Psikososial
Psikososial
Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya, bahwa akunya (dirinya) berbeda
dengan orang lain ataupun benda yang lain. Kesadaran ini diperoleh dari pengalamannya,
bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi oleh orang lain atau benda lain.
Jika lingkungannya (terutama orang tunya) tidak mengakui harga diri anak, seperti
memperlakukan anak secara keras, atau kurang menyanyanginya. Maka pada diri anak akan
berkembang sikap-sikap keras kepala, pemalu dll.
Beberapa jenis emosi yang berkembang pada masa anak yaitu :
a)
Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap membahayakan. Rasa
takut terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan : (1) mula-mula tidak takut, karena anak
belum sanggup melihat kemungkinan bahaya yang terdapat dalam objek. (2) timbul rasa
takut setelah mengenal adanya bahaya. (3) rasa takut bisa menghilang setelah mengetahui
cara-cara menghindar dari bahaya.
b)
Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak ada objeknya.
Kecemasan ini muncul karena khayalan, misalnya timbul setelah membaca komik atau
menonton film-film menakutkan.
c)
Marah, merupakan perasaan tidak senang atau benci baik terhadap orang lain atau diri
sendiri atau objek tertentu baik berupa verbal atau non verbal. Pada masa ini rasa marah
sering terjadi karena : (1) banyak stimulus yang menyebabkan dia marah, (2) marah karena
mereka ingin mendapatkan perhatian dan memuaskan keinginannya sendiri.
d)
Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang dipandang telah
merebut kasih sayang dari seseorang yang telah mencurahkan kasih sayang kepadanya.
Sumber yang menimbulkan rasa cemburu selalu bersifat situasi sosial. Perasaan cemburu ini
diikuti dengan ketegangan yang biasanya dapat diredakan dengan reaksi-reaksi yaitu : (1)
agresif / permusuhan terhadap saingan, (2) Regresif / perilaku kekanak-kanakan seperti
ngompol atau menghisap jempol. (3) sikap tidak peduli, (4) menjauhkan diri dari saingan.
e)
Kegembiraan, kesenangan , kenikmatan. Yaitu satu perasaan yang positif, nyaman
karena terpenuhi keinginannya. Kondisi yang melahirkan perasaan gembira pada anak,
diantaranya terpenuhinya kebutuhan jasmaniah (makan dan minum), keadaan jasmaniah yang
sehat, diperolehnya kasih sayang, ada kesempatan untuk bergerak (bermain secara leluasa),
dan memiliki mainan yang disenanginya.
f)
Kasih sayang, yaitu perasaan senang untuk memberikan perhatian atau perlindungan
terhadap orang lain, hewan atau benda. Perasaan ini berkembang berdasarkan pengalamannya
yang menyenangkan dalam berhubungan dengan orang lain, hewan atau benda. Kasih sayang
anak kepada orang tua atau saudaranya sangat dipengaruhi oleh iklim emosional yang ada
dalam keluarganya.
g)
Phobi, yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut ditakutinya (takut yang
abnormal), seperti takut air, petir. Perasaan ini muncul akibat perlakuan orang tua yang suka
menakut-nakuti anak yang biasanya digunakan sebagai cara orang tua untuk menghukum
atau menghentikan perilaku anak yang tidak disenanginya.
h)
Ingin Tahu (Curiocity), yaitu perasaan ingin mengenal dan mengetahui segala sesuatu
atau objek-objek yang bersifat fisik atau non fisik. Perasaan ini ditandai dengan pertanyaanpertanyaan yang diajukan anak. Masa bertanya (masa haus nama) ini dimulai pada usia 3
tahun dan mencapai puncaknya pada sekitar usia 6 tahun.
Perkembangan emosi yang sehat sangat membantu bagi keberhasilan anak belajar. Oleh
karena itu, dalam rangka mengembangkan emosi anak yang sehat, pendidik seyogyanya
memberikan bimbingan kepada mereka akan mereka dapat mengembangkan hal-hal berikut :
a)
b)
Menyadari bahwa ada hubungan antara emosi dengan tingkah laku sosial.
c)
d)
B.
