Anda di halaman 1dari 18

A.

PERKEMBANGAN EMOSI MASA KANAK-KANAK AWAL

Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya, bahwa akunya (dirinya) berbeda
dengan orang lain ataupun benda yang lain. Kesadaran ini diperoleh dari pengalamannya,
bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi oleh orang lain atau benda lain.
Jika lingkungannya (terutama orang tunya) tidak mengakui harga diri anak, seperti
memperlakukan anak secara keras, atau kurang menyanyanginya. Maka pada diri anak akan
berkembang sikap-sikap keras kepala, pemalu dll.
Beberapa jenis emosi yang berkembang pada masa anak yaitu :
a)
Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap membahayakan. Rasa
takut terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan : (1) mula-mula tidak takut, karena anak
belum sanggup melihat kemungkinan bahaya yang terdapat dalam objek. (2) timbul rasa
takut setelah mengenal adanya bahaya. (3) rasa takut bisa menghilang setelah mengetahui
cara-cara menghindar dari bahaya.
b)
Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak ada objeknya.
Kecemasan ini muncul karena khayalan, misalnya timbul setelah membaca komik atau
menonton film-film menakutkan.
c)
Marah, merupakan perasaan tidak senang atau benci baik terhadap orang lain atau diri
sendiri atau objek tertentu baik berupa verbal atau non verbal. Pada masa ini rasa marah
sering terjadi karena : (1) banyak stimulus yang menyebabkan dia marah, (2) marah karena
mereka ingin mendapatkan perhatian dan memuaskan keinginannya sendiri.
d)
Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang dipandang telah
merebut kasih sayang dari seseorang yang telah mencurahkan kasih sayang kepadanya.
Sumber yang menimbulkan rasa cemburu selalu bersifat situasi sosial. Perasaan cemburu ini
diikuti dengan ketegangan yang biasanya dapat diredakan dengan reaksi-reaksi yaitu : (1)
agresif / permusuhan terhadap saingan, (2) Regresif / perilaku kekanak-kanakan seperti
ngompol atau menghisap jempol. (3) sikap tidak peduli, (4) menjauhkan diri dari saingan.
e)
Kegembiraan, kesenangan , kenikmatan. Yaitu satu perasaan yang positif, nyaman
karena terpenuhi keinginannya. Kondisi yang melahirkan perasaan gembira pada anak,
diantaranya terpenuhinya kebutuhan jasmaniah (makan dan minum), keadaan jasmaniah yang
sehat, diperolehnya kasih sayang, ada kesempatan untuk bergerak (bermain secara leluasa),
dan memiliki mainan yang disenanginya.
f)
Kasih sayang, yaitu perasaan senang untuk memberikan perhatian atau perlindungan
terhadap orang lain, hewan atau benda. Perasaan ini berkembang berdasarkan pengalamannya
yang menyenangkan dalam berhubungan dengan orang lain, hewan atau benda. Kasih sayang
anak kepada orang tua atau saudaranya sangat dipengaruhi oleh iklim emosional yang ada
dalam keluarganya.
g)
Phobi, yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut ditakutinya (takut yang
abnormal), seperti takut air, petir. Perasaan ini muncul akibat perlakuan orang tua yang suka
menakut-nakuti anak yang biasanya digunakan sebagai cara orang tua untuk menghukum
atau menghentikan perilaku anak yang tidak disenanginya.

h)
Ingin Tahu (Curiocity), yaitu perasaan ingin mengenal dan mengetahui segala sesuatu
atau objek-objek yang bersifat fisik atau non fisik. Perasaan ini ditandai dengan pertanyaanpertanyaan yang diajukan anak. Masa bertanya (masa haus nama) ini dimulai pada usia 3
tahun dan mencapai puncaknya pada sekitar usia 6 tahun.
Perkembangan emosi yang sehat sangat membantu bagi keberhasilan anak belajar. Oleh
karena itu, dalam rangka mengembangkan emosi anak yang sehat, pendidik seyogyanya
memberikan bimbingan kepada mereka akan mereka dapat mengembangkan hal-hal berikut :
a)

Kemampuan untuk mengenal, menerima, dan berbicara tentang perasaan-perasaannya.

b)

Menyadari bahwa ada hubungan antara emosi dengan tingkah laku sosial.

c)

Kemampuan untuk menyalurkan keinginannya tanpa mengganggu perasaan orang lain.

d)

Kemampuan untuk peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain.

B.

