Anda di halaman 1dari 14

IKTIOSIS VULGARIS

Nuraina Mardhiah Binti Nordin, S. Ked


Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Moh. Hoesin
Palembang

PENDAHULUAN
Istilah iktiosis berasal dari bahasa Yunani ichthys, yang berarti ikan, karena kulit
penderita tampak seperti sisik-sisik ikan. Iktiosis merupakan kelainan keratinisasi di mana
kulit menjadi sangat kering dan berskuama. Pada sebagian besar kasus, penyakit ini adalah
herediter, tetapi kadang-kadang iktiosis bias merupakan fenomena yang didapat. Misalnya
yang berkaitan dengan limfoma. Ada beberapa tipe iktiosis, yang dibedakan berdasarkan
pewarisan penyakitnya.1,2
Iktiosis vulgaris atau dikenali juga sebagai iktiosis dominan autosomal merupakan
iktiosis paling banyak didapatkan dan sering sangat ringan. Pembentukan skuama biasanya
terjadi pada usia dini. Kulit pada badan dan bagian ekstensor dari ekstrimitas menjadi kering
dan rapuh, sedangkan bagian fleksor sering tidak mengalami kelainan. Iktiosis vulgaris
sering berkaitan dengan keadaan atopik.2,3
Iktiosis vulgaris, terdapat sekitar 95% dari semua kasus iktiosis. Hal ini disebabkan
oleh perubahan ekspresi profilaggrin menuju scaling dan deskuamasi. Terlihat derajat ini
dipertahankan untuk waktu yang lebih lama dan hanya berupa suatu kumpulan pergantian
kulit. Protein filaggrin penting dalam menjaga fungsi barier kulit yang efektif. Mutasi pada
gen profilaggrin (FLG) terdapat hingga 10% dari populasi, menyebabkan iktiosis vulgaris
dan mencetuskan faktor risiko utama untuk pengembangan dermatitis atopik. Pewarisan
autosomal dominan yakni diturunkan dari orang tua untuk sekitar separuh anak-anak mereka.
Meskipun bayi biasanya memiliki kulit normal, namun tanda dan gejala iktiosis vulgaris
biasanya menjadi jelas dalam tahun pertama kehidupan.1,4

PEMBAHASAN
EPIDEMIOLOGI
Iktiosis vulgaris adalah gangguan kornifikasi yang paling umum, dengan perkiraan
prevalensi setinggi 1 dalam setiap 250 individu. Ia diturunkankan secara autosomal
semidominant dengan manifestasi iktiosis ringan pada individu dengan mutasi heterozigot
filaggrin dan iktiosis berat pada mereka dengan mutasi pada kedua alel filaggrin.1,5,6
Amerika Serikat
Iktiosis vulgaris adalah penyakit keturunan yang umum di Amerika Serikat, dengan
prevalensi sekitar 1 kasus dari 300 orang. Karena gejala membaik dengan usia, prevalensi
sebenarnya mungkin lebih tinggi.4
Internasional
Iktiosis vulgaris ditemukan di seluruh dunia, dan prevalensi tergantung pada lokasi.
Satu studi di Berkshire, Inggris, mengamati frekuensi 1 kasus dalam 250 anak sekolah.5
Usia
Iktiosis vulgaris lebih banyak muncul pada anak dengan usia dini, dengan onset terjadi
antara bulan ketiga hingga dua belas kehidupan. Besarnya jumlah biasanya meningkat
sampai pubertas dan kemudian menurun dengan pertambahan usia.1,3
Cuaca
Iktiosis vulgaris lebih banyak ditemukan di kawasan dengan cuaca yang lembab. 5
Pasien dengan Iktiosis vulgaris cenderung bertambah parah pada musim dingin yang
lembab.1,7
Ras
Iktiosis vulgaris lebih banyak ditemukan pada populasi orang kaukasia.5
Jenis kelamin
Sama insiden pada pria dan wanita.5,7
ETIOPATOGENESIS

