I.
IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Alamat
Tanggal masuk RS
II.
: Tn.A
: 15 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Jati Sampurna, Bekasi
: 11 Januari 2015
ANAMNESIS
Autoanamnesa
1. Keluhan Utama
:
2. Keluhan Tambahan :
Badan nyeri (-), Mimisan (-), Gusi berdarah (-), Batuk (-) Pilek (-).
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Pasar Rebo dengan keluhan demam mendadak tinggi
yang dirasakan 6 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam tidak turun tanpa obat
demam. Pasien menjelaskan bahwa selama demam pasien juga mengeluhkan kepala
terasa nyeri, dan mual disertai muntah. Riwayat BAB berwarna hitam ada namun
mimisan dan gusi berdarah disangkal oleh pasien, bercak merah dipermukaan kulit
juga disangkal. Pasien juga mengeluhkan penurunan nafsu makan. Sebelumnya pasien
sudah berobat ke klinik namun tidak ada perbaikan.
Pasien menjelaskan bahwa disekitar lingkungan tempat tinggalnya tidak ada
yang mengalami penyakit yang sama.
Riwayat batuk pilek maupun sesak nafas disangkal oleh pasien. BAB mencret 4
hari SMRS, konsistensi cair, ampas (+), lendir (-), bau busuk/amis (-), darah (-). Pasien
belum BAB 3 hari SMRS.
Pada hari dilakukan pemeriksaan pasien sudah bebas demam 2 x 24 jam. Pasien
mengeluhkan masih belum bisa BAB dan terdapat kemerahan pada kedua tungkai
kaki.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sakit serupa disangkal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Dilingkungan keluarga tidak ditemukan sakit yang serupa.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum:
1. Kesan Umum
2. Kesadaran
: Compos Mentis
3. Tanda Utama
Suhu
B
Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
: Normochepal
2. Mata
: pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak
langsung +/+, sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis (-)
3. Telinga
4. Hidung
: Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi (-)
5. Mulut
: Bibir kering pecah-pecah (-), sianosis (-) bercak putih pada lidah (-)
: Trakea letak normal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening.
8. Thoraks :
a. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
b. Paru
Depan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
10. Abdomen
Inpeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
11. Ekstremitas:
Tungkai
kanan
Lengan
kiri
kanan
Gerakan
: normal
normal
Trofi
: normal
normal
Tonus
: baik
Kekuatan
Klonus
kiri
normal
normal
baik
baik
baik
: 5
: -
normal
normal
normal
Refleks Patologis: -
baik
baik
baik
Sensibilitas
: baik
Tanda Rangsang Meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig (-) Brudzinsky I (-) Laseque (-)
Brudzinsky II (-)
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah :
9/1
10/1
10/1
11/1
11/1
12/1
13/1
NILAI NORMAL
2015
2015
2015
2015
2015
2015
2015
19,8
16,9
15,5
15,5
14,6
13,3
13,3
10.8 12.8
53
46
44
43
42
41.5
40.5
35 43
6700
3610
3670
3760
3630
4060
4060
5.500 15.500
*Hematologi
Hemoglobin(g/dL
)
Hematokrit (%)
Leukosit (ul)
Trombosit (ul)
3000
0
21000
2300
24000
25000
DIAGNOSIS KERJA
- Demam Berdarah Dengue Grade II
VI.
DIAGNOSIS BANDING
- Demam Dengue
- Demam Chikungunya
- Demam Tifoid
PENATALAKSANAAN
IVFD Ringer Asering/ 12jam
IVFD Gelofusin/12 jam (dihentikan tanggal 12/1/2015)
Paracetamol 3 x 500 mg
DPR/24 jam
VIII.
PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Functionam
Ad Sanationam
81000
217.000 - 497.000
V.
VII.