PERKEMBANGAN SOSIAL MASA KANAK-KANAK

Menurut Ericson tahap psikososial yang menandai masa awal anak-anak adalah prakarsa
(initiative) dan rasa bersalah (guilt). Pada masa ini anak-anak yakin bahwa mereka adalah diri
mereka sendiri; yang selama masa awal anak-anak, mereka harus menemukan menjadi apa
mereka kelak. Mereka mengidentifikasikan diri secara intensif dengan orang tua mereka,
yang hampir sepanjang waktu tampak sangat kuat dan cantik dimata mereka, walaupun
seringkali tidak masuk akal, tidak menyenangkan dan bahkan kadang-kadang berbahaya.
Selama masa awal anak-anak, anak-anak menggunakan keterampilan-keterampilan
perseptual, motorik, kognitif dan bahasa mereka untuk melakukan sesuatu.
Mereka memiliki energi berlebihan yang memungkinkan mereka untuk melupakan
kegagalan-kegagalan dengan cepat dan mendekati daerah-daerah baru yang nampaknya
mnyenangkan walaupun tampak berbahaya.
Pada tahap initiative atau prakarsa, anak sudah siap dan berkeinginan untuk belajar dan
berkerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuannya. Yang berbahaya pada tahap ini,
adalah tidak tersalurkannya energi yang mendorong anak untuk aktif (dalam rangka
memenuhi keinginannya), karena mengalami hambatan atau kegagalan sehingga anak
mengalami Guilt atau rasa bersalah. Rasa bersalah inilah yang akan berdampak kurang baik
bagi perkembangan kepribadian anak, dia bisa menjadi nakal atau pendiam (kurang
bergairah).
Pengatur utama prakarsa adalah kata hati (conscience). Anak-anak sekarang tidak hanya
merasa takut akan tertangkap, tetapi mereka juga mulai mendengar suara batin pengawasan
diri sendiri, pembimbing diri sendiri dan penghukuman diri sendiri. Prakarsa dan antusiasme
mereka dapat menyebabkan mereka tidak hanya menerima hadiah saja tetapi juga menerima
hukuman. Kekecewaan besar pada tahap ini menyebabkan suatu pelepasan rasa bersalah yang
merendahkan harga diri anak.
Pada usia prasekolah terutama mulai pada usia 4 tahun, perkembangan sosial anak sudah
nampak jelas karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tandatanda perkembangan sosial pada masa kanak-kanak sosial adalah :

1. Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik dilingkungan keluarga ataupun dalam


lingkungan bermain.
2. Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan.
3. Anak mulai menyadari kepentingan dan hak orang lain.
4. Anak mulai dapat bermain dengan anak-anak lain atau teman sebaya.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim sosio-psikologis keluarganya.
Apabila dalam keluarga tercipta suasana yang harmonis, memperhatikan, saling membantu
atau bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas keluarga, terjalin komunikasi antara
anggota keluarga dan konsisten dalam melaksanakan aturan, maka anak akan memiliki
kemampuan atau penyesuaian sosial dalam hubungan dengan orang lain.
Kematangan penyesuaian sosial anak akan sangat terbantu, apabila anak dimasukkan
ketaman kanak-kanak, TK sebagai jembatan bergaul merupakan tempat yang memberikan
peluang kepada anak untuk belajar memperluas pergaulan sosialnya. TK dipandang
mempunyai konstribusi yang baik bagi perkembangan sosial anak, kerena alasan-alasan
berikut :
1. Suasana TK sebagian masih seperti suasana keluarga
2. Tata tertibnya masih longgar, tidak terlalu mengikat kebebasan anak
3. Anak berkesempatan untuk aktif bergerak, bermain, dan riang gembira yang
kesemuanya memiliki nilai pedagogis.
4. Anak dapat mengenal dan bergaul dengan teman sebaya yang beragam baik etnis
agama dan budaya.
Selama bertahun-tahun prasekolah, hubungan orang tua (pengasuh) dan anak merupakan
dasar bagi perkembangan sosial dan emosioanal. Sejumlah ahli mempercayai bahwa kasih
sayang orang tua (pengasuh) selama beberapa tahun pertama kehidupan merupakan kunci
utama perkembangan sosial anak, menigkatkan kemungkinan anak memiliki kompetensi
secara sosial dan penyesuaian diri yang baik pada tahun-tahun prasekolah dan sesudahnya.
Perkembangan psikososial dan kepribadian sejak usia pra sekolah hingga akhir masa sekolah
ditandai oleh semakin meluasnya pergaulan sosial, terutama dengan teman sebaya. Sejumlah
peneliti telah merekomendasikan betapa hubungan sosial dengan teman sebaya memiliki arti
yang sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.
Selain itu gender juga merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi
perkembangan sosial pada masa kanak-kanak awal. Istilah gender dimaksudkan sebagai
tingkah laku dan sikap yang diasosiasikan dengan laki-laki dan perempuan. Pada umumnya
anak usia 2 tahun sudah dapat menerapkan label laki-laki atau perempuan secara tepat atas
dirinya sendiri dan orang lain. Meskipun demikian pada usia ini anak belum memahami
ketetapan gender. Konsep gender lebih didasarkan pada ciri-ciri fisik, seperti pakaian, model
rambut atau jenis permainan. Pada umumnya anak-anak baru mencapai ketetapan gender
pada usia 7 hingga 9 tahun.

Ketika konsep mereka tentang ketetapan gender terbentuk dengan jelas, anak-anak kemudian
akan bermotifasi menjadi seorang laki-laki atau perempuan yang sejati. Oleh karena itu
biasanya dia akan meniru perilaku dari jenis kelamin yang sama.

C.

PERKEMBANGAN PERMAINAN

Definisi Permainan.

