Anda di halaman 1dari 15

PERANAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN

REMAJA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ada tiga lingkaran lingkungan yang membentuk karakter manusia; keluarga , sekolah,
dan masyarakat meski ketiganya saling mempengaruhi, tetapi pendidikan keluarga paling
dominan pengaruhnya, peranan yang paling berpengaruh dalam pembentukan kepribadian di
lingkungan keluarga adalah orang tua. Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama
bagi anak-anaknya.
Problem-problem yang dirasa paling berat oleh sebagian besar orang tua adalah
membentuk kepribadian anak khususnya pada saat anak meginjak remaja, masa remaja
merupakan masa masa yang sangat rentan terjadinya hal-hal yang bersifat negatif pada fase
ini remaja melakukan hal-hal yang mereka ingin lakukan tanpa mempertimbangkan apakah
hal itu benar atau tidak. Tanggung jawab orang tua bisa dilihat dari hasil pendidikan disaat
usia remaja hal ini berkaitan dengan remaja merupakan titik tolak awal masa depan. Untuk
itu orang tua harus mengetahui bagaimana peranan yang harus dilakukan dalam membentuk
kepribadian remaja. Manfaat penulisan karya tulis ini ditujukan bagi para orang tua pada
umumnya dan bagi para orang tua yang mempunyai anak remaja pada khususnya, agar
mereka dapat menerapkan peranan orang tua dalam pembentukan kepribadian remaja.
Berdasarkan alasan yang dikemukakan di atas penulis mengambil judul PERANAN
ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN REMAJA

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan kepribadian remaja?
2. Bagaimana peranan orang tua dalam pembentukan kepribadian remaja?
C. Tujuan Penulisan

Dari beberapa rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini
adalah:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian
remaja.
2. Untuk mengetahui peranan orang tua dalam pembentukan kepribadian remaja.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah:
1. Temuan berupa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
kepribadian remaja akan berguna bagi pemahaman dalam rangka perbaikan
kepribadian remaja
2. Deskripsi peranan orang tua dalam pembentukan kepribadian remaja akan
bermanfaat bagi kalangan pendidikan, khususnya orang tua.

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kepribadian

Kepribadian dalam bahasa Inggris disebut dengan personality. Akar kata personality
berasal dari bahasa latin persona yang berarti topeng.

Sebagian Psikolog ada yang

menyebutnya dengan; (1) Personality (kepribadian). (2) Character (watak atau perangai). (3)
Type (tipe). Selain ruang lingkupnya yang jelas, istilah kepribadian juga mencerminkan
keunikan diri seseorang.
Studi tentang faktor-faktor yang menentukan kepribadian dibahas secara mendetail
oleh tiga aliran. Aliran pertama, adalah empirisme. Aliran ini berpendapat, kepribadian
ditentukan oleh luar diri yang disebut dengan lingkungan. Asumsi psikologis yang mendasari
aliran ini adalah bahwa manusia lahir dalam keadaan netral, tidak memiliki pembawaan
apapun. Aliran ini dipelopori oleh filosof berkebangsaan Inggris, yaitu John Locke (16321704).
Aliran kedua, adalah nativisme yang berpendapat bahwa hereditas merupakan penentu
kepribadian. Hereditas adalah totalitas sifat-sifat karakteristik yang dibawa atau dipindahkan
dari orang tua ke anak keturunannya. Aliran ini dipelopori oleh Arthur Scopenhauer (17781860) seorang psikolog berkebangsaan Jerman. Tokoh lain yang termasuk aliran ini adalah
Plato, Descartes dan Lombroso.
Aliran ketiga yakni konvergensi. Aliran ini menggabungkan dua aliran di atas.
Konvergensi adalah interaksi antara faktor hereditas dan faktor lingkungan dalam proses
pemunculan tingkah laku. Aliran ini dipelopori oleh William stern (1871-1938) dan Adler.
B. Remaja

Masa remaja berlangsung mulai umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita
dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat
dalam aspek intelektual. Transformasi intelektual dari cara berpikir remaja ini memungkinkan
mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tapi juga
merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan (Shaw dan

