Anda di halaman 1dari 28

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.I Hormon hormon reproduksi
a. GnRH (Gonadotrophin Releasing Hormon)
Diproduksi di hipotalamus, kemudian dilepaskan, berfungsi menstimulasi
hipofisis anterior untuk memproduksi dan melepaskan hormon hormon
gonadotropin (FSH /LH)
b. FSH (follicle stimulating hormon)
Berfungsi memicu perkembangan folikel (sel sel teka dan sel sel gramlosa). Di
produksi di sel sel basal hipofisis anterior, sebagai respons terhadap GnRH.
Berfungsi memicu pertumbuhan dan pematangan folikel dan sel sel granulose di
ovarium waanita (pada pria : memicu pematangan sperma di testis). Pelepasan
periodik / pulsatif, waktu paruh eliminasinya pendek sekitar 3 jam sering tidak di
temukan dalam darah. Sekresinya dihambat oleh enzim inhibisi dari sel sel
granulose ovarium, melalui mekanisme feedback negative.
c. LH (luteinzing hormon) / ICHS (interstitial Cell Stimulating)
Diproduksi di sel sel kromofob hipofisis anterior. Bersamaan FSH,LH dan juga
nencetuskan terjadinya ovulasi di pertengahan fungsi korpus luteal siklus, LH
meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum pascavulasi dalam
menghasilkan progresteron pelepasannya juga periodic / pulsatif kadarnya dalam
darah bervariasi setiap fase siklus, waktu paruh eliminasinya pendek sekitar 1
jam, kerjanya sangat cepat dan singkat.
d. Estrogen
Estrogen alami diproduksi terutama oleh sel sel teka interna folikel di ovarium
secara primer dan dalam jumlah lebih sedikit juga diproduksi di kelenjar adrenal
melalui konversi hormone androgen. Pada pria, di produksi juga sebagian di
testis. Selama kehamilan, diproduksi juga oleh plasenta. Berfungsi stimulasi
pertumbuhan dan perkembangan (proliferasi) pada berbagai organ reproduksi
wanita. Pada uterus : menyebabkan proliferasi endometrium.
Pada servik : menyebabkan perlunakan serviks dan pengentalan lender serviks.
Pada vagina : menyebabkan proliferasi epitel vagina.
Pada payudara : menstimulasi pertumbuhan payudara. Juga mengatur distribusi
lemak tubuh.

Pada

tulang,

estrogen

juga

menstimulasi

osteoblas

sehingga

memicu

pertumbuhan/ regenerasi tulang. Pada wanita pascamenopause, untuk mencegah


tulang keropos/osteoporosis, dapat di berikan terapi hormone esterogen (sintetik)
pengganti.
e. Progresteron
Progresteron (alami) diproduksi terutama di korpus luteum di ovarium, sebagian
di produksi di kelenjar adrenalin, dan pada kehamilan juga diproduksi di plasenta.
Progesterone menyebabkan terjadinya proses perubahan sekretorik (fase sekresi)
pada keadaan yang optimal jika terjadi implantasi.
f. HCG (Human Chorionic Gonadotropin)
Mulai diproduksi sejak usia kehamilan 3-4 minggu oleh jaringan trofoblas
(plasenta). Kadarnya makin meningkat sampai dengan kehamilan 10-12 minggu
(sampai sekitar 100.000 mU/ml), kemudian turun pada trimester kedua (sekitar
1000 mU/ml), kemudian naik kembali sampai akhir trimester ketiga (sekitar
10.000 mU/Ml). berfungsi meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus
luteum dan produksi hormon-hormon steroid terutama pada masa-masa kehamilan
awal. Mungkin juga memiliki fungsi imunologik. Deteksi HCG pada darah atau
urine dapat dijadikan sebagai tanda kemungkinan adanya kehamilan (tes Galli
Mainimi, tes Pack, dsb).
g. LTH (Lactotrophic Hormon) / prolactin
Diproduksi di hipofisis anterior, memiliki aktifitas memicu/ meningkatkan
produksi dan sekresi air susu oleh kelenjar payudara. Di ovarium, prolaktin ikut
mempengaruhi pematangan sel telur dan mempengaruhi fungsi korpus luteum.
Pada kehamilan, prolaktin juga di produksi oleh plasenta (HPL/ Human Plasenta
Lactogen). Fungsi flaktogenik/ laktotropik prolaktin tampak terutama pada masa
laktasi/pascapersalinan. Prolaktin juga memiliki efek inhibisi terhadap GnRH
hipotalanus, sehingga jika keadaannya berlebihan (hiperprolaktinemia) dapat
terjadi gangguan pematangan folikel, gangguan ovulasi dan gangguan haid berupa
amenomhea.
II.II

Definisi
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun
kedalam jalan lahir.
Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir.

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin
II.III

Fisiologi persalinan
Proses persalinan

dapat

terjadi

dengan

adanya

perubahan

hormone

estrogen, progesterone, prostaglandin, uterus yang menjadi besar dan meregang, tekanan
pada ganglion cervicale dan penurunan fungsi plasenta. Selain hal tersebut, persalinan
juga dipengaruhi oleh 3 faktor P, yaitu : Faktor faktor yang berperan dalam persalinan
a. Power
b. Passenger
c. Passage
II.V

Kala Persalinan
1. Kala I (pembukaan)
Dimulai dengan oncet persalinan dan berakhir dengan dilatasi lengkap serviks
(10cm). Kala I ini merupakan tahap yang paling lama, rata rata 8 12 jam untuk
primigravida atau 6 8 jam untuk multipara.
In partu (partus mulai) ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah
(bloody show), lendir ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks
mulai membuka atau mendatar, sedangkan darahnya berasah dari pembuluhpempuluh kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis itu pecah karena

pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka.


