Anda di halaman 1dari 9

J.

Agrivigor 10(1): 99-107, September-Desember 2010; ISSN 1412-2286

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI YANG


DIAPLIKASI PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBAKTERIA
Growth and production of chilli plant applied
by plant growth promoting rhizobacteria
Muhammad Taufik
E-mail: taufik24@yahoo.com
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo
Jalan.R.A.E..Mokodompit, Anduonohu, Kendari. Telp/Fax. (0401) 3191692
Diterima: 5 Sptember 2010

Disetujui: 29 November 2010

ABSTRAK
Tanaman cabai banyak diusahakan petani karena memiliki banyak kegunaan di antaranya
sebagai bahan bumbu dapur atau digunakan sebagai pelengkap sayuran. Oleh karena itu
produksi cabai harus mampu memenuhi berbagai kebutuhan tersebut. Tetapi produksi cabai
masih sangat fluktuatif, salah satu faktor adalah pertumbuhan tanaman cabai yang tidak
optimal. Alternatif untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman adalah aplikasi PGPR (Plant
Growth Promoting Rhizobacteria). Tujuan penelitian adalah mengamati peran PGPR untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai. Penelitian ini dirancang menggunakan
Rancangan Acak kelompok dengan tiga perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 7
kali. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Rhizobakteri yang digunakan mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman secara vegetatif yaitu tinggi tanaman 40,91 cm; jumlah
daun 20,22 helai; dan jumlah cabang 3,88 tangkai dibandingkan dengan kontrol yaitu tinggi
tanaman 38,19 cm, jumlah daun 17,22 dan jumlah cabang 2,77 tangkai dan meningkatkan
pertumbuhan generatif tanaman yaitu jumlah bunga 12,86 bunga; jumlah buah 9,29 buah; dan
berat buah 336,53 g dibandingkan dengan perlakuan kontrol yaitu jumlah bunga 8,34 bunga,
jumlah buah 8,43 buah dan berat buah 220,96 g

Kata kunci: Cabai, rhizobakteri, pertumbuhan dan produksi

ABSTRACT
Chilli is one of considerable horticultural commodities cultivated by farmers because it has
many uses, such as raw herbs or vegetables. The chilli production must be able to cover
human needs. However chilli production is still fluctuative, due to the growth of chilli plant
is still not optimal. One of the alternatives ways to increase plant growth is by the application
of PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria). The aim of the research was to observe the
role of PGPR to enhance chilli plant growth. This study used a randomized block design with
three treatments and 7 replicates. The results showed that the application of PGPR increased
the vegetative stages : the plant growth 40.91 cm, the leaf number 20.22; and the branch
number 3.88 compared to control treatments: the plant height 38.19 cm, the leaf number 17.
22, and the branch number 2.77. Plant generative stages were increased: the flower number
12.86, the fruit number 9.29, and the weight fruit 336.53 g compared to the control treatments : the flower number 8.34 interest rate, the fruit number and the weight fruit 220.96 g

