Anda di halaman 1dari 11

TUGAS REVIEW JURNAL EXPERIMENTAL

PHILOSOPHY AND PHILOSOPHICAL INTUITION


MATAKULIAH FILSAFAT ILMU

KELOMPOK 1 A :
Ketua

: Khoirul Fatihin

071211132001

Sekretaris

: Nikken Larasati

071211133064

Bendahara I

: Zahra Wanisa

071211132016

Bendahara II

: Dilah Puspa Sari

071211132026

Bendahara III

: Achmad Ardiansyah S.P

071211131015

Bendahara IV

: Yovana Riken Keiky

071211132015

http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

Review
Filosofieksperimentalberlandaskanpadafilosofitradisionalsetidaknyaadaduacar
a,

inimenjaditantangankebenarandarikeyakinan

yang

padaumumnyaterjadi.

Inimemunculkanpertanyaanapakahpercayaatautidakpemikiransecaraintuitifolehmasy
arakatpadaumumnya.Tantanganlainnyajugamunculberdasarkanhasildarieksperiment
ertentu.
Skeptisismetradisionalsangattergantungpada

ide,kitabenar-

benarbisamengatakanhidupadalahtentangmimpi.Konsepsidarimimpisebagaisesuatus
epertihalusinasiakantetapimimpitidakcukupdalampengertiansepertiitusaja.
Mungkinmimpiadalahlebihdarimengimajinasikandaripadaberhalusinasi.Inimemunculk
ansuatukeragu-raguan (skeptis) tradisional.
Jikainibagiandaripikiran

(nalar)

bahwadalammimpikitapadahakikatnyapunyapengalamankesadaran
experiences)

seperti

(walling

life)

(conscious

ataumembangunhidup,

eksperimentalberdasarkanpendekatanmungkinmenujukkanbahwa common sense


(nalarataupikiran)

adalahsalah.Sedikitbanyak

yang

menjadimasalahdalamfilosofiyaituskeptisismeradikal.Mungkinhalbarulebihbaik,
filusufeksperimentaltidakbanyakmeminjamdariilmuwansepertiilmuwanpadaumumnya
.Merekamelakukannyadenganmerancangdanmenjalankaneksperimen-eksperimen
yang bertujuanuntukmemberikanpeneranganpadafisofis yang tertarikpadasuatuisuisu.Sebagianbesardarihasilkerjanyataeksperimentalfilosofitelahmelibatkanpsikologis
osial,

beberapakaryaterkenaltelahmelibatkanperencanaan

survey

ataupenelitianuntukmenyelidikidanuntukmemberikanpertanyaanintuisimasyarakatpa
daberbagaiisu-isufilosofi.Jadihalbaruakanmelibatkanmetodologissadardiriatauself
consciousuntukmencarisuatupendekatan.
Sisidarifilosofieksperimentaladalahmelakukandiskusi.Jika
ataupergerakanmemperkuatklaimuntukhasilhalbaru,

movement
inibekerjapadaintuisi,

dandemikian pula pekerjaanlainnyatergantungpada survey yang sangatpenting.

http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

Munculpertanyaanbahwaseharusnyakitamemahamiintuisi.Inisering

di

klaimbahwafilsafatanalitikmenarikpadaintuisiintuisidalamanalisiskonseptual.Namunhalinimenyesatkanpenggunaanintuisidalamfilo
sofi.Seharusnyaintuisitidakterjalinkhususuntukanalisiskonseptual.
Penulis menerapkan keutamaan epistemologi pada kasus yang spesifik dari
pengetahuan priori,pembenaran intuitif dan pengetahuan. Tradisionalitas seperti
intuisi telah dipahami dalam persetujuan dengan 2 model yang menonjol yaitu yang
pertama the perceptual eye of the mind dan yang kedua the cartesian introspective
model.
konten

Intuisi adalah rasional jika dan hanya jika berasal dari kompetensi, dan
yang

secara

eksplisit

maupun

secara

pengendalian

implisit.

