Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Cacat bawaan adalah merupakan suatu kesatuan cacat lahir pada neonates

yang tidak diinginkan kehadirannya oleh orang tua maupun petugas medis.
Perhatian kita terhadap cacat bawaan masih kurang, sedangkan Negara kita saat
ini

telah

berhasil

dalam

penyelenggaraan

KBn

serta

telah

berhasil

memasyarakatkan NKKBS, maka pada zaman sekarang ini masalah kualitas hidup
anak merupakan prioroitas utama bagi program kesehatan nasional. Salah satu
faktor mempengaruhi kualitas hidup anak adalah cacat bawaan.
Kelainan bawaan seperti labioskizis, hernia diafragmatika, dan obstruksi
biliaris . Labioskiziz atau yang lebih dikenal dengan sebutan bibir sumbing,
merupakan masalah yang di alamai oleh sebagian kecil masyarakat. Setiap tahun,
diperkirakan 700-10.000 bayi lahir dengan keadaan bibir sumbing.
Namun hal tersebut dapat di atasi dengan kecanggihan alat kedokteran.
Bagi penderita yang memiliki perekonomian di atas rata-rata, dapat dengan segera
menjalani tindakan operasi. Namun bagi penderita yang belum mampu untuk
melakukan tindakan operasi tidak perlu merasa khawatir, karena pemerintah sudah
mulai mengadakan bantuan operasi gratis bagi masyarakat yang kurang mampu.
Menurut laporan peneliti dari berbagainegara, cacat labiopalatoschizis
dapat munculdari 1 : 800 sampai 1 : 2000 kelahiran. Indonesia yang berpenduduk
200 juta lebih, tentu mempunyai dan akan mempunyai banyak kasus
labiopalatoschizis. Labiopalatoschizis merupakan kelainan bibir dan langit-langit,
hal ini biasanya disebabkan karena perkembangan bibir dan langit-langit yang
tidak dapat berkembang secara sempurna padamasa pertumbuhan di dalam
kandungan Dimana biasanya penderita labiopalatoschizis mempunyai bentuk

wajah kurang normal dan kurang jelas dalam berbicara sehingga menghambat
masa persiapan sekolahnya.
Labiopalatoschizi sering dijumpai pada anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan (Randwick, 2002) kelainan ini merupakan kelainan yang disebabkan
factor herediter, lingkungan, trauma, virus (SjamsulHidayat, 1997).
Kelainan ini dapat dilihat ketika bayi berada di dalam kandungan,
melalui alat yang disebut USG atau Ultrasonografi. Setelah bayi lahir kelainan ini
tampak jelas pada bibir dan langit langitnya.
Pada dasarnya kelainan bawaan dapat terjadi pada mulut, yang biasa
disebut labiopalatoskisis. Kelainan ini diduga terjadi akibat infeksi virus yang
diderita ibu pada kehamilan trimester 1. jika hanya terjadi sumbing pada bibir,
bayi tidak akan mengalami banyak gangguan karena masih dapat diberi minum
dengan dot biasa. Bayi dapat mengisap dot dengan baik asal dotnya diletakan
dibagian bibir yang tidak sumbing.
Kelainan bibir ini dapat segera diperbaiki dengan pembedahan. Bila
sumbing mencakup pula palatum mole atau palatum durum, bayi akan mengalami
kesukaran minum, walaupun bayi dapat menghisap naun bahaya terdesak
mengancam. Bayi dengan kelainan bawaan ini akan mengalami gangguan
pertumbuhan karena sering menderita infeksi saluran pernafasan akibat
aspirasi.keadaan umu yang kurang baik juga akan menunda tindakan untuk
meperbaiki kelainan tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan dari permasalahan yang timbul,maka penulis tertarik untuk
membuat Asuhan Kebidanan Pada Bayi Dengan Cacat Kongenital Dengan
Labiopalatoskizis di ruangan Perinatologi RSUD Dr.Muhammad Zein Painan
Tanggal 12 september 2014.
1.3

Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum


Dapat melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi dengan cacat
congenital

pada

bayi

Ny.Sdengan

Labiopalatoskizis

Di

Ruangan

Perinatologi RSUD.Dr.Muhammad Zein Painan Tanggal 12 September 2014


dengan menggunakan pendekatan asuhan kebidanan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Dapat melaksanakan pengkajian dan analisis data pada bayi
Ny.SDengan Labiopalatoskizis di Ruangan Perinatologi RSUD
Dr.Muhammad Zein Painan Tanggal 12 September 2014.
b. Dapat mendiagnosa/masalah data pada bayi Ny,SDengan
Labiopalatoskizis di Ruangan Perinatologi RSUD Dr.Muhammad Zein
Painan Tanggal 12 September 2014.
c. Dapat merumuskan diagnose/masalah potensial pada bayi Ny.S
Dengan

Labiopalatoskizis

di

Ruangan

Perinatologi

RSUD

Dr.Muhammad Zein Painan Tanggal 12 September 2014.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Labiopalatoskizis
2.1.1 Defenisi Labiopalatoskizis
Labioskizis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat
kegagalan fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis
medial yang dilikuti disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum anterior. Sedangkan
Palatoskizis adalah kelainan congenital sumbing akibat kegagalan fusi palatum
pada garis tengah dan kegagalan fusi dengan septum nasi.

Labioskizis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana
terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat
berupa takik kecil pada bahagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan
komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung.
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi
karenakegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik.
Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut
berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa
perkembangan embrional di mana bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak
tumbuh bersatu.
Labiopalatoshizis adalah suatu keadaan terbukanya bibir dan langit langit
rongga mulut dapat melalui palatum durum maupun palatum mole, hal ini
disebabkan bibir dan langit-langit tidak dapat tumbuh dengan sempurna pada
masa pembentukan mesoderm pada saat kehamilan.
Labio/plato skisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa
adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Palatoskisi adalah adanya celah pada
garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato
pada masa kehamilan 7-12minggu.
Labiopalatoshizis yang terjadi sering kali berbentuk fistula, dimana fistula
ini dapat diartikan sebagai suatu lubang atau celah yang menghubungkan rongga
mulut dan hidung (Sarwoni, 2001).
Labiopalatoskisis merupakan kelainan congenital anomaly yang berupa
adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Kedua keadaan ini di bahas bersama
karena berhubungan sangat erat. Kelainan ini diduga terjadi pada sekitar satu
dalam 1000 kelahiran. Deformitas terbagi menjadi 3 kategori:
1. Sumbing pra alveolar, di mana yang terlibat adalah bibir, atau bibir dengan
hidung (derajat empat)

2.

sumbing alveolar, dimana sumbing melibatkan bibir, tonjolan alveolar dan


biasanya palatum (derajat tiga)

3.

Sumbing pasca alveolar, dimana sumbing terbatas hanya pada palatum


(derajat pertama dan kedua)
Palatoskisis lebih serius proknosanya dibandingkan dengan labioskisis.

Dari bentuknya yang terletak diantara nasofaring dengan hidung , sehingga


menimbulkan masalah dalam hal makan, memudahkan infeksi saluran pernafasan
dan infeksi telinga tengah.
Labioskisis atau clelf lip dapat terjadi berbagai derajat malformasi, mulai
dari yang ringan pada tepi bibir di kanan, di kiri atau kedua tepi bibir dari garis
tengah, sampai sumbing yang lengkap berjalan hingga ke hidung. Terdapat variasi
lanjutan dari cacat yang melibatkan palatum.
2.1.2

Etiologi

Ada beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan Labio


palatoschizis, antara lain:
1. Faktor
2. Genetik
Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat ditentukan
dengan pasti karena berkaitan dengan gen kedua orang tua. Diseluruh dunia
ditemukan hampir 25 30 % penderita labio palatoscizhis terjadi karena
faktor herediter. Faktor dominan dan resesif dalam gen merupakan
manifestasi genetik yang menyebabkan terjadinya labio palatoschizis. Faktor
genetik yang menyebabkan celah bibir dan palatum merupakan manifestasi
yang kurang potensial dalam penyatuan beberapa bagian kontak.

3. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik
kualitas maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal).
Zat zat yang berpengaruh adalah:
a. Asam folat
b. Vitamin C
c. Zn
Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat,
vitamin C dan Zn dapat berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut
dibutuhkan dalam tumbuh kembang organ selama masa embrional. Selain itu
gangguan sirkulasi foto maternal juga berpengaruh terhadap tumbuh kembang
organ selama masa embrional.
4. Pengaruh obat teratogenik.Yang termasuk obat teratogenik adalah:
a. Jamu
Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada
janin, terutama terjadinya labio palatoschizis. Akan tetapi jenis jamu apa
yang menyebabkan kelainan kongenital ini masih belum jelas. Masih ada
penelitian lebih lanjut
b. Kontrasepsi hormonal
Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal,
terutama untuk hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya hipertensi sehingga berpengaruh pada janin, karena akan terjadi
gangguan sirkulasi fotomaternal.
c. Obat obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama
labio palatoschizis. Obat obatan itu antara lain :
1) Talidomid, diazepam (obat obat penenang)
2) Aspirin (Obat obat analgetika)

3) Kosmetika yang mengandung merkuri & timah

hitam (cream

pemutih). Sehingga penggunaan obat pada ibu hamil harus dengan


pengawasan dokter.

5. Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan


Labio palatoschizis, yaitu:
a. Zat kimia (rokok dan alkohol)
Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi rokok dan alkohol dapat
berakibat terjadi kelainan kongenital karena zat toksik yang terkandung pada
rokok dan alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ selama masa
embrional.
b. Gangguan metabolik
Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit diabetessangat rentan
terjadi kelainan kongenital, karena dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
fetomaternal. Kadar gula dalam darah yang tinggi dapat berpengaruh
padatumbuh kembang organ selama masa embrional.h
c. Penyinaran radioaktif
Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak dianjurkan terapi
penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapi tersebut dapat mengganggu
proses tumbuh kembang organ selama masa embrional.
6. Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang
terinfeksi virus (toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat
berpengaruh terjadinya kelainan kongenital terutama labio palatoschizis.

Dari beberapa faktor tersebit diatas dapat meningkatkan terjadinya


Labio palatoshizis, tetapi tergantung dari frekuensi dari frekuensi pemakaian,
lama pemakaian, dan wktu pemakaian.

Manifestasi klinis
a.
b.
c.
d.

Tampak ada celah


Adanya rongga pada hidung
Distorsi hidung
Kesukaran dalam menghisap atau makan.

2.1.3

Patofisiologi
Cacat tebentuk pada trimester pertama, prosesnya karena tidak

terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah


menyatu (Prosesus nasalis dan maksialis) pecah kembali.
Bibir sumbing merupakan kelainan kongenital yang memiliki prevalensi
cukup tinggi. Bibir sumbing memiliki beberapa tingkantan kerusakan sesuai
organ yang mengalami kecacatannya. Bila hanya dibibir disebut labioschizis,
tapi bisa juga mengenai gusi dan palatum atau langit-langit. Tingkat kecacatan
ini mempengaruhi keberhasilan operasi. Cacat bibir sumbing terjadi pada
trimester pertama kehamilan karena tidak terbentuknya suatu jaringan di
daerah tersebut. Semua yang mengganggu pembelahan sel pada masa
kehamilan bisa menyebabkan kelainan tersebut, misal kekurangan zat besi,
obat2 tertentu, radiasi. Tak heran kelainan bibir sumbing sering ditemukan di
desa terpencil dengan kondisi ibu hamil tanpa perawatan kehamilan yang baik
serta gizi yang buruk. Bayi-bayi yang bibirnya sumbing akan mengalami