Kala pembukaan dibagi menjadi 2 fase yaitu:
1. Fase laten dimana pembukaan serviks berlangsung lambat sampai pembukaan 3 cm
berlangsung dalam 7-8 jam
2. Fase aktif, berlangsung selama 6 jam fase ini dibagi menjadi 3 subfase:
a. Periode akselerasi berlangsung 2 jam pembukaan menjadi 4 cm
b. Periode dilatasi maksimal maksimal selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat
menjadi 9 cm
c. Periode deselerasi berlangsung lambat dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi 10
cm atau lengkap
Fase-fase yang dikemukakan diatas dijumpai pada primigravida bedanya dengan
multigravida adalah:
a.
Primigravida
1. Serviks mendatar (effacement) dulu baru dilatasi

2.

b.
1)
2)

Berlangsung 13-14 jam

Multigravida
Mendatar dan membuka bisa bersamaan
Berlangsung 6-7 jam

2. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)


Dimulai ketika serviks sudah berdilatasi penuh dan berakhir dengan kelahiran
lengkap bayi. Normalnya kala 2 berlangsung <30 menit.
1. His terkoordinir, kuat, cepat, dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali.

2. Kepala janin telah turun masuk rang panggul sehingga terjadilah tekanan pada
otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbukan rasa mengedan.
Karena tekanan pada rektum, ibu mrasa seperti mau BAB dengan tanda
lubang anus terbuka.
3. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam
vulva pada waktu his.
4. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi
diluar his, dan dengan his kekuatan mengedan maksimal kepala janin
dilahirkan dengan suboksiput dibawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu
melewati peritoneum
5. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan
anggota bayi. Kala II pada primigravida 1 - 2 jam pada multigravida - 1
jam

3. `Kala III atau kala plasenta


Periode sejak lahirnya bayi hingga 1 jam setelah lahirnya plasenta. Cepatnya
pelepasan dan metode pengeluaran placenta menentukan lama kala 3.
4. Kala IV
kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk mengeamati
keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum.

lamanya persalinan pada primigravida dan multigravida adalah:

Primigravida

multigravida

Kala I

13 jam

7 jam

Kala II

1 jam

jam

Kala III

jam

jam

Lama

14 jam

7 jam

persalinan

II.VI

Tanda tanda mulainya persalinan


Tanda - tanda mulainya persalinan adalah Lightening yaitu terbenamnya kepala
janin kedalam rongga panggul karena berkurangnya tempat didalam uterus dan sedikit
melebatnya simfisis. Sering buang air kecil yang disebabkan oleh tekanan kepala janin
pada kendung kemih. Kontraksi Brakton-Hicks pada saat uterus yang teregang dan
mudah dirangsang yang dapat menimbulkan distenfensi dinding abdomen sehingga
dinding abdomen menjadi lebih tipis dan kulit menjadi lebih peka terhadap rangsangan
(Forrer, 2001).
Tanda-tanda permulaan persalinan adalah Lightening atau settling atau dropping
yang merupakan kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida.
Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun. Perasaan sering-sering atau susah buang
air kecil karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin. Perasaan sakit
diperut dan dipinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah diuterus. Servik menjadi

lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah (Mochtar M.ph,
1992).
II.IV Sebab-Sebab yang Menimbulkan Persalinan
Apa yang menyebabkan terjadinya persalinan belum diketahui benar yang ada
hanyalah merupakan teori-teori yang kompleks antara lain faktor-faktor humoral, struktur
rahim, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada syaraf dan nutrisi.
a. Teori penuruman hormon : 1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar hormon
estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos yang
menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun
b. Teori plasenta menjadi tua : menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang
menyebabkan kekejangan pembuluh darah hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
c. Teori distensi rahim : rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskhemia
otot-otot rahim, sehingga menganggu sirkulasi uteroplasenter.
d. Teori iritasi mekanik : dibelakang serviks terletak ganglion servikale, bila ganglion ini
digeser dan ditekan oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.
e. Induksi partus :dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan dalam
kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser, amniotomi pemecahan
ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus (Mochtar ,1992).

II.VII

Mekanisme Persalinan
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan segmen bawah rahim meluas untuk menerima
kepala janin, terutama pada primigravida dan juga pada multigravida pada saat-saat
partus mulai. Untunglah bahwa hampir 96% janin adalah letak kepala.
Pada letak belakang kepala (LBK) dijumpai pula:
a. Ubun-ubun kecil kiri depan 58%
b. Ubun-ubun kecil kanan depan 23%
c. Ubun-ubun kecil kanan belakang 11%
d. Ubun-ubun kecil kiri belakang 8%
Keadaan ini mungkin disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh
kolon sigmoid dan rektum.

Pada persalinan normal biasanya kepala bayi terlebih dahulu di bandungkan tangan, kaki,
atau bokong. Terdapat 2 teori yaitu :
a. Teori akomodasi: bentuk rahim memungkinkan bokong dan ekstremitas yang
volumenya besar berada di atas, dan kepala di bawah di ruangan yang lebih
sempit
b. Teori gravitasi: karena kepala ralatif besar dan berat maka akan trun ke bawah.
Karena his yang kuat, teratur, dan sering maka kepala janin turun memasuki pintu
atas panggul. Karena menyesuaikan diri dengan jalan lahir kepala bertambah
menekuk(fleksi maksimal)sehingga lingkar kepala yang memasuki panggul,
dengan ukuran yang terkecil:
Diameter suboccipito-bregmatika = 9,5 cm
Sirkumferensia suboccipito-bregmatika = 32 cm
Pada letak kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk
ke dalam rongga panggul. Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat
dalam keadaan:
a. sinklitismus ialah bila arah sumbu kepala janin tagak lurus dengan bidang pintu
atas panggul.

10

b. Asinklitismus anterior menurut Naegle ialah apabila arah sumbu kepala membuat
sudut lancip ke depan dengan bidang pintu atas panggul
c. Asinklitismus posterior menurut litsman adalah sebaliknya dari asinklitismus
anterior
Keadaan asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada mekanisme
turunnya kepala dengan asinklitismus posterior kerena ruangan pelvis di daerah
posterior lebih luas dibandingkan dengan ruangan pelvis di daerah anterior. Hal
asinklitismus penting, apabila daya akomodasi panggul agak terbatas

Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetrik dengan sumbu lebih
mendekati sumbu suoksiput, maka tahanan oleh jaringan dibawahnya terhadap
kepala akan turun, menyebabkan kepala akan fleksi di dalam rongga panggul.

