Persalinan Normal
Persalinan Normal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.I Hormon hormon reproduksi
a. GnRH (Gonadotrophin Releasing Hormon)
Diproduksi di hipotalamus, kemudian dilepaskan, berfungsi menstimulasi
hipofisis anterior untuk memproduksi dan melepaskan hormon hormon
gonadotropin (FSH /LH)
b. FSH (follicle stimulating hormon)
Berfungsi memicu perkembangan folikel (sel sel teka dan sel sel gramlosa). Di
produksi di sel sel basal hipofisis anterior, sebagai respons terhadap GnRH.
Berfungsi memicu pertumbuhan dan pematangan folikel dan sel sel granulose di
ovarium waanita (pada pria : memicu pematangan sperma di testis). Pelepasan
periodik / pulsatif, waktu paruh eliminasinya pendek sekitar 3 jam sering tidak di
temukan dalam darah. Sekresinya dihambat oleh enzim inhibisi dari sel sel
granulose ovarium, melalui mekanisme feedback negative.
c. LH (luteinzing hormon) / ICHS (interstitial Cell Stimulating)
Diproduksi di sel sel kromofob hipofisis anterior. Bersamaan FSH,LH dan juga
nencetuskan terjadinya ovulasi di pertengahan fungsi korpus luteal siklus, LH
meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum pascavulasi dalam
menghasilkan progresteron pelepasannya juga periodic / pulsatif kadarnya dalam
darah bervariasi setiap fase siklus, waktu paruh eliminasinya pendek sekitar 1
jam, kerjanya sangat cepat dan singkat.
d. Estrogen
Estrogen alami diproduksi terutama oleh sel sel teka interna folikel di ovarium
secara primer dan dalam jumlah lebih sedikit juga diproduksi di kelenjar adrenal
melalui konversi hormone androgen. Pada pria, di produksi juga sebagian di
testis. Selama kehamilan, diproduksi juga oleh plasenta. Berfungsi stimulasi
pertumbuhan dan perkembangan (proliferasi) pada berbagai organ reproduksi
wanita. Pada uterus : menyebabkan proliferasi endometrium.
Pada servik : menyebabkan perlunakan serviks dan pengentalan lender serviks.
Pada vagina : menyebabkan proliferasi epitel vagina.
Pada payudara : menstimulasi pertumbuhan payudara. Juga mengatur distribusi
lemak tubuh.
Pada
tulang,
estrogen
juga
menstimulasi
osteoblas
sehingga
memicu
Definisi
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun
kedalam jalan lahir.
Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir.
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin
II.III
Fisiologi persalinan
Proses persalinan
dapat
terjadi
dengan
adanya
perubahan
hormone
estrogen, progesterone, prostaglandin, uterus yang menjadi besar dan meregang, tekanan
pada ganglion cervicale dan penurunan fungsi plasenta. Selain hal tersebut, persalinan
juga dipengaruhi oleh 3 faktor P, yaitu : Faktor faktor yang berperan dalam persalinan
a. Power
b. Passenger
c. Passage
II.V
Kala Persalinan
1. Kala I (pembukaan)
Dimulai dengan oncet persalinan dan berakhir dengan dilatasi lengkap serviks
(10cm). Kala I ini merupakan tahap yang paling lama, rata rata 8 12 jam untuk
primigravida atau 6 8 jam untuk multipara.
In partu (partus mulai) ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah
(bloody show), lendir ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks
mulai membuka atau mendatar, sedangkan darahnya berasah dari pembuluhpempuluh kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis itu pecah karena
2.
b.
1)
2)
Multigravida
Mendatar dan membuka bisa bersamaan
Berlangsung 6-7 jam
2. Kepala janin telah turun masuk rang panggul sehingga terjadilah tekanan pada
otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbukan rasa mengedan.
Karena tekanan pada rektum, ibu mrasa seperti mau BAB dengan tanda
lubang anus terbuka.
3. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam
vulva pada waktu his.
4. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi
diluar his, dan dengan his kekuatan mengedan maksimal kepala janin
dilahirkan dengan suboksiput dibawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu
melewati peritoneum
5. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan
anggota bayi. Kala II pada primigravida 1 - 2 jam pada multigravida - 1
jam
Primigravida
multigravida
Kala I
13 jam
7 jam
Kala II
1 jam
jam
Kala III
jam
jam
Lama
14 jam
7 jam
persalinan
II.VI
lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah (Mochtar M.ph,
1992).
