Anda di halaman 1dari 2

Belakangan, media menyorot kembali maraknya kasus aborsi yang terjadi.

Hal ini
tentu saja tidak terlepas dari penggerebekan aparat kepolisisn terhadap klinik-klinik
yang selama ini di sinyalir menjadi tempat kegiatan aborsi dilakukan. Tapi anehnya,
justru klinik itu baru tercium setelah beroperasi hampir 10 tahun, bukan waktu yang
pendek saya kira. Nah, muncul pertanyaan, mengapa praktek aborsi ini baru bisa
terungkap setelah sekian lama dilakukan ? Terlepas dari prasangka ini dan itu, yang
jelas kasus ini mulai terkuak. Bak fenomena gunung es, ini memperlihatkan bahwa
kasus yang belum terungkap justru jauh lebih banyak. Memang yang terungkap
adalah klinik di kota besar, tapi tahukah kita bahwa pasien aborsi juga berasal dari
kota kecil yang mencari pertolongan aborsi ke kota besar ?

Jauh-jauh hari badan kesehatan dunia telah mengisyaratkan bahwa di Indonesia


terjadi 2000 kasus aborsi setiap tahunnya. dan 12,5 persen dari total tersebut
adalah kasus aborsi yang dilakukan oleh remaja. Tentu akan berbeda cara pandang
kita melihat persoalan aborsi yang dilakukan oleh pasangan suami istri dengan
yang dilakukan oleh remaja. Bagi pasangan suami istri, aborsi dilakukan dengan
berbagai alasan, mungkin saja alasan medis, atau kegagalan alat kontrasepsi.
Sementara aborsi yang dilakukan oleh remaja tidak lebih dan tak kurang
disebabkan oleh perilaku seks yang tidak sehat dan bertanggung jawab. Keduaduanya memiliki persoalan tersendiri dan tentu saja aborsi yang dilakukan oleh
remaja adalah hal yang sangat pelik.

Mengapa remaja begitu gampang melakukan hubungan seksual di luar nikah ?


Apakah yang menyebabkannya ?

Tidak saatnya berdebat, yang dibutuhkan saat ini hanyalah mencari akar persoalan
ini. Banyak yang menganggap bahwa perilaku seks di luar nikah yang dilakukan
remaja disebabkan faktor rendahnya keimanan dan ketakwaan seseorang. Ada
benarnya juga. Tetpi bagi saya, selain iman dan takwa, diperlukan semacam
intervensi pendidikan seks bagi remaja yang terpola, bertanggung jawab dan
menjadi sistem dalam kehidupan masyarakat (terutama remaja). Pendidikan seks
jangan lagi di pandang sebagai hal yang cabul. Jangan di pandang sebagai hal
yang tidak etis. Jangan dipandang sebagai hal yang tidak sesuai dengan adat
ketimuran, dan segala macam

Konteks pendidikan seks harus mulai digeser dari cara pandang normatif ke cara
pandang kesehatan. Perlu logika-logika kesehatan untuk mendorong peningkatan
pengetahuan, pemahaman remaja akan tubuh dan tumbuh kembang. Ketika tubuh

seorang remaja berkembang, maka konsekwensinya remaja akan melakukan


eksplorasi terhadap tubuhnya sendiri. Nah disinilah peran pendidikan seks,
bagaimana membantu remaja memahami eksplorasi tubuh tersebut dalam konteks
logika kesehatan, sehingga ketika dia melakukan hal-hal yang beresiko semisal
berhubungan seksual, maka remaja sudah tahu apa resiko yang akan diakibatkan
dari perilaku tersebut, dalam konteks kesehatan tubuh dan sosial mereka.

Nah, jika demikian, maka pendidikan seks sudah menjadi kebutuhan untuk segera
di realisasikan dalam setiap aspek kehidupan yang berkaitan dengan anak dan
remaja. Ketika lahir saja yang pertama kali di identifikasi adalah seks seseorang,
mengapa saat sudah bertumbuh dan berkembang, kita malah tidak mau
membicarakan seks tersebut ?

Tinggal bagaiman kita semua memformulasikan pola pendidikan seks yang


bijaksana, sehat dan bertanggung jawab tersebut. Atau jika kita berdiam diri, maka
bukan tidak mungkin jumlah kasus aborsi setiap tahun akan meningkat.

Anda mungkin juga menyukai