Gen keratin individual yang tidak terbentuk dapat mengakibatkan pembentukan


keratins yang abnormal. Dalam iktiosis vulgaris, pembentukan stratum korneum menebal
disebabkan oleh meningkatnya perlengketan antara sel-sel stratum korneum atau akibat
kegagalan pemisahan sel yang normal. Pembentukan stratum korneum yang abnormal bisa
menyebabkan peningkatan variabel dalam kehilangan air transepidermal. Etiologi pasti dari
iktiosis vulgaris tidak diketahui, tetapi adanya bukti mutasi pada gen pengkode profilaggrin.
Adanya gangguan pada diferensiasi epidermal dan ekspresi yang abnormal pada gen keratin
menyebabkan dalam vakuolisasi dari lapisan epidermis atas dan hiperkeratosis.1
Pada tahun 2006, kehilangan fungsi mutasi pada gen filaggrin (FLG) telah terbukti
menyebabkan iktiosis vulgaris, yang sebelumnya dikaitkan dengan kompleks diferensiasi
epidermis pada 1q21 kromosom. Menentukan etiologi iktiosis vulgaris mengambil waktu
yang lama karena kesulitan teknis dalam menyusun gen FLG yang besar dan banyak
pengulangan, tapi mutasi filaggrin telah diduga selama lebih dari dua dekade berdasarkan
beberapa bukti. Sekitar satu setengah dari semua pasien tidak memiliki lapisan granuler yng
normal dengan pengamatan menggunakan mikroskop cahaya dan profilaggrin yang
mengandung butiran keratohyalin dengan pengamatan menggunakan mikroskop elektron.6
Studi biokimia telah menunjukkan penurunan atau hilangnya ekspresi profilaggrin di
keratinosit epidermis sedangkan struktural protein yang lainnya normal. Dalam iktiosis
vulgaris, kerugian atau pengurangan filaggrin menyebabkan proses keratinisasi yang
terganggu. Peningkatan perlengketan dari stratum korneum dan pembentukan skuama
diperkirakan sebagai akibat dari kurangnya membentukan asam amino hasil dari katabolisme
filaggrin.6
Iktiosis vulgaris diklasifikasikan sebagai retensi hiperkeratosis. Satu-satunya marker
molekuler yang dikenal pada iktiosis vulgaris dipengaruhi oleh profilaggrin, dengan berat
molekul filaggrin yang tinggi. Profilaggrin yang disintesis di lapisan granular epidermis
merupakan komponen utama keratohyalin. Melalui pelbagai modifikasi pasca translasi,
profilaggrin dikonversikan ke filaggrin yang menggabungkan antara filamen keratin di
lapisan bawah korneum. Filaggrin dipertahankan lalu dimetabolisme menghasilkan asam
amino bebas yang dapat berperan penting sebagai senyawa yang mengikat air di atas stratum
korneum. Siklus normal dari kulit yaitu hidrasi dan dehidrasi berperan dalam deskuamasi

normal. Siklus ini terganggu pada iktiosis vulgaris.4


Ekspresi gen yang normal pada profilaggrin dapat pertama kali dideteksi pada lapisan
granular. Dalam iktiosis vulgaris, ekspresi profilaggrin tidak ada atau kurang dalam
epidermis. Abnormalitas biokimia ini berkorelasi dengan jumlah penurunan keratohyalin dan
keparahan kondisi klinis. Analisis kultur keratinosit telah menunjukkan mRNA profilaggrin
berkurang. Dibandingkan dengan jumlah yang normal, sebuah studi menemukan hanya 50%
dari profilaggrin mRNA dan 10% dari protein profilaggrin yang ada. Penelitian telah
menunjukkan bahwa regulasi posttranskriptional yang cacat mengarah pada penurunan
stabilitas profilaggrin mRNA.3,4
Mutasi pada gen penyandi filaggrin telah diidentifikasi sebagai penyebab iktiosis
vulgaris dan ditunjukkan sebagai faktor predisposisi utama dermatitis atopik baik di Eropa
dan Jepang.4
HISTOPATOLOGI
Histologi dari kulit yang terkena menunjukkan hiperkeratosis ringan dan biasanya
lapisan granular dalam epidermis berkurang atau tidak ada . Lapisan dermis normal.
Gambaran dari keratosis pilaris mungkin terlihat. Pada mikroskop elektron dapat sedikit
terlihat fragmentasi granula-granula keratohyalin dalam sel lapisan granular, sedangkan
filamen keratin tampak normal. Pada lapisan dermis terlihat infiltrat di aliran perivaskular
limfohistiotik atau tidak terdapat perubahan.5
Selain itu, ditemukan adanya tingkat sedang dari orthokeratosis eosinofilik padat.
Lapisan spinosus dalam ketebalan normal. Filaggrin berkurang pada epidermis yang terlibat,
dan mRNA profilaggrin tidak stabil dalam keratinosit. Ini adalah retensi hiperkeratosis,
dengan pergantian epidermis pada kadar normal.3