Sebagian besar interaksi antara teman sebaya selama masa kanak-kanak melibatkan
permainan. Karena itu, kebanyakan hubungan sosial dengan teman sebaya dalam masa ini
terjadi dalam permainan. Apa sih permainan itu? Permainan adalah salah satu bentuk
aktivitas sosial yang dominan pada awal anak-anak, sebab anak-anak menghabiskan waktu
lebih banyak waktunya di luar rumah dengan teman-temannya dibanding dengan aktivitas
lainnya. Permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk
kepentingan kegiatan itu sendiri. Bagi anak-anak proses melakukan sesuatu lebih menarik
daripada hasil yang akan didapatkannya (Schwartman, 1978)

Fungsi Permainan.

Permainan memiliki banyak fungsi, permainan juga memiliki arti yang sangat penting bagi
perkembangan kehidupan anak-anak. Permainan meningkatkan afliasi dengan teman sebaya,
mengurangi tekanan, meningkatkan perkembangan kognitif, meningkatkan daya jelajah dan
memberi tempat berteduh yang aman bagi perilaku yang secara potensial berbahaya.
Permainan meningkatkan kemungkinan bahwa anak-anak akan berbicara dan berinteraksi
dengan satu sama lain. Selama interaksi ini, anak-anak mempraktekkan peran-peran yang
mereka akan laksanakan dalam hidup masa depannya.
Hetherington & Parker (1979) menyebutkan ada tiga fungsi utama dari permainan:
1. Fungsi Kognitif.
Fungsi kognitif permainan membantu perkembangan kognitif anak, yaitu dengan permainan
anak-anak menjelajahi lingkungannya, mempelajari objek-objek disekitarnya dan belajar
memecahkan masalah yang dihadapinya.
1. Fungsi Sosial.
Fungsi sosial permainan dalam meningkatkan perkembangan sosial anak, khususnya dalam
permainan fantasi dengan memerankan suatu peran. Anak belajar memahami orang lain dan
peran-peran yang akan dimainkan dikemudian hari setelah tumbuh menjadi orang dewasa.
1. Fungsi Emosi
Fungsi emosi permainan memungkinkan anak memecahkan sebagian dari masalah
emosionalnya, anak belajar mengatasi kegelisahan dan konflik batin karena kemungkinan
besar permainan anak melepaskan energi fisik yang dan membebaskan perasaan-perasaan
yang terpendam.

Bagi Freud dan Erikson permainan adalah suatu bentuk penyesuaian diri manusia yang sangat
berguna, menolong anak menguasai kecemasan dan konflik karena tekanan-tekanan terlepas
di dalam permainan anak dapat mengatasi masalah-masalah kehidupan.
Piaget melihat permainan sebagai suatu media yang meningkatkan perkembangan kognitif
anak-anak. Ia juga mengatakan bahwa perkembangan kognitif anak-anak membatasi cara
mereka bermain. Piaget juga yakin, bahwa struktur-struktur kognitif perlu dilatih dan
permainan memberi setting yang sempurna bagi latihan ini. Misalnya : saat anak belajar
dengan angka-angka mereka akan tertawa dan bahagia saat berhasil menyelesaikan dengan
baik.
Vygotsky, ia yakin bahwa permainan adalah suatu setting yang sangat bagus bagi
perkembangan kognitif. Ia tertarik khususnya pada aspek-aspek simbolis dan kayalan suatu
permainan. Contoh : seorang anak menganggap boneka sebabagai sosok bayi yang hidup.
Daniel Berlyne menjelaskan permainan sebagai suatu yang menegaskan dan menyenangkan
karena permainan itu memuaskan dorongan penjelajahan kita, yang meliputi keingintahuan
dan hasrat akan informasi tentang sesuatu yang baru atau yang tidak bisa.

Jenis-Jenis Permainan.

Studi kalsik terhadap aktivitas permainan anak-anak pra sekolah di lakukan oleh Mildred
Perten. Berdasarkan oservasinya terhadap anak-anak usia 2 hingga 5 tahun, Perten
menentukan 6 ketegori permainan anak-anak yaitu:
1. Unoccupied Play. Anak memperhatikan dan melihat segala sesuatu yang menarik
perhatiannya dan melakukan gerakan-gerakan bebas dalam bentuk tingkah laku yang
tidak terkontrol.
2. Solitary Play. Anak dalam sebuah kelompok asik bermain sendiri-sendiri dengan
bermacam-macam alat permainan, sehingga tidak terjadi kontak antara satu sama lain
dan tidak peduli terhadap apapun yang yang sedang terjadi.
3. Onlooker Play. Terjadi ketika anak melihat orang lain bermain, anak ikut berbicara
dengan anak-anak lain itu dan mngajukan pertanyaan. Tetapi anak tidak ikut terlibat
dalam permainan tersebut.
4. Parallel Play. Anak-anak bermain dengan permainan yang sama, tetapi tidak ada
kontak antara satu dengan yang lain atau tukar menukar permainan.
5. Assosiative Play. Anak bermain bersama-sama saling pinjam alat permainan, tetapi p
ermainan itu tidak mengarah kepada sastu tujuan, tidak ada pembagian peranan dan
pembagian alat-alat permainan
6. Cooperative Play. Anak-anak bermain dalam kelompok yang teroganisir, dengan
kegiatan-kegiatan konstruktif dan membuat sesuatu yang nyata dimana setiap anak
mempunyai peranan sendiri-sendiri. Kelompok ini di pimpin dan diarahkan oleh satu
atau dua orang anak sebagai pimpinan kelompok.
Kategori Parten tersebut berdasarkan kategori permainan yang menekankan di dalam dunia
sosial anak, tetapi ada juga permainan yang menekankan pada aspek kognitif dan sosial dari
suatu pemainan.