Key words: Chilli, rhizobacteria, growth and production

PENDAHULUAN
Cabai adalah tanaman anggota
genus Capsicum. Buahnya dapat diman-

faatkan sebagai sayuran, obat-obatan


maupun bumbu dapur, bergantung pada
tujuan penggunaannya. Buah cabai yang

99

Pertumbuhan dan produksi tanaman cabai

pedas sangat populer di masyarakat


sebagai penguat rasa makanan. Dalam
industri makanan, ekstrak bubuk cabai
digunakan sebagai pengganti lada untuk
membangkitkan selera makan dan penyedap masakan, digunakan juga dalam
pembuatan ramuanobat-obatan (industri
farmasi), industri pewarna makanan,
bahan campuran pada berbagai industri
pengolahan makanan dan minuman
serta penghasil minyak atsiri (Cahyono,
2003).
Produksi
cabai
di
Sulawesi
Tenggara relatif masih rendah 9.304
kuintal (BPS, 2008). Faktor yang menyebabkan rendahnya produksi adalah
tidak optimalnya pertumbuhan tanaman
cabai dan infeksi patogen. Tidak optimalnya pertumbuhan tanaman disebabkan lahan yang digunakan oleh petani
adalah lahan yang tingkat kesuburannya
relatif rendah dan jenis tanah ini cukup
mendominasi lahan kering yang di
daerah ini. Strategi untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman cabai adalah
dengan menggunakan PGPR (plant
growth promoting rhizobacteria) atau rhizobakteria. Rhizobakteria adalah bakteri
yang hidup dan berkembang di daerah
sekitar perakaran tanaman. Rhizobakteria dapat berfungsi sebagai pemacu
pertumbuhan tanaman dan sebagai
agens antagonis terhadap patogen tanaman (Timmusk, 2003). Keuntungan
dari penggunaan rhizobakteria tanaman
yaitu tidak mempunyai bahaya atau efek
samping sehingga bahaya pencemaran
lingkungan dapat dihindari. Beberapa
spesies rhizobakteri yang mampu meningkatkan
pertumbuhan
tanaman
antara lain genus-genus rhizobium,
Azotobacter,
Azospirilium,
Bacillus,
Arthrobacter, Bacterium, Mycobacterium,
dan Pseudomonas (Biswas et al., 2000).

100

Hasil penelitian yang dilakukan


oleh Maunuksela (2004) dan Thakuria
(2004) melaporkan bahwa beberapa
kelompok rhizobakteria bersifat sebagai
agens hayati memiliki kemampuan memacu pertumbuhan tanaman. Rhizobakteri ini berasal dari kelompok Bacillus
spp., Pseudomonas fluorescens dan Serratia
spp., yang telah dilaporkan mampu
memproduksi hormon tumbuh seperti
asam indol asetat (IAA). Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Taufik et al. (2005 dan 2010)
bahwa aplikasi PGPR mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai di
rumah kasa. Inokulasi agens hayati
Bacillus formis melalui perlakuan pada
benih sebelum tanam dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil
kacang tanah lebih dari 19% dibandingkan dengan kontrol (Kishore et al., 2005).
Oleh karena itu tujuan penelitian adalah
menguji peranan PGPR untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai di
lapang.

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini dilaksanakan sejak
bulan Juli sampai Desember 2009. Tempat penelitian di Laboratorium Agronomi, Laboratorium Ilmu Hama dan
Penyakit Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Haluoleo dan di lahan kelompok tani
Lampareng Kelurahan Rahandouna,
Kecamatan Poasia, Kota Kendari.
Penelitian disusun berdasarkan
Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan 3 perlakuan yaitu benih cabai
direndam dengan air (Kontrol), benih
cabai yang diberi perlakuan PGPR
(rhizobakteri), dan benih cabai yang
diberi perlakuan Deltametrin. Setiap
perlakuan dikelompokkan ke dalam 7

Muhammad Taufik

kelompok dan setiap perlakuan terdiri


atas 40 tanaman.
Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif
Pengamatan dilakukan terhadap
pertumbuhan vegetatif tanaman seperti
tinggi tanaman, dan jumlah cabang. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap
pertumbuhan generatif tanaman seperti
jumlah bunga, jumlah buah, bobot buah.
Waktu pengamatan tinggi tanaman
dilakukan sejak 1 minggu setelah pindah tanam ke lapang, dan pengamatan
dilakukan selama 4 minggu. Pengamatan
jumlah cabang dilakukan sejak 4 minggu
setelah pindah tanam selama 4 minggu,
Pengamatan jumlah bunga dilakukan
sejak tanaman mulai berbunga. Pengamatan berat buah tanaman dilakukan
saat panen selama 7 minggu dan ditimbang. Dua isolat murni PGPR ditumbuhkan pada media TSA (Tryptic Soy Broth
30 g, air steril 1000 ml, agar 20 g).
Masing-masing satu cawan isolat ST21e
dan SS1b yang berumur 48 jam disuspensikan dalam botol schoot yang
berisi 250 air steril secara bersamaan.
Benih Cabai dimasukkan ke botol schoot
yang telah berisi larutan suspensi PGPR
dan disimpan di atas rotary shaker selama
24 jam dengan kecepatan 8, setelah itu
benih ditiriskan dan dikering anginkan
dalam Laminair air flow selama 1 jam.
Perlakuan Deltametrin diberikan pada
tanaman cabai saat berada di lahan yang
selanjutnya diaplikasi setiap minggu.
Benih cabai yang telah diberi perlakuan dengan PGPR, selanjutnya ditanam dalam polibag ukuran 6 cm x 11
cm yang telah diisi dengan media tanam
berupa tanah + pupuk kandang + arang
sekam masing-masing dengan perbandingan 2 : 1 : 1. Pemeliharaan tanaman
dilakukan di rumah kasa kedap

