Aril Viktor Wiwik

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 15

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL KOPERATIG TIPE

NHT PADA PENEMUAN RUMUS LUAS LINGKARAN KELAS VIII-G SMP


NEGERI 3 WARU
Oleh:
Viktor Sagala, MPd, Dosen FKIP Unitomo Surabaya
Wiwik Yuliningsih, SPd, Guru SMPN 3 Waru Sidoarjo
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peneliti belajar dari pengalaman mengajar selama ini, ketika mengajar Matematika di kelas VIII G,
kondisi kelas ramai karena ada beberapa siswa selalu bicara diluar konteks pelajaran, hal ini disebabkan
kurangnya antusias siswa untuk belajar, siswa cenderung menerima apa yang disampaikan oleh guru, enggan
bertanya, kalau di tanya selalu diam. Peneliti menggunakan metode pembelajaran ceramah, dengan indikator
menemukan rumus luas lingkaran. Proses dan hasil belajar siswa tidak memenuhi harapan pendidik dan
peserta didik. Indikasi mengenai rendahnya prestasi belajar siswa yang digambarkan diatas sangat terasa
dalam pembelajaran

matematika siswa kelas VIII G di SMPN 3 Waru. Hal ini dapat diketahui dari hasil

ulangan harian siswa . Dari 30 siswa yang mengikuti ulangan harian ternyata hanya 49 % yang dapat
mencapai kompetensi yang diharapkan . Hal ini berarti 51% siswa yang tidak tuntas.
Peneliti melakukan refleksi , Apakah saya menerangkan terlalu cepat ? Apakah saya sudah
menggunakan bahasa yang mudah di fahami oleh siswa? Apakah saya sudah memberi contoh soal soal
matematika yang memadai? Ataukah metode dan model pembelajaran yang peneliti terapkan tidak sesuai ?
Metode pembelajaran yang diterapkan ketika melakukan pengamatan diatas adalah ceramah dan latihan soalsoal. Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu adanya penerapan model pembelajaran matematika yang
mengacu pada aktivitas, ketrampilan dan pemahaman siswa dalam memecahkan masalah, yang dapat
memicu tumbuhnya minat belajar siswa secara optimal. Model pembelajaran yang dipilih dalam hal ini
adalah model pembelajaran kooperatif type Numbered Heads Together (NHT).
Dengan dasar inilah peneliti melakukan penelitian tindakan kelas yang berjudul Meningkatkan
hasil belajar belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif type Numbered Heads Together (NHT)
pada penemuan rumus luas lingkaran kelas VIII G SMP Negeri 3 Waru
1.2 Rumusan Masalah/Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, maka pertanyaan penelitian dapat diajukan sebagai berikut : 1)
Bagaimana peningkatan aktivitas siswa pada penemuan rumus luas lingkaran dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT di kelas VIII G SMP Negeri 3 Waru? 2) Bagaimana peningkatan ketrampilan siswa
pada penemuan rumus luas lingkaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT di kelas VIII G SMP
Negeri 3 Waru?

3) Bagaimana peningkatan prestasi menemukan rumus luas lingkaran dengan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT di kelas VIII G SMP Negeri 3 Waru?


1

1.3 Tujuan Penelitian


Pada penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah : 1) Untuk mengetahui peningkatan aktivitas
siswa pada penemuan rumus luas lingkaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT di kelas VIII
G SMP Negeri 3 Waru. 2) Untuk mengetahui peningkatan ketrampilan siswa pada penemuan rumus luas
lingkaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT di kelas VIII G SMP Negeri 3 Waru. 3) Untuk
mengetahui peningkatan pretasi siswa menemukan rumus luas lingkaran dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT di kelas VIII G SMP Negeri 3 Waru .
1.4 Manfat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Hasil penelitian ini diharapkan
guru dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaan matematika. 2) Siswa semakin termotivasi
untuk belajar karena cara pengajaran sudah tidak monoton tetapi sudah variatif. 3) Dapat memberikan
masukan yang berarti bagi sekolah dalam peningkatan mutu pembelajaran.
II. KAJIAN TEORI
2.1
2.1.1

Proses Belajar - Mengajar


Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu kegiatan yang membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu

tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap,
pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai segala aspek atau pribadi seseorang
(Nasution, 1995: 35).
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
(Slameto, 2003: 2).
Selain itu Sardiman (1992: 22) menyatakan bahwa belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah
laku atau keterampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya membaca, mengamati, mendengarkan dan lain
sebagainya.
Dari uraian beberapa pendapat di atas maka dapat dirumuskan definisi belajar yaitu suatu proses untuk
mencapai suatu tujuan yaitu perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan tingkah laku yang bersifat menetap.
2.1.3 Proses belajar mengajar matematika
Berdasarkan pengertian belajar dan mengajar di atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan belajar
mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar merupakan proses perubahan sedangkan mengajar
merupakan proses pengaturan agar perubahan itu terjadi. Proses belajar mengajar untuk mata pelajaran
matematika harus memperhatikan karakteristik matematika. Sumarmo (2002: 2) mengemukakan beberapa

karakteristik matematika yaitu : materi matematika menekankan penalaran yang bersifat deduktif materi
matematika bersifat hirarkis dan terstruktur dan dalam mempelajari matematika dibutuhkan ketekunan,
keuletan, serta rasa cinta terhadap matematika. Karena materi matematika bersifat hirarkis dan terstruktur
maka dalam belajar matematika, tidak boleh terputus-putus dan urutan materi harus diperhatikan. Artinya,
perlu mendahulukan belajar tentang konsep matematika yang mempunyai daya bantu terhadap konsep
matematika yang lain.
2.1.4