1. Permainan Sensorimotor / Praktis.


Permainan Sensorimotor ialah perilaku yang diperlihatkan oleh bayi untuk memperoleh
kenikmatan dan melatih perkembangan sensorimotor mereka. Selama tahun-tahun pra
sekolah anak terlibat dalam permainan yang melibatkan praktek beragam keterampilan.
1. Pemainan Pura-Pura / Simbolis.
Pemainan Pura-Pura / Simbolis terjadi ketika anak mentransformasikan lingkungan fisik
kedalam suatu simbol. Jenis permaian khayalan ini seringkali nampak pada usia kurang lebih
18 bulan dan mencapai puncak pada usia 4 hingga 5 tahun, kemudian menurun secara
berangsur-angsur.
1. Permainan Sosial.
Permainan Sosial ialah permainan yang melibatkan interaksi sosial dengan teman-teman
sebaya.
1. Permainan Konstruktif.
Permainan Konstruktif mengkombinasikan kegiatan sensorimotor yang berulang dengan
representasi gagasan-gagasan simbolis. Permainan konstruktif terjadi ketika anak-anak
melibatkan diri dalam suatu kreasi atau konstruksi suatu produk atau suatu pemecahan
masalah ciptaan sendiri. Misalnya menggerakkan jari-jari mereka ke kuas (permainan
praktis), anak-anak lebih suka mengambar kerangka rumah atau orang (permainan
konstruktif).
1. Games
Games adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kenikmatan aturan dan
seringkal kompetisi dengan satu orang atau lebih.
1. D. PERKEMBANGAN MORAL
Perkembangan moral adalah berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika
dilahirkan tidak memiliki moral, tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk
dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain, anak
belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku
mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Teori Psikoanalisa Tentang Perkembangan Moral.
Menurut teori psikoanalisa klasik Freud, semua orang mengalami konflik Oedipus. Konflik
ini akan menghasilkan pembentukan struktur kepribadian yang dinamakan Freud sebagai
superego. Ketika anak mengatasi konflik Oedipus ini, maka perkembangan moral dimulai.
Salah satu alasan mengapa anak mengatasi konflik Oedipus adalah perasaan khawatir akan
kehilangan kasih sayang orang tua dan ketakuatan akan dihukum karena keinginan seksual
mereka yang tidak dapat diterima terhadap orang tua yang berbeda jenis kelamin.

Teori Belajar Sosial Tentang Perkembangan Moral


Studi tentang perilaku moral telah dipengaruhi oleh teori belajar sosial. Teori belajar sosial
melihat tingkah laku moral sebagai respon atas stimulus. Dalam hal ini, proses-proses
penguatan, penghukuman, dan peniruan digunakan untuk menjelaskan perilaku moral anakanak.
Bila anak diberi hadiah atas perilaku yang sesuai dengan aturan dan kontrak sosial, mereka
akan mengulangi perilaku tersebut. Sebaliknya, bila mreka dihukum atas perilaku yang tidak
bermoral, maka perilaku itu akan berkurang atau hilang.

Teori Kognitif Piaget Tentang Perkembangan Moral


Bagi Piaget, perkembangan moral digambarkan melalui aturan permainan. Karena itu,
hakikat moralitas adalah kecenderungan untuk menerima dan menaati sistem peraturan.
Berdasarkan hasil observasi terhadap aturan-aturan permainan yang digunakan anak-anak.
Piaget menyimpulkan bahwa pemikiran anak-anak tentang moralitas dapat dibedakan atas
dua tahap, yaitu :
Heteronomous Morality, tahap perkembangan moral ini terjadi kira-kira pada usia 4
hingga 7 tahun. Anak-anak pada masa ini yakin akan keadilan immanen, yaitu konsep bahwa
bila suatu aturan dilanggar, hukuman akan segara dijatuhkan.
Autonomous Morality, tahap perkembangan moral ini terjadi kira-kira usia 7 hingga 10
tahun. Anak menjadi sadar bahwa aturan-aturan dan hukuman diciptakan oleh manusia dan
dalam menilai suatu tindakan, seseorang harus mempertimbangkan maksud pelku dan juga
akibatnya.
1. II. FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT DAN MENDORONG
PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL.
Faktor-faktor yang mendorong perkembangan psikososial pada masa kanak-kanak awal
diantaranya adalah lingkungan sosial yang baik, misalnya orang tua (pengasuh), sanak
keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Apabila lingkungan sosial tersebut
menfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif maka
anak akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang.
Lingkungan yang mendukung ketika anak mulai memasuki taman kanak-kanak, misalnya
guru harus bisa menfalitasi perkembangan sosial anak seperti :
a)
Membantu anak agar memahami alasan tentang diterapkannya aturan. Misalnya
keharusan memelihara ketertiban di dalam kelas dan melarang masuk atau masuk kelas saling
mndahului.
b)
Membantu anak untuk memahami, dan membisaakan mereka untuk memelihara
persahabatan , kerjasama, saling membantu, dan saling menghargai atau menghormati.
c)
Memberikan informasi kepada anak tentang adanya keragaman budaya, suku dan
agama di masyarakat atau dikalangan anak sendiri, dan tentunya saling menghormati diantara
mereka.

