ANALISA KASUS
A. Uraian Kasus
Seorang pasien, Ny D datang ke apotik dengan keluhan sudah menikah selama 2 tahun tapi
belum dikaruniai anak dan pernah mengalami keguguran pada usia kehamilan 6 minggu, terjadi
awal setelah menikah. Saat itu dikuret di klinik kebidanan, mengalami menstruasi sejak umur 12
tahun dan siklusnya tidak pernah teratur (antara 30 hari-3 bulan). Setelah 2 tahun periksa ke
dokter diperiksa: kadar prolaktin 21 dan pemeriksaan lain dinyatakan normal. Diberi resep elkrip
dan siklidon.
Pertanyaan:
Bagaimana menurut apoteker, kasus yang dialami Ny D ini?
B. Penyelesaian Kasus
Penatalaksanaan terapi pada kasus diatas dilakukan dengan menggunakan metode SOAP
(Subjektiv, Objektive, Assesment dan Plan) uraiannya adalah sebagai berikut:
Subjective
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Keluhan
Riwayat penyakit
:
:
:
:
:
Nyonya D
30tahun
Perempuan
selama 2 tahun belum mempunyai
anak
mens sejak usia 12 tahun dan siklus
tidak teratur (30 hari-3 bulan)
pernah mengalami keguguran pada usia kehamilan 6 minggu
Riwayat pengobatan : pernah dikuret di klinik kebidanan.
Obat yang diberikan dokter: Elkrip (bromokriptin) dan siklidon (Doksisiklin 10)
Objective
Data-data klinis pasien tersaji pada tabel berikut ini :
Pemeriksaan
Data Pasien Data Normal
Prolaktin
21 ng/ml
5-25 ng/ml
Assesment
Pasien mengalami infertilitas sekunder.
Plan
TUJUAN TERAPI :
Meningkatkan taraf hidup pasien
SASARAN TERAPI :
Mencegah infeksi
Meningkatkan kesuburan
SRATEGI TERAPI :
Terapi Farmakologi
Elkrip (bromokriptin 2,5 mg) 1 tablet 2 kali sehari selama 2 minggu
Siklidon (doksisiklin 100 mg) 1tablet 2x sehari selama 7 hari
Keterangan
Normal
2. Tepat obat
Nama
obat
elkrip
Siklidon
3. Tepat pasien
Nama
obat
elkrip
Siklidon
4. Tepat dosis
Nama
Drug of choice
Keterangan
Kontra indikasi
Keterangan
Hipersensitiv
bromokriptin
Ibu hamil dan menyusui
Regiment standar
Regiment
Tepat pasien
yang Keterangan
obat
Elkrip
Siklidon
disarankan
2,5 mg 2 kali sehari 2,5 mg 2 kali Tepat dosis
selama 2-3 minggu sehari selama 2
(Tjay, 2007)
minggu
Oral: dosis awal 200 1tablet 2x sehari
Tepat dosis
mg, selanjutnya 100200 mg/hari
BAB III
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini pasien mengalami infertilitas sekunder, karena dulu sudah pernah
mengandung namun terjadi keguguran dan selama 2 tahun belum memiliki anak. Dalam kasus
ini kami menganalisis ketepatan obat dalam resep yang diberikan oleh dokter, yang menjadi
permasalahan diketahui kadar prolaktin pasien normal namun dokter masih memberikan Elkrip
(bromokriptin) yang dapat menurunkan prolaktin pasien. Hal ini kemungkinan karena dokter
ingin menurunkan kadar prolaktin hingga mendekati minimal batas normal. Dari data pasien
diketahui bahwa nilai prolaktin 21 ng/ml, padahal pasien tidak menyusui. Kadar tersebut bagi
seseorang yang tidak menyusui tergolong tinggi. Karena prolaktin yang tinggi dapat menekan
kesuburan pasien, sehingga diharapkan ketika prolaktin diturunkan maka kesuburan pasien akan
tercapai. Obat yang kedua Siklidon (doksisiklin 100 mg), data-data laboratorium yang diberikan
kurang lengkap sehingga sulit bagi kami untuk menganalisis kasus.Namun kemungkinan obat
doksisiklin masih diberikan karena dokter mungkin memperkirakan adanya infeksi pada
kelaminnya dan pasien tidak dijelaskan mengenai hal tersebut.
Seharusnya pemberian pengobatan harus ditelusuri terlebih dahulu bagaimana etiologi
penyakitnya.Apa penyebabnya pasien dapat mengalami infertilitas. Sehingga bisa dilakukan
pengobatan yang tepat. Proses haid sendiri diatur oleh sebuah sistem melibatkan beberapa organ
di dalam tubuh. Sistem itu dibangun oleh otak, indung telur, dan rahim dan dipengaruhi oleh
kerja sistem hormonal tubuh seluruhnya.Ketiga organ tersebut tersebut saling berinteraksi.Satu
saja komponennya terganggu, haid bisa kacau-balau.Demikian pula jika ada gangguan sistem
hormonal. Gangguan hormon gonok misalnya bisa mengganggu proses haid juga. Jika penyebab
gangguan di otak, otak punya sederet penyakitnya sendiri.Ada sebuah kelenjar sebesar biji
kacang di otak, kelenjar pituitary namanya. Kelenjar otak ini berperan sebagai komando
pekerjaan seluruh hormon tubuh pria maupun wanita. Ia juga pemberi komando urusan haid.