GAMBARAN KLINIS

Kulit kering dan berat


Scaly skin (bersisik)
Kemungkinan penebalan kulit
Gatal-gatal ringan pada kulit
Biasanya skuama halus, putih dan terkelupas timbul pada ekstremitas, terutama

permukaan ekstensor. Daerah pangkal paha dan area fleksor terhindar karena kelembapan
yang tinggi di daerah tersebut. Pada kaki bagian bawah, skuama biasanya lebih besar dengan
pusat yang lengket dan terpisah. Hiperkeratosis ringan pada telapak tangan mengarah ke
tanda-tanda kulit ditekankan adalah umum.8
Pada penyakit yang lebih parah, skuama meluas ke daerah-daerah besar seperti
trunkus, kulit kepala, dahi dan pipi dan mungkin berhubungan dengan pruritus. Selain itu,
keterlibatan palmoplantar akan lebih parah dan sering mengakibatkan alur-alur atau celah
menyakitkan pada tumit. Gejala klinis dan keparahan tergantung pada musim dan iklim,
dimana lebih meningkat selama musim panas dan dengan kelembapan yang tinggi dan

memburuk dalam lingkungan yang kering dingin. Meskipun iktiosis vulgaris adalah progresif
selama masa kanak-kanak, biasanya membaik seiring dengan bertambahnya usia.5,6
Iktiosis vulgaris sering dikaitkan dengan keratosis pilaris dan triad atopik yaitu athma,
demam, dan dermatitis atopik. Dermatitis atopik ini paling banyak ditemukan sebanyak 25%
sampai 50% pasien. Tetapi, hanya 4% dari mereka dengan dermatitis atopik juga memiliki
iktiosis vulgaris.6

DIAGNOSIS
Anamnesis
Walaupun kulit pada iktiosis vulgaris terlihat dan terasa normal saat lahir, ini beransuransur menjadi kasar dan kering pada anak usia dini.
Cenderung bersisik menjadi gejala yang paling menonjol yang terdapat pada
permukaan ekstensor ekstremitas dan tidak ada pada permukaan fleksor.
Area popok biasanya tidak terpengaruh.
Dahi dan pipi mungkin terkena lebih awal, tapi biasanya sisik kulit berkurang dengan
pertambahan usia.
Gejala perbaikan penting terjadi selama bulan-bulan musim panas.
Riwayat keluarga dengan iktiosis vulgaris mungkin sulit untuk dipastikan karena
berbagai derajat penetrasi dan peningkatan umum gejala dari waktu ke waktu.
Banyak pasien iktiosis vulgaris terhubung dengan manifestasi atopik (misalnya, asma,
ekzema, alergi serbuk bunga). Kondisi atopik dapat ditemukan dalam banyak anggota

keluarga, dengan atau tanpa gejala iktiosis vulgaris. Salah satu penelitian mencatat
manifestasi atopik dihampir separuh dari semua subjek, dengan 41% memiliki setidaknya
satu orang keluarga yang juga terpengaruh.3
Pemeriksaan Fisik
Gambaran klinis pada iktiosis vulgaris :
Pada kulit bayi yang baru lahir dapat tampak normal
Kulit secara bertahap menjadi kering, kasar dan bersisik, dengan sebagian besar tanda

tanda dan gejala muncul pada usia 5 tahun


Dapat mempengaruhi semua bagian tubuh, termasuk wajah dan kulit kepala.
Pada punggung tangan dan kakinya biasanya terhindar.
Pada telapak tangan gejalanya terbatas
Sehubungan dengan dermatitis atopik.2