11

Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang
paling kecil, yakni diameter suboksipito-bregmatikus (9,5 cm) dan dengan
sirkumferensia suboksipito-bregmatikus (32 cm).
Sampai di dasar panggul kepala janin berada dalam keadaan fleksi
maksimal. Kepala yang sedang turun menemui diagfragma pelvis yang berjalan
dari belakang atas ke bawah depan.
Akibat kombinasi elastisitas diagfragma pelvis dan tekanan intrauterin
disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi, disebut pula
putaran paksi dalam. Pada umumnya di dalam hal mengadakan rotasi ubun-ubun
kecil akan berputar ke arah depan, sehingga di dasar panggul ubun-ubun kecil
berada di bawah simfisis
Dala keadaan fisiologis sesudah kepala janin sapai di dasar panggul dan ubunubun kecil di bawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion,
kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan.
Pada tiap his vulva lebih membuka dan kepala janin makin nampak.
Perineum menjadi lebar dan tipis, anus membuka tampak dinding rektum. Dengan
kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-turut tampak bregma,
dahi, muka dan akhirnya dagu.
Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang disebut
putaran paksi luar .
Putaran paksi luar ini ialah gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam
terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak. Bahu
melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Didalam rongga panggul
bahu akan menyesuakan diri dengan bentk panggul yang dilaluinya, sehingga di
dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada dalam posisi
depan belakang.
Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu, baru kemudian
trokanter belakang. Kemudian bayi lahir seluruhnya.

12

13

II.VIII Pertolongan persalinan


Seorang ibu di katakana dalam persalinan (in partum) bila telah timbul His yaitu
kontraksi yang teratur, makin sering, makin lama, dan makin kuat serta mengeluarkan
lendir bercampur) darah (bloody show). Bila ketuban telah pecah, ibu harus berbaring.
Ibu yang merasakan dirinya dalam persalinan harus diperiksa secara cermat untuk
mengetahui bahwa ia memang benar dalam persalinan dan dinilai adanya kelainan
(misalnya disproporsi sefalopelvik, gangguan his). Beberapa prosedur yang harus
dilakukan:
a. Gali riwayat kesehatan saat pemeriksaan terakhir.
b. Catat tanda vital, keadaan umum, dan segala kelainan fisik yang ditemukan pada
pasien
c. Lakukan pemeriksaan fisik secara keseluruhan.

14

d. Bila terdapat fasilitas, periksa protein dan glukosa urin.


e. Periksa abdomen, inspeksi adanya jaringan parut atau bekas trauma lama. Palpasi
titer dengan cara Leopold untuk menentukan presentasi janin, turunnya bagian
terbawah janin, dan posisi janin. Hitung frekuensi detak jantung janin (misalnya
dengan laenee atau Doppler).
f. Perhatikan frekuensi, keteraturan, kekuatan, dan lama kontraksi uterus.
g. Jika ada pendarahan dari Vagina atau keluarnya air ketuban, catat sifat dan
jumlahnya.
h. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai pembukaan dan penipisan seviks,
posisi bagian bawah janin.
Penatalaksanaan selanjutnya tergantung proses persalinan yang terjadi.
1. Memimpin persalinan kala 1
a. Menilai kondisi ibu
1. Nilai keadaan umum dan kesaaran ibu
2. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan.
3. Lakukan pemeriksaan tubuh secara sistematis dan perorgan.
b. Melakukan pemeriksaan luar
1. Lakukan pemeriksaan Leopold I-IV
2. Lakukan pemeriksaan bunyi jantung janin.
3. Tentukan kondisi janin: janin di dalam atau diluar rahim, jumlah janin, letak janin,
presentasi janin, menilai turunnya kepala janin, menaksir berat janin.
4. Tentukan his: lama kontraksi (detik), simetri, dominasi fundus, relaksasi optimal,
interval (menit), dan intenssitas kontraksi.
c. Melakukan pemeriksaan dalam
1. Lakukan pemeriksaan vulva/vagina.
2. Lakukan pemeriksaan colok vagina.
3. Nilai kondisi janin (presentasi, turunnya ppresentasi sesuai bidang Hexigen,
posisi, molase, kaput suksadeneum, bagian kecil disamping preseentasi, dan
anomaly congenital)
4. Nilai kondisi pangggul dalam (promontorium, konjugata diagonalis, konjugata
vera, linea inominata, tulang sakrum, dinding samping, spina iskiadika, arkus
d.
e.
f.
g.

pubis, koksigis, panggul patologi, kesimpulan panggul dalam).


Nilai adanya tumor jalan lahir
Tentukan imbang fotopelvik
Tetapkan diagnosis in partu dan rencana persalinan.
Pantau kemajuan persalinan, kondisi ibu dan janin sesuai petunjuk partograf. Hasil
pemeriksaan dimasukkan ke lembar padgraf. Bila kemajuan persalinan nomial,
lanjutkan. Pemantauan hingga tercapai kala IL.nilai kemajuan persalinan tidak

