Peran Bank Sentral Dalam Menjaga Stabilitas Sistim Keuang
Peran Bank Sentral Dalam Menjaga Stabilitas Sistim Keuang
Oleh:
Dr Wimboh Santoso1
I.
Pendahuluan
Stabilitas sistim keuangan telah menjadi sasaran yang penting dalam kebijakan
ekonomi keuangan selama beberapa puluh tahun terkahir terutama paska krisis
Asia pada tahun 1998.
Pada tahun 1980an, deregulasi terhadap pasar keuangan terutama pemberian
kredit atau pemberian fasilitas sejenisnya dari bank serta pengaturan aliran modal
antar negara telah dihapuskan secara bertahap di beberapa negara. Kondisi ini
telah menyebabkan adanya fondasi yang kuat untuk mengembangkan sektor
keuangan sehingga lebih cepat dari pertumbuhan dari sektorsektor ekonomi
lainnya. Dalam phase ini, sistim keuangan telah berkembang secara struktural dan
menjadi lebih komplek. Instrument keuangan telah berkembang menjadi beraneka
ragam, aktivitasnya lebih terdiversifikasi dan risikonya lebih rumit dengan
perubahan yang sangat dinamis. Sektor keuangan juga menjadi lebih terintegrasi
dan terkait erat satu sama lain dari segi dimensi industri maupun secara
geographis, sehingga sulit diidentifikasi originalitasnya dan siapa yang bertanggung
jawab apabila terjadi permasalahan.
Sejalan dengan pertumbuhan yang pesat di sektor keuangan, maka diikuti pula
dengan berbagai permasalahan yang semakin sulit terdeteksi secara lebih dini.
Krisis di sektor keuangan biasanya berkaitan dengan siklus "boom" dan "bust"
terhadap nilai asset dan kredit. Terjadinya perkembangan pertumbuhan yang cepat
harga property dan kredit konsumsi telah menjadi indicator awal permasalahan
instabilitas. Pertanyaanya: apakah kebijakan moneter dapat digunakan untuk
memitigasi perkembangan yang pesat tersebut? Paper ini akan mengulas beberapa
pertanyaan terkait dengan: (1) Apa yang disebut stabilitas sistim keuangan?; (2)
Bagaimana melakukan analisisnya agar bisa melakukan deteksi lebih dini dan
mengambil kebijakan mitigasinya; (3) Bagaimana kerja sama antar otoritas untuk
mendukungnya; (4) Dengan apa kita bisa menjaga stabilitas sistim keuangan.
1
Pendapat dan pernyataan dalam tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis, bukan merupakan pendapat Bank
Indonesia dimana penulis bekerja.
II.
Setelah pemahaman stabilitias sistim keuangan dan sasaran yang akan dicapai
disepakati dan dipahami oleh otoritas, maka pelaksanaan analisis simpul simpul
kerawanan yang dapat menyebabkan instabilitas akan dapat dilakukan dengan
mudah dalam organisasi bank sentral. Terdapat dua pendekatan yang saling
melengkapi :
Pertama, kita perlu memfokuskan kepada berbagai faktor risiko yang berasal dari
2
dalam sistim keuangan itu sendiri yaitu terdiri dari lembaga keuangan, pasar
keuangan dan infrastruktur keuangan seperti settlement yang dilakukan oleh bank
sentral (RTGS) maupun lembaga settlement lainnya. Unsur internal sistim keuangan
ini akan selalu dihadapkan kepada berbagai faktor risiko seperti risiko kredit, risiko
likuiditas, risiko pasar dan risiko operational. Analisis atas berbagai risiko tersebut
telah semakin sulit beberapa tahun terakhir ini sejalan dengan sistim keuangan
yang semakin komplek dan saling berkaitan baik antar industri maupun secara
geographis.