Prestasi Belajar Matematika


Menurut Djamarah prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik

secara individu maupun kelompok(Djamarah,1994). Sedangkan menurut Winkel (1996:226) prestasi belajar
merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Sementara itu, Arif Gunarso (1993 : 77)
mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah
melaksanakan usaha-usaha belajar.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan hasil usaha yang telah
dicapai oleh seseorang sedangkan prestasi belajar adalah hasil yang dapat dicapai oleh seseorang setelah
melakukan kegiatan belajar dalam kurun waktu tertentu. Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil
dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah
mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang
relevan.
Prestasi belajar matematika merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari
matematika dalam kurun waktu tertentu dan diukur dengan menggunakan alat evaluasi (tes).
2.2 Implikasi Teori Bruner dan Piaget terhadap Pembelajaran Matematika
Menurut Teori Bruner,

hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tiga sistem ketrampilan

untuk menyatakan kemampuannya secara sempurna. Ketiga ketrampilan itu ialah tiga cara penyajian
(models of presentation) oleh Bruner, 1966 dalam (Dahar, 1988:124). Ketiga cara itu adalah cara enaktif,
cara ikonik dan cara simbolik. Cara enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif (Bruner, 1966
dalam (Dahar, 1988:124)). Pada cara ini pengetahuan disajikan dalam bentuk konkrit atau kenyataan,
sehingga seseorang mengetahui sesuatu objek/konsep dengan mengandalkan indera, tanpa terlalu intens
menggunakan pikiran dan kata-kata. Cara ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan
dengan sekumpulan ikon yaitu gambar-gambar yang mewakili konsep itu tanpa mendefinisikan sebelumnya
konsep itu (Bruner, 1966 dalam (Dahar, 1988:124)). Cara simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa.
Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi (pernyataan) dari
pada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinankemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial (Bruner, 1966 dalam (Dahar, 1988:124)). Misalnya,
apabila Teori Bruner diterapkan bagi ketiga cara penyajian diatas, misalnya penanaman konsep luas
3

lingkaran, pertama siswa disuruh mengamati (melihat) roda delman yang berbentuk lingkaran secara
langsung(enaktif), kemudian menggambar sebuah lingkaran yang terdiri dari 18 juring yang sama besar di
kertas karton sebagai model (ikonik), selanjutnya siswa diingatkan kembali rumus bangun datar dan disuruh
menyampaikan hasil kreatifitasnya menemuakan rumus luas lingkaran dari aplikasi rumus bangun datar
(simbolik).
Sementara itu menurut Hudojo (1988:46-47) berdasarkan Teori Perkembangan Inteletual Piaget,
periode berpikir dibagi menjadi 4(empat) tahap yaitu; (i) periode sensori(0-2 tahun), (ii) periode
praoperasional (2-7 tahun), (iii) periode operasi konkrit (7-12 tahun), dan (iv) periode operasi formal (12
keatas). Selanjutnya dikatakan bahwa tahap-tahap berpikir itu adalah pasti dan spontan, namun umur
kronologis yang diberikan adalah fleksibel, terutama selama masa transisi dari periode satu ke periode
berikutnya. Umur kronologis itu dapat saling tindih bergantung kepada individu, tidak ada gunanya bila kita
memaksa anak untuk berpindah ke periode berikutnya.
Siswa kelas VIII SMP (umur 14-15) yang sedang beralih dari operasi konkrit ke operasi formal,
masih tepat dikenalkan konsep luas ligkaran dengan melalui objek konkrit dilanjutkan dengan ikonik dan
diakhiri dengan konsep simbolik. Misalnya dengan memahami konsep lingkaran langsung dalam bentuk
benda konkrit, kemudian memodelkannya dalam bentuk gambar, untuk selanjutnya menemukan rumus luas
lingkaran tersebut dan menerapkannya dalam perhitungan. Dalam proses pembelajaran ini siswa berhadapan
dengan objek konkrit (roda delman berbentuk lingkaran, kertas karton dll) dan konsep abstrak (rumus
bangun datar segi empat dan luas lingkaran). Penyajian model Teori Bruner dan Teori Perkembangan
Intelektual Piaget dapat diterapkan dalam model penemuan pembelajaran luas lingkaran. Hal ini menjadi
bahan pertimbangan untuk memilih kombinasi metode dan model pembelajaran yang sesuai untuk
diterapkan.
2.3 PAIKEM sebagai Metode dan Model-model Pembelajaran Matematika
2.3.1 Pendekatan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM)
Menurut Mulyasa (2006:190), guru harus menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat yang sangat
kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis dan didaktis secara bersamaan. Aspek pedagogis
menunjuk pada kenyataan bahwa pembelajaran berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan. Karena itu
guru harus mendampingi peserta didik menuju kesuksesan belajar atau penguasaan sejumlah kompetensi
tertentu. Aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa peserta didik pada umumnya memiliki taraf
perkembangan yang berbeda, yang menuntut materi yang berbeda pula. Selain itu aspek psikologis
menunjuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri mengandung variasi, seperti belajar ketrampilan
motorik, belajar konsep, belajar sikap dan seterusnya. Perbedaan tersebut menuntut pembelajaran yang
berbeda sesuai dengan jenis belajar yang sedang berlangsung. Aspek didaktis menunjuk pada pengaturan
belajar peserta didik oleh guru. Dalam hal ini guru harus menentukan secara tepat jenis belajar manakah
yang paling berperan dalam proses pembelajaran tertentu, dengan mengingat kompetensi dasar yang harus
4