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dermatopatologi
Didapatkan penekanan hiperkeratosis, berkurang atau tidak adanya lapisan granular,
dan lapisan germinatif yang rata. Pada mikroskop elektron, kecil dan kurang terbentuknya
granula keratohyalin.4
DIAGNOSA BANDING
Ini biasanya dapat dibedakan dari jenis yang kurang umum pada iktiosis berdasarkan
pola pewarisan dan dari jenis dan distribusi skuama.5
1) Iktiosis fetalis
Iktiosis fetalis juga dikenal sebagai harlequin iktiosis (HI), adalah bentuk yang paling
berat dari iktiosis bawaan. Hal ini ditandai oleh penebalan yang mendalam dari lapisan
keratin kulit janin. Istilah harlequin berasal dari ekspresi wajah bayi yang baru lahir dan
bentuk segitiga dan berlian pada pola hyperkeratosis. Mulut bayi yang baru lahir ditarik
terbuka lebar, meniru senyum badut. Yang mendasari kelainan genetik iktiosis fetalis telah
diidentifikasi sebagai mutasi pada gen transporter lipid-ABCA12 pada kromosom 2. Adanya
mutasi homozigot pada individu yang terkena autosomal resesif mendukung pola warisan.
Immunohistocytochemical pemeriksaan kulit menunjukkan karakteristik kelainan dalam
struktur granula lamellar dan dalam ekspresi keratin epidermis. Penyakit ini terutama

terhadap kulit. Sistem lain secara signifikan terganggu oleh hyperkeratosis dan seiring cacat.
Neonatus sering lahir prematur. Ditandai eclabium dan sekunder ectropion hadir dengan
berkaitan erat dan kulitnya keras. Telinga mungkin saja tidak ada atau kurang berkembang.
Lengan, kaki, dan jari-jari mengalami fleksi kontraktur dan mungkin hypoplastic. Barrier
kulit sangat terganggu, yang menyebabkan kehilangan air yang berlebihan, kelainan
elektrolit, temperatur dysregulation, dan peningkatan risiko infeksi yang mengancam jiwa.
Makan yang kurang dan gangguan penyerapan usus adalah umum terjadi.7
2) Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh faktor
herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula,
vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai infeksi, atau
alergi, faktor psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan. Jadi pada DA selain ada faktor
herediter juga di pengaruhi oleh faktor lingkungan yang dapat meningkatkan prevalensi ini,
seperti bahan kimia industri, makanan olahan, atau benda asing lainnya. Ada dugaan bahwa
peningkatan ini juga disebabkan perbaikan prosedur diagnosis dan pengumpulan data.5
3) Iktiosis Lamelar
Sering disebut sebagai collodion bayi saat lahir bayi ditutupi oleh collodion mengental
seperti membran yang kemudian menumpuk. Skuama terjadi di seluruh tubuh, termasuk
kerutan dan lengkungan. Mungkin tejadi penurunan kelopak mata bawah (ectropion).
Mungkin berhubungan dengan mutasi gen 1 transglutaminase.6
4) Dermatitis Kontak Alergika
Dermatitis kontak adalah inflamasi pada kulit yang terjadi karena kulit telah terpapar
oleh bahan yang mengiritasi kulit atau menyebabkan reaksi alergi. Dermatitis kontak akan
menyebabkan ruam yang besar, gatal dan rasa terbakar dan hal ini akan bertahan sampai
berminggu-minggu. Gejala dermatitis kontak akan menghilang bila kulit sudah tidak terpapar
oleh bahan yang mengiritasi kulit tersebut. Dermatitis kontak alergi adalah reaksi kekebalan
tubuh yang terjadi pada seseorang yang terlalu sensitif terhadap bahan kimia tertentu. Pada
DKA, peradangan mungkin belum terjadi sampai 24 36 jam jam setelah kontak dengan
bahan kimia tersebut. Bentuk alergi berbeda dari satu orang ke orang lain. Alergen (bahan
yang menyebabkan alergi) yang biasa menjadi penyebab DKA adalah bahan kimia yang