Pendekatanpertama ini kemudian dipertahankan terhadap 2 hal penting yang utama


pada penyerangan terhadap intuisi yaitu the calibration objection dan the caltural
divergence objection.
Kalau kita memaksa kebenaran ilmu tersebut memerlukan kedudukan access
untuk reabilitas kompetensi kita, atau total control tanpa memperhatikan situasi kita,
hasilnya akanlah sangat diragukan.
Ketika kita bergantung kepada intuisi dalam filosofi, dalam pandangan saya,
kita membentuk sebuah kompetensi yang membolehkan kita untuk berada pada
sebuah subjek permasalhan, dengan berdasarkan kepercayaan kita kepada sedikit
kepahaman pada isinya.
Walaupun kita menolak model perseptual intuisi, selama kita masih menarik
untuk kompetensi.itu seperti yang terlihat, dan lagi, tidak peduli apakah subjek
masalahnya fully objective( sperti, mungkin, dengan persepsi bentuk), atau quasiobjective dan reaction-dependent(seperti, mungkin, dengan warna persepsi, atau
dengan phenomena yang terkonstruksi secara sosial)
jadi pasti akan terdapat masalah prima facie untuk menarik intuisi dalam
filosofi, kalau survey menunjukan bahwa terdapat perpanjangan ketidaksepahaman
yang cukup dalam subjek masalah seharusnya terbuka untuk akses intuisi.
Para eksperimentalis belum cukup berbuat untuk menunjukkan bahwa
mereka telah menyeberangi kesenjangan yang diciptakan oleh perbedaan potensial
http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

tersebut dalam makna dan konteks. Juga belum terbukti tanpa diragukan bahwa
benar-benar ada perbedaan pendapat filosofis penting berakar pada perbedaan
budaya atau sosio-ekonomi.
Dalam gerakan itu sendiri, orang menemukan pengakuan yang berkembang
bahwa seharusnya "Ketidaksepakatan intuitif" mungkin hanya lisan. Dengan
demikian, sebuah makalah baru-baru ini oleh Shaun Nichols dan Joseph Ulatowski
berisi usulan berikut:
Hipotesis kami adalah bahwa keragaman penafsiran 'disengaja' pameran,
yaitu, mengakui interpretasi yang berbeda. Bagian dari populasi, jika diberikan ...
[Tertentu] macam kasus, menafsirkan 'sengaja' salah satu cara, dan sebagian dari
populasi menafsirkannya dengan cara lain. Pada satu interpretasi kedua kasus yang
disengaja dan pada interpretasi lain, juga tidak. Dalam linguistik dan filsafat bahasa,
ada beberapa cara yang bisa mengakui istilah interpretasi yang berbeda: istilah
mungkin ambigu, polysemous, atau menunjukkan bentuk-bentuk tertentu. Kami
berarti untuk hipotesis keragaman interpretatif untuk bersikap netral tentang yang
berupa keanekaragaman penafsiran berlaku untuk 'disengaja'. "
Sejauh bahwa filsafat eksperimental mengadopsi cara ini dalam perhitungan
untuk keragaman respon intuitif lisan, itu akan menghindari bentrokan substantif
dalam mendukung perselisihan hanya secara verbal. Tapi sekali perbedaan
pendapat tersebut dipandang verbal, seharusnya masalah pada menguapnya filosofi
intuisi.
Pembelaan intuisi filosofis dengan menggunakan dalih "perselisihan hanya
verbal" dapat ditolak karena kegagalan yang tersirat dari komunikasi akan
mengancam untuk membuat laporan intuisi yang tidak berguna untuk teori filsafat
bersama. Daya tarik untuk perbedaan penafsiran adalah langkah defensif, dilakukan
terhadap mereka yang mengklaim bahwa ada ketidaksepakatan serius dalam intuisi.
Ini adalah hanya terhadap suatu klaim perselisihan yang kita harus menarik
perbedaan verbal. Tetapi setiap klaim tersebut perlu diambil secara serius hanya
ketika didukung oleh bukti yang memadai. Dan ini pasti masalah yang harus diambil
secara kasus per kasus. Pertama, bukti yang mungkin untuk dikumpulkan secara
empiris, melalui survei. Kedua, bukti mungkin internal untuk bidang kita, berutang
http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