dicapai. Kondisi eksternal yang harus diciptakan oleh guru menunjuk variasi juga dan tidak sama antara
jenis belajar yang satu dengan yang lainnya. Untuk kepentingan tersebut, guru harus memiliki pengetahuan
yang luas mengenai jenis-jenis belajar, kondisi internal dan eksternal peserta didik, serta menciptakan
pembelajaran aktif, kreatif, partisipatif dan menyenangkan (PAKEM). Misalnya pemeblajaran penemuan
konsep luas lingkaran melalui kerja kelompok dimulai dengan membuat lingkaran, menggunting menjadi
beberapa juring, menempel juring pada karton dan seterusnya akan memicu aktivitas, kreativitas, partisipasi
siswa. Dalam proses pembelajaran ini diharapkan siswa melakukananya dengan menyenangkan.
Selanjutnya Mulyasa (2006:191) menyatakan bahwa pembelajaran aktif merupakan pendekatan
pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktifitas peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan
pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran, sehingga mereka mendapatkan berbagai
pengalaman yang dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensinya. Lebih
Selanjutnya Mulyasa (2006:192) mengatakan bahwa pembelajaran kreatif merupakan proses
pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreatifitas peserta didik
selama pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode dan strategi yang bervariasi,
misalnya kerja kelompok, bermain peran dan pemecahan masalah. Pada pembelajaran kreatif guru dituntut
untuk mampu merangsang kreatifitas peserta didik, baik dalam mengembangkan kecakapan berpikir maupun
dalam mengembangkan berpikir kritis, yakni menemukan dan melahirkan sesuatu yang sebelumnya tidak
ada atau memperbaiki sesuatu. Berpikir kreatif harus dikembangkan dalam proses pembelajaran, agar peserta
didik terbiasa untuk mengembangkan kreatifitasnya. Siswa dikatakan kreatif apabila mampu melakukan
sesuatu yang menghasilkan sebuah kegiatan baru yang diperoleh dari hasil berpikir kreatif dengan
mewujudkannya dalam bentuk sebuah hasil karya baru.
Pembelajaran dapat dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru dan membentuk
kompetensi peserta didik, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Hal ini
dapat dicapai dengan melibatkan peserta didik dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran.
Seluruh peserta didik harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dalam pembelajaran, sehingga suasana
pembelajaran betul-betul kondusif, dan terarah pada tujuan dan pembentukan kompetensi peserta didik.
Pembelajaran efektif menuntut keterlibatan peserta didik secara aktif, karena mereka merupakan pusat
kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi. Peserta didik harus didorong untuk menafsirkan
informasi yang disajikan oleh guru sampai informasi tersebut dapat diterima oleh akal sehat. Dalam
pelaksanaannya, hal ini memerlukan proses pertukaran pikiran, diskusi dan perdebatan dalam rangka
pencapaian pemahaman yang sama terhadap materi standar. Pembelajaran efektif perlu ditunjang oleh
suasana dan lingkungan belajar yang memadai. Oleh karena itu guru harus mampu mengelola tempat belajar
dengan baik, mengelola peserta didik, mengelola kegiatan pembelajaran dan mengelola sumber-sumber
belajar. Sebagai contoh dalam rangka penanaman kosep penemuan luas lingkaran, siswa didorong agar
mampu menemukan berbagai bentuk bangun yang dapat dibentuk dari juring-juring lingkaran, diantaranya
5