15

normal, tentukan tindakan yang perlu dilakukan atau rujidc ibu ke sarana medis yang
memadai.
h. Kosongkan kandungan kemih dan rectum.
i. Pada kalima ini ibu tidak di perbolehkan mengejan.
Set partus steril yang harus disediakan adalah 2 pasang sarung tangan, 1 gunting
cpisiotomi, 1 gunting tali pusar, 2 klem tali pusar, 1 pemecah ketuban, 1 benang/pita tali
pusat, Ikainduk steril, dan kasa steril.
2. Memimpin persalinan kala II
a. Ibu dipimpin mengejan saat ibu terus-menerus ingin mengejan, perineum teregang,
aniis terbuka, dan tampak bagian mukosa anus, kepala bayi mulai crowning (kepala
bayi tampak di vulva dengan diameter 3-4 cm).
b. Lakukan episiotomy medialivs/mediolateralis bila diperlukan. Episiotomy dilakukan
pada primipara atau multi para bila dinding introitus vagina kakiij sebelumnya
lakukan anestesilkal infiltrasi di tempat episiotomy menggunakan lidokain 1% 3-4
ml. saat perineum sudah sangat tipis atau diameter pembukaan vulva 4-5 cm
bertepatan dengan his, lakukan episiotemi dengan cara jari II dan III tangan kiri
dirapatkan, dimasukkan antara kepala janin dan dinding vagina menghadap ke
penolong. Pagang gunting episiotomy dengan tangan kanan, niasukan secara terbuka
dengan perlindungan jari II dan III.
c. Saat his, ibu di minta menarik napas dalam dan menutup mulut rapat-rapat kemudian
mengejan pada perut dengan kekuatan penuh.
Lahirkan kepala bayi dengan cara menahan perineum. rneguriaSa^ibu jari dan jari IIVI tangan kanan yang ditutup kain duk steril/DTF dan menekan ke arah cranial.
Tangan kiri menahan defleksi maksimal kepala bayi dengan suboksiput sebagai
hipomoklion, berturut-turut akan lahir dahi, mata, hidung, mulut, dan dagu. Bersihkan
lendir di mulut dan hidung bayi. Biarkan kepala bayi mengadakan putaran pal.si luar.
1) Bila perlu, bantuan paksi luar. Hi la ada lilitan tali pusat pada leher bayi:
- Tali pusat kendor : longgarkan dan bebaskan tali pusat dengan bantuan jari
-

penolong.
Tali pusat ketat : jepit tali pusat dengan klem di dua tempat dan tali pusat
di potong di antara 2klem tersebut dengan gunting tali pusat.

16

2) Lahirkan bahu bayi dengan cara tetap memegang kepala bayi secara biparietal dan
menarik cunam ke belakang untuk melahirkan bahu depan dahulu, kemudian ke arah
dengan untuk melahirkan bahu belakang.
3) Lahirkan badan bayi dengan cara tetap memegag kepala bayi secara bi parietal,
melakukan tarikan searah lengkung pagggul sampai lahir seluruh badan bayi. Bila
terasa berat dapat di bantu dengan dorongan ringan pada fundus uteri oleh asisten
4)
5)
6)
7)

atau dengan cara mengait ketiak bayi dan menariknya secara perlahan.
Letakkan bayi pada kain duk steril di atas perut ibu
Lakukan resusitasi bayi baru lahir bila diperlukan dan tentukan nilai APGAR.
Sesegera mungkin lakukan pembersihan mulut/jalan napas.
Jepit tali pusat dengan klem kohler I berjarak 5 cm dari perut bayi, tali pusat
dikosongkan dari darah deigan diurut kea rah plasenta, kemudian dijepit dengan klem
kohler II, jarak 1-2 cm dari klem kohler I kea rah plasenta. Tali pusat digunting di
antara 2 klem kohler/ ikat tali pusat dengan benang 2 kali berlawanan arah. Tali pusat
dibalut dengan kasd steril yang dibasahi antiseptic ringan.

3. Memimpin persalinan kala III


Setelah bayi lahir lengkap dan di gunting tali pusatnya, pegang kedua kaki bayi
dan bersih jalan napas. Bila bayi belum menangis, rangsanglah supaya menangis, bila
perlu dengan resusitasi. Selanjutnya rawat tali pusat dan sebagainya. Kemudian
kosongkan kandungan kemilf ibu. Lahirkan plasenta 6-15 menit kemudian. Jangan
tergesa-gesa menarik plasenta unti melahirkannya bila plasenta belum lepas. Setelah
plasentanya lahir, periksa dengan cermat apa ada selaput ketuban yang teringgal atau
plasenta yang lepas,. Periksa ukuran dan berat plasen periksa lagi kedalam rahim apakah
masih ada pendarahan atau jaringan yang tertingga periksa juga kontfaksi uterus. Bila
kontraksi baik, akan terlihat fundus uteri setinggi pus dan keras seperti batu.

Cara mengetahui lepasnya plasenta:


1. Werasat Kustner. Tangan kanan menegangkan tali pusat; tangan kiri menekan daerah
di atas simfisis. Bila tali pusat tidak masuk lagi kedalam vagina berarti plasenta telah
lepas.
2. Perasat Strassman, tangan kanan mengangkat tali pusat; tangan kiri mengetok fundus
uterus. Bila berasa getaran pada tangan kanan, berate plasenta belum lepas.

17

3. Perasat Klein, ibu di minta mengejan, tali pusat akan turun. Bila berhenti mengean,
tali pusat masuk lagi, berarti plasenta belumlepas dari dinding uterus.
Pentingnya mengetahui apakah plasenta telah lepas atau belum ialah untuk melahirkan
plasenta defigaa komplikasi sekecil-kecilnya. Bila plasenta dipaksa untuk dilahirkan saat
belum terlepas dari dinding uterus, retensio plasenta dapat terjadi.
4. Mempin persalinan kala IV
Sebelum meninggalkan wanita postpartum, harus diperhatikan beberapa hal yaitu
kontraksi uterus harus baik, tidak ada perdarahan dari vagina atau alat-alat genital
lainnya, plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap, kandung kemih harus
kosong, luka-lukaperineum terawatt dengan baik dan tidak ada hematoma, bayi dan ibu
dalam keadan baik. Keadaan ini harus sudah dicapai dalam waktu 1 jam setelah plasenta
II.IX

lahir lengkap.
Persalinan secara biokimia
1. Pelepasan Hormon Kortikotropin dan Waktu Persalinan
Kehamilan manusia berlangsung sekitar 38 minggu setelah konsepsi. Hal ini tidak
banyak berbeda di antara sekian banyak etnis yang ada. Waktu kelahiran pada tikus
sangat berkaitan dengan kematangan paru-paru janin. Sementara itu pada manusia justru
waktu kelahiran sangat berkaitan dengan perkembangan plasenta khususnya adanya
pelepasan gen hormon kortikotropin oleh plasenta.
2. Corticotrophin Releasing Hormon (CRH) Maternal
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara tingkat
CRH dalam plasma ibu yang berasal dari plasenta dengan waktu kelahiran. Kadar CRH
plasma maternal akan ikut meningkat seiring dengan berkembangnya kehamilan dan akan
mencapai kadar puncak pada saat melahirkan. Pada perempuan yang melahirkan sebelum
waktunya (prematur), jumlah peningkatannya sangat cepat, sementara pada perempuan
yang waktu kelahirannya sesuai dengan waktu yang diharapkan, jumlah peningkatannya
sangat lambat. Penemuan ini sekaligus menyimpulkan bahwa jam plasenta akan sangat
menentukan waktu kelahiran pada seorang ibu hamil.
Produksi CRH oleh plasenta hanya dialami oleh golongan primate. Pada monyet
misalnya terjadi puncak midgestasi pada produksi CRH plasenta, namun hanya pada
monyet yang jenisnya besar dimana peningkatan jumlahnya serupa dengan yang terjadi