mengandung nikel yang banyak terdapat di jam tangan, perhiasan logam, resleting dan objek
logam lainnya; neomisin pada antibiotik salep kulit; potassium dikromat, bahan kimia yang
sering terdapat pada sepatu kulit dan baju; latex pada sarung tangan dan pakaian karet.5
5) Iktiosis X-Linked
Terdapat sisik yang bersifat generalisata pada atau segera setelah lahir. Scaling yang
paling menonjol pada ekstremitas atas, leher, badan, dan pantat. Dapat menyebabkan
kekeruhan kornea. Behubungan dengan kekurangan dalam sulphatase steroid fibroblas dan
peningkatan kolesterol plasma sulfat. Hanya mempengaruhi laki-laki. Mungkin berhubungan
dengan penyakit testis.6
6) Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis kontak iritan dicetuskan dari paparan ke bahan yang toksin atau iritatif ke
kulit manusia, dan tidak disebabkan reaksi alergi. Pada anak-anak, bahan iritan yang paling
sering menyebabkan DKI adalah popok bayi. Hal ini akan menyebabkan keadaan yang
dinamakan diaper dermatitis, reaksi kulit di daerah yang terpapar popok bayi yang
disebabkan kontak terlalu lama dengan bahan kimia alami terdapat di air seni dan tinja.
Selain itu dapat pula DKI terjadi di sekitar mulut karena kulit terpapar dengan makanan bayi
ataupun air liur. Pada orang dewasa, DKI terjadi seringkali karena paparan sabun dan
deterjen.6
7) Impetigo
Impetigo adalah penyakit kulit menular yang disebabkan bakteri dan biasanya
menyerang anak-anak. Walaupun sebagian besar disebabkan oleh bakteri yang masuk melalui
luka, namun impetigo dapat terjadi pada kulit yang sehat. Impetigo merupakan infeksi kulit
yang mudah sekali menyebar, baik dalam keluarga, tempat penitipan atau sekolah. Impetigo
menyebar melalui kontak langsung dengan lesi (daerah kulit yang terinfeksi). Impetigo
disebabkan oleh bakteri staphylococcusdanstreptococcus. Bakteri ini hidup normal di kulit
manusia tanpa menimbulkan penyakit. Impetigo terjadi bila bakteri ini masuk melalui luka di
kulit atau gigitan serangga dan berkembang biak. Impetigo terdiri dari dua jenis, yaitu
impetigo krustosa (tanpa gelembung cairan, dengan krusta/keropeng/koreng) dan impetigo
bulosa (dengan gelembung berisi cairan). Impetigo krustosa hanya terdapat pada anak- anak,
paling sering muncul di muka, yaitu di sekitar hidung dan mulut. Impetigo bulosa terdapat