Costanzo, 1985). Remaja pada umumnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehinggga
seringkali ingin mencoba-coba, mengkhayal dan merasa gelisah,serta berani melakukan
pertentangan jika dirinya merasa disepelekan. Untuk itu, mereka sangat memerlukan
keteladanan, konsistensi serta komunikasi yang tulus dan empati dari orang dewasa untuk
membentuk kepribadian mereka.
C. Interaksi Remaja-Orang Tua

Interaksi remaja dengan orang tua memiliki pola yang khas dan unik sehingga oleh
Jersild, Brook, dan Brook diberi istilah three act drama (drama tiga tindakan). First act
drama, interaksi remaja masih memiliki ketergantungan dengan orang tua. Tetapi sudah
mulai menyadari keberadaan dirinya sebagai pribadi di bandingkan fase sebelumnya. Second
act drama, disebut juga dengan istilah perjuangan untuk emansipasi yaitu remaja
melakukan perjuangan kuat untuk membebaskan dirinya dari ketergantungan terhadap orang
tua. Third act drama, remaja berusaha menempatkan dirinya untuk berteman dengan orang
dan berinteraksi secara lancar dengan mereka. Namun, masih sering mengalami hambatan
karena orang tua seringkali masih belum melepaskan anak remajanya secara penuh.
Demikian juga, orang dewasa seringkali belum menerima secara penuh remaja untuk masuk
ke dalam dunianya.
Dalam interaksi remaja-orang tua ada aspek objektif dan subjektif. Aspek Objektif
adalah keadaan nyata dari peristiwa yang terjadi pada saat interaksi, sedangkan aspek
subjektif

adalah persepsi remaja terhadap peristiwa dalam interaksi tersebut. Fontana

mengatakan bahwa tidak jarang remaja lebih menggunakan aspek subjektif dalam
berinteraksi dengan orang tua. Misalnya, orang tua sebenarnya ingin melindungi karena
sayang kepada anaknya, justru dipersepsi sebagai terlalu mengekang dan membatasi remaja.
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
Dalam penulisan karya tulis ini penulis menggunakan metode literatur, yaitu dengan
jalan membaca buku dan mencari informasi dari media masa dan media elektronik, serta
menggunakan pendapat para ahli yang terdapat dalam buku atau sumber informasi lainnya

sebagai bahan dasar teori. Secara detil metode yang digunakan dalam penelitian sebagai
berikut:
A. Teknik Pengumpulan Data
Karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang deskriptif kualitatif, maka
teknik pengumpulan datanya melalui membaca buku-buku, internet atau bertanya kepada
orang ahli yang ada hubungannya dengan masalah penelitian.
B. Teknik Pengolahan Data
1. Editing, dilakukan untuk memeriksa kembali semua data yang diperoleh untuk kesempurnaan,
kejelasan dan kesatuan makna serta relevansinya sebagai sumber data yang diperlukan.
2. Organising, dilakukan untuk menyusun data sedemikian rupa sehingga dapat memperolah
gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah.
C. Teknik Analisis Data
Teknik analisisnya adalah deskriptif kualitatif, yakni menggambarkan data dengan
pernyataan-pernyataan, bukan dengan angka.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Remaja


Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson disebut
dengan identitas ego (ego identity). Ini terjadi karena masa remaja merupakan peralihan
antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Ditinjau dari segi
fisiknya, mereka sudah bukan anak-anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tapi jika
mereka diperlakukan sebagai orang dewasa, ternyata belum dapat menunjukkan sikap
dewasa.

Oleh karena itu, ada sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja, yaitu
sebagai berikut:
a.