II.IV Sebab-Sebab yang Menimbulkan Persalinan
Apa yang menyebabkan terjadinya persalinan belum diketahui benar yang ada
hanyalah merupakan teori-teori yang kompleks antara lain faktor-faktor humoral, struktur
rahim, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada syaraf dan nutrisi.
a. Teori penuruman hormon : 1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar hormon
estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos yang
menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun
b. Teori plasenta menjadi tua : menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang
menyebabkan kekejangan pembuluh darah hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
c. Teori distensi rahim : rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskhemia
otot-otot rahim, sehingga menganggu sirkulasi uteroplasenter.
d. Teori iritasi mekanik : dibelakang serviks terletak ganglion servikale, bila ganglion ini
digeser dan ditekan oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.
e. Induksi partus :dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan dalam
kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser, amniotomi pemecahan
ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus (Mochtar ,1992).
II.VII
Mekanisme Persalinan
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan segmen bawah rahim meluas untuk menerima
kepala janin, terutama pada primigravida dan juga pada multigravida pada saat-saat
partus mulai. Untunglah bahwa hampir 96% janin adalah letak kepala.
Pada letak belakang kepala (LBK) dijumpai pula:
a. Ubun-ubun kecil kiri depan 58%
b. Ubun-ubun kecil kanan depan 23%
c. Ubun-ubun kecil kanan belakang 11%
d. Ubun-ubun kecil kiri belakang 8%
Keadaan ini mungkin disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh
kolon sigmoid dan rektum.
Pada persalinan normal biasanya kepala bayi terlebih dahulu di bandungkan tangan, kaki,
atau bokong. Terdapat 2 teori yaitu :
a. Teori akomodasi: bentuk rahim memungkinkan bokong dan ekstremitas yang
volumenya besar berada di atas, dan kepala di bawah di ruangan yang lebih
sempit
b. Teori gravitasi: karena kepala ralatif besar dan berat maka akan trun ke bawah.
Karena his yang kuat, teratur, dan sering maka kepala janin turun memasuki pintu
atas panggul. Karena menyesuaikan diri dengan jalan lahir kepala bertambah
menekuk(fleksi maksimal)sehingga lingkar kepala yang memasuki panggul,
dengan ukuran yang terkecil:
Diameter suboccipito-bregmatika = 9,5 cm
Sirkumferensia suboccipito-bregmatika = 32 cm
Pada letak kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk
ke dalam rongga panggul. Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat
dalam keadaan:
a. sinklitismus ialah bila arah sumbu kepala janin tagak lurus dengan bidang pintu
atas panggul.
10
b. Asinklitismus anterior menurut Naegle ialah apabila arah sumbu kepala membuat
sudut lancip ke depan dengan bidang pintu atas panggul
c. Asinklitismus posterior menurut litsman adalah sebaliknya dari asinklitismus
anterior
Keadaan asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada mekanisme
turunnya kepala dengan asinklitismus posterior kerena ruangan pelvis di daerah
posterior lebih luas dibandingkan dengan ruangan pelvis di daerah anterior. Hal
asinklitismus penting, apabila daya akomodasi panggul agak terbatas
Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetrik dengan sumbu lebih
mendekati sumbu suoksiput, maka tahanan oleh jaringan dibawahnya terhadap
kepala akan turun, menyebabkan kepala akan fleksi di dalam rongga panggul.
11
Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang
paling kecil, yakni diameter suboksipito-bregmatikus (9,5 cm) dan dengan
sirkumferensia suboksipito-bregmatikus (32 cm).
Sampai di dasar panggul kepala janin berada dalam keadaan fleksi
maksimal. Kepala yang sedang turun menemui diagfragma pelvis yang berjalan
dari belakang atas ke bawah depan.
Akibat kombinasi elastisitas diagfragma pelvis dan tekanan intrauterin
disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi, disebut pula
putaran paksi dalam. Pada umumnya di dalam hal mengadakan rotasi ubun-ubun
kecil akan berputar ke arah depan, sehingga di dasar panggul ubun-ubun kecil
berada di bawah simfisis
Dala keadaan fisiologis sesudah kepala janin sapai di dasar panggul dan ubunubun kecil di bawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion,
kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan.