Gangguan haid juga bisa terjadi bila terjadi penyimpangan pada indung telur, atau
rahim.Untuk tahu di mana letak konsletingnya sehingga haid tidak berlangsung
normal.Pelacakan untuk menemukan jenis gangguan, penyimpangan atau penyakitnya itulah
diperlukan pemeriksaan.Selain pemeriksaan laboratorium darah, urin, hormone, mungkin perlu
pemeriksaan foto rontgen, dan USG, CT-Scan, bahkan mungkin perlu MRI (magnetic resonance
imaging).
Pasien mengalami keluhan, bahwa siklus haidnya tidak normal antara 30 hari hingga 3
bulan.siklus haid yang lebih dari 35 hari dikenal dengan nama Oligomenorrhoe, tidak berarti
selalu tidak subur. Biasanya untuk mengatasinya diperlukan koreksi dengan obat hormon.Atau
haid yang lama tidak muncul lagi disebut amenorrhoe sekunder bila yang tadinya biasa datang
haid, kemudian tiga bulan berturut-turut mens tidak datang lagi. Penyebabnya bisa karena kurang
gizi, ada penyakit lama (kronik), atau mungkin mengidap tumor kandungan (rahim, indung
telur), selain kemungkinan ada infeksi di sana. Wanita yang berat badannya kurang dari 40 kg,
dan yang berprofesi sebagai atlet, bisa juga mengalami keadaan tidak haid juga.
Pada terapi non farmakologinya, pasien dianjurkan makan buah dan sayur yang diharapkan
dapat membantu memberikan kesuburan. Pasien juga tidak boleh stress, karena stress dapat
mengganggu perubahan metabolisme dalam sistem tubuh. Menyebabkan pasien mudah lelah,
berat badan menurun, sakit-sakitan. Sehingga metabolik terganggu, bila metabolisme terganggu
maka siklus menstruasi juga akan terganggu.
Monitoring efek samping dan tindak lanjut, harus ada pemantauan ulang tentang kadar
prolaktin. apakah setelah penurunan prolaktin pasien mengalami siklus yang normal, yakni
antara 28 hari. Memonitoring efek samping pasien.
Adapun konsultasi, informasi dan edukasi yang diberikan kepada pasien untuk menunjang
proses pengobatan pasien adalah sebagai berikut :
Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan pakai dan cara
penggunaan obat. Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan
keluarganya tentang efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama
pengobatan.Memberikan informasi bahwa obat doksisiklin harus diminum pada posisi tegak
karena dapat menimbulkan borok kerongkongan bila ditelan pada keadaan berbaring atau
terlampau sedikit air.
Keadaan dapat dikatakan kembali normal setelah dilakukan pembedahan adalah jika
kadarTSH dan T3 meningkat.
2. Monitoring data-data pemeriksaan kimia darah. Jika kadar albumin terus mengalami
penurunan maka perlu diberikan infus albumin sebelum tindakan pembedahan SOL dilakukan.
Setelah pembedahan juga perlu kembali dimonitor kadar albumin, karena protein di dalam
tubuh penting sebagai tempat terikatnya T3 dan T4.
3. Monitoring keberhasilan terapi. Dengan memonitor fungsi hormon tiroid (T3, T4 dan TSH)
setelah pembedahan SOL. Jika lesi telah hilang maka fungsi kelenjar tiroid akan kembali normal.
Konsultasi, Informasi dan Edukasi Pasien (KIE)
Adapun konsultasi, informasi dan edukasi yang diberikan kepada pasien untuk menunjang proses
pengobatan pasien adalah sebagai berikut :
Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan keluarganya tentang efek
terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan.
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya bahwa segala keluhan yang dialami
oleh pasien merupakan suatu syndrome yang akan hilang jika penyakit sistemik (penyebab) telah
dihilangkan/dibedah.
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan pemeriksaan data klinik pasien, maka pasien di diagnosa menderita Euthyroid sick
syndrome (ESS) atau kelainan tes fungsi hormon tiroid yang disebabkan pasien menderita
penyakit lesi pada bagian otak (space occupying lession). Dalam menegakan diagnosis ESS
belum ada pemeriksaan radiologi spesifik yang dapat digunakan.Pada pemeriksaan MRI pasien
dapat dilihat bahwa terdapat space occupying lession (SOL) pada posterior kanalis spinalis,
dimana pada keadaan ini terdapat lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak
atau sumsum tulang belakang.Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti
kuntusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial. Diagnosa tersebut
ditegakkan karena turunnya kadar hormon T3 dan kadar TSH.