persegi panjang, jajaran genjang, trapesium. Hal yang bagi siswa tersebut baru dapat disebut menunjukkan
kreativitasnya
Pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction) merupakan suatu proses pembelajaran yang di
dalamnya terdapat sebuah kohesi yang kuat antara pendidik dan peserta didik, tanpa perasaan terpaksa atau
tertekan (not under pressure). Dalam pembelajaran yang menyenangkan ada pola hubungan yang baik antara
guru dengan peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru memposisikan diri sebagai mitra belajar peserta
didik, bahkan dalam beberapa hal, tidak menutup kemungkinan bahwa guru belajar dari peserta didiknya.
Hal ini dimungkinkan karena pesatnya perkembangan teknologi informasi, sehingga peluang mendapatkan
informasi baru kemungkinan lebih banyak dimanfaatkan oleh para peserta didik. Dalam hal ini perlu
diciptakan suasana demokratis dan tidak ada beban, baik bagi guru maupun peserta didik dalam melakukan
proses pembelajaran. Untuk mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan, guru harus mampu
merancang pembelajaran dengan baik, memilih materi dengan tepat, serta memilih dan mengembangkan
strategi yang dapat melibatkan peserta didik secara optimal. Sebagai contoh, kelompok heterogen yang
bekerja bersama menemukan luas lingkaran akan menyenangkan bagi siswa yang biasanya kurang aktif, dan
sebaliknya siswa yang berkemampuan lebih akan merasa senang karena dapat berbagi pengetahuan. Siswa
yang trampil menggunting, menempel dan memiliki seni yang baik akan merasa senang karena bakatnya
dapat diekspresikan kepada teman sekelompok dan sekelasnya. Menemukan sesuatu hal yang baru
merupakan kesenangan tersendiri bagi kelompok siswa tersebut.
Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) dapat dilaksanakan dengan prosedur
sebagai berikut : i) Pemanasan dan Apersepsi, ii) Eksplorasi, iii) Konsolidasi Pembelajaran, iv) Pembentukan
Kompetensi, Sikap dan Perilaku, v) Penilaian.
2.3.2 Model Pembelajaran Kooperatif TypeNumberedHeads Together(NHT)
Pembelajaran kooperatif

adalah model pembelajaran yang mengacu pada metode pengajaran

dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil yang saling membantu dalam belajar untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat atau lima
siswa dengan kemampuan yang berbeda beda dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah
ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa
agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan belajar, saling menghargai pendapat
dan memberikan kesempatan orang lain untuk mengemukakan gagasannya. Dalam hal ini sebagian besar
aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk
memecahkan masalah.
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat 6 fase. Pembelajaran dimulai dengan Fase I : guru
menyampaikan pembelajaran dan memberi motivasi siswa untuk belajar. Fase ini juga diikuti oleh
penyampaian informasi dengan demonstrasi . Selanjutnya peserta didik dikelompokkan dalam kelompok
6

belajar Tahap ini diikuti dengan Fase II : Penyampaian informasi Secara umum, Guru menyampaikan
informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan. Fase III :
Pengorganisasian siswa dalam kelompok- kelompok belajar. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukaan transisi secara
efisien. Selanjutnya Fase IV: Pembimbingan kelompok bekerja dan belajar. Guru membimbing kelompokkelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugasnya. Fase V: Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil
belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresantasikan hasil kerjanya.
Diakhiri dengan Fase VI: Pemberian penghargaan. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya
maupun ( Ibrahim, 2000 : 10)
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki
tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim
(2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan
mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang
hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1. Hasil belajar akademik stuktural: Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas
akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman: Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai
berbagai

latar belakang.

3. Pengembangan keterampilan sosial: Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.


Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau
menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29),
dengan tiga langkah yaitu : i) Pembentukan kelompok, ii) Diskusi masalah, iii) Bertukar jawaban antar
kelompok. Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam
langkah sebagai berikut : Langkah 1. Persiapan: Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran
dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT. Langkah 2. Pembentukan kelompok: Dalam pembentukan kelompok
disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok
dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari
latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan
kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan : Dalam pembentukan
7

kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam
menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru. Langkah 4. Diskusi masalah: Dalam kerja
kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja
kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang
mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh
guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum. Langkah 5.
Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban: Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan
para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban
kepada siswa di kelas. Langkah 6. Memberi kesimpulan: Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban
akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
2.4 Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran adalah menemukan luas lingkaran dan menerapkan rumus luas lingkaran.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian tindakan kelas. Karakteristik yang khas dari penelitian
tindakan kelas yakni adanya tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas
(Muhtar, 2007:7), bersiklus, diawali dengan refleksi, perencanaan tindakan, pelaksanaan tidakan/observasi,
analisis dan refleksi demikian seterusnya.
3.2 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Lembar observasi berupa (a) Lembar
Penilaian Aktivitas dan (b) Lembar Penialaian Ketrampilan kerja, untuk memperoleh data tentang kondisi
pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT di kelas, 2) Tes hasil belajar, untuk memperoleh data
tentang prestasi belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT, 3) Jurnal refleksi
diri, untuk memperoleh.
3.3 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini dilakukan secara bersiklus, dimulai dengan refleksi awal,
merencanakan tindakan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi, melaksanakan tindakan, observasi dan
diakhiri dengan refleksi. Refleksi ini sebagai akhir dari siklus I, kemudian membuat rencana tindakan
perbaikan, dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan diakhiri dengan refleksi,
demikian seterusnya.
Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai pada faktor-faktor yang diselidiki.
Untuk dapat mengetahui prestasi siswa dalam belajar matematika sebelum diberikan tindakan, terlebih
dahulu peneliti yang sekaligus guru pengajar Matematika bersama mitra kolaborasi melakukan refleksi
awal. Penelitian selanjutnya direncanakan menggunakan model pembelajaran kooperatif type NHT untuk
meningkatkan kualitas hasil pembelajaran dalam menemukan rumus luas lingkaran.
8