18

pada manusia. Baik manusia maupun jenis monyet besar sama-sama memproduksi
protein yang mengikat CRH (CRH binding-protein). Pada akhir kehamilan, terjadi
penurunan kadar CRH-BP seiring dengan meningkatnya bioavailibitas CRH. Hormon
glukokortikoid ternyata dapat merangsang pelepasan gen CRH dan kemudian
diproduksinya CRH oleh plasenta. Sebaliknya CRH yang dihasilkan plasenta tersebut
kemudian akan merangsang kelenjar hipofisis untuk memproduksi dan mensekresikan
hormon kortikotropin yang pada akhirnya dapat merangsang korteks adrenal di ginjal
melepaskan hormon kortisol.
Pengaturan seperti ini memungkinkan terjadinya sistem feed-forward yang telah
ditunjukkan oleh model matematis untuk dapat menyerupai perubahan yang terjadi dalam
kehamilan manusia. Produksi CRH plasenta juga ternyata dapat dimodifikasi oleh
estrogen, progesteron, dan nitroksida yang menjadi penghambat dan juga oleh
serangkaian neuropeptida yang bersifat merangsang. Pada perempuan, meningkatnya
kadar CRH plasenta dalam plasma maternal sebagai fungsi eksponensial merupakan ciri
dari kehamilan secara spesifik. Perubahan kecil dalam fungsi eksponensial tersebut dapat
menyebabkan perbedaan produksi CRH pada setiap perempuan yang sedang hamil tua.
Namun demikian tidak setiap kasus persalinan prematur selalu berhubungan dengan
perubahan pada produksi CRH plasenta, misalnya karena sebab lain seperti infeksi
intrauterin.
Rendahnya kadar CRH dalam plasma ibu tidak akan mempengaruhi terjadinya
persalinan prematur. Kadar CRH dianggap kurang akurat untuk dapat memprediksikan
terjadinya persalinan prematur, walaupun bila pada perempuan tersebut terjadi
peningkatan kadar CRH, ia akan berisiko mengalami persalinan prematur. Dengan
demikian adanya keragaman pada ibu hamil menyebabkan kenaikan CRH dapat dianggap
menjadi prediktor yang akurat untuk memperkirakan terjadinya persalinan sehingga
keberadaannya merupakan variabel penting. Dalam mengukur kadar CRH, kita harus
menyesuaikan atau mencocokkannya dengan ras atau kelompok etnik tertentu.
Perempuan keturunan Afrika-Amerika memiliki kadar CRH dalam plasma ibu yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan ras atau kelompok etnis lainnya, sekalipun pada mereka
konsentrasi CRH akan berkaitan dengan perkiraan waktu kelahiran.
a. Reseptor CRH

19

Sebagian besar CRH disekresikan dari plasenta ke darah ibu, namun juga ia akan
masuk ke dalam sirkulasi janin. Secara khusus CRH akan berikatan dengan reseptor CRH
Tipe 1, yaitu suatu anggota ketujuh dari trasmembran protein G sehingga menjadi satu
ikatan hormon-reseptor. Pada ibu, reseptor CRH terdapat dalam kelenjar hipofisis,
miometrium, dan mungkin dalam kelenjar adrenal. Sedangkan pada janin, reseptor CRH
terdapat pada kelenjar hipofisis, kelenjar adrenal, dan mungkin dalam paru-paru.
Meningkatnya CRH akan dapat memperbanyak tempatnya dalam tubuh ibu dan janin.
Kondisi tersebut berkaitan juga dengan terjadinya proses persalinan.
Meningkatnya kadar CRH plasenta akan menyebabkan peningkatan kadar hormon
kortisol dan kortikotropin seiring dengan pertambahan usia kehamilan, sekalipun efeknya
dapat dihambat oleh adanya ikatan protein dan desensitisasi reseptor CRH oleh adanya
pelepasan CRH yang terus-menerus. Meningkatnya CRH dan kortikotropin akan ikut
meningkatkan produksi kortisol dan dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) oleh kelenjar
adrenal ibu; dan peningkatan kortisol ini akan menstimulai pelepasan CRH plasenta dan
DHEAS akan memberikan asupan untuk sintesis estrogen plasenta.
Terdapat beberapa bentuk reseptor CRH dalam miometrium. Ikatan ligand pada
sebagian bentuk umum, CRHR 1, akan menyebabkan disosiasi pada subunit pada
protein G, yang akan merelay sinyal dari reseptor CRH ke efektor intraseluler. Sinyal ini
akan terhimpun dalam sel miometrium. Pada saatnya, reseptor CRH akan berubah ke
bentuk yang kurang efisien dalam mengaktivasi jalur relaksasi di miometrium. Bahkan
reseptor ini akan mengaktifkan jalur Gq yang terhubung dengan pengaktivasian protein
kinase dan jalur kontraktil. CRH berpotensi menimbulkan efek kontraktil pada beberapa
uterotonin, seperti oksitosin dan prostaglandin F2 yang menyebabkan timbulnya
kontraksi uterus (his), akan tetapi untuk membuktikan hal tersebut masih ada kesulitan.