Pada perkembangan moral, hal-hal yang mendorong dalam menanamkan konsep moral
adalah :
a)
Berilah pujian, ganjaran atau sesuatu yang menyenangkan anak, apabila dia melakukan
perbuatan yang baik. Ganjaran ini akan menjadi faktor penguat (reinforcement) bagi anak
untuk mengulangi perbuatan baik tersebut.
b)
Berilah hukuman, apabila dia melakukan perbuatan yang tidak baik. Hukuman tersebut
akan menjadi penguat bagi anak untuk tidak mengulangi perbuatan yang tidak baik.
Faktor-faktor yang menghambat perkembangan psikososial pada masa kanak-kanak awal
diantaranya adalah apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan orang tua
yang kasar : sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan,
pengajran atau pembisaaan terhadap anak dalam menerapkan norma-norma baik agama
maupun tatakrama atau budi pekerti; cenderung menampilkan perilaku maladjustment ,
seperti bersifat minder, senang mendominasi orang lain, bersifat egois (Selfish), senang
menyendiri / mengisolasi diri, kurang memiliki perasaan tenggang rasa, dan kurang
memperdulikan norma dalam berperilaku.

KESIMPULAN
Perkembangan sosial merupakan pencapaian dalam hubungan sosial. Anak diahirkan belum
bersifat sosial. Dalam arti dia belum memiliki kemampuan bergaul dengan orang lain. Oleh
karena itu, untuk mencapai kematangan sosial anak harus belajar tentang cara-cara
menyesuaikan dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai
kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik orang tua,
saudara, atau teman sebayanya.
Perkembangan sosial anak sangat dipengruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua
terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial., atau norma-norma
kehidupan bermasyarakat serta mendorong atau memberi contoh kepada anakanya bagaimana
menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orang tua
ini lazim disebut dengan sosialisasi.

Sosialisasi dari orang tua ini sangat penting bagi anak, karena dia masih
terlalu muda dan belum memiliki pengalaman untuk membimbing
perkembangannya sendiri kearah kematangan. Melalui pergaulan atau
hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang dewasa
lainnya maupun teman bermain, anak mulai mengembangkan bentukbentuk tingkah laku sosial.

Perkembangan psikososial adalah perkembangan yang berkaitan dengan emosi, motivasi


dan perkembangan pribadi manusia serta perubahan dalam bagaimana individu berhubungan
dengan orang lain.
Perkembangan psikososial pada masa kanak-kanak di bagi dalam beberapa fase, menurut
Teori Psikoanalisis Freud (1856-1939) bahwa perkembangan psikososial manusia dibagi
dalam 8 fase, dan beberapa diantara adalah fase perkembangan psikososial masa kanak-kanak
(Papalia & Olds, 1995), yaitu :
1. fase pembentukan kepercayaan vs tidak percaya (0 18 bulan)
2. Fase Otonomi vs malu-malu & Ragu-ragu (18 bulan 3 tahun)
3. Fase Inisiatif vs merasa bersalah (3 6 tahun)
Melihat dari pembagian fase perkembangan tersebut maka anak-anak usia 3 6 tahun sedang
berada dalam fase Inisiatif vs merasa bersalah.
Pada tahap ini, krisis yang terjadi dalam diri anak adalah antara inisiatif dan
melaksanakan inisiatif tersebut, dan rasa bersalah untuk melakukan apa yang dilakukan oleh
anak. Oleh sebab itu, anak perlu belajar mengendalikan perasaan ini. Salah satu cara yang
dapat dilakukan adalah dengan jalan menanamkan rasa tanggung jawab dalam diri anak.
Disamping itu, anak masih perlu merasakan kebebasannya. Apabila perkembangan rasa
bersalah melebihi perkembangan inisiatif anak, maka anak akan menjadi anak yang diliputi
rasa ragu-ragu.

A. KARAKTERISTIK PSIKOSOSIAL MASA ANAK-ANAK AWAL


(USIA 3 6 TAHUN)
Karakteristik psikososial anak usia 3 6 tahun dibagi menjadi 2 tahap yaitu :
a.

1. Karakteristik Psikososial Anak Usia 3 - 4 Tahun


Sudah dapat mengontrol perilakunya sendiri.

b. Sudah dapat merasakan kelucuan bila ada hal-hal lucu atau ikut tertawa ketika orang dewasa
tertawa.
c.

Rasa takut dan cemas mulai berkembang, dan hal ini berlangsung sampai usia 5 tahun.

d. Keinginan berdusta mulai muncul, akan tetapi anak takut melakukannya.


2. Karakteristik Psikososial Anak Usia 5 6 Tahun

a.

Perasaan humor berkembang lebih lanjut

b. Sudah dapat mempelajari mana yang benar dan yang salah


c.

Sudah dapat menenangkan diri

d.