3.4 Langkah-langkah Penelitian


3.4.1. Rencana Tindakan
Mempersiapkan Rancangan Pembelajaran dan Instrumen, terdiri dari ; refleksi awal, rencana
tindakan, pelaksanaan tindakan, refleksi ke-2 dan bersiklus seterusnya. Langkah-langkah itu secara rinci
dapat disusun sebagai berikut; (i) Menyusun perangkat pembelajaran (RPP) yang dilengkapi dengan
assesmennya. RPP disusun berdasarkan silabus, program tahunan, program semester dan metode/modelnya
disesuaikan dengan kebutuhan rancangan penelitian tindakan kelas. Metode/model pembelajaran terlihat
jelas penerapannya dalam langkah-langkah pembelajaran yang direncanakan. RPP tersebut dilengkapi
dengan lembar kerja siswa (LKS), tehnik penilaian (assesmen), dan isntrumen lainnya.

(ii) Menyusun

instrumen penilaian (assesmen) berupa; a) Lembar kerja siswa (LKS), b) Lembar observasi aktivitas siswa,
c) Lembar penilaian ketrampilan kerja siswa, d) Lembar soal tes akhir pembelajaran, e) Rubrik penilai tes
akhir pembelajaran, f) Membuat jurnal untuk mengetahui data refleksi diri.
3.4.2. Pelaksanaan Tindakan : Pelaksanaan Pembelajaran
Pembelajaran dilakukan sesuai dengan RPP yang telah disusun, yaitu praktik menemukan rumus luas
lingkaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif type NHT. Langkah-langkah pembelajaran
sudah rinci pada RPP tersebut. Perangkat pengumpulan data berupa Lembar Observasi Aktivitas, Lembar
Penilaian Ketrampilan, Perangkat soal tes akhir pembelajaran serta Rubrik Penilaiannya sudah dipersiapkan
pada awal pembelajaran.
3.4.3. Observasi (Pengumpulan Data)
(1) Pengumpulan data aktivitas siswa
Data aktivitas siswa dikumpulkan dengan menggunakan instrument berupa Lembar Observasi. Lembar
Observasi itu akan diisi oleh guru pengamat bersamaan dengan saat pembelajaran berlangsung, yaitu sejak
awal hingga akhir. Selengkapnya pada Lembar Observasi Penilaian Aktivitas Siswa.
(2) Pengumpulan data ketrampilan kerja siswa
Data ketrampilan kerja siswa dikumpulkan dengan menggunakan instrumen berupa lembar observasi.
Lembar Observasi itu juga akan diisi oleh guru pengamat bersamaan dengan saat pembelajaran berlangsung,
yaitu sejak awal hingga akhir. Selengkapnya Lembar Observasi Penilaian Ketrampilan kerja Siswa .
(3)

Pengumpulan Data Nilai hasil tes akhir (prestasi) siswa


Data nilai dikumpulkan dengan menggunakan instrumen berupa soal type essay beserta jawaban(rubrik

penilaian)nya yang sudah disusun sebelumnya.


3.4.4 Analisis Data dan Refleksi
1) Teknik Analisis Data Aktivitas Siswa

Guna pengumpulan data aktivitas siswa dalam pembelajaran telah disiapkan lembar isian yang terdiri
dari 1 3. Komponen aktivitas yang diamati dan dinilai adalah sebagai berikut; Mengambar lingkaran
dengan tepat, Membagi lingkaran menjadi 16 juring, Mengasir daerah setengah lingkaran, Memotong juringjuring lingkaran, Menempel juring menjadi bidang datar berbentuk trapezium, Menempel juring menjadi
bidang datar berbentuk jajaran genjang, Menempel juring menjadi bidang datar berbentuk segitiga sama
kaki, Presentasi hasil kelompok, Penulisan Laporan, Menemukan rumus luas lingkaran. Skor minimum yang
diperoleh adalah 10 dan skor maksimum adalah 30. Skor setiap siswa dikonversi menjadi nilai sebagai
berikut : Nilai = (jumlah skor/30) x 100. Hubungan antara kuantitas dan kualitas nilai yang diberikan beserta
kategori aktivitas disajikan sebagai berikut; Aktif (83,3 N 100), Cukup aktif (50 N 83,3), Kurang
aktif(33,3 N 50).
Selanjutnya dihitung banyaknya serta persentasi jumlah siswa setiap kategori aktivitas. Persentasi tiap
kategori dihitung dengan rumus : Pi = ni/N, diamana Pi = persentasi kategori aktivitas ke-i, n i = banyaknya
siswa pada kategori aktivitas ke-i, N=banyaknya siswa yang menjadi subjek penelitian
3)

Tehnik analisis data ketrampilan kerja siswa


Guna pengumpulan data ketrampilan kerja siswa dalam pembelajaran telah disiapkan lembar isian

yang terdiri dari

6 item. Setiap item akan diisi oleh pengamat dengan skor/nilai dengan skala 1- 3.