b. CRH dalam Janin


CRH plasenta juga dilepaskan ke dalam janin. Walaupun dibandingkan dengan
sirkulasi ibu, sirkulasi pada janin jauh lebih rendah, namun CRH tetap akan mengalami
peningkatan seiring dengan membesarnya kehamilan. Dalam janin, reseptor CRH
terdapat dalam kelenjar hipofisis dan di dalam sel yang membentuk zona janin pada
kelenjar adrenal. Stimulasi pada kelenjar hipofisis janin oleh CRH akan meningkatkan

20

produksi kortikotropin dan akibatnya terjadi sintesis kelenjar kortisol oleh kelenjar
adrenal janin dan peningkatan kematangan paru-paru janin. Sebaliknya meningkatnya
konsentrasi kortisol dalam janin dapat meningkatkan produksi CRH plasenta.
Pematangan paru-paru janin adalah akibat peningkatan kortisol yang dikaitan dengan
meningkatnya produksi protein A surfaktan dan fosfolipid, dimana keduanya melakukan
tindakan proinflamatori dan dapat menstimulasi miometrium secara kontraktil melalui
peningkatan produksi prostaglandin oleh membran janin (amnion) dan miometrium itu
sendiri. Pada baboon, CRH akan secara langsung merangsang perkembangan paru-paru
janin dan akan sangat berpengaruh pada pelepasan sintesis surfaktan fosfolipid. Namun
hingga saat ini belum diketahui apakah hal ini juga terjadi pada manusia.
Perangsangan CRH pada sel adrenal janin yang kekurangan dehidrogenase
hidroksisteroid 3 akan menyebabkan terbentuknya DHEA plasenta, estrogen, dan
hormon penting lainnya dalam kehamilan. Daerah janin pada kelenjar adrenal akan
berubah secara cepat setelah plasenta keluar (persalinan). Hal ini mengindikasikan bahwa
faktor plasenta seperti CRH ikut memelihara daerah janin tersebut. Dengan demikian
CRH juga mungkin dapat menstimulasi steroidogenesis adrenal dengan memberikan
asupan agar plasenta dapat memproduksi estrogen yang mempengaruhi proses persalinan
dengan cara menimbulkan kontraksi.
Singkatnya tampak bahwa sistem umpan balik yang positif antara ibu dan janin
akan dapat memicu peningkatan produksi CRH seiring dengan semakin bertambahnya
usia kehamilan. Sebaliknya, meningkatnya produksi CRH plasenta juga akan
menyebabkan perubahan pada kadar kortisol janin, semakin matangnya paru-paru janin,
meningkatnya sintesis prostaglandin, fosfolipid, dan ekspresi reseptor miometrium yang
terkombinasi melalui suatu jalur aktivasi independen dengan proses persalinan. Jalurjalur inilah yang pada akhirnya akan merangsang proses kelahiran dan menyebabkan
mekanisme persalinan.

21

3. Aktivasi Miometrium
Salah satu peristiwa penting dalam persalinan adalah lepasnya sekelompok
protein yang bernama protein kontraksi. Protein ini bekerja dalam uterus yang merupakan

22

tempat paling relaks pada sebagian besar masa kehamilan, untuk menimbulkan irama
kontraksi yang kuat yang dapat memaksa janin keluar melalui serviks. Ada 3 tipe protein
kontraksi dalam uterus, yaitu:
1. Protein yang dapat meningkatkan interaksi antara protein aktin dan myosin,
yang dapat menyebabkan kontraksi otot;
2. Protein yang dapat meningkatkan kemampuan sel miometrium individual; dan
3. Protein yang dapat meningkatkan konektivitas intraseluler yang dapat
memungkinkan adanya perkembangan kontraksi secara sinkron.
4. Protein yang Dapat Meningkatkan Kontraktilitas
Interaksi yang terjadi antara aktin dan myosin akan dapat menentukan kontraksilitas
miosit (sel-sel otot miometrium). Agar interaksi ini dapat terjadi, aktin harus diubah
dari bentuk globular menjadi bentuk filamentosa. Aktin juga harus terhubung dengan
sitoskeleton di titik fokus yang ada dalam membran sel yang dapat memungkinkan
terjadinya perkembangan tekanan. Titik fokus ini menghubungkan sel ke matriks sel
di sekitarnya.
Partner aktin yakni myosin baru akan teraktivasi saat ia terfosforilasi oleh rantai
terang kinase myosin. Kalmodulin dan peningkatan kalsium intraseluler akan
mengaktifkan enzim ini. Fosforilasi rantai terang myosin dapat juga ditingkatkan
dengan memblok aksi fosfatase. Setelah miosit terdepolarisasi, sebuah gelombang
kalsium ekstraseluler yang datang melalui saluran kalsium (Ca-channel) dan lepasnya
kalsium dari tempat penyimpanan intraseluler akan menghasilkan peningkatan
kalsium intraseluler, yaitu melalui adanya peningkatan interaksi antara myosin dan
aktin. Kondisi ini akan mengakibatkan timbulnya kontraksi.
Protein yang Dapat Meningkatkan Eksitabilitas Miosit
Miosit berfungsi untuk memelihara gradient elektrokimia yang ada pada membran
plasma dengan negatif interior hingga eksterior melalui aksi natrium-kalium.
Komponen yang terlibat dalam proses ini adalah saluran kalium dimana kalsium dan
aliran listrik serta kalium akan meningkatkan perbedaan pada membran sel dan
membuatnya terdepolarisasi. Pada saat persalinan, terjadinya perubahan pada
distribusi dan fungsi saluran ini akan menurunkan intensitas rangsangan yang
diperlukan agar dapat mendepolarisasi miosit dan untuk memproduksi arus kalsium
yang dapat menghasilkan kontraksi. Reseptor simpatomimetik 2 dan 3 yang dapat

