PENDAHULUAN
A.
(38).
2.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Model Penafsiran
Al-Quran adalah sumber bacaan ajaran agama Islam. Laksana samudera
yang keajaiban dan keunikannya tidak pernah sirna ditelan masa, sehingga lahirlah
beberapa macam-macam penafsiran dengan metode yang beranekaragam. Para
ulama telah menulis dan mempersembahkan karya-karya mereka dibidang tafsir ini,
dan menjelaskan metode-metode yang digunakan oleh masing-masing tokoh
penafsir, metode-metode yang digunakan oleh masing-masing tokoh penafsir ialah
metode tahlily, ijmali, muqaran, dan maudhui.2. Pentingnya metode
Tafsir Tahlily
Kata tahliliy adalah bahasa arab yang berasal hallala-yuhallilu-tahlilan yang
berarti to analize atau detailing, ana lyzing, menganalisa atau mengurai, dan kata
tahlily berarti analytic3. Metode tahliliy, yang dinamai oleh Baqir Al-Shadr sebagai
metode tajziiy,adalah satu metode tafsir yang Mufassirnya berusaha
kandungan ayatayat-ayat
menjelaskan
mushaf.[4]
nuzulnya.
Metode ini terkadang menyertakan perkembangan kebudayaan generasi
Nabi, Sahabat maupun Tabiin, terkadang pula diisi dengan uraian-uraian
kebahasaan dan meteri-materi khusus lainnya yang kesemuanya ditujukan untuk
memahami Al-Quran yang mulia ini. Sedangkan M. Quraish Shihab
berpendapat bahwa tafsir tahlili merupakan suatu bentuk tafsir dimana
mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Quran dari berbagai
seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat Al-Quran sebagaimana tercantum
dalam mushaf.4
Para ulama membagi wujud tafsir Al-Quran dengan metode tahlily kepada
tujuh macam, yaitu : tafsir bi al-Matsur, tafsir bi al-Rayi, tafsir shufi, tafsir
falasafi, tafsir fiqhi, tafsir ilmi, dan tafsir adabi.
a.
maksud ayat Al-Quran yang lain, termasuk dalam tafsir ini ialah
dengan hadis-hadis
c.
Tafsir Shufi, yaitu penafsiran yang dilakukan para sufi yang pada
umumnya dikuasai oleh ungkapan mistik. Ungkapan-ungkapan
tersebut tidak dapat dipahami kecuali oleh orang-orang sufi dan yang
melatih diri untuk menghayati ajaran tasawuf.
d.
e.
Tafsir Falsafi,
dengan
f.
g.
Tafsir Adabi,
dengan
Tafsir Maudhui
Metode tafsir maudhui (tematik), yaitu metode yang ditempuh seorang
metode topikal. Jadi, mufassir mencari tema-tema atau topik-topik yang ada di
tengah masyarakat atau berasal dari al-Quran itu sendiri, atau dari lain-lain.
Kemudian tema-tema yang sudah dipilih itu dikaji secara tuntas dan menyeluruh dari
berbagai aspeknya sesuai dengan kapasitas atau petunjuk yang termuat di dalam
ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut. Jadi penafsiranyang diberikan tidak boleh jauh
dari pemahaman ayat-ayat al-Quran agar tidak terkesan penafsiran tersebut
berangkat dari pemikiran atau terkaan berkala [al-ray al-mahdh]. Oleh karena itu
dalam pemakainnya, metode ini tetap menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku
secara umum di dalam ilmu tafsir
Pada tahun 1977, Abdul Hay al-Farmawy, guru besar Fak.
Ushuluddin alAzhar, mengarang sebuah karya yang berjudul Al-Bidayah fi alTafsir al-Mauduiy. Dalam buku itu diungkapkan secara rinci tentang
langkah-langkah dalam menggunakan metode Mauduiy, yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Mempelajari ayat-ayat secara keseluruhan dengan cara menghimpun ayatayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan
antara yang am dan yang khas, mutlak dan muqayyad, atau yang pada
lahirnya bertentangan sehingga semuanya bertemu dalam satu muara tanpa
perbedaan atau pemaksaan.8
selebar-lebarnya
bagi mufassir
untuk mengemukakan
b.
