NAMA
: Indriati Lukitasari
MATA KULIAH
: Hukum Bisnis
MATERI KULIAH
PROGRAM STUDI
: MM UNSRI
dan
KELAS
TANGGAL
Perlindungan Konsumen
Organisasi Usaha
: Reguler Malam
: 4 Juli 2014
TUGAS I
JAWABAN SOAL :
1. Pengertian kerugian konsumen:
Pasal 1 ayat 2 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen mendefinisikan konsumen adalah setiap
orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat.
Baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun mkhluk
hidup lain dan todak untuk diperdagangkan. Dari pengertian
tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa pemakai produk itu dapat
perorangan atau badan usaha atau badan hukum. Konsumen
dikatakan mengalami kerugian jika tidak mendapatkan hak nya
sebagaimana mestinya yang telah diatur oleh undang undang ,
yaitu :
Pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 mengenai hak konsumen :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai
tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat atau keluhan atas barang atau
jasa.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujr serta
tidak diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian
apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuat dengan
perjanjian atau sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
2. Tanggung Jawab pelaku usaha :
Kewajiban Pelaku Usaha :
Beritikat baik
Melakukan informasi yang benar, jujur, dan jelas
Memperlakukan konsumen denngsn benar dan jujur serta
tidak diskriminatif
Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang di produksi atau di
perdagangkan
Selain itu, ayat (2) dan (3) juga memberikan larangan sebagai
berikut:
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak,
cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan
pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau
tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
UU PK tidak memberikan keterangan yang jelas mengenai apa itu
rusak, cacat, bekas dan tercemar. Bila kita membuka Kamus Besar
Bahasa Indonesia, istilah-istilah tersebut diartikan sebagai berikut:
Rusak: sudah tidak sempurna (baik, utuh) lagi.
Cacat: kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang
baik atau kurang sempurna.
Bekas: sudah pernah dipakai.
Tercemar: menjadi cemar (rusak, tidak baik lagi)
Konsumen perlu mengadu karena itu sudah menjadi hak konsumen
yang telah diatur dalam undang undang.
5. Konsumen dapat mengadu kepada :
Konsumen dapat mengadu ke LPKSM Komnas lembaga perlindungan
konnsumen dan pelaku usaha.
6. Penyelesaian
berdasarkan:
sengketa
konsumen
dapat
dilaksanakan
1.
Pasal 23 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(UUPK) mengatur bahwa konsumen dapat mengajukan gugatan
pada pelaku usaha melalui badan penyelesaian sengketa konsumen
atau ke badan peradilan. Kemudian, menurut pasal 52 UUPK, salah
satu kewenangan dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) adalah menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak
tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen. Jadi, penyelesaian sengketa konsumen
melalui BPSK tidak perlu persetujuan kedua belah pihak untuk
memilih BPSK sebagai forum penyelesaian sengketa.
Berkaitan hal di atas, pasal 45 UUPK memang menyebutkan bahwa
penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui
pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela
para pihak yang bersengketa. Namun, ini tidak berarti dalam
mengajukan gugatan harus telah disetujui dahulu oleh para pihak.
Menurut penjelasan pasal 45, ini artinya dalam penyelesaian
sengketa konsumen tidak menutup kemungkinan penyelesaian
damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap
diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua
belah pihak yang bersengketa. Jadi, pengajuan gugatannya tidak
harus atas persetujuan para pihak, tetapi para pihak dapat
bersepakat untuk memilih perdamaian untuk penyelesaian
sengketanya.
Lain halnya dengan penyelesaian sengketa BPSK yang melalui cara
konsiliasi atau mediasi atau arbitrase. Menurut pasal 52 huruf (a)
UUPK, BPSK berwenang untuk melaksanakan penanganan dan
penyelesaian sengketa konsumen melalui mediasi atau arbitrase
atau konsiliasi. Mengenai mediasi, arbitrase dan konsiliasi ini
kemudian diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan Republik IndonesiaNomor 350/Mpp/Kep/12/2001
Tahun 2001tentangPelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (Kepmen Perindag 350/2001).
Menurut pasal 4 ayat (1) Kepmen Perindag 350/Mpp/Kep/12/2001,
penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK melalui cara konsiliasi
atau mediasi atau arbitrase dilakukan atas dasar pilihan dan
persetujuan para pihak yang bersangkutan. Jadi, yang perlu
persetujuan para pihak adalah apabila penyelesaian sengketa
konsumen
di
BPSK
dilakukan
dengan
cara
mediasi/konsiliasi/arbitrase.
2.
Seperti telah diuraikan di atas, konsumen dapat menggugat
pelaku usaha ke BPSK atau ke badan peradilan. Namun, dalam hal
sengketa itu bukan kewenangan BPSK, Ketua BPSK dapat menolak
Dasar hukum:
1.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
2. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik
Indonesia No. 350/Mpp/Kep/12/2001 Tahun 2001tentangPelaksanaan
Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
7. Syarat syarat pengaduan yang baik :
Syarat pengaduan yang baik :
oleh konsumen
10.
11.