kepada dialektika dengan sesama filsuf,misalnya tentang apa yang harus dipikirkan
tentang berbagai kasus hipotetis. Pertimbangan studi kasus lebih lanjut tentang
bagaimana benturan intuisi dapat berubah menjadi hanya verbal.
Filsafat eksperimental juga berhubungan dengan bagaimana seseorang
dapat bertanggung jawab secara moral atas apa yang telah dia lakukan. Hal ini juga
dipertanyakan pada para ilmuwan. Apakah mereka bisa memenuhi tanggung
jawabnya secara moral atau tidak. Setelah dilakukan penelitian, ternyata hasilnya
mengejutkan. 86% dari responden menjawab tidak: mereka tidak bisa memenuhi
tanggung jawabnya secara moral mengenai segala sesuatu yang telah mereka
lakukan. Penurunan kinerja dari seorang intelektual pada umumnya akan
berpengaruh pada relevansi kompetensi, persepsi, dan inferensi yang mereka miliki.
Pertanggung jawaban dari suatu tindakan akan akan menggambarkan sifat dari
seseorang, sehingga orang lain akan memberikan penilaian mengenai akuntabilitas
dan

kredibilitas

yang

dimiliki

oleh

orang

tersebut.

Orang-orang

akan

membandingkan kredibilitas seseorang dengan orang yang lain dan manakah yang
lebih bertanggung jawab dalam hal tindakannya.
Dalam suatu kasus, seseorang akan membuat penjelasan alternatif untuk
mempengaruhi

keragu-raguannya.

Seperti

artikel

Stanford

Encyclopedia

of

philosophy mengenai tanggung jawab moral, di mana kita diberitahu bahwa ada dua
indera yang berbeda dalam tanggung jawab moral, yaitu atributabilitas dan
akuntabilitas akal.
Kita harus berhati-hati dalam bagaimana kita menggunakan intuisi, bukan
bahwa intuisi tidak berguna. Hal ini tentu saja membantu untuk ditampilkan
bagaimana intuisi dapat tersesat dalam kondisi yang tidak menguntungkan, seperti
persepsi yang justru membuat analisis kita berbeda dengan data dan fakta yang
harusnya lebih kita pakai daripada sebuah intuisi.
Saluran baru-baru ini mucul pada intuisi filosofis, sejalan dengan filosofi
eksperimental movement. Menurut sebuah buku terbaru oleh Michael Bishop dan JD
Trout, epistemologi harus melihat melampaui pusar dan mengadopsi lebih layak
dalam mengembangkan resep yang akan memiliki beberapa objek yang akan
digunakan dalam dunia nyata. Normatif disiplin yang bersangkutan dengan resep
http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