Pada tiap his vulva lebih membuka dan kepala janin makin nampak.
Perineum menjadi lebar dan tipis, anus membuka tampak dinding rektum. Dengan
kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-turut tampak bregma,
dahi, muka dan akhirnya dagu.
Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang disebut
putaran paksi luar .
Putaran paksi luar ini ialah gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam
terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak. Bahu
melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Didalam rongga panggul
bahu akan menyesuakan diri dengan bentk panggul yang dilaluinya, sehingga di
dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada dalam posisi
depan belakang.
Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu, baru kemudian
trokanter belakang. Kemudian bayi lahir seluruhnya.
12
13
14
15
normal, tentukan tindakan yang perlu dilakukan atau rujidc ibu ke sarana medis yang
memadai.
h. Kosongkan kandungan kemih dan rectum.
i. Pada kalima ini ibu tidak di perbolehkan mengejan.
Set partus steril yang harus disediakan adalah 2 pasang sarung tangan, 1 gunting
cpisiotomi, 1 gunting tali pusar, 2 klem tali pusar, 1 pemecah ketuban, 1 benang/pita tali
pusat, Ikainduk steril, dan kasa steril.
2. Memimpin persalinan kala II
a. Ibu dipimpin mengejan saat ibu terus-menerus ingin mengejan, perineum teregang,
aniis terbuka, dan tampak bagian mukosa anus, kepala bayi mulai crowning (kepala
bayi tampak di vulva dengan diameter 3-4 cm).
b. Lakukan episiotomy medialivs/mediolateralis bila diperlukan. Episiotomy dilakukan
pada primipara atau multi para bila dinding introitus vagina kakiij sebelumnya
lakukan anestesilkal infiltrasi di tempat episiotomy menggunakan lidokain 1% 3-4
ml. saat perineum sudah sangat tipis atau diameter pembukaan vulva 4-5 cm
bertepatan dengan his, lakukan episiotemi dengan cara jari II dan III tangan kiri
dirapatkan, dimasukkan antara kepala janin dan dinding vagina menghadap ke
penolong. Pagang gunting episiotomy dengan tangan kanan, niasukan secara terbuka
dengan perlindungan jari II dan III.
c. Saat his, ibu di minta menarik napas dalam dan menutup mulut rapat-rapat kemudian
mengejan pada perut dengan kekuatan penuh.
Lahirkan kepala bayi dengan cara menahan perineum. rneguriaSa^ibu jari dan jari IIVI tangan kanan yang ditutup kain duk steril/DTF dan menekan ke arah cranial.
Tangan kiri menahan defleksi maksimal kepala bayi dengan suboksiput sebagai
hipomoklion, berturut-turut akan lahir dahi, mata, hidung, mulut, dan dagu. Bersihkan
lendir di mulut dan hidung bayi. Biarkan kepala bayi mengadakan putaran pal.si luar.
1) Bila perlu, bantuan paksi luar. Hi la ada lilitan tali pusat pada leher bayi:
- Tali pusat kendor : longgarkan dan bebaskan tali pusat dengan bantuan jari
-
penolong.
Tali pusat ketat : jepit tali pusat dengan klem di dua tempat dan tali pusat
di potong di antara 2klem tersebut dengan gunting tali pusat.
16
2) Lahirkan bahu bayi dengan cara tetap memegang kepala bayi secara biparietal dan
menarik cunam ke belakang untuk melahirkan bahu depan dahulu, kemudian ke arah
dengan untuk melahirkan bahu belakang.
3) Lahirkan badan bayi dengan cara tetap memegag kepala bayi secara bi parietal,
melakukan tarikan searah lengkung pagggul sampai lahir seluruh badan bayi. Bila
terasa berat dapat di bantu dengan dorongan ringan pada fundus uteri oleh asisten
4)
5)
6)
7)
atau dengan cara mengait ketiak bayi dan menariknya secara perlahan.
Letakkan bayi pada kain duk steril di atas perut ibu
Lakukan resusitasi bayi baru lahir bila diperlukan dan tentukan nilai APGAR.