gangguan fungsi berupa kesulitan menghisap ASI, terutama jika kelainannya


mencapai langit-langit mulut. Jika demikian, ASI dari ibu harus dipompa dulu
untuk kemudian diberikan dengan sendok atau dengan botol berlubang besar
pada bayi yang posisinya tubuhnya ditegakkan. Posisi bayi yang tegak sangat
membantu masuknya air susu hingga ke kerongkongan. Jika tidak tegak,
sangat mungkin air susu akan masuk ke saluran napas mengingat refleks
pembukaan katup epiglottis( katup penghubung mulut dengan kerongkongan)
mesti dirangsang dengan gerakkan lidah, langit-langit, serta kelenjar liur. Bibir
sumbing juga menyebabkan mudah terjadinya infeksi di rongga hidung,
tenggorokan, tuba eustachius (saluran penghubung telinga dan tenggorokan)
sebagai akibat mudahnya terjadi iritasi akibat air susu atau air yang masuk ke
rongga hidung dari celah sumbingnya.
1. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang
selama fase embrio pada trimester I.
2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial
dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan
oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12
minggu.
4. Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa
kehamilan.
2.1.4 Klasifikasi
1. Berdasarkan organ yang terlibat
a. Celah bibir ( labioscizis ) : celah terdapat pada bibir bagian atas
b. Celah gusi ( gnatoscizis ) : celah terdapat pada gusi gigi bagian atas
c. Celah palatum ( palatoscizis ) : celah terdapat pada palatum
2. Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk
a. Komplit : jika celah melebar sampai ke dasar hidung

b. Inkomplit : jika celah tidak melebar sampai ke dasar hidung


3. Berdasarkan letak celah
a. Unilateral : celah terjadi hanya pada satu sisi bibir
b. Bilateral : celah terjadi pada kedua sisi bibir
c. Midline : celah terjadi pada tengah bibir
2.1.5 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Labio palatoschizis adalah:
1) Kesulitan berbicara hipernasalitas, artikulasi, kompensatori
Dengan adanya celah pada bibir dan palatum, pada faring terjadi
pelebaran sehingga suara yang keluar menjadi sengau.
2) Maloklusi pola erupsi gigi abnormal
Jika celah melibatkan tulang alveol, alveol ridge terletak disebelah
palatal, sehingga disisi celah dan didaerah celah sering terjadi erupsi.
3) Masalah pendengaran otitis media rekurens sekunder
Dengan adanya celah pada paltum sehingga muara tuba eustachii
terganggu akibtnya dapat terjadi otitis media rekurens sekunder.
4) Aspirasi
Dengan terganggunya tuba eustachii, menyebabkan reflek menghisap
dan menelan terganggu akibatnya dapat terjadi aspirasi.
5) Distress pernafasan
Dengan terjadi aspirasi yang tidak dapat ditolong secara dini, akan
mengakibatkan distress pernafasan
6) Resiko infeksi saluran nafas
Adanya celah pada bibir dan palatum dapat mengakibatkan udara luar
dapat masuk dengan bebas ke dalam tubuh, sehingga kuman kuman
dan bakteri dapat masuk ke dalam saluran pernafasan.
7) Pertumbuhan dan perkembangan terlambat
Dengan adanya celah pada bibir dan palatum dapat menyebabkan
kerusakan menghisap dan menelan terganggu. Akibatnya bayi menjadi
kekurangan

nutrisi

perkembangan bayi.
8) Asimetri wajah

sehingga

menghambat

pertumbuhan

dan

Jika celah melebar ke dasar hidung alar cartilago dan kurangnya


penyangga pada dasar alar pada sisi celah menyebabkan asimetris
wajah.
9) Penyakit peri odontal
Gigi permanen yang bersebelahan dengan celah yang tidak mencukupi
di dalam tulang. Sepanjang permukaan akar di dekat aspek distal dan
medial insisiv pertama dapat menyebabkan terjadinya penyakit peri
odontal.
10) Crosbite
Penderita labio palatoschizis seringkali paroksimallnya menonjol dan
lebih rendah posterior premaxillary yang colaps medialnya dapat
menyebabkan terjadinya crosbite.
11) Perubahan harga diri dan citra tubuh
Adanya celah pada bibir dan palatum serta terjadinya asimetri wajah
menyebabkan perubahan harga diri da citra tubuh.
2.1.6

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan

labio

palatoschizis

adalah

dengan

tindakan

pembedahan. Tindakan operasi pertama kali dikerjakan untuk menutup celah


bibir palatum berdasarkan kriteria rule of ten , yaitu:
1.
2.
3.
4.