Kegelisahan
Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak idealisme, anganangan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa depan. Namun, sesungguhnya remaja
belum memiliki banyak kemampuan yang memadai untuk mewujudkan semua itu.

b. Pertentangan
Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi psikologis
antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri.
Oleh karena itu, pada umumnya remaja sering mengalami kebingungan karena sering terjadi
pertentangan pendapat antara mereka dengan orang tua. Pertentangan yang sering terjadi itu
menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan diri dari orang tua kemudian ditentangnya
sendiri karena dalam diri remaja ada keinginan untuk memperoleh rasa aman. Remaja
sesungguhnya belum begitu berani mengambil resiko dari tindakan meninggalkan lingkungan
keluarganya yang jelas aman bagi dirinya. Tambahan pula keinginan melepaskan diri itu
belum disertai dengan kesanggupan untuk berdiri sendiri tanpa bantuan orang tua dalam soal
keuangan. Akibatnya, pertentangan yang sering terjadi itu akan menimbulkan kebingungan
dalam diri remaja itu sendiri maupun pada orang lain.
c.

Mengkhayal
Keinginan untuk menjelajah dan bertualang tidak semuanya tersalurkan. Biasanya
hambatannya dari segi keuangan atau biaya. Menjelajah lingkungan sekitar yang luas
membutuhkan biaya yang banyak, padahal kebanyakan remaja hanya memperoleh uang dari
pemberian orang tuanya. Akibatnya, mereka kemudian mengkhayal, mencari kepuasan,
bahkan menyalurkan khayalannya melalui dunia fantasi.

d. Aktivitas Berkelompok
Berbagai macam keinginan para remaja seringkali tidak dapat terpenuhi karena
bermacam-macam kendala, dan yang sering terjadi adalah tidak tersedianya biaya. Adanya
bermacam-macam larangan dari orang tua seringkali melemahkan atau bahkan mematahkan
semangat para remaja. Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah
mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama. Mereka
melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat diatasi
bersama-sama.
e.

Keinginan Mencoba Segala Sesuatu

Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiosity). Karena
didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin bertualang, menjelajah
segala sesuatu, dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya. Selain itu,
didorong juga oleh keinginan seperti orang dewasa yang menyebabkan remaja ingin mencoba
melakukan apa yang sering dilakukan oleh orang dewasa.
Penting bagi remaja untuk memberikan bimbingan agar rasa ingin tahunya dapat
terarah kepada kegiatan-kegiatan yang positif, kreatif, dan produktif, misalnya ingin
menjelajah alam sekitar untuk kepentingan penyelidikan atau ekspedisi. Jika keinginan
semacam itu mendapat bimbingan dan penyaluran yang baik, akan menghasilkan kreatifitas
remaja yang sangat bermanfaat, seperti
kemampuan membuat alat-alat elektronika untuk kepentingan komunikasi, menghasilkan
temuan ilmiah remaja yang bermutu, menghasilkan karya ilmiah remaja yang berbobot, dan
sebagainya.

Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian

remaja:
1. Keluarga
Kepribadian remaja bergantung pada keadaan rumah tangga tempat mereka
dibesarkan. Di tengah lingkaran keluarga ini seorang anak dapat belajar, menyimak,
memperhatikan, merekam makna kehidupan dari hari ke hari. Pengalaman pencarian makna
hidup ini sekaligus membangun citra dirinya sesuai dengan teladan orang tua, sesuatu yang
terjadi dengan sendirinya, tanpa disadari. Karena itu, orang tua harus berusaha menjadikan
diri sebagai model peran yang baik bagi anak. Sebagian besar orang tua ingin kepribadian
anaknya serupa dengan kepribadian mereka sendiri. Dengan begitu, orang tua menganggap
akan lebih mudah mengarahkan kehidupan anak sesuai keinginan orang tua itu sendiri.
Selain itu, sangat penting bagi orang tua untuk melakukan tindakan preventif, dengan
cara memberi anak model peran yang baik dalam keluarga. Riwayat pendidikan orang tua
sangat berpengaruh dalam hal ini. Pendidikan orang tua yang hanya sampai pada tingkat
sekolah dasar tentu berbeda dengan pendidikan orang tua yang sampai pada tingkat sarjana
atau bahkan lebih, karena pola pikir mereka sangat jauh berbeda. Orang tua lulusan sekolah
dasar cenderung lebih tertutup kepada anak remajanya. Seringkali mereka mengacuhkan
pertanyaan-pertanyaan sang anak dan masih menganggap tabu jika anak remaja mereka
bertanya tentang seks. Hal ini dikarenakan orang tua tidak mempunyai cukup pengetahuan
untuk menjawabnya. Sedangkan para orang tua lulusan sarjana cenderung lebih terbuka