Menurut Ericson tahap psikososial yang menandai masa awal anak-anak adalah prakarsa
(initiative) dan rasa bersalah (guilt). Pada masa ini anak-anak yakin bahwa mereka adalah diri
mereka sendiri; yang selama masa awal anak-anak, mereka harus menemukan menjadi apa
mereka kelak. Mereka mengidentifikasikan diri secara intensif dengan orang tua mereka,
yang hampir sepanjang waktu tampak sangat kuat dan cantik dimata mereka, walaupun
seringkali tidak masuk akal, tidak menyenangkan dan bahkan kadang-kadang berbahaya.
Selama masa awal anak-anak, anak-anak menggunakan keterampilan-keterampilan
perseptual, motorik, kognitif dan bahasa mereka untuk melakukan sesuatu.
Mereka memiliki energi berlebihan yang memungkinkan mereka untuk melupakan
kegagalan-kegagalan dengan cepat dan mendekati daerah-daerah baru yang nampaknya
mnyenangkan walaupun tampak berbahaya.
Pada tahap initiative atau prakarsa, anak sudah siap dan berkeinginan untuk belajar dan
berkerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuannya. Yang berbahaya pada tahap ini,
adalah tidak tersalurkannya energi yang mendorong anak untuk aktif (dalam rangka
memenuhi keinginannya), karena mengalami hambatan atau kegagalan sehingga anak
mengalami Guilt atau rasa bersalah. Rasa bersalah inilah yang akan berdampak kurang baik
bagi perkembangan kepribadian anak, dia bisa menjadi nakal atau pendiam (kurang
bergairah).
Pengatur utama prakarsa adalah kata hati (conscience). Anak-anak sekarang tidak hanya
merasa takut akan tertangkap, tetapi mereka juga mulai mendengar suara batin pengawasan
diri sendiri, pembimbing diri sendiri dan penghukuman diri sendiri. Prakarsa dan antusiasme
mereka dapat menyebabkan mereka tidak hanya menerima hadiah saja tetapi juga menerima
hukuman. Kekecewaan besar pada tahap ini menyebabkan suatu pelepasan rasa bersalah yang
merendahkan harga diri anak.
Pada usia prasekolah terutama mulai pada usia 4 tahun, perkembangan sosial anak sudah
nampak jelas karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tandatanda perkembangan sosial pada masa kanak-kanak sosial adalah :
Ketika konsep mereka tentang ketetapan gender terbentuk dengan jelas, anak-anak kemudian
akan bermotifasi menjadi seorang laki-laki atau perempuan yang sejati. Oleh karena itu
biasanya dia akan meniru perilaku dari jenis kelamin yang sama.
C.
PERKEMBANGAN PERMAINAN
Definisi Permainan.
Sebagian besar interaksi antara teman sebaya selama masa kanak-kanak melibatkan
permainan. Karena itu, kebanyakan hubungan sosial dengan teman sebaya dalam masa ini
terjadi dalam permainan. Apa sih permainan itu? Permainan adalah salah satu bentuk
aktivitas sosial yang dominan pada awal anak-anak, sebab anak-anak menghabiskan waktu
lebih banyak waktunya di luar rumah dengan teman-temannya dibanding dengan aktivitas
lainnya. Permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk
kepentingan kegiatan itu sendiri. Bagi anak-anak proses melakukan sesuatu lebih menarik
daripada hasil yang akan didapatkannya (Schwartman, 1978)
Fungsi Permainan.
Permainan memiliki banyak fungsi, permainan juga memiliki arti yang sangat penting bagi
perkembangan kehidupan anak-anak. Permainan meningkatkan afliasi dengan teman sebaya,
mengurangi tekanan, meningkatkan perkembangan kognitif, meningkatkan daya jelajah dan
memberi tempat berteduh yang aman bagi perilaku yang secara potensial berbahaya.
Permainan meningkatkan kemungkinan bahwa anak-anak akan berbicara dan berinteraksi
dengan satu sama lain. Selama interaksi ini, anak-anak mempraktekkan peran-peran yang
mereka akan laksanakan dalam hidup masa depannya.
Hetherington & Parker (1979) menyebutkan ada tiga fungsi utama dari permainan:
1. Fungsi Kognitif.
Fungsi kognitif permainan membantu perkembangan kognitif anak, yaitu dengan permainan
anak-anak menjelajahi lingkungannya, mempelajari objek-objek disekitarnya dan belajar
memecahkan masalah yang dihadapinya.
1. Fungsi Sosial.
Fungsi sosial permainan dalam meningkatkan perkembangan sosial anak, khususnya dalam
permainan fantasi dengan memerankan suatu peran. Anak belajar memahami orang lain dan
peran-peran yang akan dimainkan dikemudian hari setelah tumbuh menjadi orang dewasa.