Euthyroid sick syndrome (ESS) yang biasa disebut dengan istilah nonthyroidal illness (NTIs)
merupakan suatu istilah yang menggambarkan kelainan pada tes fungsi tiroid yang diamati pada
pasien yang menderita penyakit sistemik di luar penyakit kelenjar tiroid dan juga pada pasien
yang menjalani operasi ataupun pasien yang sedang puasa, tanpa kelainan pada
hipotalamuspituitary tiroid axis dan juga tanpa kelainan pada kelenjar tiroid sebelumnya.
Kelainan tes hormone tiroid biasanya reversible dan disebabkan oleh gangguan pada
hipotalamuspituitary tiroid axis, ikatan dari hormon tiroid pada protein serum pengikatnya,
ambilan (uptake) hormone tiroid, dan atau metabolisme hormon tiroid.
Factor penyebab abnormalitas pada ESS diantaranya : (1). Terjadinya gangguan ikatan antara
hormone tiroid dengan protein pengikat dan dengan jaringan. Abnormalitas serum hormone
tiroid berhubungan dengan hambatan bagi hormone tiroid untuk berikatan dengan protein
sehingga akan mengganggu hasil tes yang menunjukan kadar hormone bebas. Hambatan ikatan
ini bisa terjadi pada serum atau jaringan tubuh yang mungkin akan menghambat ambilan
hormone tiroid oleh sel atau menghambat ikatan dengan reseptor inti dari T3, yang mana bisa
menghambat kerja hormon. (2). Sitokin, terutama interleukin 1 dan 6, tumor nekrosis factor Alfa
dan interferon beta. Sitokin diperkirakan mempengaruhi hipotalamus, pituitary, dan jaringan lain,
menghambat produksi TSH, TRH, tiroglobulin, T3, dan thyroid binding globulins. (3).
Kegagalan deiodinase T4 menjadi T3 di jaringan juga dikatakan mempengaruhi terjadinya ESS,
di samping itu menurunnya aktifitas deiodinase tipe 1 yang mengiodinasi T4 menjadi T3. (4).
Pengaruh terhadap hambatan dan sekresi TRH dan TSH yang disebabkan oleh sitokin, kortisol,
leptin, dan perubahan metabolisme hormon tiroid. (5). Factor-faktor didalam serum seperti sulfat
indoxil, asam hipurat, bilirubin, NEFA, asam furanoik, yang terdapat dalam keadaan ESS, yang
dapat menghambat transport hormone tiroid. (6). Perubahan dari pengikat hormone tiroid dalam
serum.
ESS berada dalam keadaan eukariotik sehingga pengobatan dengan memberikan hormon tiroid
adalah suatu hal yang tidak perlu, yang penting dilakukan adalah monitor fungsi hormone tiroid
setelah pasien sembuh dari penyakit dasarnya. Yang membedakan ESS dengan hipotiroid adalah
pengukuran nilai TSH dan T3, dimana pada ESS kadarnya rendah, normal, atau hanya sedikit
meningkat, sedangkan pada hipotiroid TSH mengalami kenaikan yang sangat tinggi dan T3
menurun. SOL (space occupying lession) yang diderita pasien pada daerah posterior kanalis
menyebabkan stenonis thecal sac dan kompresi medulla spinalis.
Pasien diharapkan melakukan pemeriksaan MRI ulang untuk mengetahui ekstra dural yang
terjadi setinggi torakal berapa, jika pasien terdiagnosa kemungkinan adanya kemungkinan
Metastase DD atau tumor primer, maka dilakukan tindakan dekompresi laminektomi,
pemasangan Stabilization System Immobilization (SSI).Jika setelah operasi hasil menunjukan
metastase adenocarsinoma dilakukan pembedahan.Apabila pasien tidak mengalami metastase
maka diberikan terapi farmakologi.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
I. Kesimpulan
1) Berdasarkan pemeriksaan fungsi hormon tiroid maka pasien di diagnosa menderita Euthyroid
sick syndrome (ESS) atau kelainan tes fungsi hormon tiroid yang disebabkan pasien menderita
penyakit lesi pada bagian otak (space occupying lession).
2) Sasaran terapi pada penyakit Euthyroid sick syndrome (ESS) ini adalah menangani space
occupying lession dengan pembedahan, menangani gejala (kesemutan, kaku pada kaki),
meningkatkan kadar albumin, untuk mengatur tekanan osmotik di dalam darah (mempertahankan
volume darah).
3) Pengobatan yang dilakukan pada kasus ini hanyalah mengobati penyakit dasar/sistemik dan
keluhan-keluhan saja, dan tidak diterapi dengan pemberian hormon tiroid dari luar. Diharapkan
dengan mengobati penyakit SOL maka tes fungsi hormon tiroid juga akan mengalami perbaikan.
4) Jika setelah operasi hasil menunjukan metastase adenocarsinoma dilakukan pembedahan.
Apabila pasien tidak mengalami metastase maka diberikan terapi farmakologi
II.Saran
1) Untuk lebih menegakkan diagnosis Euthyroid sick syndrome (ESS) perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa sonogram tiroid, tiroid uptake dan scan serta biopsy tiroid.