45000
: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang
ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyerio otot, dan/ atau nyeri sendi
yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemorragik. Pada
demam berdarah (DBD) terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock sindrom) adalah demam berdarah yang ditandai oleh renjatan/shock.1
Epidemi dengue dilaporkan sepanjang abad kesembilan belas dan awal abad kedua
puluh di Amerika, Eropa Selatan, Afrika Utara, Mediterania Timur, Asia dan Australia dan pada
beberapa pulau di Samudra India, pasifik selatan dan tengah serta Karibia. Dengue Fever telah
meningkat sepanjang 40 tahun, dan pada tahun 1996, 2500-3000 juta orang tinggal di area yang
secara potensialberesiko terhadap penularan virus dengue. Setiap tahun, diperkirakan terdapat
20 juta kasus infeksi dengue, mengakibatkankira-kira 24 juta kematian.2
Indonesia dimasukkan dalam kategori A dalam stratifikasi DBD oleh World Health
Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan
kematian akibat DBD, khususnya pada anak.1-3 Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan
pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi
dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007).3
ETIOLOGI
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue, yang termasuk dalam genus Flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal
dengan berat molekul 4x106.1
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang
antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese Encephalitis, dan
West Nile virus. 1
EPIDEMIOLOGI
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden di
Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995( dan pernah meningkat
tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan
mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2 % pada tahun 1999.1
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu : 1
1. Vektor : perkembang biakan vector, kebiasaan mengigit, kepadatan vector di lingkungan,
transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain.
2. Pejamu : terdapat penderita di lingkungan/ keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk, usia, jenis kelamin.
3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
PATOGENESIS
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue( DBD) disebabkan oleh
virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu
disebabkan karenakebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam
dengue hal ini tidak terjadi.2
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah respon imun
humoral. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yangdimediasi antibodi. Antibodi
terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau
makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE). Limfosit T, baik Thelper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus
dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, interleukin-2
(IL-2) dan limfokin,sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Monosit dan
makrofag berperan dalam fagositosis virus. Namun, proses fagositosis ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag. Selain itu, aktivasi oleh
kompleks imun menyebabkan terbentuknya senyawa proaktivator C3a dan C5a, sementara
proaktivator C1q, C3, C4, C5-C8, dan C3 menurun.1
nadir
tercapai
akan
terjadi
peningkatan
proses
hematopoiesis
termasuk
megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru
mengalami kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai
mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui
pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan pelepasan senyawa adenin-di-fosfat (ADP), peningkatan kadar -tromboglobulin
danfaktor prokoagulator IV yang merupakan penanda degranulasi trombosit.1
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yangmenyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada
demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue
terjadi melalui jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui
aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex)
Kebocoran kapiler menyebabkan cairan, elektrolit, protein kecil, dan, dalam beberapa
kejadian, sel darah merah masuk ke dalam ruang ekstravaskular. Redistri busicairan internal ini,
bersama dengan defisiensi nutrisi oleh karena kelaparan, haus, dan muntah, berakibat pada
penurunan hemokonsentrasi, hipovolemia, peningkatan kerja jantung, hipoksia jaringan,
asidosis metabolik dan hiponatremia.8
Dua teori yang banyak di anut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue adalah
hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune
enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte,1997, sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien
akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi
7
IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya
angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi
yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular.
Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya
cairan dalam rongga serosa. 3
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung bahwa
mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih
besar untuk menderita DBD berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain
kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari
membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.3
mungkin hebat, tetapi hemoragi subarachnoid atau serebral jarang terjadi. Efusi serosa dengan
kandungan protein tinggi (kebanyakan albumin) umumnya terdapat pada rongga pleural dan
abdomen, tetapi jarang terjadi pada rongga perikardial.