Sesegera mungkin lakukan pembersihan mulut/jalan napas.
Jepit tali pusat dengan klem kohler I berjarak 5 cm dari perut bayi, tali pusat
dikosongkan dari darah deigan diurut kea rah plasenta, kemudian dijepit dengan klem
kohler II, jarak 1-2 cm dari klem kohler I kea rah plasenta. Tali pusat digunting di
antara 2 klem kohler/ ikat tali pusat dengan benang 2 kali berlawanan arah. Tali pusat
dibalut dengan kasd steril yang dibasahi antiseptic ringan.
17
3. Perasat Klein, ibu di minta mengejan, tali pusat akan turun. Bila berhenti mengean,
tali pusat masuk lagi, berarti plasenta belumlepas dari dinding uterus.
Pentingnya mengetahui apakah plasenta telah lepas atau belum ialah untuk melahirkan
plasenta defigaa komplikasi sekecil-kecilnya. Bila plasenta dipaksa untuk dilahirkan saat
belum terlepas dari dinding uterus, retensio plasenta dapat terjadi.
4. Mempin persalinan kala IV
Sebelum meninggalkan wanita postpartum, harus diperhatikan beberapa hal yaitu
kontraksi uterus harus baik, tidak ada perdarahan dari vagina atau alat-alat genital
lainnya, plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap, kandung kemih harus
kosong, luka-lukaperineum terawatt dengan baik dan tidak ada hematoma, bayi dan ibu
dalam keadan baik. Keadaan ini harus sudah dicapai dalam waktu 1 jam setelah plasenta
II.IX
lahir lengkap.
Persalinan secara biokimia
1. Pelepasan Hormon Kortikotropin dan Waktu Persalinan
Kehamilan manusia berlangsung sekitar 38 minggu setelah konsepsi. Hal ini tidak
banyak berbeda di antara sekian banyak etnis yang ada. Waktu kelahiran pada tikus
sangat berkaitan dengan kematangan paru-paru janin. Sementara itu pada manusia justru
waktu kelahiran sangat berkaitan dengan perkembangan plasenta khususnya adanya
pelepasan gen hormon kortikotropin oleh plasenta.
2. Corticotrophin Releasing Hormon (CRH) Maternal
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara tingkat
CRH dalam plasma ibu yang berasal dari plasenta dengan waktu kelahiran. Kadar CRH
plasma maternal akan ikut meningkat seiring dengan berkembangnya kehamilan dan akan
mencapai kadar puncak pada saat melahirkan. Pada perempuan yang melahirkan sebelum
waktunya (prematur), jumlah peningkatannya sangat cepat, sementara pada perempuan
yang waktu kelahirannya sesuai dengan waktu yang diharapkan, jumlah peningkatannya
sangat lambat. Penemuan ini sekaligus menyimpulkan bahwa jam plasenta akan sangat
menentukan waktu kelahiran pada seorang ibu hamil.
Produksi CRH oleh plasenta hanya dialami oleh golongan primate. Pada monyet
misalnya terjadi puncak midgestasi pada produksi CRH plasenta, namun hanya pada
monyet yang jenisnya besar dimana peningkatan jumlahnya serupa dengan yang terjadi
18
pada manusia. Baik manusia maupun jenis monyet besar sama-sama memproduksi
protein yang mengikat CRH (CRH binding-protein). Pada akhir kehamilan, terjadi
penurunan kadar CRH-BP seiring dengan meningkatnya bioavailibitas CRH. Hormon
glukokortikoid ternyata dapat merangsang pelepasan gen CRH dan kemudian
diproduksinya CRH oleh plasenta. Sebaliknya CRH yang dihasilkan plasenta tersebut
kemudian akan merangsang kelenjar hipofisis untuk memproduksi dan mensekresikan
hormon kortikotropin yang pada akhirnya dapat merangsang korteks adrenal di ginjal
melepaskan hormon kortisol.