Peningkatan kompleksitas sistim keuangan di tunjukan dengan pesatnya pasar di
credit derivatives. Instrument ini relative masih baru yang bentuknya bisa beraneka
ragam. Meskipun instrument ini sangat baik untuk mitigasi risiko, namun terdapat
kemungkinan bahwa tehnis penilaiannya akan rumit serta dapat menimbulkan
moral hazard atau rentan terjadinya spekulasi dan fraud. Lembaga keuangan baik
yang melakukan mitigasi dengan menjual risikonya kepada pihak lain masih dapat
terekspose risiko. Tanpa disadari bahwa risiko sistemik akan dapat manganulir
persepsi bahwa risikonya telah dijual, sedangkan lembaga yang membeli risiko
ternyata sudah terlalu besar risiko yang dibelinya dan tidak bisa dimitigasi ke
lambaga lain. Kalau terjadi default atas maka hanya bailout dari otoritas yang dapat
menyelesaikannya.
Melakukan analisis risiko yang berasal dari dalam sistim keuangan akan lebih jelas
kalau dapat dibedakan melalui dua pendekatan micro dan macroprudential.
Microprudential analisis lebih mengarah kepada perkembangan dalam individu
lembaga keuangan dengan lebih menaruh perhatian pada menghindari problem
individual lembaga untuk melindungi kepentingan para deposan. Macroprudential
analisis lebih mengarah kepada sistim keuangan secara keseluruhan dengan
sasaran agar tidak terjadi permasalahan untuk menghindari biaya yang akan
dibebankan kepada pemerintah (pembayar pajak). Untuk menghindari sistemik risk
dilakukan analisis risiko terhadap semua unsur di sistim keuangan. Khusus untuk
lembaga keuangan, analisis terhadap keterkaitan antar lembaga keuangan yang
diakibatkan oleh permasalahan likuiditas maupun solvabilitas merupakan analisis
macroprudential yang penting dalam menjaga stabilitas sistim keuangan.
Kedua, pendekatan dengan menekankan risiko yang berasal dari luar sistim
keuangan. Pendekatan ini telah dipahami oleh para pengambil kebijakan beberapa
tahun terakhir. Perkembangan yang pesat perdagangan instrumen derivatives atas
surat hutang dan harga assets, termasuk juga gangguan makro ekonomi seperti
turunnya harga komoditi serta terjadinya ketidak seimbangan dalam ekonomi
dunia dan pasar keuangan akan dapat menimbulkan risiko instabilitas.
Untuk melakukan identifikasi dari sumber instabilitas, kita memerlukan berbagai
3
besar dengan kantor diseluruh dunia baik dalam bentuk kantor cabang maupun
anak perusahaan yang jumlahnya bisa mencapai sekitar 8000, dengan kondisi ini
akan sangat sulit bagi kantor pusatnya untuk melakukan monitoring dan bank
sentral dinegara asalnya juga mengalami kendala untuk melakukan assessment
atas dampak dari permasalahan terhadap kemungkinan timbulnya krisis di negara
lain. Dalam hal bank tersebut harus dilakukan penyelamatan, permasalahan
muncul siapa yang akan bertanggung jawab untuk melakukan penyelematan.
Penjaminan dana nasabah juga bentuknya sangat beragam diantar negara,
sehingga penataan kembali sistim keuangan secara global perlu dilakukan segara
agar permasalahan krisis dapat dicegah lebih dini dan penyelesaian krisis dapat
dilakukan dengan baik.
V.
dan sektor riil terutama perilaku rumah tangga dan perusahaan korporasi sebagai
input kebijakan moneter.
VII. Tantangan kedepan
Meskipun pemikiran tentang stabilitas sistim keuangan telah berkembang dan
diterapkan secara formal oleh sebagian besar bank sentral di seluruh dunia, namun
tetap tidak ada jaminan bahwa akan terhindar dari krisis yang bersifat sistemik.
Krisis pada tahun 2008 yang baru lalu membuktikan bahwa masih banyak
tantangan kedepan untuk lebih meningkatkan berbagai perhatian kita terhadap
pencegahan untuk menghindari terjadinya krisis dan penyelesain atas krisis itu
sendiri dengan pertimbangan bahwa sistim keuangan akan berkembang terus
sehingga dimungkinkan adanya sumber kerawanan yang belum terdeteksi
sebelumnya.
Peningkatan peraturan yang bersifat makroprudential merupakan agenda yang
penting kedepan sebagaimana yang telah dicanangkan dari berbagai program
bersama dibawah G20. Perkembangan capital inflow ke beberapa negara
berkembang juga akan menjadi sumber kerawanan yang perlu menjadi perhatian
bersama.
***
10