Komponen ketrampilan kerja yang diamati dan dinilai adalah sebagai berikut; Ketepatan menggunakan
jangka untuk menggambar lingkaran, Ketepatan menggunakan busur untuk membagi lingkaran menjadi 16
juring yang sama besar, Memotong juring juring lingkaran dengan tepat, Menyusun juring juring
lingkaran membentuk trapesium dengan tepat, Menyusun juring juring lingkaran memrbentuk jajaran
genjang dengan tepat, Menyusun juring juring lingkaran membentuk segi tiga sama kaki dengan tepat,
Mempresentasikan hasil diskusi kelompok dengan tepat, Menemukan rumus luas lingkaran dengan tepat,
Penulisan laporan dengan tepat. Skor minimum yang diperoleh adalah 9 dan skor maksimum adalah 27. Skor
setiap siswa dikonversi menjadi nilai sebagai berikut : Nilai = (Jumlah skor/27) x100. Hubungan antara
kuantitas dan kualitas skor yang diberikan beserta kategori ketrampilan kerja disajikan sebagai berikut;
kategori Terampil (83,3 N 100), Cukup terampil (50 N 83,3), Kurang terampi (33,3 N 50).
Selanjutnya dihitung banyaknya serta persentasi jumlah siswa setiap kategori ketrampilan. Persentasi tiap
kategori dihitung dengan rumus : Pi = ni/N. dimana Pi = persentasi kategori ketrampilan ke-i, ni = banyaknya
siswa pada kategori ketrampilan ke-i, N=banyaknya siswa yang menjadi subjek penelitian
2)

Tehnik analisis data nilai hasil tes (prestasi) siswa


Setiap lembar jawaban siswa dikoreksi dan diberi skor/nilai berdasarkan pedoman penilaian (rubrik

penilaian, skala penilaian 0 N 100). Selanjutnya siswa yang memperoleh N 75 yang berarti memahami
materi pembelajaran minimal 75% disebut mencapai ketuntasan individual. Sementara nilai siswa N < 75 %
tidak tuntas. Selanjutnya apabila 75% siswa suatu kelas mencapai ketuntasan, maka kelas itu disebut
mencapai ketuntasan secara klasikal. Selanjutnya siswa yang mencapai ketuntasan dibagi menjadi 3mpat
10

ketegori sebagai berikut; Sempurna(95 N 100), Sangat baik 86 N 94), Baik (86 N 94), Cukup (75
N 79). Kemudian dihitung banyaknya serta persentasi jumlah siswa setiap kategori ketuntasan/kategori
prestasi. Persentasi tiap kategori dihitung dengan rumus : P i = ni/N, dimana Pi = persentasi kategori perstasi
ke-i, ni = banyaknya siswa pada kategori prestasi ke-i, N=banyaknya siswa yang menjadi subjek penelitian
3) Refleksi
Refleksi dalam hal ini, hasil yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluai dikumpulkan kemudian
dianalisis. Dari hasil tersebut akan diketahui keberhasilan tindakan yang telah dilakukan, apakah telah
memenuhi syarat yang telah ditetapkan pada indikator kerja. Jika belum memenuhi syarat, maka penelitian
dilanjutkkan ke siklus berikutnya. Pada siklus II ini akan memperbaiki kelemahan atau kekurangankekurangan yang terjadi.
IV. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
4.1 Siklus I
4.1.1 Perencanaan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) telah dipersiapkan. RPP tersebut telah dilengkapi dengan
Lembar Kerja Siswa dan Lembar Observsi Ketrampilan Kerja siswa , perangkat tes dan kriteria penilaian.
4.1.2 Pelaksanaan pembelajaran/pengumpulan data
Pelaksanaan pembelajaran/ pengumpulan data dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 27 Januari 2014
di kelas VIII G SMP Negeri 3 Waru sesuai dengan langkah-langkah yang telah direncanakan dalam RPP
(lampiran 1). Bersamaan dengan pelaksanaan pembelajaran data yang diperoleh adalah data: (1) Data
Aktivitas, (2) Data Ketrampilan Kerja (3) data Nilai Tes Akhir Pembelajaran.
4.1.3 Analisis Data Hasil Pembelajaran
(1) Analisis Data Aktivitas siswa pada pembelajaran (siklus I)
Pada saat pembelajaran praktek menemukan rumus luas lingkaran berlangsung telah dilakukan
pengamatan dan penilaian aktivitas 30 siswa oleh guru pengamat. Hasil dari pengumpulan data dan hasilnya
adalah kategori aktif 5 orang(16,7%), Cukup aktif 17 orang(56,7 %) dan kurang aktif
(2) Data Ketrampilan kerja siswa dan analisisnya
Pada saat pembelajaran praktek menemukan rumus luas lingkaran berlangsung telah dilakukan
pengamatan dan penilaian ketrampilan 30 siswa oleh guru pengamat hasil analisisnya adalah kategori trampil
5 orang (18,5 %), cukup trampil (55,6 %) dan Kurang trampil 10 orang(37,0 %)
(3) Analisis Data Nilai Hasil Tes Akhir Pembelajaran siswa (Siklus I)