Pengaturan seperti ini memungkinkan terjadinya sistem feed-forward yang telah
ditunjukkan oleh model matematis untuk dapat menyerupai perubahan yang terjadi dalam
kehamilan manusia. Produksi CRH plasenta juga ternyata dapat dimodifikasi oleh
estrogen, progesteron, dan nitroksida yang menjadi penghambat dan juga oleh
serangkaian neuropeptida yang bersifat merangsang. Pada perempuan, meningkatnya
kadar CRH plasenta dalam plasma maternal sebagai fungsi eksponensial merupakan ciri
dari kehamilan secara spesifik. Perubahan kecil dalam fungsi eksponensial tersebut dapat
menyebabkan perbedaan produksi CRH pada setiap perempuan yang sedang hamil tua.
Namun demikian tidak setiap kasus persalinan prematur selalu berhubungan dengan
perubahan pada produksi CRH plasenta, misalnya karena sebab lain seperti infeksi
intrauterin.
Rendahnya kadar CRH dalam plasma ibu tidak akan mempengaruhi terjadinya
persalinan prematur. Kadar CRH dianggap kurang akurat untuk dapat memprediksikan
terjadinya persalinan prematur, walaupun bila pada perempuan tersebut terjadi
peningkatan kadar CRH, ia akan berisiko mengalami persalinan prematur. Dengan
demikian adanya keragaman pada ibu hamil menyebabkan kenaikan CRH dapat dianggap
menjadi prediktor yang akurat untuk memperkirakan terjadinya persalinan sehingga
keberadaannya merupakan variabel penting. Dalam mengukur kadar CRH, kita harus
menyesuaikan atau mencocokkannya dengan ras atau kelompok etnik tertentu.
Perempuan keturunan Afrika-Amerika memiliki kadar CRH dalam plasma ibu yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan ras atau kelompok etnis lainnya, sekalipun pada mereka
konsentrasi CRH akan berkaitan dengan perkiraan waktu kelahiran.
a. Reseptor CRH
19
Sebagian besar CRH disekresikan dari plasenta ke darah ibu, namun juga ia akan
masuk ke dalam sirkulasi janin. Secara khusus CRH akan berikatan dengan reseptor CRH
Tipe 1, yaitu suatu anggota ketujuh dari trasmembran protein G sehingga menjadi satu
ikatan hormon-reseptor. Pada ibu, reseptor CRH terdapat dalam kelenjar hipofisis,
miometrium, dan mungkin dalam kelenjar adrenal. Sedangkan pada janin, reseptor CRH
terdapat pada kelenjar hipofisis, kelenjar adrenal, dan mungkin dalam paru-paru.
Meningkatnya CRH akan dapat memperbanyak tempatnya dalam tubuh ibu dan janin.
Kondisi tersebut berkaitan juga dengan terjadinya proses persalinan.
Meningkatnya kadar CRH plasenta akan menyebabkan peningkatan kadar hormon
kortisol dan kortikotropin seiring dengan pertambahan usia kehamilan, sekalipun efeknya
dapat dihambat oleh adanya ikatan protein dan desensitisasi reseptor CRH oleh adanya
pelepasan CRH yang terus-menerus. Meningkatnya CRH dan kortikotropin akan ikut
meningkatkan produksi kortisol dan dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) oleh kelenjar
adrenal ibu; dan peningkatan kortisol ini akan menstimulai pelepasan CRH plasenta dan
DHEAS akan memberikan asupan untuk sintesis estrogen plasenta.
Terdapat beberapa bentuk reseptor CRH dalam miometrium. Ikatan ligand pada
sebagian bentuk umum, CRHR 1, akan menyebabkan disosiasi pada subunit pada
protein G, yang akan merelay sinyal dari reseptor CRH ke efektor intraseluler. Sinyal ini
akan terhimpun dalam sel miometrium. Pada saatnya, reseptor CRH akan berubah ke
bentuk yang kurang efisien dalam mengaktivasi jalur relaksasi di miometrium. Bahkan
reseptor ini akan mengaktifkan jalur Gq yang terhubung dengan pengaktivasian protein
kinase dan jalur kontraktil. CRH berpotensi menimbulkan efek kontraktil pada beberapa
uterotonin, seperti oksitosin dan prostaglandin F2 yang menyebabkan timbulnya
kontraksi uterus (his), akan tetapi untuk membuktikan hal tersebut masih ada kesulitan.
20
produksi kortikotropin dan akibatnya terjadi sintesis kelenjar kortisol oleh kelenjar
adrenal janin dan peningkatan kematangan paru-paru janin. Sebaliknya meningkatnya
konsentrasi kortisol dalam janin dapat meningkatkan produksi CRH plasenta.