dan evaluasi memiliki sisi theo retical dan sisi yang lebih diterapkan. Yang terakhir
kita sebut "kasuistis" dalam arti luas. Lebih umum, kebijakan yang berorientasi
kasuistis etika terapan. Sejauh ada hal seperti itu sebagai epistemologi diterapkan,
saya kira itu harus ditemukan sebagian besar, meskipun tidak secara eksklusif dan
langsung turun di lapangan.
Memang kita bisa mengajukan keberatan akan intusi yang digunakan. Apabila
memang intuisi lebih digunakan dalam hal ini, dipertahankan dalam perananya
melalui kasuistis epistemik maka semua akan menjadi kecil dibandingkan dengan
pengetahuan kita tentang fakta-fakta ilmiah yang sebenarnya lebih relevan dan
terpercaya dari pada sebuah intuisi.
Kedudukan kasuistis epistemik sangatlah jelas yaitu sebagai sebuah disiplin,
dengan aturan yang berlaku secara umum. Untuk menentukan fakta-fakta dalam
kasuistis tentunya dapat menggunakan metode yang tepat, sumber pustaka, surat
kabar yang terpercaya, dan metode statistik yang telah teruji. Kegunaan kasuistik
epistemik lebih menonjol pada aspek praktis yang mencakup berbagai instrumen
dan cara membaca berbagai alat ukur. Misalnya, alat navigasi, peta hutan, tips
pertanian dan sebagainya. Sedangkan epistemologi menjelaskan lebih kepada sifat,
kondisi, dan tingkat pengetahuan dan pembenaran. Namun demikian, kasuistik
epistemik dan epistemologi tradisional memiliki waktu dan tempat masing-masing
dalam penggunaannya. Jadi, tidak bisa dinilai mana yang lebih baik dan mana yang
lebih buruk. Pertanyaanya adalah, dalam kasuistis apakah intuisi kompeten sebagai
sumber dasar pembenaran yang tepat.
Uskup dan Trout menekankan bahwa teori SAE hanya mendefinisikan apa
yang tidak boleh kita lakukan, bukan apa yg seharusnya kita lakukan. Yang
dimaksud dengan kita disini hanyalah sebagian fraksi populasi dunia yang
mempelajari teori SAE.
Dalam epistemologi, intuisi seharusnya berfungsi sebagai analogi dengan
cara pengamatan dalam ilmu empiris. Data ilmu empiris tidak hanya meliputi
pengamatan oleh spesialis, tetapi juga tentang kebenaran subyek mengenai sebuah
kasus. Jadi, ilmu empiris bukan membahas mengenai kebenaran normatif seperti
halnya intuis, namun lebih menekankan pada kebenaran yang sebenar-benarnya.
http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

Analisis
Topik dalam jurnal ini membahas tentang filsafat eksperimental sebagai
gerakan naturalistik dan nilai intuisi dalam filsafat. Penulis mencoba membahas
sebuah kemungkinan dimana apakah sebuah perubahan mampu menjadi landasan
filosofi yang lebih umum. Dan bagaimana mungkin banyak inovasi yang baru dan
menjanjikan.
Filsafat eksperimental adalah sebuah filsafat yang berlandaskan pada filsafat
tradisional dan mempunyai dua pandangan. dua pandangan tersebut yaitu
pertanyaan apa yang bisa dan apa yang tidak bisa dipercaya secara intuitif oleh
masyarakat umum.Filsafat eksperimental adalah suatu cara manusia dalam
melakukan suatu percobaan hanya dengan menggunakan pikiran atau imajinasi
tanpa melakukan percobaan secara fisik. Filsafat eksperimental sangat penting bagi
ilmu pengetahuan, terutama bidang filsafat yang bidang bahasanya seringkali
empiris. Ada sebuah pertanyaan bahwa apakah hasil eksperimen itu melandasi
masalah filsafat? Semua tergantung dari bagaimana proses dalam mendapatkan
sebuah hasil dari eksperimen yang akan dilaksanakan. Dalam jurnal yang ditulis
oleh Ernest Sosa menyatakan bahwa konsepsi mimpi sebagai suatu halusinasi dan
jika kita mampu menemukan sesuatu dibalik itu akan menjadi yang tidak hanya
menjadi sebuah mimpi. Kita sadar bahwa itu semua adalah bagian dari akal sehat
didalam mimpi dan merupakan sebuah pengalaman yang hakikatnya seperti
kehidupan nyata.Filsuf Eksperimental melakukan eksperimen yang bertujuan untuk
menyoroti isu-isu filsafat yang menarik.
Menurut Bergson, intuisi adalah suau sarana untuk mengetahui secara
langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan
pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari
pengetahuan intuitif. Dalam cara berpikir Filsuf eksperimental, data yang
dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping
pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Mereka berpendirian bahwa apa
yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan
dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang
sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita, dan
http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang


senyatanya.