serangga. Bibit yang telah berumur 3


minggu setelah di polibag siap dipindahkan ke lapangan.
Lahan yang telah dibersihkan selanjutnya diolah menggunakan pacul
dan dibuat bedengan dengan lebar 1,20
m x 10 m. Tanaman dipindahkan ke bedengan setelah berumur 34 hari setelah
semai dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm.
Dua minggu sebelum tanam, lubang
tanam diberi pupuk kandang sebanyak
0,5 kg lubang-1 dan pupuk Urea, TSP dan
KCl dengan perbandingan 1:1:1.
Data hasil pengamatan dari pertumbuhan tanaman cabai dianalisis
dengan menggunakan sidik ragam dan
dilanjutkan dengan Uji jarak berganda
duncan (DMRT) pada taraf kepercayaan
95% (SAS Institute 1990).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tinggi Tanaman Cabai
Berdasarkan pada respon tinggi
tanaman cabai, maka dapat dicatat
bahwa tinggi tanaman cabai yang diberi
perlakuan PGPR, Deltametrin dan kontrol
bervariasi. Pengamatan pada minggu
pertama terlihat tidak ada perbedaan
perlakuan antara PGPR dan kontrol
tetapi keduanya berbeda nyata dengan
Deltametrin. Namun mulai pada pengamatan minggu 2, 3 dan 4 terjadi perbedaan yang nyata antara perlakuan
PGPR dengan kontrol tersebut dan keduanya tetap berbeda nyata dengan
perlakuan
Deltametrin.
Pengamatan
minggu ke 4, tinggi tanaman cabai mencapai 40,91 cm pada perlakuan PGPR,
38,19 cm pada perlakuan Kontrol dan
34,02 cm pada perlakuan Deltametrin
(Tabel 2).

101

Pertumbuhan dan produksi tanaman cabai

Jumlah Cabang Tanaman Cabai


Respon
pertumbuhan
jumlah
cabang menunjukkan bahwa tanaman
cabai yang diberi perlakuan PGPR berbeda nyata dengan semua perlakuan
pada setiap minggu pengamatan. Jumlah
daun yang diberi perlakuan PGPR pada
minggu ke 4 sebanyak 3,88 tangkai, sedangkan perlakuan kontrol hanya 2,77
tangkai dan perlakuan Deltametrin 2,38
tangkai (Tabel 4).
Jumlah Bunga Tanaman Cabai
Respon pertumbuhan jumlah bunga menunjukkan bahwa tanaman cabai yang
diberi perlakuan PGPR berbeda nyata
dengan semua perlakuan pada setiap
minggu pengamtan. Pada pengamatan

minggu ke 4 jumlah bunga 12,86 pada


perlakuan PGPR, 8,34 pada perlakuan
kontrol, 6,95 pada perlakuan Deltametrin
(Tabel 5).
Jumlah Buah Tanaman Cabai
Hasil pengamatan pada jumlah buah
menunjukkan perlakuan PGPR tidak
berbeda
nyata dengan perlakuan
kontrol, perlakuan kontrol tidak berbeda
nyata dengan perlakuan Deltametrin dan
perlakuan PGPR berbeda nyata dengan
perlakuan Deltametrin. Pada pengamatan
rata-rata jumlah buah 9,29 buah pada
perlakuan PGPR, 8,43 buah pada perlakuan kontrol, 7,21 buah pada perlakuan
Deltametrin (Tabel 6).