Pematangan paru-paru janin adalah akibat peningkatan kortisol yang dikaitan dengan
meningkatnya produksi protein A surfaktan dan fosfolipid, dimana keduanya melakukan
tindakan proinflamatori dan dapat menstimulasi miometrium secara kontraktil melalui
peningkatan produksi prostaglandin oleh membran janin (amnion) dan miometrium itu
sendiri. Pada baboon, CRH akan secara langsung merangsang perkembangan paru-paru
janin dan akan sangat berpengaruh pada pelepasan sintesis surfaktan fosfolipid. Namun
hingga saat ini belum diketahui apakah hal ini juga terjadi pada manusia.
Perangsangan CRH pada sel adrenal janin yang kekurangan dehidrogenase
hidroksisteroid 3 akan menyebabkan terbentuknya DHEA plasenta, estrogen, dan
hormon penting lainnya dalam kehamilan. Daerah janin pada kelenjar adrenal akan
berubah secara cepat setelah plasenta keluar (persalinan). Hal ini mengindikasikan bahwa
faktor plasenta seperti CRH ikut memelihara daerah janin tersebut. Dengan demikian
CRH juga mungkin dapat menstimulasi steroidogenesis adrenal dengan memberikan
asupan agar plasenta dapat memproduksi estrogen yang mempengaruhi proses persalinan
dengan cara menimbulkan kontraksi.
Singkatnya tampak bahwa sistem umpan balik yang positif antara ibu dan janin
akan dapat memicu peningkatan produksi CRH seiring dengan semakin bertambahnya
usia kehamilan. Sebaliknya, meningkatnya produksi CRH plasenta juga akan
menyebabkan perubahan pada kadar kortisol janin, semakin matangnya paru-paru janin,
meningkatnya sintesis prostaglandin, fosfolipid, dan ekspresi reseptor miometrium yang
terkombinasi melalui suatu jalur aktivasi independen dengan proses persalinan. Jalurjalur inilah yang pada akhirnya akan merangsang proses kelahiran dan menyebabkan
mekanisme persalinan.
21
3. Aktivasi Miometrium
Salah satu peristiwa penting dalam persalinan adalah lepasnya sekelompok
protein yang bernama protein kontraksi. Protein ini bekerja dalam uterus yang merupakan
22
tempat paling relaks pada sebagian besar masa kehamilan, untuk menimbulkan irama
kontraksi yang kuat yang dapat memaksa janin keluar melalui serviks. Ada 3 tipe protein
kontraksi dalam uterus, yaitu:
1. Protein yang dapat meningkatkan interaksi antara protein aktin dan myosin,
yang dapat menyebabkan kontraksi otot;
2. Protein yang dapat meningkatkan kemampuan sel miometrium individual; dan
3. Protein yang dapat meningkatkan konektivitas intraseluler yang dapat
memungkinkan adanya perkembangan kontraksi secara sinkron.
4. Protein yang Dapat Meningkatkan Kontraktilitas
Interaksi yang terjadi antara aktin dan myosin akan dapat menentukan kontraksilitas
miosit (sel-sel otot miometrium). Agar interaksi ini dapat terjadi, aktin harus diubah
dari bentuk globular menjadi bentuk filamentosa. Aktin juga harus terhubung dengan
sitoskeleton di titik fokus yang ada dalam membran sel yang dapat memungkinkan
terjadinya perkembangan tekanan. Titik fokus ini menghubungkan sel ke matriks sel
di sekitarnya.
Partner aktin yakni myosin baru akan teraktivasi saat ia terfosforilasi oleh rantai
terang kinase myosin. Kalmodulin dan peningkatan kalsium intraseluler akan
mengaktifkan enzim ini. Fosforilasi rantai terang myosin dapat juga ditingkatkan
dengan memblok aksi fosfatase. Setelah miosit terdepolarisasi, sebuah gelombang
kalsium ekstraseluler yang datang melalui saluran kalsium (Ca-channel) dan lepasnya
kalsium dari tempat penyimpanan intraseluler akan menghasilkan peningkatan
kalsium intraseluler, yaitu melalui adanya peningkatan interaksi antara myosin dan
aktin. Kondisi ini akan mengakibatkan timbulnya kontraksi.