1. Fungsi Emosi
Fungsi emosi permainan memungkinkan anak memecahkan sebagian dari masalah
emosionalnya, anak belajar mengatasi kegelisahan dan konflik batin karena kemungkinan
besar permainan anak melepaskan energi fisik yang dan membebaskan perasaan-perasaan
yang terpendam.
Bagi Freud dan Erikson permainan adalah suatu bentuk penyesuaian diri manusia yang sangat
berguna, menolong anak menguasai kecemasan dan konflik karena tekanan-tekanan terlepas
di dalam permainan anak dapat mengatasi masalah-masalah kehidupan.
Piaget melihat permainan sebagai suatu media yang meningkatkan perkembangan kognitif
anak-anak. Ia juga mengatakan bahwa perkembangan kognitif anak-anak membatasi cara
mereka bermain. Piaget juga yakin, bahwa struktur-struktur kognitif perlu dilatih dan
permainan memberi setting yang sempurna bagi latihan ini. Misalnya : saat anak belajar
dengan angka-angka mereka akan tertawa dan bahagia saat berhasil menyelesaikan dengan
baik.
Vygotsky, ia yakin bahwa permainan adalah suatu setting yang sangat bagus bagi
perkembangan kognitif. Ia tertarik khususnya pada aspek-aspek simbolis dan kayalan suatu
permainan. Contoh : seorang anak menganggap boneka sebabagai sosok bayi yang hidup.
Daniel Berlyne menjelaskan permainan sebagai suatu yang menegaskan dan menyenangkan
karena permainan itu memuaskan dorongan penjelajahan kita, yang meliputi keingintahuan
dan hasrat akan informasi tentang sesuatu yang baru atau yang tidak bisa.
Jenis-Jenis Permainan.
Studi kalsik terhadap aktivitas permainan anak-anak pra sekolah di lakukan oleh Mildred
Perten. Berdasarkan oservasinya terhadap anak-anak usia 2 hingga 5 tahun, Perten
menentukan 6 ketegori permainan anak-anak yaitu:
1. Unoccupied Play. Anak memperhatikan dan melihat segala sesuatu yang menarik
perhatiannya dan melakukan gerakan-gerakan bebas dalam bentuk tingkah laku yang
tidak terkontrol.
2. Solitary Play. Anak dalam sebuah kelompok asik bermain sendiri-sendiri dengan
bermacam-macam alat permainan, sehingga tidak terjadi kontak antara satu sama lain
dan tidak peduli terhadap apapun yang yang sedang terjadi.
3. Onlooker Play. Terjadi ketika anak melihat orang lain bermain, anak ikut berbicara
dengan anak-anak lain itu dan mngajukan pertanyaan. Tetapi anak tidak ikut terlibat
dalam permainan tersebut.
4. Parallel Play. Anak-anak bermain dengan permainan yang sama, tetapi tidak ada
kontak antara satu dengan yang lain atau tukar menukar permainan.
5. Assosiative Play. Anak bermain bersama-sama saling pinjam alat permainan, tetapi p
ermainan itu tidak mengarah kepada sastu tujuan, tidak ada pembagian peranan dan
pembagian alat-alat permainan
6. Cooperative Play. Anak-anak bermain dalam kelompok yang teroganisir, dengan
kegiatan-kegiatan konstruktif dan membuat sesuatu yang nyata dimana setiap anak
mempunyai peranan sendiri-sendiri. Kelompok ini di pimpin dan diarahkan oleh satu
atau dua orang anak sebagai pimpinan kelompok.
Kategori Parten tersebut berdasarkan kategori permainan yang menekankan di dalam dunia
sosial anak, tetapi ada juga permainan yang menekankan pada aspek kognitif dan sosial dari
suatu pemainan.
Pada perkembangan moral, hal-hal yang mendorong dalam menanamkan konsep moral
adalah :
a)
Berilah pujian, ganjaran atau sesuatu yang menyenangkan anak, apabila dia melakukan
perbuatan yang baik. Ganjaran ini akan menjadi faktor penguat (reinforcement) bagi anak
untuk mengulangi perbuatan baik tersebut.
b)
Berilah hukuman, apabila dia melakukan perbuatan yang tidak baik. Hukuman tersebut
akan menjadi penguat bagi anak untuk tidak mengulangi perbuatan yang tidak baik.