Tabel 2. Respon tinggi tanaman cabai


PERLAKUAN
Kontrol
PGPR
Deltametrin
DMRT 5 %

I
25.24ab
26.43a
23.65b
2 = 2.005
3 = 2.099

PENGAMATAN MINGGU
II
III
25.55b
33.98ab
30.99a
36.28a
29.62ab
31.72b
2.175
2.264
2.277
2.579

IV
38.19b
40.91a
34.02c
2.210
2.313

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%

Tabel 4. Respon jumlah cabang tanaman cabai


Rata-rata jumlah cabang pada minggu
Perlakuan
I
II
III
IV
Kontrol
0.23c
0.45c
1.04c
2.77b
PGPR
0.54a
1.39a
2.36a
3.88a
Deltametrin
0.38b
0.75b
1.38b
2.38b
2 = 0.0970
0.1891
0.2992
0.4554
DMRT 5 %
3 = 0.1015
0.1980
0.3132
0.4767
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%

102

Muhammad Taufik

Berat Buah Tanaman Cabai


Hasil pengamatan pada berat buah
cabai menunjukkan perlakuan PGPR
berbeda
nyata dengan perlakuan
kontrol, perlakuan kontrol berbeda nyata
dengan perlakuan Deltametrin dan perlakuan PGPR berbeda nyata dengan perlakuan Deltametrin. Pada pengamatan
rata-rata berat buah 336,53 g pada
perlakuan PGPR, 220,96 g pada perlakuan kontrol, 193,25 g pada perlakuan
Deltametrin (Tabel 7).

Rhizobakteri adalah bakteri pengkoloni akar yang memberi efek menguntungkan terhadap tanaman yaitu
menginduksi ketahanan dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasil
penelitian Manuksela (2004) beberapa
jenis agens hayati dari kelompok rhizobakteri yang memiliki kemampuan memacu pertumbuhan tanaman, seperti
Bacillus spp.,

Tabel 5. Respon jumlah bunga tanaman cabai setiap minggu


Rata-Rata Jumlah Bunga pada pengamatan minggu ke Perlakuan
I
II
III
IV
b
b
b
b
Kontrol
1.52
2.22
4.72
8.34
a
a
a
PGPR
2.47
4.91
8.41
12.86a
Deltametrin
0.73c
1.25c
3.82b
6.95b
2 = 0.5567
0.5149
1.033
1.526
DMRT 5 %
3 = 0.5827
0.5389
1.081
1.597
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%

Tabel 6. Respon jumlah buah tanaman cabai setelah diberi perlakuan


Perlakuan

Rata-rata jumlah buah

Kontrol
PGPR
Deltametrin
DMRT 5 %

2=
3=

8.43ab
9.29a
7.21b
1.583
1.657

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%

103

Pertumbuhan dan produksi tanaman cabai

Tabel 7. Respon berat buah tanaman cabai setelah diberi perlakuan


Perlakuan

Rata-rata berat buah (g)

Kontrol
PGPR
Deltametrin

220.96b
336.53a
193.25c
DMRT 5 %

2 = 88.66
3 = 92.80

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%

Pseudomonas flourescens, Serratia spp.


Aplikasi PGPR mampu meningkatkan
tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
cabang, jumlah bunga, jumlah buah dan
berat buah. Penelitian Taufik et al. (2005)
dan Taufik et al. (2010) bahwa tanaman
cabai yang telah diberi PGPR partumbuhan vegetatif dan generatif meningkat
dan mampu melindungi tanaman cabai
dari infeksi CMV. Hal yang sama dilaporkan oleh Roeswitawati (2007) bahwa
pemanfaatan agens antagonis mampu
digunakan untuk mengendalikan penyakit pada tanaman lada
Berdasarkan pada pengamatan
tinggi tanaman menunjukkan bahwa
tanaman cabai yang diberi perlakuan
PGPR mempunyai tinggi tanaman yaitu
40,91 cm dibandingkan dengan perlakuan kontrol yaitu 38,19 cm dan perlakuan
Deltametrin yaitu 34,02 cm. Peningkatan
yang sama juga terlihat pada pengamatan jumlah daun dan jumlah bunga.
Pengamatan terhadap jumlah daun dan
jumlah cabang menunjukkan bahwa
tanaman cabai yang diberi perlakuan
PGPR lebih banyak yaitu jumlah daun
20,22 helai dan jumlah cabang 3,88
tangkai dibandingkan dengan perlakuan
kontrol yang hanya memiliki jumlah
daun 17,22 helai dan 2,77 tangkai dan