pada anak dan dewasa, paling sering muncul di ketiak, dada, dan punggung.6
8) Drug Eruptions
Drug eruption dapat meniru berbagai dermatosis. Morfologinya berupa miliaria and
meliputi bentuk morbilliform (paling sering terlihat), urticaria, papuloskuamosa, pustul, dan
bula. Obat-obatan juga dapat menyebabkan pruritus dan dysesthesia tanpa letusan yang jelas.
Obat yang dikenal untuk menyebabkan reaksi kulit termasuk agen antimikroba, non- steroid
anti-inflammatory drugs (NSAID), sitokin, agen kemoterapi, Antikonvulsan, dan agen
psikotropika. Penting untuk mengevaluasi gambaran klinis tertentu yang mungkin
menunjukkan ke tingkat yang parah, yang berpotensi mengancam jiwa akibat reaksi obat,
seperti sindrom hipersensitivitas. Gambarannya tersebut meliputi erosi selaput lendir, lepuh,
tanda Nikolsky (epidermis sloughs dengan tekanan lateral menunjukkan letusan serius yang
mungkin merupakan keadaan darurat medis), eritema konfluent, angioedema, lidah bengkak,
palpable purpura, nekrosis kulit, limfadenopati, demam tinggi, dyspnea atau hipotensi.5
PENATALAKSANAAN
Perawatan
Iktiosis vulgaris adalah gangguan kronis yang dapat meningkat dengan usia, tapi sering
memerlukan terapi terus menerus. Pendekatan utama pada pengobatan dari dua kondisi baik
mencakup hidrasi kulit dan penerapan sebuah salep untuk mencegah penguapan. Hidrasi
mempromosikan deskuamasi dengan meningkatkan aktivitas enzim hidrolitik dan kerentanan
terhadap kekuatan mekanik. Kelenturan dari stratum korneum juga ditingkatkan.
Retinoid topikal sangat membantu bagi beberapa pasien.
Alpha-hydroxy acids (misalnya, laktat, glikolat, atau asam piruvat) yang efektif untuk
melembabkan kulit. Obat ini bekerja dengan menyebabkan disagregasi dari korneosit
di tingkat bawah pada pembentukan lapisan stratum korneum yang baru. Asam laktat
tersedia sebagai laktat 12% amonium lotion, atau bisa dicampur pada resep dalam
konsentrasi 5-10% dalam wadah yang cocok. Penggunaan sehari dua kali telah
menunjukkan lebih hasil yang lebih baik pada krim petrolatum untuk pengendalian
iktiosis vulgaris.
Penghapusan sisik pada kulit dapat dibantu oleh keratolitik (misalnya, asam salisilat),

yang menyebabkan disagregasi korneosit di korneum lapisan atas. Pada sediaan 6%


gel asam salisilat dapat digunakan pada daerah yang terbatas.
Produk over-the-counter yang sering mengandung urea atau propilen glikol. Pelembab
yang mengandung urea dalam kekuatan lebih rendah (10-20%) menghasilkan strata
corneum yang lebih lentur dengan bertindak sebagai Humectant. Propylene glycol
menarik air melalui stratum corneum dengan membentuk gradien air. Kulit tebal
kemudian gudang hidrasi berikut. Propylene glycol adalah kendaraan umum di kedua
resep dan over-the-counter persiapan.
Topical retinoid (misalnya, tretinoin) mungkin akan bermanfaat. Obat ini dapat
mengurangi kekompakan sel-sel epitel, merangsang mitosis dan omset, dan menekan
sintesis keratin. Tazarotene, sebuah reseptor-selektif retinoid topikal , juga telah
efektif dalam satu percobaan kecil.
Iktiosis vulgaris tidak responsif terhadap steroid, tetapi steroid topikal ringan mungkin
berguna untuk pruritus.4
Pengobatan
Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan untuk mencegah komplikasi.
1) Retinoid
Penurunan kekompakan hiperproliferatif keratinosit normal dan dapat tujuan
mengurangi potensi untuk menjadi ganas. Keratinosit memodulasi diferensiasi. Telah terbukti
mengurangi risiko pembentukan kanker kulit pada pasien dengan transplantasi ginjal.
2) Tretinoin (Retin-A,Avita)
Agen keratolitik yang bertindak dengan meningkatkan mitosis sel epidermal dan onset
sementara dengan menekan sintesis keratin. Dosis :
Dewasa : gunakan krim 0,1%
Anak : tidak ditetapkan
3) Tazarotene(Tazorac)
Reseptor-selektif retinoid adalah sintetis retinoid prodrug yang dikonversi secara cepat
menjadi asam tazarotenic. Karena penggunaan tretinoin sering terhambat oleh irritancy,
produk ini mungkin menguntungkan. Dosis :
Dewasa : 0,05% gel selama 2 minggu, kemudian 3 kali / minggu

