incision
incisi berbentuk garis lurus yang panjagnya 5 -6.5 mm dan 1.5 mm di belakang
limbus (Istiantoro S, Johan AH, 2004).
Kontruksi luka sclerocorneal pocket tunnel incision adalah sangat penting
pada SICS. Hasil akhir dan mudahnya delivery nucleus sangat tergantung pada
arsitektur dari luka. Keuntungan konstruksi irisan pada sklera kedap air sehingga
membuat katup dan isi bola mata tidak prolaps keluar. Dan karena incisi yang dibuat
ukurannya lebih kecil dan lebih posterior, kurvatura kornea hanya sedikit berubah
(Istiantoro S, Johan AH, 2004).

24

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

BAB 3
KESIMPULAN
Gangguan refraksi mata adalah penyimpangan cahaya yang lewat secara
miring dari suatau medium ke mediuGm lain yang berbeda densitasnya.
Penyimpangan tersebut terjadi pada permukaan pembatas kedua medium tersebut
yang dikenal sebagai permukaan refraksi. Terdapat 2 gangguan refraksi mata yaitu
ametropia dan presbiopi. Ametropia dibagi lagi menjadi 3 macam yaitu, miopi,
hipermetropi, dan astigmatisme. Etiologi dan manifestasi klinis dari gangguan refraksi
mata tergantung dari jenis refrakasi mata itu sendiri. Adapun komplikasi dari
gangguan refraksi mata antara lain Strabismus, Juling atau esotropia, perdarahan
badan kaca, ablasi retina, glaukoma sekunder, kebutaan. Terdapat 3 penatalaksanaan
untuk pasien dengan gangguan refraksi mata yaitu non bedah, bedah dan prosedur
bedah.

DAFTAR PUSTAKA

25

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : DEEPANESH
NIM: 090100373

1. American Optometric Association, Reviewed 2006: Care Of The Patient With


Myopia.
2. American Optometric Association, Reviewed 2006: Care Of The Patient With
Hypermetropia.
3. Istiantoro, Nandia Primadina, Vol 12, No 3, July September 2003,: Surgeon
Factor On Laser In Situ Keratomileusis In Low And Moderate Myopia.
4. The Royal College Of Opthalmologist, March 2006: A Patients Guide To Excimer
Laser Refractive Surgery.
5. Douglas D. Koch, Li Wang: American Academy Of Opthalmology Volume 1:
Module 2, 2003: Refrative Surgery For Hyperopia and Hyperopia Astigmatism.
6. Havriza Vitresia, Ilmu Penyakit Mata FK UNAND 2007: Penatalaksanaan
Hypermetropia.
7. Raul Martin Herramz, University Of Valladolid School Of Optometry, February
2012: Correction Of regular and Iregular Astigmatism.
8. Ilyas, sidarta, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit Abadi Tegal,
Jakarta,1993 ; 245 ; 72-73
9. Catherine Cisholms,British Society Of Refractive Surgery, 2006 : Refractive
Errors.
10. Montgomery TM. Anatomy, Physiology & Pathology of the Human Eye. 2006
11. Vaughan, DG. Asbury, T. Riodan-Eva, P. Kelainan refraksi. dalam : Oftalmologi
Umum, ed. Suyono Joko, edisi 14, Jakarta, Widya Medika, 2000

26

Anda mungkin juga menyukai