Pada kebanyakan kasus fatal, jaringan limfosit menunjukkan peningkatan aktifitas
system limfosit B, dengan priliferasi aktif sel-sel plasma dan sel-sel limfablastoid, dan pusat
germinal aktif. Pada hati, terdapat nekrosis fokal dari sel-sel hepar, pembengkakan, adanya
Councilman dan nekrosis hialin dari sel-sel Kupfer. Pemeriksaan patologis terhadap sumsum
tulang, ginjal, dan kulit telah dilakukan pada pasien yang mengalami DBD non-fatal. Pada
sumsum tulang, tampak depresi semua sel-sel hematopoetik, yang secara cepat membaik
dengan penurunan demam. Studi pada ginjal telah menunjukkan tipe glomerulus kompleks
imun yang ringan, yang akan membaik setelah kira-kira 3 minggu dengan tidak ada perubahan
residual. Biopsi terhadap ruam kulit telah menunjukkan edema perivaskular dan mikrovaskular
terminal papilla dermal dan infiltrasi limfosit dan monosit. Fagosit mononuclear pembawa
antigen telah ditemukan pada sekitar edema ini. Deposisi komplemen serum, immunoglobulin,
dan fibrinogen pada dinding pembuluh darah juga telah ditemukan. 2
Nyeri kepala
Nyeri retro orbital
Mialgia/ artralgia
Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bending positif)
Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
Demam Berdarah Dengue (DBD) berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD
Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada
DBD ditemukan kebocoran plasma.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu : 3-6
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji
torniquet.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,tekanan nadi menurun
(20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab,
tampak gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
DIAGNOSA BANDING
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bila terdapat kesamaan klinis dengan demam
tifoid, campak, influenza, chikungunya, dan leprasitosis.1
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
1. Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui limfasitosis
relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15 %
dari jumlah total leukosit yang pada fase syok meningkat.
2. Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
3. Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit 20 % dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3 demam.
4. Hemostasis : Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
5. Protein/albumin : Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
6. SGOT/SGPT : dapat meningkat
7. Ureum, Kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
8. Elektrolit : Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
9. Golongan darah : bila akan dilakukan transfuse
10. Imunoserologi dilakukan untuk pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
PENATALAKSANAAN
11
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi
substitusi komponen darah bila diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang
perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran
plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak
demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan
kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara
bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup
atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya
efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai.
Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia
yang berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi yang cukup, lunak dan tidak
mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat
diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan
dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena
berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas (lambung/duodenum).
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa
mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,
sebagai berikut: 1-7
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat ( 1500 + 2 (BB 20))
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
12
Gambar 3
Penanganan
tersangka DBD tanpa syok4
13
14
15
INDIKASI PULANG
Keadaan umum baik dan masa kritis sudah berlalu, atau 7 hari sejak demam. Keadaan
umum baik ditandai dengan: 7
PROGNOSIS
Kematian akibat demam dengue hampir tidak ada. Pada DBD/DSS mortalitas cukup
tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta menunjukkan bahwa
prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan dari pada anak-anak.
KESIMPULAN
Demam berdarah adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang
ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemorragik. Pada
demam berdarah (DBD) terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock sindrom) adalah demam berdarah yang ditandai oleh renjatan/syok.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Demam
berdarah umumnya ditandai oleh demam tinggi mendadak selama 2-7 hari, yang diikuti oleh
fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi
mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Pasien
juga mengeluh sakit kepala hebat, rasa sakit di belakang mata, otot dan sendi, hilangnya napsu
makan, mual-mual dan ruam.
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI : 2006 : 1709-1713
2. WHO. Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan
Pengendalian. Jakarta : EGC : 1999
3. Chen Khie dkk. Diagnosis dan Terapi cairan pada Demam Berdarah Dengue.
Dalam : Medicinus. Edisi Maret-Mei. Jakarta : 2009
4. Isselbacher J Kurt dkk. Hemorrhagic Fever. Dalam : Harrisons Principles of
Internal Medicine. 14th edition. United State of America : McGraw-Hill: 1998 :
1141-1143.
5. Mubin A Halim. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Panduan Praktis Ilmu
Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC. 2001. 5-8
6. Murwani Arita. Perawatan Pasien Dengue Hemorrhagic Fever (Demam
Berdarah). Dalam : Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Mitra
Cendikia Press. 2009. 125-132
7. Yasmin A. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Diagnosis, Pengobatan,
Pencegahan dan Pengendalian. 2nd edition ed. Jakarta : EGC, 1999 ; 9-47
8. Halstead BS. Dengue. Lancet. Nov 10 2007; 370 (9599): 1644-52
17