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan anak remajanya. Hal ini dikarenakan orang tua
lulusan sarjana mempunyai cukup pengetahuan untuk menjawabnya.
Selain faktor pendidikan orang tua, faktor kesibukan orang tua dalam bekerja juga
berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian remaja. Jika orang tua terlalu sibuk bekerja
untuk mencari uang dan mengabaikan kebutuhan jiwa remaja, maka remaja cenderung akan
tumbuh dan berkembang sebagai remaja yang kurang atau bahkan tidak mengerti sopan
santun.
Selain peranan-peranan yang bersifat psikis seperti di atas, peranan orang tua juga
meliputi peranan materi. Bagi orang tua yang materinya berlebih, pasti mampu memenuhi
kebutuhan segala kebutuhan para remaja. Misalnya orang tua tidak bisa membantu dalam hal
pelajaran, mereka bisa saja mengatasinya dengan mendatangkan guru les. Sedangkan bagi
orang tua yang tidak mampu, hal tersebut di atas tentu tidak dapat dilakukan. Bagi mereka,
untuk biaya makan sehari-hari saja sudah sulit untuk memenuhinya, apalagi untuk biaya les.
Pengarahan orang tua dan iklim psikologi serta lingkungan sosial yang mewarnai
rumah tangga juga turut berperan dalam pembentukan kepribadian remaja. Berikut ini
beberapa contoh iklim yang banyak kita jumpai dalam masyarakat.
a. Rumah tangga yang otoriter. Pada keluarga ini orang tua berperan sebagai decision
maker atau pembuat keputusan sehingga membuat sang anak tidak mempunyai kesempatan
untuk menentukan pilihannya. Para orang tua ini memandang remaja sebagai bocah cilik
yang tidak mempunyai apa-apa dan tidak perlu dipedulikan apa jenis kehidupan ideal dan
kebutuhan riil yang dia miliki. Jadi, bila sang anak dihadapkan pada suatu pilihan, maka
mereka akan kesulitan dalam membuat keputusan karena mereka terbiasa didikte oleh orang
tuanya. Sistem keluarga yang seperti ini akan membentuk anak menjadi pribadi yang tidak
kreatif serta tidak memiliki rasa percaya diri.
b. Rumah tangga yang demokratis. Warna sistem rumah tangga yang demokratis ini
sangat berbeda dengan warna aturan yang ada di dalam rumah tangga yang otoriter. Apabila
dalam sistem keluarga otoriter kental dengan kekerasan, ketakutan, dan larangan, maka dalam
sistem keluarga yang demokratis ini kental dengan warna kebersamaan, dinamika yang
positif dan terus bergerak, kasih sayang serta saling membantu. Pola-pola yang diterapkan
dalam rumah tangga yang demokratis akan mendorong lahirnya sosok-sosok remaja yang
sanggup memikul beban dan tanggung jawab kehidupan, remaja-remaja yang mampu
berpikir secara matang, mau saling menolong, dan bangkit bersama-sama dengan masyarakat.
2. Sekolah