11

Setelah lembar jawaban hasil pekerjaan siswa dikoreksi, maka diperoleh skor, analisis nilai dan
ketuntasan tiap siswa sebagai berikut ; hanya 13 orang (43,3%) yang mencapai ketuntasan, oleh sebab itu
belum tercapai ketuntasan secara klasikal.
4.1.4 Refleksi Siklus I
Selanjutnya dapat disajikan temuan yang tidak diharapkan yaitu adanya siswa yang tingkat aktivitas,
ketrampilan dan nilai hasil belajarnya belum memuaskan seperti yang diharapkan peneliti. Rekapitulasi
siswa bermasalah itu adalah sebagai berikut ; ada 18 siswa yang hasil belajarnya belum mencapai hasil
seperti diharapkan, diantaranya nilai tes akhir pembelajaran belum tuntas, kurang aktif dan kurang trampil.
Selanjutnya para siswa ini akan dijadikan fokus perhatian pada siklus II. Revisi rancangan pembelajaran
akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan pada siklus I ini.
4.2 Siklus II
4.2.1 Perencanaan
Beberapa kekurangan yang terjadi pada pelaksanaan suklus I diperbaiki pada pembuatan RPP
perbaikan (Siklus II), diantaranya beberapa siswa kurang memahami penyelesaian soal cerita. Dalam RPP
Perbaikan khususnya pada langkah inti direncanakan, yaitu guru menjelaskan dan membahas soal-soal yang
dianggap sulit oleh siswa sebelum mengerjakan soal tes akhir pembelajaran. Selain itu pendampingan oleh
guru lebih difokuskan kepada kelompok yang di dalamnya ada diantara 18 siswa yang kurang aktif, kurang
trampil dan belum mencapai ketuntasan tersebut.
4.2.2 Pelaksanaan Perbaikan (Pengumpulan Data)
Pelaksanaan perbaikan pembelajaran telah berlangsung pada tanggal 3 Februari 2014, dengan
menerapkan RPP perbaikan yang telah dipersiapkan. Data hasil perbaikan tersebut berupa (1) Data Nilai
Aktivitas, (2) Data Nilai Ketrampilan dan (3) Data Nilai Tes Akhir Perbaikan Pembelajaran.
4.2.3 Analisis Data Hasil Perbaikan Pembelajaran (siklus II)
(1)

Analisis Data Nilai Aktivitas Perbaikan Pembelajaran


Setelah data Nilai Aktivitas siswa pada pembelajaran perbaikan siklus II diolah dan dianalisis, maka

diperoleh hasilnya sebagai berikut: kategori aktif 6 orang(20 %), Cukup aktif(21 orang), kurang aktif
orang(10%). Selanjutnya diperoleh bahwa kategori aktif/cukup aktif meningkat dari 73,3 % pada siklus I
menjadi 90 % pada siklus II, Sebanyak 5 orang siswa kategori kurang aktif pada siklus I meningkat menjadi
cukup aktifpada siklus II, Sebanyak 1 orang siswa kategori cukup aktif pada siklus I meningkat menjadi aktif
pada siklus II, total 6 orang siswa (20%) meningkat kategori keaktifannya dari siklus I ke siklus II.
(2)

Analisis Data Nilai Ketrampilan Perbaikan Pembelajaran

12

Setelah data nilai ketrampilan kerja siswa pada pembelajaran perbaikan siklus II

diolah dan

dianalisis maka hasilnya diperoleh sebagai berikut: kategori trampil 5 orang (16,7 %), cukup trampil 21
orang(52,5 %) dan kurang trampil 4 orang(13,3 %).
Jika dibandingkan ketrampilan siklus I dan II; Kategori trampil/cukup trampil meningkat dari 20
orang siswa (66,7%) pada siklus I menjadi 26 orang (86,7%) pada siklus II, Sebanyak 6 orang siswa
kategori kurang trampil pada siklus I meningkat menjadi cukup trampil pada siklus II, Sebanyak 1 orang
siswa kategori cukup trampil pada siklus I meningkat menjadi trampil pada siklus II, Total 7 orang siswa
(25%) meningkat kategori ketrampilannya dari siklus I ke siklus II
(3)

Analisis Data Nilai Tes Akhir Perbaikan Pembelajaran (siklus II)


Setelah data nilai tes akhir pembelajaran perbaikan diolah dan dianalisis maka hasil analisisnya

adalah sebagai berikut: kategori sempurna 1 orang (3,3 %), sangat baik 3 orang(10 %), baik 6 orang (20 %),
cukup 13 orang (43,3 %) dan tidak tuntas 7 orang(23,3 %) ; Sebanyak 23 orang (76,3%) siswa mencapai
ketuntasan individual, sehingga pada siklus II kelas ini mencapai ketuntasan secara klasikal.
Apabila dibandingkan dengan siklus I, jumlah siswa yang mencapai ketuntasan individu hanya 13
orang (43,3%), ini menunujukkan bahwa pada siklus ke II ada peningkatan, hal itu disebabkan ; sebanyak
10 orang siswa yang tidak tuntas pada siklus I meningkat menjadi tuntas prestasi cukup pada siklus II, 1
orang siswa yang prestasi cukup pada siklus I meningkat menjadi prestasi baik pada siklus II, 1 orang siswa
yang baik pada siklus I meningkat menjadi prestasi sangat baik pada siklus II, 1 orang siswa yang sangat
baik pada siklus I meningkat menjadi prestasi sempurna pada siklus II, 13 orang siswa yang meningkat
ketuntasan/kategori prestasi dari siklus I ke siklus II.
4.2.4