Metode
Metode ini terkesan lebih banyak menelusuri penafsiranpenafsiran yang pernah dilakukan oleh para ulama daripada
mengemukakan penafsiran-penafsiran baru yang lebih kreatif
dan orisinal. Jadi ini hanya kumpulan kitab tafsir dari berbagai
sumber terus disusun menjadi satu kitab.
2.
b.
c.
2.2.
a.
Menjadikan petunjuk Al-Quran bersifat parsial, padahal AlQuran merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga satu ayat
dengan ayat yang lain membentuk satu penegertian yang utuh ,
tidak terpecah-pecah.
b.
b.
c.
Tafsir dengan metode ini amat berguna bagi mereka yang ingin
mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat,
d.
3.2.
b.
Metode
permasalahan
Metode ini terkesan lebih banyak menelusuri penafsiranpenafsiran yang pernah dilakukan oleh para ulama daripada
mengemukakan penafsiran-penafsiran baru yang lebih kreatif
dan orisinal. Jadi ini hanya kumpulan kitab tafsir dari berbagai
sumber terus disusun menjadi satu kitab.10
b.
c.
d.
Metode
anggapan
masyarakat.
4.2.
b.
C.
Pendekatan Antropologis
Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat
peradaban.
dalam konteks memahami kitab Allah menjadi sebuah kebutuhan yang tidak terelakkan.
Inilah yang dalam bahasa Syeikh Muhammad Abu Syahbah- al-Quran disebut
sebagai pintu ilmu-ilmu modern sebagai perangkat mengikuti kemajuan zaman12.
11 Ibid, hal.41.
10
terletak
bagaimana agama
diposisikan dalam
kerangka sosial empiris, sebagaimana realitas sosial lainnya, sebab dalam kaitannya dengan
kehidupan manusia, tentu hal-hal yang empirislah, walaupun
13
Pendekatan Rasional
Menafsirkan Quran dengan menggunakan pendekatan rasio tidaklah harus
berarti para pelakunya meninggalkan riwayat-riwayat yang bersumber dari Quran dan
hadis Nabi atau menggunakan rasio secara mutlak. Karena dalam kenyataannya para
penafsir rayi juga bertolak dari pemahamannya terhadap nilai-nilai sunnah Nabi,
hanya mereka tidak terlalu mengikat diri dengan keharusan untuk merujuk kepada
riwayat yang ada. Dengan demikian, pendekatan rayi berbanding dengan pendekatan
12 Abdul Jalal, Urgensi Maudhuiy Pada Masa Kini, Kalam Mulia, Jakarta,1990,
hal.145.
13 Ibid, hal.145.
11
riwayat lebih leluasa dalam mengekspresikan dan mengungkapkan pandanganpandangan penafsirnya tanpa mengikat diri secara penuh dengan riwayat seperti yang
terlihat pada pendekatan tafsir riwayat. Atau dengan kata lain para penafsir bi al-rayi
lebih otonom dan karenanya lebih banyak menghasilkan kreasi tafsir bila
dibandingkan dengan pendekatan tafsir yang sepenuhnya mengandalkan riwayat.
Melalui pendekatan rayi ini selanjutnya berkembang berbagai metode analisis
lainnya seperti, tafsir al-falsafi, tafsir al-fiqh, tafsir al-ilm dsb. Banyaknya ragam dan
corak yang dihasilkan dari rahim tafsir rayi
bermunculan kitab-kitab tafsir. Hal ini tidak saja memberikan banyak perbendaharaan
dan pengetahuan yang semakin luas kepada masyarakat muslim, tetapi sekaligus
sebagai bukti dari tingginya khazanah peradaban muslim dalam bidang pengetahuan
intrepretasi.14
Terlepas dari pro kontra penerimaan tafsir corak rayi, dalam konteks era kemajuan
ilmu pengetahuan dan multikulturalisme dewasa ini, tafsir dengan pendekatan
dipandang lebih mampu mengakomodir gaya dan gejolak zaman
ketimbang
rayi
model-model
ajaran-ajaran suci penting untuk dilakukan agar tetap menjadi aktual di lingkungan
peradaban modern.