Para orang tua tentu tidak mampu mendidik para remaja sendiri. Oleh karena itu,
selain mendapat pendidikan di rumah, remaja juga memperoleh pendidikan di sekolah. Peran
yang paling berpengaruh dalam pendidikan di sekolah adalah guru. Guru yang pandai,
bijaksana dan mempunyai keikhlasan dan sikap positif terhadap pekerjaannya akan dapat
membimbing para remaja kearah sikap yang positif terhadap pelajaran yang diberikan
kepadanya dan dapat menumbuhkan sikap positif yang diperlukan dalam hidupnya di
kemudian hari. Sebaliknya guru yang tidak bijaksana dan menunaikan pekerjaannya tidak
ikhlas atau didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan bukan kepentingan pendidikan,
misalnya hanya sekedar untuk mencari rezeki, atau hanya karena merasa terhormat menjadi
guru itu dan sebagainya, akan mengakibatkan arti atau manfaat pendidikan yang diberikannya
kepada anak didik menjadi kecil atau mungkin tidak ada, bahkan mungkin menjadi negatif.
3. Teman Sebaya
Bagi remaja, teman sebaya lebih berpengaruh daripada orang tua. Mereka merasa
lebih nyaman bercerita kepada teman sebaya mereka, atau yang sering mereka sebut sebagai
sahabat, daripada bercerita kepada orang tua. Melalui teman sebaya mereka juga dapat
mengetahui macam-macam kepribadian orang lain di luar diri mereka.
Dengan siapa remaja berteman, juga turut mempengaruhi bagaimana kepribadian
remaja tersebut. Apabila seorang remaja berteman dengan orang yang mempunyai pribadi
yang buruk, maka hampir dapat dipastikan ia pun memiliki kepribadian yang tidak jauh
berbeda. Jika remaja berteman dengan orang yang pribadinya baik, maka ia pun akan
berkepribadian baik pula. Bahkan ada sebuah peribahasa yang berbunyi Jika kau ingin
mengetahui bagaimana kepribadian seseorang, maka lihatlah dengan siapa ia berteman. Jika
temannya baik niscaya baik pula dirinya namun jika temannya buruk, maka ia pun tak jauh
berbeda.
4. Masyarakat
Masyarakat yang dimaksudkan oleh penulis adalah lingkungan di mana remaja
tersebut tinggal dan mempraktekkan sosialisasi yang sebenarnya. Misalkan seorang remaja
tinggal di pemukiman kumuh, mereka akan memiliki kepribadian layaknya preman.
Berbicara kasar, bertingkah laku seperti laki-laki bagi remaja perempuan dan kurang
memiliki sopan santun.
Remaja yang tinggal di lingkungan yang agamis maka cenderung akan menciptakan
kepribadian menarik. Mereka memiliki sopan santun yang tinggi, tutur kata yang lemah

lembut dan perilaku mereka pun sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Kepribadian
remaja yang tinggal di kota metropolitan tentu tentu berbeda dengan kepribadian remaja yang
tinggal di kota kecil. Remaja metropolitan cenderung bersikap glamour dalam hidupnya, juga
mereka memiliki jiwa sosial yang rendah dan sikap egois yang tinggi. Berbeda dengan remaja
yang tinggal di kota kecil, mereka cenderung bersikap sederhana, berjiwa sosial tinggi dan
tidak egois.
5. Upaya-upaya yang dapat dilakukan Orang Tua Agar Dapat Membentuk
Kepribadian Remaja yang Baik
Untuk menghadapi berbagai masalah yang cukup kompleks yang dihadapi remaja,
berbagai usaha harus dilakukan, antara lain:
a.

Antara orang tua dan remaja sebaiknya sering mengadakan diskusi atau sharing tentang
masalah sehari-hari. Dengan langkah seperti ini, remaja dan orang tua akan lebih dekat,
sehingga remaja menjadi lebih terbuka terhadap orang tuanya.

b. Orang tua lebih sering memantau tingkah laku anaknya, yaitu para remaja. Sehingga orang
tua tahu apa saja yang dilakukan oleh anaknya, sekaligus mengontrol apakah yang dilakukan
anaknya tersebut bertentangan dengan norma-norma atau tidak. Jika orang tua menemukan
tanda-tanda penyimpangan pikiran, perkataan dan perilaku dari anak remajanya, orang tua
haruslah segera mencari kiat-kiat untuk mengatasi penyimpangan tersebut. Mungkin remaja
akan merasa terkekang karena pengawasan orang tuanya, tapi cara ini bisa mencegah remaja
untuk tidak melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma.
c.