Refleksi Siklus II
Berdasarkan hasil analisis data aktivitas, ketrampilan kerja dan nilai tes akhir pembelajaran Praktik

Menemukan rumus luas lingkaran siklus I dan II diperoleh bahwa; kategori aktif/cukup aktif meningkati dari
20 orang siswa(73,3%) pada siklus I menjadi 27 orang (90%) siswa pada siklus II, total 6 orang (20%) siswa
meningkat kategori aktivitasnya dari siklus I ke siklus II, kategori trampil/cukup trampil meningkat dari 2 0
orang siswa (66,7%) pada siklus I menjadi 26 orang (86,7%) pada siklus II, Total 7 orang siswa (25,%)
meningkat kategori ketrampilannya dari siklus I ke siklus II, Ketuntasan klasikal 13 orang siswa (43,3%)
pada siklus I meningkat menjadi 23 orang siswa (76,7%) pada siklus II, Total 10 orang siswa(33,3 %) yang
meningkat ketuntasan/kategori prestasi dari siklus I ke siklus II.
Penjelasan yang lebih rinci tentang langkah kerja menemukan rumus luas lingkaran serta penjelasan
contoh penyelesaian soal cerita memberikan dampak positif yang sangat nyata dalam meningkatkan aktivitas
siswa, ketrampilan kerja siswa serta kategori prsestasi serta ketuntasan individual dan klasikal. Karena siswa
yang mencapai kategori aktif/cukup aktif 90%, siswa yang mencapai kategori trampil/cukup trampil 86,7%

13

dan ketuntasan klasikal 76,7% sudah sesuai dengan tujuan penelitian, maka siklus berikutnya tidak
dilanjutkan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan sebagai berikut ; pada pembelajaran praktik
menemukan rumus luas lingkaran model pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa kelas VIII G SMPN 3
Waru, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa meningkat dari siklus I ke siklus II. Peningkatan tersebut
meliputi;
1.

Kategori aktif/cukup aktif meningkat dari 22 orang siswa (73,3%) pada siklus I menjadi 27 orang
(90,%) siswa pada siklus II. Total 6 orang (20,00%) siswa meningkat kategori aktivitasnya dari siklus I
ke siklus II

2. Kategori trampil/cukup trampil meningkat dari 20 orang siswa (66,7%) pada siklus I menjadi 26 orang
siswa (86,7%) pada siklus II. Total 7 orang siswa (25%) meningkat kategori ketrampilannya dari siklus I
ke siklus II.
3. Prestasi siswa meningkat dari siklus I ke siklus II. Ketuntasan klasikal 13 orang siswa (43,3%) pada
siklus I meningkat menjadi 23 orang siswa (76,7%) pada siklus II. Total 10 orang siswa(33,3%) yang
meningkat ketuntasan/ kategori prestasinya dari siklus I ke siklus II,
5.2 Saran
1. Agar para guru menggunakan temuan pada penelitian ini untuk melakukan penelitian tindakan kelas
dengan fokus materi dan aspek lainnya.
2. Agar para guru menerapkan model pembelajaran NHT yang diterapkan dalam penelitian ini baik pada
bidang Matematika, juga pada bidang lainnya, mengingat penerapan model ini berhasil meningkatkan
aktivitas, ketrampilan dan prestasi siswa, serta peningkatan pencapaian ketuntasan secara klasikal.

DAFTAR PUSTAKA
Ardhana, Wayan, Prof, Dr. 1987. Bacaan Pilihan dalam Metode Penelitian Pendidikan, DIRJEN
DIKTI PROYEK TENAGA KEPENDIDIKAN, Jakarta
Arikunto, Suharsimi, Prof,Dr.2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, PT.Bumi Aksara Jakarta

14

Dahar, Ratna Willis.1988. Teori-teori Belajar, DIRJEN DIKTI PROYEK TENAGA


KEPENDIDIKAN, Jakarta
Direktorat Ketenagaan Dirjen DIKTI Departemen Pendidikan Nasional.2007. Pembelajaran
Inovatif dan Partisipatif
Djamarah. 1994 Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya : Usaha Nasional.

Hudojo, Herman, Prof,Dr.1988. Mengajar Belajar Matematika, DIRJEN DIKTI PROYEK


TENAGA KEPENDIDIKAN, Jakarta
Ibrahim,Muslimin, Prof.Dr. 2000. Pembelajaran Koperatif, University Press, UNESA Surabaya
Miles, Matthew B; Huberman, A.Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif, UI Press Jakarta
Mulyasa,E,Dr,MPd. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan, Pengembangan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar, PT.Remaja Rosdakarya, Bandung
Nur,Mohamad, Prof.Dr 2011. Modul Keterampilan-keterampilan Proses Sains, Pusat Sains dan
Matematika Sekolah, UNESA Surabaya
Sudirman, 2007. Cerdas Aktif Matematika, Pelajaran Matematika untuk SMP, Ganeca Exact,
Bandung
Universitas Negeri Surabaya. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif

15

Anda mungkin juga menyukai