Dan dalam kerangka tersebut dapat ditemukan keterpautan logis dan rasional
atas pentingnya penggunaan ilmu-ilmu sosial modern dalam mengintrepretasi nilainilai Islam (baca ; ayat-yat Quran). Penulis meyakini sepenuhnya bahwa, pendekatan
rasional dalam menafsirkan Quran, dengan jalan menggunakan bantuan ilmu-ilmu
sosial modern seperti sosiologi, antropologi, hermeneutik akan sangat membantu
untuk mengangkat kepermukaan dan menghidupkan wajah ajaran Islam di era
multikultur dewasa ini yang mengandaikan pentingnya toleransi dan saling
memahami di antara warga bumi yang plural (beragam). Oleh karena itu, sudah bukan
saatnya kini untuk larut dalam pro kontra kebolehan menafsirkan Quran dengan rasio.
Bagaimanapun sebagai sebuah pendekatan, metode rayi di samping merupakan
kekayaan juga memiliki daya guna sebagaimana metode-metode lainnya.15
15 Ali Muhammad Ash Shabunny, Studi Ilmu Al-Quran, Pustaka Setia, Bandung, 1991.
hal. 87.
13
BAB III
KESIMPULAN
Dalam ilmu tafsir Al-Quran dikenal 4 macam metode penafsiran, yaitu :
metode tafsir tahlili, ijmali, muqarin dan metode tafsir tematik. Metode tafsir Ijmali
yang menjadi kajian dalam makalah ini dimaksudkan sebagai cara sistematis untuk
menjelaskan atau menerangkan makna-makna Al-Quran baik dari aspek hukumnya
dan hikmahnya dengan pembahasan yang bersifat umum ( global ), tanpa uraian yang
panjang lebar dan tidak secara rinci sehingga mudah dipahami oleh semua orang
mulai dari orang yang berpengetahuan rendah sampai orang-orang yang
berpengetahuan tinggi.
Dalam sejarah penafsiran Al-Quran, metode tafsir Ijmali ini memperoleh
keabsahan dari tafsir yang telah dicontohkan oleh Rasul Saw sendiri ketika beliau
menerangkan ayat-ayat Al-Quran dengan penjelasan-penjelasan yang singkat, padat,
dan tidak panjang lebar. Demikian juga penafsiran para sahabat tidak jauh berbeda
dengan cara penafsiran Rasul Saw. Metode semacam itu dilakukan oleh Rasul Saw
dan sahabat supaya pesan-pesan ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Quran dapat
mudah dipahami dan tentunya untuk menghindari pemahaman-pemahaman yang
keliru terhadap ayat-ayat Al-Quran.
Semua jenis, metode dan corak tafsir Al-Quran memiliki kelebihan dan
kekurangan. Saya ambil satu contoh metode tafsir Ijmali yang juga memiliki
kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya antara lain :
a.
b.
c.
b.
14
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Jalal, Urgensi Maudhuiy Pada Masa Kini, Jakarta : Kalam Mulia, 1990
Al-Farmawy, Al-Bidayah Fi al-tafsir al-Maudhuiy, Kairo : Al-Hadararah al-Arabiyah,
1997.
Ali Muhammad Ash Shabunny, Studi Ilmu Al-Quran, Bandung : Pustaka Setia, 1991.
Anton Baker, Metode-Metode Filsafat, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1984.
Baidan Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
1998.
Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahannya.
M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Bandung : Mizan, 1992.
Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Quran (Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki),
Jakarta : Ciputat Press, 2002.
Suryadilaga,et.al, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta : Teras, 2010.
15