Protein yang Dapat Meningkatkan Eksitabilitas Miosit
Miosit berfungsi untuk memelihara gradient elektrokimia yang ada pada membran
plasma dengan negatif interior hingga eksterior melalui aksi natrium-kalium.
Komponen yang terlibat dalam proses ini adalah saluran kalium dimana kalsium dan
aliran listrik serta kalium akan meningkatkan perbedaan pada membran sel dan
membuatnya terdepolarisasi. Pada saat persalinan, terjadinya perubahan pada
distribusi dan fungsi saluran ini akan menurunkan intensitas rangsangan yang
diperlukan agar dapat mendepolarisasi miosit dan untuk memproduksi arus kalsium
yang dapat menghasilkan kontraksi. Reseptor simpatomimetik 2 dan 3 yang dapat
23
meningkatkan terbukanya saluran kalium akan dapat mengurangi eksitabilitas sel, dan
juga akan mengalami penurunan jumlah pada saat kelahiran dan persalinan.
Protein yang Dapat Meningkatkan Konektivitas Interseluler
Aspek penting pada aktifitas miometrium pada saat persalinan adalah
perkembangan sinkronisasi. Aktivitas yang sinkron pada sel miometrial akan
mengakibatkan adanya kontraksi yang kuat sehingga ibu dapat mengeluarkan janin.
Yang sama pentingnya adalah periode relaksasi yang dapat memungkinkan darah
untuk mengalir ke dalam janin (selama kontraksi, aliran darah ke janin mengalami
penurunan, dan selama relaksasi mengalami peningkatan). Uterus akan kekurangan
hal yang dapat mengatur kontraksi, walaupun sel ada yang serupa dengan itu. Namun
demikian, sering dengan berlangsungnya proses kelahiran, terdapat peningkatan
sinkronisasi pada aktivitas elektrik
24
terdapat
dalam
cairan
amnion
dapat
merangsang
terjadinya
25
26
Membran amnion merupakan selaput tipis yang kontak secara langsung dengan
cairan amnion yang ada di dalamnya. Produksi protein surfaktan, fosfolipid, dan sitokinsitokin inflamatori dalam ciaran amnion dapat meningkatkan aktifitas enzim
siklooksigenase-2 dan produksi prostaglandin E2 dalam cairan amnion. Pada waktu yang
bersamaan, kadar kortisol dan CRH, keduanya dapat merangsang produksi enzim
siklooksigenase-2 dalam cairan amnion. Aksi dari kedua hormon ini dapat meningkatkan
kadar hormon prostaglandin E2 dan mediator-mediator inflamasi lainnya dalam cairan
amnion.
Korion yang mengelilingi amnion juga memproduksi enzim prostaglandin
dehidrogenase (PGDH), suatu zat yang sangat memiliki potensi untuk menghambat
prostaglandin (prostaglandin inactivator). Pada kasus kehamilan serotinus, aktivitas
PGDH korionik menurun dan mempengaruhi desidua yang mengelilinginya, serviks
uteri, dan miometrium melalui aksi-aksi proinflamatori prostaglandin E2. Prostaglandin
ini kemudian mendorong pelepasan enzim-enzim metalloprotease yang dapat
melemahkan membran plasenta dan dapat mempermudah terjadi robekan (ruptur) pada
membran plasenta. CRH juga merangsang sekresi matriks membran metalloprotease-9.
27
kapan saja. Suatu ciri khas dalam kehamilan manusia adalah kadar progesteron darah
tidak menurun sampai dengan awal mula terjadinya persalinan. Suatu penelitian untuk
mengetahui mekanisme ini kini dapat menghitung penurunan progesteron fungsional
yang dapat diidentifikasi melalui beberapa bentuk dari reseptor progesteron. Varianvarian tersebut berasal dari transkripsi gen tunggal reseptor progesteron pada sisi awal
alternatif. Reseptor progesteron B, yang paling sering ditranskrip, disinyalir
menghasilkan berbagai aksi progesteron, yang merupakan transkrip lebih pendek,
termasuk reseptor progesteron A dan C. Varian reseptor-reseptor tersebut kekurangan
daerah yang mengaktivasi N-terminal dan dalam beberapa hal mereka berfungsi sebagai
penekan (repressor) dominan bagi fungsi reseptor progesteron B.