23

meningkatkan terbukanya saluran kalium akan dapat mengurangi eksitabilitas sel, dan
juga akan mengalami penurunan jumlah pada saat kelahiran dan persalinan.
Protein yang Dapat Meningkatkan Konektivitas Interseluler
Aspek penting pada aktifitas miometrium pada saat persalinan adalah
perkembangan sinkronisasi. Aktivitas yang sinkron pada sel miometrial akan
mengakibatkan adanya kontraksi yang kuat sehingga ibu dapat mengeluarkan janin.
Yang sama pentingnya adalah periode relaksasi yang dapat memungkinkan darah
untuk mengalir ke dalam janin (selama kontraksi, aliran darah ke janin mengalami
penurunan, dan selama relaksasi mengalami peningkatan). Uterus akan kekurangan
hal yang dapat mengatur kontraksi, walaupun sel ada yang serupa dengan itu. Namun
demikian, sering dengan berlangsungnya proses kelahiran, terdapat peningkatan
sinkronisasi pada aktivitas elektrik

II.X MEKANISME TERJADINYA AKTIVASI MIOMETRIUM


A. Kontribusi Fetus Terhadap Persalinan
Selama kehamilan, pertumbuhan uterus berada dalam pengaruh hormon estrogen
yang memberi kesempatan fetus untuk tumbuh, tetapi pertumbuhan uterus terus
berlangsung hingga periode akhir kehamilan dan semakin memperkuat tekanan pada
dinding-dinding uterus hingga menimbulkan tanda-tanda awal persalinan. Biasanya,
persalinan prematur lebih banyak terjadi pada kehamilan kembar dua daripada
kehamilan tunggal, dan pada kehamilan multipel lebih banyak terjadi pada kehamilan
kembar tiga daripada pada kembar dua, atau juga lebih banyak terjadi pada kondisi
dimana fetus mengalami makrosomia dan polihidramnion. Sudah barang tentu,
kecenderungan ini bekaitan erat dengan terjadinya peregangan (stretching) yang
berlebihan yang bisa terjadi pada kehamilan multipel atau bayi dengan ukuran besar
abnormal atau produksi cairan amnion yang berlebihan (polihidramnion). Pada
sebagian besar organ-organ yang dilapisi otot polos, peregangan akan merangsang
terjadinya kontraksi. Perubahan pada proses perkembangan yang terjadi dalam uterus
selama masa kehamilan yang kemudian meregang dicetuskan oleh penghentian
pertumbuhan uterus pada persalinan yang dikendalikan oleh hormon progesteron.
Telah diketahui bahwa penurunan progesterone secara tiba-tiba (progesterone

24

withdrawal) dapat meningkatkan penempelan myosit terhadap matriks intraseluler,


melalui protein integrin, dan proses ini mencetuskan aktivasi protein kinase yang
berhubungan dengan mitogen dan meningkatkan kontraktilitas.
Dengan terjadinya hal seperti ini dapat meningkatkan konsentrasi CRH
(Corticotrophin Releasing Hormon) plasenta yang mendorong sintesis hormon
kortikotropin yang dihasilkan kelenjar hipofisis fetus dan meningkatkan pembentukan
hormon-hormon steroid (steroidogenesis) dalam kelenjar adrenal fetus. DHEA yang
terbentuk dalam jumlah besar pada fetus mengalami metabolisme yang cepat di
dalam plasenta yang mengubahnya menjadi estrogen. Pada waktu yang bersamaan,
produksi hormon kortisol juga semakin banyak pada permukaan-permukaan tertentu
pada kelenjar adrenal fetus. Peningkatan kortisol dapat merangsang proses
pematangan beberapa jaringan pada fetus, khususnya paru-paru. Pematangan paruparu fetus dapat meningkatkan produksi protein surfaktan dan fosfolipid yang sangat
menentukan fungsi paru-paru. Protein surfaktan ini juga kemudian masuk ke dalam
cairan amnion, di mana di dalamnya terdapat zat-zat yang dapat mengaktifkan
makrofag. Pada tikus telah dibuktikan bahwa protein surfaktan A dapat mengaktifkan
makrofag-makrofag dalam cairan amnion, dan sel-sel ini memainkan peranan penting
untuk menimbulkan tanda-tanda awal persalinan. Pada manusia, protein surfaktan
yang

terdapat

dalam

cairan

amnion

dapat

merangsang

terjadinya

inflamasi/peradangan pada membran amnion (selaput ketuban), serviks uteri, dan


miomterium yang melapisi uterus saat berlangsungnya proses persalinan. Karena itu
ini sekaligus menjadi suatu bukti bahwa proses inflamasi merupakan satu elemen
yang mendorong dimulainya proses persalinan. Selama minggu-minggu terkahir
kehamilan, kadar CRH juga meningkat dalam cairan amnion, yang sudah tentu
kontak secara langsung dengan membran amnion.

25

B. Aktivasi Selaput Pelindung (Membran Amnion) Fetus

26

Membran amnion merupakan selaput tipis yang kontak secara langsung dengan
cairan amnion yang ada di dalamnya. Produksi protein surfaktan, fosfolipid, dan sitokinsitokin inflamatori dalam ciaran amnion dapat meningkatkan aktifitas enzim
siklooksigenase-2 dan produksi prostaglandin E2 dalam cairan amnion. Pada waktu yang
bersamaan, kadar kortisol dan CRH, keduanya dapat merangsang produksi enzim
siklooksigenase-2 dalam cairan amnion. Aksi dari kedua hormon ini dapat meningkatkan
kadar hormon prostaglandin E2 dan mediator-mediator inflamasi lainnya dalam cairan
amnion.
Korion yang mengelilingi amnion juga memproduksi enzim prostaglandin
dehidrogenase (PGDH), suatu zat yang sangat memiliki potensi untuk menghambat
prostaglandin (prostaglandin inactivator). Pada kasus kehamilan serotinus, aktivitas
PGDH korionik menurun dan mempengaruhi desidua yang mengelilinginya, serviks
uteri, dan miometrium melalui aksi-aksi proinflamatori prostaglandin E2. Prostaglandin
ini kemudian mendorong pelepasan enzim-enzim metalloprotease yang dapat
melemahkan membran plasenta dan dapat mempermudah terjadi robekan (ruptur) pada
membran plasenta. CRH juga merangsang sekresi matriks membran metalloprotease-9.