Pada Usia 6 tahun anak menjadi sangat Asertif, sering berperilaku seperti boss (atasan),
mendominasi situasi, akan tetapi dapat menerima nasehat.

e.

Sering bertengkar tapi cepat berbaikan kembali.

f.

Anak sudah dapat menunjukkan sikap marah.

g.

Sudah dapat membedakan yang benar dan yang tidak benar, dan sudah dapat menerima
peraturan disiplin.

B.

ASPEK

YANG

MEMPENGARUHI

PERKEMBANGAN

PSIKOSOSIAL MASA ANAK-ANAK AWAL (USIA 3 6 TAHUN)


1. Aspek Perkembangan Permainan
Hetherington & Parke (1979) mendefinisikan permainan bagi anak-anak adalah suatu
bentuk aktivitas yang menyenangkan yang dilakukan semata-mata untuk aktivitas itu sendiri,
bukan karena ingin memperoleh sesuatu yang dihasilkan dari aktivitas tersebut. Hal ini
karena bagi anak-anak proses melakukan sesuatu lebih menarik daripada hasil yang akan
didapatkannya (Schwartzman, 1978).
Permainan sangat penting bagi perkembangan kehidupan anak-anak. Permainan memiliki
beberapa fungsi yang dalam pengaruh pentingnya terhadap perkembangan anak. Salah
satunya adalah fungsi sosial. Fungsi sosial permainan dapat meningkatkan perkembangan
sosial anak. Khususnya dalam permainan fantasi dengan memerankan suatu peran, anak
belajar memahami orang lain dan peran-peran yang akan ia mainkan dikemudian hari setelah
tumbuh menjadi orang dewasa.
Fungsi Permainan
a. Fungsi Konitif (Piaget 1962)
Menjelajahi lingkungan, mempelajari objek-objek di sekitarnya dan belajar memecahkan
masalah
Mengembangkan potensi dan keterampilan dengan cara menyenangkan
b. Fungsi Sosial, dapat meningkatkan perkembangan sosial (dramatical play)
c. Fungsi Emosi, permainan memberikan perasaan senang dan anak dapat melepaskan energi

fisiknya yang berlebihan.

2. Aspek Perkembangan Hubungan dengan Orang Lain


a. Hubungan dengan Orang Tua
Kasih sayang Orang Tua atau pengasuh pada tahun-tahun pertama kehidupan anak
merupakan kunci utama perkembangan sosial anak. Pola Hubungan orang tua atau
pengasuhnya pada anak usia 3 6 tahun merupakan dasar bagi perkembangan emosional dan
sosial anak. Salah satu aspek penting dalam hubungan antara orang tua dan anak adalah gaya
pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Ada 3 tipe pengasuhan orang tua yaitu :

Otoritatif yaitu gaya pengasuhan yang memperlihatkan pengawasan ekstra ketat terhadap
tingkah laku anak anak, tetapi mereka juga bersikap responsif, menghargai dan
menghormati pemikiran, perasaan serta mengikutsertakan anak dalam pengambilan
keputusan (Demokratis). Hasilnya adalah anak-anak yang cenderung percaya diri, memiliki
pengawasan terhadap diri sendiri dan mampu bergaul baik dengan teman sebayanya.

- Otoriter yaitu gaya pengasuhan yang membatasi dan menuntut anak untuk mengikuti
perintah-perintah orang tua (tidak demokratis). Hasilnya adalah anak-anak yang cenderung
curiga pada orang lain dan tidak merasa bahagia dengan dirinya sendiri, canggung dalam
pergaulan juga memiliki prestasi belajar yang rendah.
- Permisif yaitu gaya pengasuhan dimana orang tua hanya sedikit terlibat dalam kehidupan
anak atau bahkan sama sekali tidak terlibat dalam kehidupan anak (Masa bodo). Hasilnya
adalah anak-anak yang kurang percaya diri, memiliki pengendalian diri yang buruk (berbuat
semaunya), memaksakan keinginan dan memiliki rasa harga diri yang rendah.
Pada fase Inisiatif vs merasa bersalah, anak-anak tentu membutuhkan gaya pengasuhan yang
dapat membantunya tampil percaya diri, memiliki prestasi belajar yang baik, memiliki
pengendalian dan pengawan diri sendiri, dapat bergaul dengan baik, serta mampu
membedakan yang benar dan yang salah.
b. Hubungan Dengan Teman Sebaya (Peer)
Sejumlah penelitian telah merekomendasikan betapa hubungan sosial dengan teman
sebaya memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan pribadi anak. Salah satu fungsi
kelompok teman sebaya yang paling penting adalah menyediakan suatu sumber informasi

dan perbandingan tentang dunia luar diluar keluarga. Anak menerima umpan balik tentang
kemampuan-kemampuan mereka dari kelompok teman sebaya. Anak-anak mengevaluasi
apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama atau lebih jelek dari yang dilakukan oleh anakanak lain.