Faktor-faktor yang menghambat perkembangan psikososial pada masa kanak-kanak awal
diantaranya adalah apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan orang tua
yang kasar : sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan,
pengajran atau pembisaaan terhadap anak dalam menerapkan norma-norma baik agama
maupun tatakrama atau budi pekerti; cenderung menampilkan perilaku maladjustment ,
seperti bersifat minder, senang mendominasi orang lain, bersifat egois (Selfish), senang
menyendiri / mengisolasi diri, kurang memiliki perasaan tenggang rasa, dan kurang
memperdulikan norma dalam berperilaku.
KESIMPULAN
Perkembangan sosial merupakan pencapaian dalam hubungan sosial. Anak diahirkan belum
bersifat sosial. Dalam arti dia belum memiliki kemampuan bergaul dengan orang lain. Oleh
karena itu, untuk mencapai kematangan sosial anak harus belajar tentang cara-cara
menyesuaikan dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai
kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik orang tua,
saudara, atau teman sebayanya.
Perkembangan sosial anak sangat dipengruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua
terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial., atau norma-norma
kehidupan bermasyarakat serta mendorong atau memberi contoh kepada anakanya bagaimana
menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orang tua
ini lazim disebut dengan sosialisasi.
Sosialisasi dari orang tua ini sangat penting bagi anak, karena dia masih
terlalu muda dan belum memiliki pengalaman untuk membimbing
perkembangannya sendiri kearah kematangan. Melalui pergaulan atau
hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang dewasa
lainnya maupun teman bermain, anak mulai mengembangkan bentukbentuk tingkah laku sosial.
b. Sudah dapat merasakan kelucuan bila ada hal-hal lucu atau ikut tertawa ketika orang dewasa
tertawa.
c.
Rasa takut dan cemas mulai berkembang, dan hal ini berlangsung sampai usia 5 tahun.
a.
d.
Pada Usia 6 tahun anak menjadi sangat Asertif, sering berperilaku seperti boss (atasan),
mendominasi situasi, akan tetapi dapat menerima nasehat.
e.
f.
g.
Sudah dapat membedakan yang benar dan yang tidak benar, dan sudah dapat menerima
peraturan disiplin.
B.
ASPEK
YANG
MEMPENGARUHI
PERKEMBANGAN
Otoritatif yaitu gaya pengasuhan yang memperlihatkan pengawasan ekstra ketat terhadap
tingkah laku anak anak, tetapi mereka juga bersikap responsif, menghargai dan
menghormati pemikiran, perasaan serta mengikutsertakan anak dalam pengambilan
keputusan (Demokratis). Hasilnya adalah anak-anak yang cenderung percaya diri, memiliki
pengawasan terhadap diri sendiri dan mampu bergaul baik dengan teman sebayanya.
- Otoriter yaitu gaya pengasuhan yang membatasi dan menuntut anak untuk mengikuti
perintah-perintah orang tua (tidak demokratis). Hasilnya adalah anak-anak yang cenderung
curiga pada orang lain dan tidak merasa bahagia dengan dirinya sendiri, canggung dalam
pergaulan juga memiliki prestasi belajar yang rendah.
- Permisif yaitu gaya pengasuhan dimana orang tua hanya sedikit terlibat dalam kehidupan
anak atau bahkan sama sekali tidak terlibat dalam kehidupan anak (Masa bodo). Hasilnya
adalah anak-anak yang kurang percaya diri, memiliki pengendalian diri yang buruk (berbuat
semaunya), memaksakan keinginan dan memiliki rasa harga diri yang rendah.
Pada fase Inisiatif vs merasa bersalah, anak-anak tentu membutuhkan gaya pengasuhan yang
dapat membantunya tampil percaya diri, memiliki prestasi belajar yang baik, memiliki
pengendalian dan pengawan diri sendiri, dapat bergaul dengan baik, serta mampu
membedakan yang benar dan yang salah.
b. Hubungan Dengan Teman Sebaya (Peer)
Sejumlah penelitian telah merekomendasikan betapa hubungan sosial dengan teman
sebaya memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan pribadi anak. Salah satu fungsi
kelompok teman sebaya yang paling penting adalah menyediakan suatu sumber informasi
dan perbandingan tentang dunia luar diluar keluarga. Anak menerima umpan balik tentang
kemampuan-kemampuan mereka dari kelompok teman sebaya. Anak-anak mengevaluasi
apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama atau lebih jelek dari yang dilakukan oleh anakanak lain.
dirinya. Proses pembandingan sosial ini merupakan dasar bagi pembentukan rasa harga diri
dan gambaran diri anak (Hetherington & Parke, 1981).