Umur lebih dari 10 minggu ( 3 bulan )


Berat lebih dari 10 pond ( 5 kg )
Hb lebih 10 g / dl
Leukosit lebih dari 10.000 / ul
Cara operasi yang umum dipakai adalah cara millard. Tindakan operasi

selanjutny adalah menutup bagian langitan ( palatoplasti ), dikerjakan sedini


mungkin ( 15 24 bulan ) sebelum anak mampu berbicara lengkap sehingga
pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara. Kalau operasi dikerjakan

terlambat, seringkali hasil operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan suara


normal ( tidak sengau ) sulit dicapai.
Bila Ini telah dilakukan tetapi suara yang keluar masih sengau dapat
dilakukan laringoplasti. Operasi ini adlah membuat bendungan pada faring
untuk memperbaiki fonasi, biasanya dilakukan pada umur 6 tahun keatas.
Pada umur 8 -9 tahun dilakukan operasi penambalan tulang pada celah
alveolus atau maksila untuk memungkinkan ahli ortodonti mengatur
pertumbuhan gigi di kanan kiri celah supaya normal. Graft tulang diambil dari
dari bagian spongius kista iliaca. Tindakan operasi terakhir yang mungkin
perlu dikerjakan setelah pertumbuhan tulang tulang muka mendekatiselesai,
pada umur 15 17 tahun.
Sering ditemukan hiperplasi pertumbuhan maksila sehingga gigi
geligig depan atas atau rahang atas kurang maju pertumbuhannya. Dapat
dilakukan bedah ortognatik memotong bagian tulang yang tertinggal
pertumbuhannya dan mengubah posisinya maju ke depan.
2.2 Konsep Dasar Asuhan
Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Bayi Dengan Labiopalatoskizis
2.2.1 Pengkajian Data

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Labiopalatoschizis adalah suatu keadaan terbukanya bibir dan langit-langit
rongga mulut dapat melalui palatum durum maupun palatum mole, hal ini
disebabkan bibir dan langit-langit tidak dapat tumbuh dengan sempurna
pada masa pembentukan mesoderm pada saa tkehamilan.
2. Beberapa penyebab labiopalatoschizis antara lain: factor genetik,
insufisiensi zat untuk tumbuh kembang, pengaruh obat teratogenik, factor
lingkungan maupunin feksik hususnya toxoplasma danklamidial.
3. Labiopalatoshizis dibagi menjadi tiga klasifikasi: berdasarkan organ yang
terlibat, berdasarkan lengkap atau tidak nyacelah yang terbentuk,
berdasarkan letakcelah.
4. Labio palatoshizis adalah suatu kelainan kongenital sehingga insidensnya
adalah kongenital. Insiden tertinggi terdapat pada orang Asia dengan
prevalensi 1:1000 kelahiran.
5. Penatalaksanaan Labio palatoshizis adalah dengan tindakan pembedahan
6. Asuhan keperawatan ditegakkan untuk mengatasi masalah dan dampak
hospitalisasi yang ditimbulkan.
5.2 Saran

Bagi masyarakat khusunya ibu hamil dapat sesering mungkin untuk


memeriksakan kehamilannya dan menghindari seminimal mungkin hal-hal yang
dapat menyebabkan terjadinya kelainan congenital pada janin atau organ yang
dikandungnya.

DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC.
Betz, Cecily,. 2002. Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC
Dr .Bisono, SpBp. Operasi Bibir Sumbing. EGC. Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta :
SalembaMedika.
Mansyoer, Arif. Dkk.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III jilid II. Media
Aesculapius FK UI. Jakarta.
Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
Suradi, S.Kp, dan Yuliani, Rita. S.Kp.2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. PT
Fajar Interpratama, Jakarta.
Syaifuddin,H.2006. Anaomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :
EGC
Wong, Donna L.1996. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. EGC. Jakarta
Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EEC.
http://www.slideshare.net/evhamariaefriliana/askep-labiopalatoskisis

Anda mungkin juga menyukai