104

perlakuan Deltametrin yaitu 14,27 helai


dan jumlah cabang 2,38 tangkai.
Jumlah bunga dan cabang tanaman
pada perlakuan PGPR menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap perlakuan
lainnya. Hal ini terlihat pada pengamatan rata-rata setiap minggu perlakuan PGPR menunjukkan perlakuan yang
terbaik. Cabang pada tanaman merupakan bagian yang penting dan merupakan
tahap awal sebelum tanaman berbunga.
Bunga tanaman tumbuh pada bagian
ujung cabang yaitu pucuk tanaman dan
kemudian membentuk buah cabai. Hasil
penelitian ini juga sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kishore et
al. (2005) yaitu inokulasi rhizobakteri
(PGPR) melalui perlakuan pada benih
sebelum tanam dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman dibandingkan
dengan kontrol. Lebih lanjut dilaporkan
oleh Rokzhadi et al. (2008) bahwa
aplikasi PGPR pada tanaman chickpea
(Cicer arietinum) mendorong hasil tanaman, biomassa, dan bahkan protein
masing-masing secara berturut-turut
adalah 969 kg ha-1, 1.868 kg ha-1, dan 195
kg ha-1 sedangkan kontrol hanya 622 kg
ha-1, 1.418 kg ha-1 dan 125 kg ha-1.
Pengamatan generatif menunjukkan bahwa jumlah bunga tanaman cabai

Muhammad Taufik

yang diberi PGPR lebih banyak yaitu


12,86 bunga dibandingkan dengan perlakuan kontrol 8,34 bunga dan Deltametrin
6,95 bunga. Pengamatan terhadap jumlah buah menunjukkan bahwa tanaman
cabai yang diberi PGPR menghasilkan
jumlah buah yang lebih banyak yaitu
9,29 buah dibandingkan dengan perlakuan kontrol yaitu 8,43 buah dan perlakuan
Deltametrin yaitu 7,21 buah. Hal ini
serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Geels and Schippers (1983)
yaitu perlakuan bakteri pada benih tumbuhan lobak dan umbi kentang menunjukkan pengaruh pertumbuhan yang
nyata
Pengamatan berat buah perlakuan
PGPR menunjukkan perbedaan yang
nyata dan terbaik dibandingkan perlakuan kontrol dan Deltametrin. Pada perlakuan PGPR mencapai berat 336,53 g,
perlakuan kontrol 220,96 g, perlakuan
Deltametrin 193,25 g. Estrada et al. (2004)
menyatakan beberapa jenis agens hayati
yang diisolasi dari rizosfer tanaman juga
dilaporkan mampu meningkatkan bobot
basah dan bobot kering biomassa tanaman cabai. Dalam penelitian terlihat
bahwa aplikasi PGPR mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman cabai di lapang secara signifikan dibandingkan dengan kontrol dan
Deltametrin. Peran PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman diduga
berhubungan dengan kemampuan mensintesis hormon tumbuh, menfiksasi
nitrogen
dan
melarutkan
fosfat
(Maunuksela, 2004; Thakuria et al., 2004).
Ditambahkan oleh Zaidi et al. (2003) dan
Rudresh et al. (2005) bahwa rhizobakteri
yang digunakan pada tanaman mendorong pertumbuhan dan produksi disebabkan oleh akumulasi nutrien seperti
N dan P dan senyawa lain yang di-

induksi oleh mikroorganisme tersebut.