Dengan

menyadari

keterbatasan

indera

dan

akal,

Bergson

menganggap adanya kemampuan tingkat tinggi dalam diri manusia, yaitu intuisi.
Intuisi adalah suatu bentuk pemikiran akal, sebab pemikiran intuisi bersifat dinamis.
Fungsi intuisi adalah untuk mengenal hakikat pribadi atau aku dengan lebih
murni dan untuk mengenal hakikat seluruh kenyataan. Intuisi inilah yang dapat
memahami kebenaran yang utuh, yang tetap dan menangkap objek secara langsung
tanpa melalui pemikiran. Jadi indera dan akal hanya mampu menghasilkan
pengetahuan yang tidak utuh, sedangkan intuisi dapat menghasilkan pengetahuan
yang utuh dan tetap.
Intuisi adalah istilah untuk kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui
penalaran rasional dan intelektualitas. Seperti pemahaman itu tiba-tiba saja
datangnya dari dunia lain dan di luar kesadaran. Kelemahan dari intuisi adalah intuisi
cenderung hanya muncul dalam suatu kondisi tertentu yang mendesak dan tidak
bisa sewaktu-waktu sehingga tidak bisa diandalkan dalam suatu kondisi tertentu.
Sementara kelebihan dari intuisi adalah seseorang mampu untuk mengetahui dan
memahami suatu kejadian yang belum terjadi dan pemikiran itu muncul dari hati
nurani dan ketajaman intuisi tersebut dapat menunjang kesuksesan dalam
menentukan sebuah keputusan.
Pemikiran tentang adanya gagasan dalam pikiran, adanya penalaran analitik,
non analitik atau intuitif adalah objek kajian yang mendasar dalam epistimologi.
Sumber pengetahuan manusia berasal dari gagasan, ide, penalaran, dan intuisi.
Dengan demikian kedua macam tersebut dapat dikatakan bahwa telah ada gagasan
analitik dan gagasan intuitif. Sumber adanya gagasan itu bermacam-macam,
sebagaimana sumber intuisi pun tidak dalam satu bentuk. Sumber gagasan adalah
akal pikiran manusia, sedangkan sumber intuisi adalah kepekaan perasaan manusia
dalam menangkap berbagai isyarat metafisikal atau supranatural, atau dari ilham
bagi orang-orang yang dipilih oleh Tuhan atau bahkan ada yang datang dan muncul
dari mimpi. Selain itu akumulasi pengalaman manusia dapat dijadikan sumber
pengetahuan analitik dan intuitif, sehingga kebenaran yang diperoleh atas penalaran
analitik dan intuitif yang berdasarkan pengalaman dapat disimpulkan oleh kedua
http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

kategori kebenaran, yakni kebenaran ilmiah yang rasional empirik dan kebenaran
normatif-intuitif. Kedua kebenaran tersebut disebabkan oleh adanya relevansi antara
gagasan dengan kenyataan materilnya, dan relevansi antara kejadian dengan
keyakinan terhadap perasaannya.
Filsafat eksperimental adalah suatu cara manusia dalam melakukan suatu
percobaan hanya dengan menggunakan pikiran atau imajinasi tanpa melakukan
percobaan secara fisik. Filsafat eksperimental sangat penting bagi ilmu pengetahuan,
terutama bidang filsafat yang bidang bahasanya seringkali empiris. Pokok
permasalahan dari filsafat eksperimental sebenarnya sangat sederhana. Bagaimana
bisa dengan hanya berpikir kita mampu mengerti lebih banyak tentang suatu
realitas?
Intuisi

seharusnya

berfungsi

untuk

seperti

pengamatan.

Data

untukempirisilmu pengetahuan meliputi tidakhanyaklaim tentang pengamatan dari


beberapa spesialis. Himpunan data empiris termasuk juga klaim tentang subyek
bidang studi spesialis, tentang kebenaran mengenai fenomena alam yang
diteliti.Demikian pula, data filosofis akan mencakup bukan hanya klaim tentang
intuisi bersama oleh beberapa spesialis. Tetapi juga disertakan akan klaim tentang
subyek bidang studi filsuf, termasuk kebenaran evaluatif atau normatif epistemologi.
Relevansi filsafat eksperimental dan intuisi filosofis terhadap ilmu administrasi
negara:
1. Intuisi filosofis dapat digunakan oleh para lulusan ilmu administrasi negara/
negarawan untuk berfikir dan merenungkan sebuah konsep negara yang ideal
di masa sekarang maupun masa yang akan datang.
2. Dalam mengambil suatu kebijakan publik para administrator di tuntut untuk
berfikir kritis dan selalu menelaah suatu kebijakan agar dapat mengetahui
kelemahan dan kelebihan suatu kebijakan jika suatu kebijakan tersebut
diterapkan dalam kehidupan masyarakat.
3. Seorang pemimpin saat dihadapkan dengan suatu kondisi yang sulit dalam
mengambil keputusan harus bisa bertindak cepat dan tepat dalam mengambil
suatu keputusan tersebut. Hal ini mengandalkan intuisi filosofis karena
sebuah intuisi datangnya dari hati nurani dan intuisi dapat mendorong
http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