Saat dimulainya persalinan, proporsi reseptor progesteron A, B, dan C berubah
dalam suatu alur yang dapat mendorong terjadinya mekanisme penurunan progesteron
secara tiba-tiba (progesterone withdrawal). Dalam hal ini, fungsi reseptor progesteron
membutuhkan koaktivator spesifik, termasuk koaktivator reseptor progesteron yaitu
protein yang mengikat elemen c-AMP-response dan koaktivator 2 dan 3 reseptor steroid
yang menurun pada awal persalinan. Progesteron kemudian mengalami metabolisme dan
diubah menjadi produk-produk dengan pengaruh biologis yang berbeda-beda. Sebagai
contoh misalnya pada saat persalinan, hormon steroid yang sangat potensial
menimbulkan relaksasi yaitu 5-dehidroprogesteron kadarnya menurun, sebagaimana
halnya dengan penurunan ekspresi dan aktivitas 5-steroid reduktase. Faktor transkripsi
nucleus juga merupakan zat yang berperan penting dalam penghambatan aksi
progesteron pada level reseptor.
E. Inflamasi dan Awal Mula Terjadinya Persalinan
Pada rhesus monyet dan baboon, proses persalinan memakan waktu beberapa
hari. Kontraksi uterus yang sinkron/teratur hampir terjadi pada setiap malam dan hilang
saat siang tiba, sampai terjadinya kelahiran. Manusia juga memiliki potensi yang sama
dalam hal timbul dan berhentinya kontraksi uterus, yang berdampak pada timbulnya
suatu derajat reversibilitas (berulang-ulangnya) dari proses tersebut, terutama pada tahaptahap awal persalinan. Jaringan dari miometrium manusia yang diambil saat operasi
caesar sebelum terjadinya awal persalinan dan disimpan dalam organ tertentu
menunjukkan kontraksi yang sinkron dan teratur. Secara faktual, mekanisme kontraktil
ini memang terjadi dan dapat timbul sebelum aktivasi fisiologis saat persalinan. Suatu
28
penelitian yang membandingkan sampel jaringan miometrium yang diambil dari wanitawanita yang dioperasi sesar dengan sampel jaringan miometrium yang diambil dari
wanita-wanita sebelum dimulainya persalinan telah membuktikan bahwa pada kedua
sampel tersebut, ada beberapa gen yang mengkode terjadinya inflamasi/peradangan
melalui mediator kimiawi interleukin-8 dan enzim superoksid dismutase yang
meningkat secara teratur.
Pengaruh stress yang dapat menyebabkan peningkatan hormon kortisol maternal
atau kompartemen-kompartemen fetal lainnya jelas dapat meningkatkan kadar CRH
plasenta. Terjadinya infeksi dapat mengaktivasi proses inflamasi dan dapat merangsang
sintesis prostaglandin dalam membran amnion fetus. Abrupsio plasenta juga dapat
mempengaruhi miometrium secara langsung melalui pelepasan trombin, yang merupakan
perangsang potensial terjadinya kontraksi miometrium. Dan dalam kasus kehamilan
multipel dan polihidramnion, peningkatan regangan uterus dapat merangsang
kontraktilitas miometrium.
Jalan untuk lahirnya suatu pemahaman tentang komprehensif tentang kelahiran
manusia masih panjang dan penuh tantangan. Tujuannya adalah untuk memprediksi
kehamilan seperti apa yang membawa risiko tinggi terjadinya persalinan prematur dan
untuk memberikan intervensi dengan ukuran-ukuran yang memadai. Manfaatnya pasti
akan sangat besar jika kita dapat berupaya menurunkan atau mengurangi insidensi
cerebral palsy dan gangguan-gangguan kognitif yang berkaitan erat dengan kelahiran
prematur
DAFTAR PUSTAKA
LEVENO, KJ. 2009. OBSTETRI WILLIAMS.EDISI 21. EGC. JAKARTA HAL 141 159.
GANT, NORMAN F. 2010. DASAR GINEKOLOGI &BOBSTETRI. EGC. JAKARTA HAL
346 352