Sebagai tambahan bahwa aplikasi PGPR
dapat juga mengurangi infeksi patogen
penyebab penyakit khusus penyakit
tular tanah. Seperti dilaporkan oleh
Tariq et al. (2009) bahwa apllikasi rhizobakteri dapat mereduksi penyakit busuk
akar dan nematoda bintil akar secara
siknifikan (Tariq et al., 2009; Burele et al.,
2002). Sementara Taufik et al. (2005 dan
2010) telah membuktikan bahwa aplikasi
rhizobakteri dapat mereduksi kejadian
penyakit virus pada tanaman cabai baik
di rumah kasa maupun di lapang. Rendahnya kejadian penyakit pada tanaman
cabai tersebut akhirnya pertumbuhan
dan produksi tanaman tidak terganggu
sehingga tanaman tumbuh secara
optimal.
Hasil pengamatan selama penelitian berlangsung tidak ditemukannya
gejala CMV secara visual, diduga karena
vektor atau kutu daun kurang mengunjungi tanaman cabai, kurangnya kutu
daun di pertanaman cabai mungkin
disebabkan oleh adanya pohon gamal
yang ada di sekitar pertanaman cabai.
Keberadaan pohon gamal menyebabkan
kutu daun lebih mendatangi pohon
gamal dibandingkan tanaman cabai.
Faktor lingkungan seperti cuaca yang
mempengaruhi iklim mikro di sekitar
tanaman cabai yang berada di lahan
terbuka dengan suhu yang panas membuat serangga vektor lebih memilih berada di tanaman gamal yang lebih teduh.
Tanaman Gamal merupakan tanaman
perdu atau pohon kecil, bercabang
banyak, tinggi 2 m 5 m, tanaman ini
biasa dimanfaatkan sebagai pagar hidup,
peneduh tanaman atau sebagai tanaman
rambatan (Anonim, 2010a).
Selain itu tidak adanya gejala CMV
yang ditemukan mungkin diakibatkan

105

Pertumbuhan dan produksi tanaman cabai

oleh musim kemarau yang cukup panjang selama penelitian berlangsung.


Menurut data BMG LANUD Wolter
Monginsidi Kendari dari bulan Juli
sampai November 2009 dengan rata-rata
curah hujan yang rendah yaitu bulan Juli
7,14 mm; bulan Agustus 0,35 mm; bulan
September 0,65 mm; bulan Oktober 2,97
mm; dan bulan November 1,97 mm.
Kemarau yang panjang menyebabkan
tanaman menjadi tidak vigor sehingga
kurang disukai oleh kutu daun. Menurut
Panda and Khush (1995) serangga akan
lebih menyukai tanaman yang menunjukkan pertumbuhan yang subur dan
menyukai warna yang terang.
Decis adalah insektisida non
sistemik, yang bekerja pada serangga
dengan cara kontak dan pencernaan.
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan tanaman yang diberi perlakuan
Deltametrin lebih rendah dibandingkan
dengan perlakuan kontrol. Hal ini dapat
terjadi karena pengaruh perlakuan
Deltametrin bersifat racun (fitotoksik)
pada tanaman. Aplikasi pestisida secara
berjadwal pada tanaman memberikan
pengaruh yang negatif pada pertumbuhan, perkembangan dan hasil tanaman
cabai, hal ini dapat terlihat dari rata-rata
pengamatan tarhadap peubah tanaman
yang lebih rendah dibandingkan kontrol.

KESIMPULAN
Rhizobakteri yang digunakan mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman
secara vegetatif yaitu tinggi tanaman
40,91 cm; jumlah daun 20,22 helai; dan
jumlah cabang 3,88 tangkai dibandingkan dengan perlakuan kontrol yaitu
tinggi tanaman 38,19 cm, jumlah daun
17,22 dan jumlah cabang 2,77 tangkai
dan meningkatkan pertumbuhan generatif tanaman yaitu jumlah bunga 12,86

106

bunga; jumlah buah 9,29 buah; dan berat


buah 336,53 g dibandingkan dengan
perlakuan kontrol yaitu jumlah bunga
8,34 bunga, jumlah buah 8,43 buah dan
berat buah 220,96 g.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010a. Gamal. http://id.
wikipedia.org/wiki/kategori:Gam
al. Wikipedia, Akses 12 April 2010
Badan Pusat Statistik. 2008. Sulawesi
Tenggara dalam Angka. Perwakilan Badan Pusat Statistik Provinsi
Sulawesi Tenggara. Kendari
Biswas, J.C., J.K. Ladha, F.B. Dazzo, Y.G.
Yanni, and B.G. Rolfe. 2000. Rhizobial inoculation influences seedling
vigor and yield of rice. Agron J. 92:
880-886.
Cahyono, B. 2003. Cabai Rawit Teknik
Budidaya dan Analisis Usaha Tani.
Kanisius. Yogyakarta.
Burelle, N.K., C.S.Vavrina, E.N. Rosskopf
and R.A.Shelby. 2002. Field evaluation of plant growth-promoting
Rhizobacteria amended Transplant
mixes and soil solarizati on for
tomato and pepper production In
Florida. Plant and Soil 238: 257
266.
Estrada, J. D., M. S. Rossi, J. A. Andres,
M. Rovera, N.S. Correa, and S.B.
Rosas.
2004.
Greenhouse
evaluation
of
Pseudomonas
aurantiaca formulated as inoculation for the biocontrol of plant
pathogen fungi. http ://www.
ag.auburn.edu/argentina/pdf
manuscripts/Estrada.
Geels,
F.P. and B. Schippers. 1983.
Reduction of yield depression in
high frequency potato cropping
soil after seed tuber treatments
with
antagonistic
fluorescent
Pseudomonas spp. J. Phytopathol.
108: 207-214.