Anak : tidak ditetapkan


4) Humectants
Meningkatkan kelembaban kulit.
5) Ammonium laktat (Lac-Hydrin) 12% krim atau lotion
Alpha-hydroxy acid yang juga adalah Humectant alami di kulit. Bekerja untuk
melembabkan kulit dan mengurangi keratinization epidermis yang berlebihan dengan
menyebabkan hilangnya perlengketan antara korneosit. Tersedia OTC sebagai 12% amonium
laktat lotion (AmLactin Lotion). Dosis :
Dewasa : hanya digunakan untuk daerah yang terkena
Anak : berlaku seperti pada orang dewasa.3
PROGNOSIS
Iktiosis vulgaris dapat mengganggu, tetapi jarang mempengaruhi kesehatan secara
keseluruhan. Kondisi ini biasanya hilang selama masa dewasa, tetapi dapat kembali beberapa
tahun kemudian.7
KESIMPULAN
Iktiosis vulgaris yang merupakan penyakit autosomal dominan adalah kelainan keratinisasi di
mana kulit menjadi sangat kering dan berskuama. Iktiosis vulgaris ditemukan di seluruh
dunia dan prevalensi 1 kasus dalam 250 orang. Insidensi antara laki-laki dan wanita sama
tetapi lebih sering ditemukan pada orang Kaukasia. Mutasi pada gen penyandi filaggrin telah
diidentifikasi sebagai penyebab iktiosis vulgaris dan ditunjukkan sebagai faktor predisposisi
utama dermatitis atopik. Histologi dari kulit yang terkena menunjukkan hiperkeratosis ringan
dan biasanya lapisan granular dalam epidermis berkurang atau tidak ada . Gambaran dari
keratosis pilaris juga mungkin terlihat. Iktiosis vulgaris sering dikaitkan dengan keratosis
pilaris dan triad atopik yaitu athma, demam, dan dermatitis atopik. Kulit bersisik menjadi
gejala yang paling menonjol yang terdapat pada permukaan ekstensor ekstremitas dan tidak
ada pada permukaan fleksor. Iktiosis vulgaris biasanya dapat dibedakan dari jenis iktiosis
lainnya yang kurang umum berdasarkan pola pewarisan dan dari jenis dan distribusi skuama.
Pendekatan utama pada pengobatan dengan retinoid topikal dan tretinoin sistemik adalah dari
dua kondisi baik mencakup hidrasi kulit dan penerapan sebuah salep untuk mencegah

penguapan. Hidrasi mempromosikan deskuamasi dengan meningkatkan aktivitas enzim


hidrolitik dan kerentanan terhadap kekuatan mekanik. Iktiosis vulgaris dapat mengganggu,
tetapi jarang mempengaruhi kesehatan secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Philip Fleckmen, John J.Digiovanna, Ichthyosis Vulgaris In: Wolff K, Goldsmith L,


Kath SI, Gilchrest BA, Paller AS, Jeffell DJ, editors. Fitzpatrick's Dermatology in
General Medicine. 7th Ed, New York: The McGraw-Hill Companies Inc; 2008. p 401408

2. Robin G, Brown TB, Ichthyiosis Vulgaris. Lecture Notes on Dermatology. 8th Ed,
Oxford: Blackwel Science Ltd; 2002. p 120-121
3.

William DJ, Timothy GB, Dirk ME, Ichthyiosis Vulgaris. Andrew's Diseases Of The
Skin Clinical Dermatology, 10th Ed, Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2006. p 551

4. Ngan, Vanessa. Ichthyosis. 2009 (updated: 15 Jun 2009). Available from :


http://www.dermnet.org.nz/scaly/ichthyosis.html
5. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, Ichthyosis Vulgaris. Rooks Textbook of
Dermatology, 8th Ed. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd. 2010. p 19.6-19.8
6. J L, Lorizzo J L, Rapini R P. Ichthyiosis Vulgaris. Bolognia Dermatology, 2nd Ed. New
York: Mosby Elsevier. 2008. P743-749
7. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K. Ichthyiosis Vulgaris. Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology, 6th Ed. New York: McGraw-Hill. 2001. p.72-73

Anda mungkin juga menyukai