Permasalahan konsumen yang pernah
pembahasananya disertai dasar hukumnya :
ada
beserta
Definisi Malpraktek
Informed
Consent
Substansi
informed
consent
adalah
memberikan informasi tentang metode dan jenis rawatan yang
dilakukan terhadap pasien, termasuk peluang kesembuhan dan
resiko yang akan dialami oleh pasien.
suatu
untuk
Hubungan antara dokter dan pasien terjadi suatu kontrak (doktrin socialcontract), yang memberi masyarakat profesi hak untuk melakukan selfregulating (otonomi profesi) dengan kewajiban memberikan jaminan
bahwa profesional yang berpraktek hanyalah profesional yang kompeten
dan yang melaksanakan praktek profesinya sesuai dengan standar. Sikap
profesionalisme adalah sikap yang bertanggungjawab, dalam arti sikap
dan perilaku yang akuntabel kepada masyarakat, baik masyarakat profesi
maupun masyarakat luas (termasuk klien). Beberapa ciri profesionalisme
tersebut merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti kompetensi dan
kewenangan yang selalu sesuai dengan tempat dan waktu, sikap yang
etis sesuai dengan etika profesinya, bekerja sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh profesinya, dan khusus untuk profesi kesehatan ditambah
dengan sikap altruis (rela berkorban). Uraian dari ciri-ciri tersebutlah yang
kiranya harus dapat dihayati dan diamalkan agar profesionalisme tersebut
dapat terwujud.
Professional misconduct yang merupakan kesengajaan dapat dilakukan
dalam bentuk pelanggaran ketentuan etik, ketentuan disiplin profesi,
hukum administratif, serta hukum pidana dan perdata, seperti melakukan
kesengajaan yang merugikan pasien, fraud, penahanan pasien,
pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran, aborsi ilegal, euthanasia,
penyerangan seksual, misrepresentasi atau fraud, keterangan palsu,
KESIMPULAN :
Kasus Malpraktek pada intinya masih banyak merugikan pasien /
konsumen, MKEK juga harus lebih objective dalam menelusuri dan
menyelidiki Dokter-dokter yang memang tidak kompeten .
Disajikan Oleh,
Indriati Lukitasari
TUGAS II
KASUS :
Tuan Abdullah Direktur PT Surya Tama, pada tanggal 1 Oktober 2010
menugaskan 2(dua) orang karyawannya untuk mengadakan transaksi
dengan PT Bangkit Utama, dalam transaksi tersebut dua orang karyawan
menggunakan informasi yang salah. Akibat dari perbuatan tersebut PT
Bangkit Utama dirugikan sebesar Rp.100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah).
PERTANYAAN:
Jelaskan siapa yang bertanggung jawab dalam kasus di atas ?
PEMBAHASAN:
Terkait hal tersebut dapat kita bahas terlebih dahulu mengenai
Pertanggungjawaban Hukum dari Pengusaha dan Pembantu Pengusaha
sebagai berikut :
1. Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan atau
menyuruh orang lain menjalankan perusahaan. Menjalankan
perusahaan artinya mengelola sendiri perusahaannya, baik
dilakukan sendiri maupun dengan bantuan pekerja. Dalam hal
ini pengusaha berfungsi sebagai pengusaha dan pemimpin
perusahaan.
Tanggungjawab Hukumnya sebagai berikut :
a. Bertanggungjawab bila :
- Atas perbuatan sendiri (Pasal 1366 KUH Perdata)
- Atas perbuatan pembantu yang sesuai dengan
perintah yang diberikan (Pasal 1367 KUH Perdata)
b. Tidak Bertanggungjawab bila :
- Atas perbuatan pembantu yang tidak sesuai
dengan Perintah/kewenangan yang diberikan.
2. Pembantu
Pengusaha
adalah
orang
yang
diberikan
kewenangan oleh pengusaha untuk
menjalankan dan
memimpin perusahaan .
Tanggungjawab Hukumnya sebagai berikut :
a. Bertanggungjawab bila :
direksi
di
atas,
maka
mempunyai
benturan
Jika terjadi kondisi seperti demikian, maka Perseroan dapat diwakili oleh:
1. Anggota direksi lainnya yang
kepentingan dengan Perseroan;
tidak
mempunyai
benturan
mencegah
timbul
atau
seluruh
daftar,
risalah
dan
dokumen
keuangan
Lebih lanjut, menurut Pasal 102 UUPT diatur tugas direksi sehubungan
dengan pengurusan kekayaan Perseroan dimana direksi berkewajiban
untuk memperoleh persetujuan RUPS untuk:
1. Mengalihkan kekayaan Perseroan; atau
2. Menjadikan kekayaan Perseroan sebagai jaminan utang.
Kekayaan Perseroan yang dimaksud merupakan kekayaan yang jumlahnya
lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan
dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain
maupun tidak. Selain tugas-tugas di atas, kewajiban atau tugas direksi
juga dapat ditentukan lebih lanjut dalam anggaran dasar Perseroan.
KESIMPULAN:
Kasus PT Surya Tama dan PT Bangkit Utama tersebut adalah kesalahan
Direktur PT Surya Tama yaitu Tuan Abdullah, karena untuk negosiasi antar
PT harusnya menurut UU PT yang berhak dan bertanggungjawab mewakili
Disajikan Oleh,
Indriati lukitasari