C. Pelunakan Serviks (Cervix Softening)


Salah satu tahapan penting dalam proses persalinan adalah pelunakan serviks.
Persalinan berkaitan dengan perpindahan infiltrat inflamatori ke dalam serviks dan
pelepasan enzim-enzim metalloprotease yang dapat menguraikan jaringan kolagen
sehingga menimbulkan perubahan pada struktur serviks. Selama proses ini, junction
antara membran fetus dan desidua terputus dan suatu protein adhesive pada fetus yaitu
fibronektin kemudian memasuki ke vagina dan bercampur dengan cairan vagina.
Kehadiran protein fibronektin fetus dalam cairan serviks secara klinis bermanfaat untuk
memprediksi tanda-tanda kelahiran (imminent delivery).
D. Progesterone Withdrawal
Progesteron memainkan peranan penting dalam perkembangan endometrium
melalui persiapan implantasi dan mempertahankan relaksasi miometrium. Pada sebagian
besar mammalia, penurunan kadar progesteron dalam sirkulasi mencetuskan persalinan;
pada manusia, antagonist progesteron RU486 dapat menginisiasi terjadinya persalinan

27

kapan saja. Suatu ciri khas dalam kehamilan manusia adalah kadar progesteron darah
tidak menurun sampai dengan awal mula terjadinya persalinan. Suatu penelitian untuk
mengetahui mekanisme ini kini dapat menghitung penurunan progesteron fungsional
yang dapat diidentifikasi melalui beberapa bentuk dari reseptor progesteron. Varianvarian tersebut berasal dari transkripsi gen tunggal reseptor progesteron pada sisi awal
alternatif. Reseptor progesteron B, yang paling sering ditranskrip, disinyalir
menghasilkan berbagai aksi progesteron, yang merupakan transkrip lebih pendek,
termasuk reseptor progesteron A dan C. Varian reseptor-reseptor tersebut kekurangan
daerah yang mengaktivasi N-terminal dan dalam beberapa hal mereka berfungsi sebagai
penekan (repressor) dominan bagi fungsi reseptor progesteron B.
Saat dimulainya persalinan, proporsi reseptor progesteron A, B, dan C berubah
dalam suatu alur yang dapat mendorong terjadinya mekanisme penurunan progesteron
secara tiba-tiba (progesterone withdrawal). Dalam hal ini, fungsi reseptor progesteron
membutuhkan koaktivator spesifik, termasuk koaktivator reseptor progesteron yaitu
protein yang mengikat elemen c-AMP-response dan koaktivator 2 dan 3 reseptor steroid
yang menurun pada awal persalinan. Progesteron kemudian mengalami metabolisme dan
diubah menjadi produk-produk dengan pengaruh biologis yang berbeda-beda. Sebagai
contoh misalnya pada saat persalinan, hormon steroid yang sangat potensial
menimbulkan relaksasi yaitu 5-dehidroprogesteron kadarnya menurun, sebagaimana
halnya dengan penurunan ekspresi dan aktivitas 5-steroid reduktase. Faktor transkripsi
nucleus juga merupakan zat yang berperan penting dalam penghambatan aksi
progesteron pada level reseptor.
E. Inflamasi dan Awal Mula Terjadinya Persalinan
Pada rhesus monyet dan baboon, proses persalinan memakan waktu beberapa
hari. Kontraksi uterus yang sinkron/teratur hampir terjadi pada setiap malam dan hilang
saat siang tiba, sampai terjadinya kelahiran. Manusia juga memiliki potensi yang sama
dalam hal timbul dan berhentinya kontraksi uterus, yang berdampak pada timbulnya
suatu derajat reversibilitas (berulang-ulangnya) dari proses tersebut, terutama pada tahaptahap awal persalinan. Jaringan dari miometrium manusia yang diambil saat operasi
caesar sebelum terjadinya awal persalinan dan disimpan dalam organ tertentu
menunjukkan kontraksi yang sinkron dan teratur. Secara faktual, mekanisme kontraktil
ini memang terjadi dan dapat timbul sebelum aktivasi fisiologis saat persalinan. Suatu

28

penelitian yang membandingkan sampel jaringan miometrium yang diambil dari wanitawanita yang dioperasi sesar dengan sampel jaringan miometrium yang diambil dari
wanita-wanita sebelum dimulainya persalinan telah membuktikan bahwa pada kedua
sampel tersebut, ada beberapa gen yang mengkode terjadinya inflamasi/peradangan
melalui mediator kimiawi interleukin-8 dan enzim superoksid dismutase yang
meningkat secara teratur.
Pengaruh stress yang dapat menyebabkan peningkatan hormon kortisol maternal
atau kompartemen-kompartemen fetal lainnya jelas dapat meningkatkan kadar CRH
plasenta. Terjadinya infeksi dapat mengaktivasi proses inflamasi dan dapat merangsang
sintesis prostaglandin dalam membran amnion fetus. Abrupsio plasenta juga dapat
mempengaruhi miometrium secara langsung melalui pelepasan trombin, yang merupakan
perangsang potensial terjadinya kontraksi miometrium. Dan dalam kasus kehamilan
multipel dan polihidramnion, peningkatan regangan uterus dapat merangsang
kontraktilitas miometrium.
Jalan untuk lahirnya suatu pemahaman tentang komprehensif tentang kelahiran
manusia masih panjang dan penuh tantangan. Tujuannya adalah untuk memprediksi
kehamilan seperti apa yang membawa risiko tinggi terjadinya persalinan prematur dan
untuk memberikan intervensi dengan ukuran-ukuran yang memadai. Manfaatnya pasti
akan sangat besar jika kita dapat berupaya menurunkan atau mengurangi insidensi
cerebral palsy dan gangguan-gangguan kognitif yang berkaitan erat dengan kelahiran
prematur
DAFTAR PUSTAKA
LEVENO, KJ. 2009. OBSTETRI WILLIAMS.EDISI 21. EGC. JAKARTA HAL 141 159.
GANT, NORMAN F. 2010. DASAR GINEKOLOGI &BOBSTETRI. EGC. JAKARTA HAL
346 352

Anda mungkin juga menyukai