Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Air merupakan satu unsur lingkungan yang sangat dibutuhkan oleh


manusia, hewan dan tumbuhan. Tanpa adanya air maka kita sulit
mempertahankan kehidupan di muka bumi ini. Deawasa ini kebutuhan
akan air minum semakin meningkat. Kenyataan ini tidak dapat disangkal,
menginagt pentingnya air minum bagi kehidupan manusia. Peningkatan
kebutuhan air ini sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan
taraf kehidupan masyarakat.
Dengan adanya kebutuhan mutlak akan air ini menyebabkan, manusia
selalu berusaha mendapatkannya dengan segala cara dan biaya yang
murah. Selain itu, air baku untuk air minum juga harus memenuhi
persyaratan seperti kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Untuk
mendapatkan sumber air yang memenuhi syarat atau setidaknya
memenuhi syarat setelah diolah terlebih dahulu, seringkali berasal dari
lokasi yang jauh dari pemukiman/konsumen.
Permasalahan jauhnya sumber air bersih dari konsumen ini dapat diatasi
dengan pembuatan jaringan atau sistem perpipaan yang menghubungkan
sumber air dengan konsumen

1.2 Maksud dan Tujuan


Pengadaan air minum bertujuan mengusahakan air yang cukup banyak
dan sehat (memenuhi syarat kualitas air minum) juga dapat
memperolehnya dengan mudah dan biaya yang dapat dijangkau oleh
konsumen.
Selain itu, dengan adanya tugas ini secara tidak langsung mahasiswa
dapat lebihg memahami mata kuliah Desain Teknik Lingkungan 1
khususnya tentang perencanaan instalasi pengolahan air minum (IPAM),
sehingga diharapkan dapat terjun ke masyarakat di kemudian hari.

BAB II DATA PERENCANAAN


2.1

Umum

Pada dasarnya jumlah kebutuhan sarana dan prasarana perkotaan


dipengaruhi oleh tuga variabel (Imron Bulkin, 1996), yaitu:

1. Jumlah penduduk yang dilayani, semakin besar jumlah penduduk,


semakin besar pula sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
2. Luas wilayah yang ditempati penduduk, semakin luas dan
tersebarnya penduduk perkotaan, semakin besar pula jumlah
sarana dan prasarana yang perlu disediakan.
3. Pendapatan perkapita, permintaan akan jasa pelayanan umum
bersifat elastis terhadap pendapatan (income elastic), seiring
dengan
meningkatnya
pendapatan,
penduduk
cenderung
membutuhkan tingkat pelayanan perkotaan yang lebih baik secara
kuantitas maupun kualitas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan air di perkotaan adalah
sebagai berikut (Linsley at.al, 1995):
1. Iklim, kebutuhan air untuk keperluan sehari-hari seperti mandi,
mencuci, menyiram tanaman semakin tinggi pada musim
kering/kemarau.
2. Ciri-ciri penduduk, taraf hidup dan kondisi sosial ekonomi penduduk
mempunyai korelasi positif dengan jumlah kebutuhan air. Artinya
pada penduduk dengan kondisi sosial ekonomi yang baik dan taraf
hidup tinggi akan membutuhkan air yang lebih banyak daripada
penduduk dengan sosial ekonomi yang kurang mencukupi dan taraf
hidupnya lebih rendah. Meningkatnya kualitas kehidupan penduduk
menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas hidup yang diikuti
pula dengan meningkatnyan kebutuhan air.
3. Harga air dan meteran, bila harga air mahal orang akan lebih
menahan diri dalm pemakaian air. Selain itu langganan yang jatah
air diukur dengan meteran cenderung untuk menggunakan air
dengan jarang.
4. Ukuran kota, yaitu diindikasikan dengan jumlah sarana dan
prasarana yang dimiliki oleh
suatu kota seperti industi ,
perdaganga, taman-taman dan sebagainya. Semakin banyak sarana
dan prasarana kota yang dimiliki juga semakin besar.
Selain itu penggunaan air bersih di perkotaan juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut (Terence J. Mc Ghee, 1991):
1. Besaran kota, yang membawa pengaruh tidak langsung misalnya
komunitas yang kecil lebih cenderung membatasi pemakaian air.
2. Kehadiran industri dan fasilitas komersial, yang membawa pengaruh
terhadap peningkatan penggunaan air bersih guna menunjang
segala aktivitasnya.
3. Karakteristik penduduk, terutama tingkat sosial ekonomi. Dalam hal
ini semakin tinggi tingakt pendapatan penduduk maka akan
semakin banyak pula air bersih yang digunakan. Disamping itu