Mereka menggunakan orang lain sebagai tolok ukur untuk membandingkan

dirinya. Proses pembandingan sosial ini merupakan dasar bagi pembentukan rasa harga diri
dan gambaran diri anak (Hetherington & Parke, 1981).
Relasi yang harmonis diantara teman sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan
kesehatan mental yang positif pada usia tengah baya. Sebaliknya Isolasi sosial atau
ketidakmampuan untuk melebur ke dalam suatu jaringan sosial, diasosiasikan dengan banyak
masalah dan kelainan yang beragam, mulai dari kenakalan dan masalah minuman keras
hingga depresi. Bahkan relasi yang buruk diantara teman2 sebaya pada masa anak-anak
diasosiasikan dengan suatu kecenderungan untuk putus sekolah dan perilaku nakal pada masa
remaja (Santrock, 1995).

3. Aspek Perkembangan Gender dalam Permainan dan Aktivitas


Gender merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi perkembangan
sosial pada masa awal anak-anak. Istilah gender dimaksudkan sebagai tingkah laku dan sikap
yang dihubungkan dengan laki-laki atau perempuan. Kebanyakan anak mengalami sekurangkurangnya tiga tahap dalam perkembangan gender (Shepherd-Look, 1982)
a. Anak mengembangkan kepercayaan tentang identitas gender , yaitu rasa laki-laki atau
perempuan.
b. Anak mengembangkan keistimewaan gender, sikap tentang jenis kelamin mana yang
mereka
kehendaki.
c. Anak memperoleh ketetapan gender, suatu kepercayaan bahwa jenis kelamin seseorang
ditentukan secara biologis, permanen, dan tak berubah-ubah.
Perkembangan gender pada masa anak-anak usia 3 6 tahun masih dalam tahap mempelajari
stereotif gender konvensional yang dihubungkan dengan berbagai aktivitas dan objek-objek
umum (Ruble&ruble, 1980). Mereka menghubungkan gender dengan mainan, pakaian namun
dalam tahap ini anak belum mengerti konsep / ketetapan gender.

4. Aspek Perkembangan Moral


Perkembangan moral adalah perkembangan dengan aturan dan hubungan mengenai
apa yang seharunya dilakuakan oleh manusia sebagai interaksi dengan orang lain (Stanrock ,
1995)
Pada Masa anak-anak Awal perkembangan moral anak ada pada
tahap Preconventional Morality (Lawrence Kohlberg) yaitu anak mengenal
moralitas dari dampak perbuatan yang dilakukannya :
Perbuatan menyenangkan (sesuai aturan) = Hadiah dan Pujian
Perbuatan menyakitkan (tidak sesuai aturan) = Hukuman
Perbuatan Meniru apa yang dilakukan orang-orang disekitarnya

C. PRINSIP-PRINSIP PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL MASA ANAKANAK AWAL (USIA 3 6 TAHUN)


1. Pengalaman Masa Lalu
Perkembangan Psikososial anak pada usia 3 6 tahun merupakan hasil dari perkembangan
psikososial pada fase sebelumnya, yaitu fase percaya vs tidak percaya dan fase otonomi vs
malu dan ragu-ragu. Apabila pada fase ini anak tidak berkembang secara normal, maka hal
ini akan mempengaruhi perkembangan Psikososial anak pada fase ini.
2. Perkembangan Dimasa yang Akan Datang
Masa anak-anak merupakan masa yang berfungsi untuk mengembangkan psikososial anak ke
arah yang positif. Positif berarti mengembangkan anak sesuai dengan fase perkembangan
psikososialnya. Apabila anak tidak mengalami perkembangan psikososial yang positif maka
di masa depan, anak akan mengalami berbagai hambatan dalam perkembangan
psikososialnya.
3. Perlakuan Orang-Orang di Sekitar Anak

Orang-orang yang berada di sekitar anak, baik orang tua maupun guru berperan dalam
mengembangkan psikososial anak. Oleh sebab itu, orang tua dan guru perlu memberikan
kesempatan pada anak unruk berinteraksi sosial, untuk mengungkapakan pikiran dan
perasaannya.

D. IMPLIKASI PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL MASA ANAK-ANAK


AWAL (USIA 3-6 TAHUN) BAGI ORANG TUA DAN GURU
1. Memberikan kesempatan perkembangan psikososial secara positif pada anak.
Misalnya : Memberikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaanya.

2. Menciptakan prosses pendidikan dan pembelajaran yang memberikan wahana untuk


mengembangkan Psikososial anak secara positif. Misalnya : mencipakan sudut
permainan drama dan sudut-sudut lainnya yang relevan.

3. Menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pengembangan


psikososial secara positif. Misalnya : membiarkan anak bermain dan melengkapi alat
permainan yang dibutuhkan anak.

Terdapat 8 jenis tahap-tahap perkembangan psikososial Erickson.