Muhammad Taufik

Kishore, G.K., S. Pande, and A.R. Podile.


2005. Phylloplane bacteria increase
seedling emergence, growth and
yield of field grown groundnut
(Arachis
hypogaea
L.)http://
www.blackwellsynergi. Com/doi
/abs.
Maunuksela, L. 2004. Molecular And
Physiological Characterization Of
Rhizosphere Bacteria And Frankia
In Forest Soils Devoid of Actinorhizal Plants. Dissertationes Biocentri Wikki Universitatis Helsingiensis.http://ethesis.
Helsinki.fi./julkaisnt/mat/
manuksela/ molecula.pdf. [19 Juli 2008]
Panda, N and G.S. Khush. 1995. Host
Plant Resistance to Insect. International Rice Research Institute.
Manila. Philippines.
Roeswitawati, D. 2007. Penggunaan
inokulum antagonis (jamur dan
bakteri) dalam menekan penyakit
lanas (Phytophthora parasitica var.
nicotianae) pada tembakau. J.
Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 3 :
418-426
Rokhzadi, A., A. Asgharzadeh, F.
Darvish, G.N. Mohammadi and E.
Majidi E. 2008. Influence of Plant
Growth-Promoting Rhozobacteria
on dry matter accumulation and
yield of chickpea (Cicer arietinum L)
under field conditions. AmericanEurisian J. Agric. & Environ. Sci.
3(2): 253-257
Rudresh, D.L., M.K. Shivaprakash and
R.D. Prasad. 2005. Effect of
combined application of rhizobium,
phosphate
cedublizing
bacterium and yield of chickpea
(Cicer arietnum L.). Applied Soil
Ecol. 28: 139-146

Tariq, S., R. Khan, V. Sultana, J. Ara and


S.E. Haque. 2009. Utilization of
endoroot
fluorescent
pseudomonas of Chilli for the management of root diseases of c hilli.
Pak. J. Bot. 41(6): 3191-3198
Taufik, M., S.H. Hidayat, G. Suastika,
S.M. Sumaraw, dan S. Sujiprihati.
2005.
Kajian
Plant
Growth
Promoting Rhiziobacteria sebagai
agens proteksi Cucumber mosaic
virus dan Chilli veinal mottle virus
pada cabai. Hayati 12 (4): 139-144.
Taufik, M., A. Rahman, dan S.H.
Hidayat. 2010. Mekanisme ketahanan terinduksi oleh PGPR
(Plant Growth Promoting Rhiziobacteria) pada tanaman cabai
terinfeksi CMV. J. Hortikultura 20
(3): 298-307
Thakuria, D., N.C. Talukdar, C.
Goswami, S. Hazarika, R.C. Boro,
and M.R. Khan. 2004. Characterization and screening of
bacteria from rhizosphere of rice
grown in acidic soils of assam.
Curren Sci. 86: 978-985. http://
www.bio.uu.nl/fytopath/pdffiles/
Bookch.vanLoon 2003 [17 Maret
2010]
Timmusk, S., 2003. Mechanism of action
of the plant-growth-promoting
rhizobacterium
Paenibacillus
poyimyxa [Dissertation]. Uppsala,
Sweden: Departemen of Cell and
Molecular
Biology,
Uppsala
University.
Zaidi, A., M.S Khan., M. Amil. 2003.
Interactive effect of rhizotrophic
microorganisms on yiled and
nutrient up take of chickpea (Cicer
arietinum L). European J. of Agro.
19: 15-21

107

Anda mungkin juga menyukai