Remaja lebih terbuka untuk menceritakan masalah sehari-harinya kepada orang tua. Bila
selama ini remaja cenderung lebih nyaman bercerita terhadap teman sebayanya, maka orang
tua juga harus bisa menjadi teman bercerita yang baik bagi anak-anaknya. Bila remaja
bercerita kepada orang tuanya tentang suatu masalah, sebaiknya orang tua bisa memberi
saran-saran yang baik untuk mereka. Karena solusi yang diberikan orang tua mereka sendiri
mungkin akan lebih baik daripada solusi yang diberikan oleh teman sebaya.

d. Mengintensifkan pendidikan agama kepada remaja. Pendidikan agama harus diperkenalkan


sedini mungkin kepada anak, khususnya kepada remaja yang mudah terpengaruh terhadap
hal-hal yang tidak baik. Apabila remaja sudah diperkenalkan dengan pendidikan agama yang
baik oleh orang tuanya, maka kemungkinan untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh
agama jauh lebih kecil daripada remaja yang sama sekali tidak diberi pendidikan agama oleh
orang tuanya.

e.

Perlu adanya biro-biro konsultasi, untuk membantu orang-orang yang memerlukannya, baik
untuk remaja maupun orang tua.

B. Peranan Orang Tua dalam Pembentukan Kepribadian Remaja


Orang tua adalah pembina pribadi yang pertama dalam kehidupan seorang remaja.
Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup orang tua merupakan unsur-unsur pendidikan
secara tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi dan
menanamkan kepribadian pada remaja tersebut. Perlakuan orang tua terhadap remaja sangat
mampengaruhi pribadi remaja. Perlakuan keras terhadap remaja tentu akan berbeda akibatnya
dengan perlakuan yang lembut dari orang tua.
Selain itu, hubungan orang tua dan remaja juga berpengaruh pada pembentukan
pribadi remaja. Hubungan yang harmonis dengan orang tua, penuh kasih sayang dan penuh
pengertian akan membuat remaja memiliki pribadi yang terbuka, mudah dididik dan kreatif.
Tetapi apabila hubungan orang tua dan anak retak atau tidak harmonis, maka pribadi remaja
cenderung suka memberontak, sulit beradaptasi dan tertutup. Dewasa ini, banyak sekali
problem-problem antara remaja dengan orang tuanya yang menyebabkan hubungan yang
tidak harmonis antara keduanya.
Apabila hal tersebut terjadi terus menerus maka akan menyebabkan terjadinya
kegoncangan jiwa pada remaja. Kegoncangan jiwa akibat kehilangan pegangan akan
menimbulkan berbagai masalah diantaranya kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika,
dan lain-lain.

BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Masa remaja adalah masa pencarian jati diri. Masa di mana seorang berada di antara
masa anak-anak menuju masa dewasa. Dari segi fisik mereka bukanlah anak-anak lagi,
namun mereka juga belum dapat bersikap dewasa sepenuhnya.
Karena pada masa ini karakter atau kepribadian remaja belum benar-benar terbentuk,
maka ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan kepribadian remaja
tersebut.Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian
remaja:
a. Keluarga
Di tengah keluarga seorang remaja belajar menyimak, memperhatikan, merekam
makna kehidupan dari hari ke hari. Pengalaman pencarian makna hidup ini sekaligus
membangun citra dirinya sesuai dengan teladan orang tua. Oleh karena itu orang tua harus
berusaha menjadikan diri mereka sebagai model peran baik bagi anak. Berikut beberapa
faktor yang mempengaruhi cara pemberian model peran yang baik bagi remaja oleh orang
tua:
1. Riwayat pendidikan orang tua.