Relasi yang harmonis diantara teman sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan
kesehatan mental yang positif pada usia tengah baya. Sebaliknya Isolasi sosial atau
ketidakmampuan untuk melebur ke dalam suatu jaringan sosial, diasosiasikan dengan banyak
masalah dan kelainan yang beragam, mulai dari kenakalan dan masalah minuman keras
hingga depresi. Bahkan relasi yang buruk diantara teman2 sebaya pada masa anak-anak
diasosiasikan dengan suatu kecenderungan untuk putus sekolah dan perilaku nakal pada masa
remaja (Santrock, 1995).
Orang-orang yang berada di sekitar anak, baik orang tua maupun guru berperan dalam
mengembangkan psikososial anak. Oleh sebab itu, orang tua dan guru perlu memberikan
kesempatan pada anak unruk berinteraksi sosial, untuk mengungkapakan pikiran dan
perasaannya.
melalui tuntutan tersebut. Anak dapat mengembangkan sikap rajin, jika anak tidak dapat
meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (infieoritas), anak dapat mengembangkan
sikap rendah diri. Sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangat penting untuk
memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia ini usaha yang sangat baik pada
tahap ini adalah dengan mengembangkan kedua karakteristik yang ada. Dengan begitu ada
nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni
kompetensi.
Psikososial Tahap 5
Identitas vs kekacauan identitas
Tahap ini merupakan tahap adolense (remaja), dimulai pada saat masa puber dan berakhir
pada usia 12-18 tahun/anak. Di dalam tahap ini lingkup lingkungan semakin luas, tidak hanya
di lingkungan keluarga atau sekolah, namun juga di masyarakat. Pencarian jati diri mulai
berlangsung dalam tahap ini. Apabila seorang remaja dalam mencari jati dirinya bergaul
dengan lingkungan yang baik maka akan tercipta identitas yang baik pula. Namun sebaliknya,
jika remaja bergaul dalam lingkungan yang kurang baik maka akan timbul kekacauan
identitas pada diri remaja tersebut.
Psikososial Tahap 6
Keintiman vs isolasi
Tahap ini terjadi pada masa dewasa awal (young adult), usia sekitar 18/20-30 tahun. Dalam
tahap ini keintiman dan isolasi harus seimbang untuk memunculkan nilai positif yaitu cinta.
Cinta yang dimaksud tidak hanya dengan kekasih melainkan cinta secara luas dan universal
(misal pada keluarga, teman, sodara, binatang, dll).
Psikososial Tahap 7
Generatifitas vs stagnasi
Masa dewasa (dewasa tengah) ditempati oleh orang-orang yang berusia yang berusia sekitar
20 tahunan sampai 55 tahun (middle adult). Dalam tahap ini juga terdapat salah satu tugas
yang harus dicapai yaitu dapat mengabdikan diri guna mencapai keseimbangan antara sifat
melahirkan sesuatu (generatifitas) dengan tidak melakukan apa-apa (stagnasi). Harapan yang
ingin dicapai dalam masa ini adalah terjadinya keseimbangan antara generatifitas dan
stagnasi guna mendapatkan nilai positif yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi
generational dan otoritisme. Generational merupakan interaksi yang terjalin baik antara
orang-orang dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme merupakan interaksi
yang terjalin kurang baik antara orang dewasa dengan para penerusnya karena adanya aturanaturan atau batasan-batasan yang diterapkan dengan paksaan.
Psikososial Tahap 8
Integritas vs keputus asaan
Tahap ini merupakan tahap usia senja (usia lanjut). Ini merupakan tahap yang sulit dilewati
karena orang pada masa ini cenderung melakukan introspeksi diri. Mereka akan memikirkan
kembali hal-hal yang telah terjadi pada masa sebelumnya, baik itu keberhasilan maupun
kegagalan. Jika dalam masa sebelumnya orang tersebut memiliki integritas yang tinggi dalam
segala hal dan banyak mencapai keberhasilan maka akan menimbulkan kepuasan di masa
senja nya. Namun sebaliknya, jika orang tersebut banyak mengalami kegagalan maka akan
timbul keputus asaan.