tingkat pendidikan masyarakat sangat berpengaruh terhadap


pemahaman akan pemakaian air bersih.
4. Penggunaan meter air, yaitu suplai air yang menggunakan meter air
akan cenderung dibatasi penggunaannya oleh penduduk.
Sedangkan dalam penentuan kebutuhan air minum di suatu perkotaan
didasarkan pada beberapa hal yaitu :

Daerah pelayanan
Periode perencanaan
Proyeksi jumlah penduduk, fasilitas umum dan fasilitas sosial
selama periode perencanaan
Pola pemakaian air di suatu wilayah

Menurut Model Penyiapan Program Pembangunan Prasarana dan Sarana


Dasar Perkotaan (1994), ketergantungan penduduk akan pasokan air
bersih akan lebih besar pada kondisi fisik atau karakteristik wilayah kota
tertentu, seperti wilayah pantai pada umumnya sulit untuk mendapatkan
sumber air tanah yang baik karena pada umumnya air tanah di wilayah
berasa asin, sehingga kebutuhan air bersih PDAM juga semakin
meningkat.
2.2 Daerah pelayanan
Kebutuhan air minum di wilayah perencanaan sangat tergantung kepada
kondisi daerah pelayanan yang menjadi tujuan perencanaan. Daerah
pelayanan yang ditentukan dalam perencanaan ini adalah wilayah Kota
Bandung dengan pertimbangan :

Daerah yang kekurangan air bersih

Daerah dengan kepadatan penduduk tinggi

Daerah yang telah menerima pelayanan air bersih tetapi belum


maksimal

Aspek teknis seperti topografi yang menentukan proses distribusi

Aspek ekonomi

Untuk

memproyeksi

jumlah

kebutuhan

air

bersih

dapat

dilakukan

berdasarkan perkiraan kebutuhan air untuk berbagai macam tujuan ditambah

perkiraan kehilangan air. Adapun kebutuhan air untuk berbagai macam


tujuan pada umumnya dapat dibagi dalam :

a. Kebutuhan domestik
-

sambungan rumah

sambungan kran umum

b. Kebutuhan non domestik


-

Fasilitas

sosial

(Masjid,

panti

asuhan,

rumah

sakit

dan

sebagainya)

Fasilitas perdagangan/industri

Fasilitas perkantoran dan lain-lainnya

Sedangkan kehilangan air dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu :

a. Kehilangan air akibat faktor teknis, misalnya kebocoran dari pipa


distribusi

b. Kehilangan air akibat faktor non teknis, antara lain sambungan tidak
terdaftar. kerusakan meteran air, untuk kebakaran dan lain-lainnya.

Kebutuhan air untuk wilayah perencanaan dapat dilihat dalam Tabel 2.1
Tabel 2.1 Kebutuhan Air Untuk Wilayah Perencanaan
Jenis

2014

2024

2034

Kebutuhan Domestik (liter/detik)

518,63

619,86

725,10

Kebutuhan Non Domestik (liter/detik)

162,05

169,64

170,19

Kebutuhan Perkotaan (liter/detik)

68,07

78,95

88,21

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk kebutuhan domestik untuk
proyeksi 10 tahun dari tahun 2014 yaitu tahun 2024 sebesar 619,86
liter/detik. Sedangkan untuk tahun 2034, kebutuhan air untuk wilayah
perencanaan naik menjadi 725,10 liter/detik. Sama halnya dengan
kebutuhan air untuk sektor non domestik dan perkotaan yang naik setiap
tahun proyeksinya. Kapasitas air yang terpasang di wilayah perencanaan
saat ini yang diketahui adalah 250 liter/detik dan tingkat kehilangan air
sebesar 22,5 % di setiap 10 tahun konstruksinya.