Orang tua yang mempunyai pendidikan tinggi cenderung lebih terbuka dan demokratis
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan anak remaja mereka. Hal ini dikarenakan mereka
mempunyai cukup pengetahuan untuk menjawabnya. Berbeda dengan orang tua yang
mempunyai pendidikan rendah. Mereka cenderung tertutup dan mengacuhkan pertanyaan
anak remaja mereka.Hal ini tejadi karena mereka tidak punya cukup pengetahuan untuk
menjawabnya.
2. Faktor kesibukan orang tua
Jika orang tua terlalu sibuk bekerja tanpa mempedulikan kebutuhan rohani remaja, maka
remaja cenderung akan tumbuh dan berkembang sebagai remaja yang kurang mempunyai
sopan santun.
3. Faktor materi
Orang tua dengan materi berlebih tentu mampu memenuhi segala kebutuhan materi
keluarganya. hal ini berlawanan dengan kemampuan orang tua miskin dalam memenuhi
kebutuhan materi keluarganya.
4. Iklim psikologi dalam rumah tangga
Iklim psikologi yang dimaksud oleh penuls adalah bagaimana cara orang tua dalam
mendidik anak-anaknya. Ada dua contoh yang disebutkan oleh penulis. Yang pertama rumah
tangga yang otoriter. Sistem keluarga yang otoriter kental dengan kekerasan, ketakutan dan
larangan. Yang kedua yaitu keluarga yang demokratis. Rumah tangga yang dinamis kental
den warna kebersamaan, kasih sayang dan saling membantu.
b. Sekolah
Peran yang paling berpengaruh dalam pendidikan di sekolah adalah guru. Oleh karena
itu baik buruknya kepribadian remaja juga dipengaruhi oleh baik tidaknya kepribadian guru
yang mengajarnya.
c. Teman Sebaya
Salah satu faktor yang juga cukup berpengaruh dalam proses pembentukan remaja
adalah teman sebaya. Karena remaja cenderung lebih terbuka terhadap teman sebaya mereka,
dan kebanyakan remaja menghabiskan waktu lebih banyak bersama teman.
d. Masyarakat

Lingkungan remaja yang baik akan membentuk pribadi remaja yang baik. Sebaliknya,
lingkungan remaja yang buruk akan membentuk pribadi remaja yang buruk pula.
Dari faktor-faktor yang tertulis di atas, penulis menyimpulkan bahwa orang tua
sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian remaja. Orang tua sebagai pembina pribadi
yang pertama dalam kehidupan seorang remaja. Untuk menjadi orang yang baik, ada
beberapa upaya yang dapat dilakukan:
a) Antara orang tua dan remaja sebaiknya sering mengadakan diskusi tentang masalah seharihari.
b) Orang tua hendaknya lebih sering memantau tingkah laku anaknya utamanya para remaja.
c)

Remaja sebaiknya lebih terbuka untuk menceritakan masalah sehari-harinya kepada orang
tua.

d) Orang tua haruslah mengintensifkan pendidikan agama kepada remaja.


e) Perlu adanya biro-biro konsultasi untuk membantu orang-orang yang memerlukannya. Baik
untuk remaja maupun orang tua.
B. Saran
1. Para orang tua hendaknya mengetahui apa yang dibutuhkan para remaja. Misalnya seorang
remaja membutuhkan seorang pendukung, maka orang tua hendaknya mendukung mereka.
2. Orang tua hendaknya menyediakan waktu khusus bagi anak-anaknya.
3.

Orang tua haruslah selalu berkomunikasi secara efektif dengan remaja, bukan hanya
komunikasi verbal, tetapi juga komunikasi yang melibatkan penggunaan simbiosis tubuh.

4.

Para remaja tidak boleh mengikuti arus dan mode yang menyimpang dari norma yang
berlaku.

5.

Para remaja hendaknya mempunyai pemahaman yang sempurna dan kesadaran yang
mendalam tentang pentingnya mereka bagi masa depan.

DAFTAR PUSTAKA
Al Mandari, Syafinuddin. 2004. Rumahku Sekolahku. Jakarta: Pustaka Zahra.
Al-Munawar, Said Agil Husin dkk. 2004. Agenda Generasi Intelektual. Jakarta: Penamadani.

Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara.
Daradjat, Zakiah. 2003. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Fuad, Ferdinan M. 2005. Menjadi Orang Tua Bijaksana. Jogjakarta: Tugu.
Hartati, Netty Dra. M.Si dkk. 2004. Islam dan Psikologi. Jakarta: Rajawali Press.
Mahfuzh, Syaikh M. Jamaluddin. 2005. Psikologi Anak dan Remaja Muslim. Jakarta: Pustaka AlKautsar.
Ronal. 2006. Peran Orang Tua Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup, Mendidik dan
Mengembangkan Moral Anak. Bandung: Irama Widya.
Salim, Muhammad Najib. 2006. Mengapa Remaja Cenderung Bermasalah. Jogjakarta: Inspirasi.

Anda mungkin juga menyukai