seseorang untuk bertindak cepat dan tepat dalam suatu kondisi yang bisa
dibilang sulit.
4. Intuisi dapat digunakan oleh seorang pemimpin, dalam hal ini para birokrat
untuk memahami keinginan masyarakatnya. Dikarenakan sebuah intuisi lebih
mengandalkan faktor-faktor emosional daripada rasional, sehingga dapat
membuat kebijakan yang sesuai dengan hati nurani.
5. Intuisi adalah keterhubungan antara alam bawah sadar manusia dengan
pikiran sadar. Sehingga seorang pemimpin mampu menengahi suatu
permasalahan yang terjadi pada bawahannya. Dalam hal ini, misalnya
seorang pemimpin negara dengan menteri-menteri di bawahnya.
6. Seorang pemimpin membutuhkan intuisi untuk membantunya memahami diri
sendiri dan orang lain. Selain itu, intuisi juga dapat membantu memahami
peotensi-petensi yang dimiliki oleh SDM-SDM yang dimilikinya. Dengan
begitu, seorang pemimpin mampu menempatkan orang-orang yang tepat
untuk posisi yang tepat pula sehingga mampu mengoptimalkan kinerja
organisai(negara) yang dipimpinnya.
KESIMPULAN :
Filsafat eksperimental adalah sebuah filsafat yang berlandaskan pada filsafat
tradisional dan mempunyai dua pandangan. dua pandangan tersebut yaitu
pertanyaan apa yang bisa dan apa yang tidak bisa dipercaya secara intuitif oleh
masyarakat umum. Filsafat eksperimental sangat berguna sebagai sumber
informasi dari ilmu-ilmu lain terutama filsafat. Suatu hasil eksperimen dapat
melandasi ilmu filsafat tergantung dari proses bagaimana eksperimen itu
dilaksanakan. Para filsuf eksperimental melakukan penelitian untuk membahas
dan lebih mendalami lagi isu-isu filosofis yang mereka anggap sangat
menarik.Disamping itu, disini juga dibahas mengenai intuisi, yaitu bagaimana kita
dapat memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas.
Sumber pengetahuan manusia berasal dari gagasan, ide, penalaran, dan
intuisi. Sumber gagasan adalah akal pikiran manusia, sedangkan sumber intuisi
adalah kepekaan perasaan manusia dalam menangkap berbagai isyarat
metafisikal atau supranatural, atau dari ilham bagi orang-orang yang dipilih oleh
http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

10

Tuhan atau bahkan ada yang datang dan muncul dari mimpi. Selain itu
akumulasi pengalaman manusia dapat dijadikan sumber pengetahuan analitik
dan intuitif, sehingga kebenaran yang diperoleh atas penalaran analitik dan
intuitif yang berdasarkan pengalaman dapat disimpulkan oleh kedua kategori
kebenaran, yakni kebenaran ilmiah yang rasional empirik dan kebenaran
normatif-intuitif.
Ketajaman intuisi ini sangat dibutuhkan dalam hal pembuatan keputusan atau
kebijakan. Oleh karena itu, seorang pemimpin, atau seorang pembuat kebijakan
harus memiliki ketajaman intuisi yang cukup agar kebijakan yang dia buat bisa
proporsional, efisien, dan teralokasi dengan baik. Hal ini juga akan berdampak
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

11

Anda mungkin juga menyukai