2.3

Periode perencanaan

Periode perencanaan merupakan jangka waktu yang diberikan kepada


instalasi pengolahan untuk dapat melayani kebutuhan air masyarakat di
wilayah perencanaan. Periode perencanaan instalasi pengolahan air
minum pada umumnya adalah 20-25 tahun. Pada perencanaan ini
ditetapkan 20 tahun sebagai periode perencanaan dilakuakan dengan 2
(dua) kali tahap perencanaan, yaitu setiap 10 tahun. Periode perencanaan
ini diambil dengan pertimbangan bahwa perkembangan penduduk di
masa mendatang hanya dapat diprediksi dengan baik untuk periode 20
tahun. Apabila periode perencanaan dilakukan melebihi 20 tahun maka
dikhawatirkan keadaan perkembangan penduduk di masa mendatang
justru sangat berbeda dari apa yang telah diprediksi.
2.8 Kualitas Air
Sumber air baku bagi suatu penyediaan air bersih sangat penting, karena
selain kuantitas harus mencukupi juga dari segi kualitas akan
berpengaruh terhadap proses pengolahan. Persyaratan kualitas
menggambarkan mutu dari air baku air bersih. Persyaratan kualitas air
bersih adalah sebagai berikut :
1. Persyaratan fisik
Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Selain
itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara atau kurang
lebih 250 C, dan apabila terjadi perbedaan maka batas yang
diperbolehkan adalah 250 C 300 C.
2. Persyaratan kimiawi
Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah yang
melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain adalah : pH,
total solid, zat organik, CO2 agresif, kesadahan, kalsium (Ca), besi (Fe),
mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), chlorida (Cl), nitrit, flourida (F),
serta logam.
3. Persyaratan bakteriologis
Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik yang
mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai dengan
tidak adanya bakteri E. coli atau fecal coli dalam air.
4. Persyaratan radioaktifitas
Persyaratan radioaktifitas mensyaratkan bahwa air bersih tidak boleh
mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang mengandung
radioaktif, seperti sinar alfa, beta dan gamma.

Untuk mengetahui hasil analisa kualitas sumber air baku yang akan
digunakan dalam perencanaan ini dapat dilihat di Tabel 2.2 yang telah
dianalisis dari segi fisik, kimia dan biologi. Data-data ini kemudian akan
dibandingkan dengan baku mutu air minum yaitu Permenkes No. 429
Tahun 2010 dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 untuk dianalisa
lebih lanjut sehingga dapat diketahui parameter mana yang
membutuhkan dan lebih diprioritaskan untuk dilakukan pengolahan.
Tabel 2.2 Hasil Analisa Sumber Air Baku
PARAMETER

SATUAN

HASIL ANALISA

FISIK
Bau

Tidak Berbau

Zat Padat Terlarut

mg/l

106

Zat Padat
Tersuspensi

mg/l

300

Kekeruhan

NTU

185

Rasa

Tidak Berasa

Temperatur

25

Warna

TCU

30

Besi (Fe)

mg/l

1,12

Kesadahan (CaCO3)

mg/l

86

Kalsium

mg/l

19,65

Magnesium (Mg)

mg/l

6,56

Klorida (Cl-)

mg/l

12,06

Mangan (Mn)

mg/l

0,6

Ph

mg/l

7,32

Sulfat

mg/l

41,2

Bikarbonat

mg/l

39,24

Seng

mg/l

0,096

KIMIA

Tembaga

mg/l

0,01

Amoniak

mg/l

0,206

BIOLOGI
Total Coli

MPN/100 ml

> 3 x 104

DAFTAR PUSTAKA
Bulkin, Imron. 1996. Antisipasi Kebutuhan Infrastruktur di Indonesia,
1990-2000, Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Grasindo
Linsley, R.K et al. 1995. Teknik Sumber Daya Air Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Mc. Ghee, Terence J. 1991. Water Supply and Sewerage, 6th edition. New
York: Mc. Graw Hill Inc.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31431/4/Chapter%20II.pdf
diakses pada 5 September 2014, pukul 16:37 WIB.
http://eprints.undip.ac.id/11855/1/2002MTPK2037.pdf
September 2014, pukul 16:39 WIB.

diakses

pada

https://www.academia.edu/5263939/TEORI_DAN_KONSEP_SISTEM_PENYAL
URAN_AIR_MINUM diakses pada 8 September 2014, pukul 07:29 WIB.

Anda mungkin juga menyukai