Psikososial Tahap 1
Trust vs Mistrust (kepercayaan vs kecurigaan)
Tahap ini berlangsung pada masa oral, pada umur 0-1 tahun atau 1,5 tahun (infancy).
Bayi pada usia 0-1 tahun sepenuhnya bergantung pada orang lain, perkembangan rasa
percaya yang dibentuk oleh bayi tersebut berdasarkan kesungguhan & kualitas penjaga (yang
merawat) bayi tersebut. Apabila bayi telah berhasil membangun rasa percaya terhadap si
penjaga, dia akan merasa nyaman & terlindungi di dalam kehidupannya. Akan tetapi, jika
penjagaannya tidak stabil & emosi terganggu dapat menyebabkan bayi tersebut merasa tidak
nyaman dan tidak percaya pada lingkungan sekitar.
Kegagalan mengembangkan rasa percaya menyababkan bayi akan merasa takut dan yakin
bahwa lingkungan tidak akan memberikan kenyamanan bagi bayi tersebut, sehingga bayi
tersebut akan selalu curiga pada orang lain.
Psikososial Tahap 2
Otonomi vs perasaan malu dan ragu-ragu.
Tahap ini merupakan tahap anus-otot (anal/mascular stages), masa ini disebut masa balita
yang berlangsung mulai usia 1-3 tahun (early childhood).
Pada masa ini anak cenderung aktif dalam segala hal, sehingga orang tua dianjurkan untuk
tidak terlalu membatasi ruang gerak serta kemandirian anak. Namun tidak pula terlalu
memberikan kebebasan melakukan apapun yang dia mau.
Pembatasan ruang gerak pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah menyerah dan
tidak dapat melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Begitu pun sebalikny, jika
anak terlalu diberi kebebasan mereka akan cenderung bertindak sesuai yang dia inginkan
tanpa memperhatikan baik buruk tindakan tersebut. Sehingga orang tua dalam mendidik anak
pada usia ini harus seimbang antara pemberian kebebasan dan pembatasan ruang gerak anak.
Karena dengan cara itulah anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri.
Psikososial Tahap 3
Inisiatif vs kesalahan
Tahap ini dialami pada anak saat usia 4-5 tahun (preschool age)
Anak-anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan lingkungak sekitarnya sehingga
menimbulkan rasa ingin tahu terhadap segala hal yang dilihatnya.
Mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu yang mereka alami. Akan
tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola asuh yang salah, mereka cenderung
merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri. Sikap berdiam diri yang mereka lakukan
bertujuan untuk menghindari suatu kesalahan-kesalahan dalam sikap maupun perbuatan.
Psikososial Tahap 4
Kerajinan vs inferioritas
Tahap ini merupakan tahp laten usia 6-12 tahun (school age) ditingkat ini anak mulai keluar
dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah sehingga semua aspek memiliki peran misal
orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima
kehadirannya. Pada usia ini anak dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil

melalui tuntutan tersebut. Anak dapat mengembangkan sikap rajin, jika anak tidak dapat
meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (infieoritas), anak dapat mengembangkan
sikap rendah diri. Sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangat penting untuk
memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia ini usaha yang sangat baik pada
tahap ini adalah dengan mengembangkan kedua karakteristik yang ada. Dengan begitu ada
nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni
kompetensi.
Psikososial Tahap 5
Identitas vs kekacauan identitas
Tahap ini merupakan tahap adolense (remaja), dimulai pada saat masa puber dan berakhir
pada usia 12-18 tahun/anak. Di dalam tahap ini lingkup lingkungan semakin luas, tidak hanya
di lingkungan keluarga atau sekolah, namun juga di masyarakat. Pencarian jati diri mulai
berlangsung dalam tahap ini. Apabila seorang remaja dalam mencari jati dirinya bergaul
dengan lingkungan yang baik maka akan tercipta identitas yang baik pula. Namun sebaliknya,
jika remaja bergaul dalam lingkungan yang kurang baik maka akan timbul kekacauan
identitas pada diri remaja tersebut.
Psikososial Tahap 6
Keintiman vs isolasi
Tahap ini terjadi pada masa dewasa awal (young adult), usia sekitar 18/20-30 tahun. Dalam
tahap ini keintiman dan isolasi harus seimbang untuk memunculkan nilai positif yaitu cinta.
Cinta yang dimaksud tidak hanya dengan kekasih melainkan cinta secara luas dan universal
(misal pada keluarga, teman, sodara, binatang, dll).
Psikososial Tahap 7
Generatifitas vs stagnasi
Masa dewasa (dewasa tengah) ditempati oleh orang-orang yang berusia yang berusia sekitar
20 tahunan sampai 55 tahun (middle adult). Dalam tahap ini juga terdapat salah satu tugas
yang harus dicapai yaitu dapat mengabdikan diri guna mencapai keseimbangan antara sifat
melahirkan sesuatu (generatifitas) dengan tidak melakukan apa-apa (stagnasi). Harapan yang
ingin dicapai dalam masa ini adalah terjadinya keseimbangan antara generatifitas dan
stagnasi guna mendapatkan nilai positif yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi
generational dan otoritisme. Generational merupakan interaksi yang terjalin baik antara
orang-orang dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme merupakan interaksi
yang terjalin kurang baik antara orang dewasa dengan para penerusnya karena adanya aturanaturan atau batasan-batasan yang diterapkan dengan paksaan.
Psikososial Tahap 8
Integritas vs keputus asaan
Tahap ini merupakan tahap usia senja (usia lanjut). Ini merupakan tahap yang sulit dilewati
karena orang pada masa ini cenderung melakukan introspeksi diri. Mereka akan memikirkan
kembali hal-hal yang telah terjadi pada masa sebelumnya, baik itu keberhasilan maupun
kegagalan. Jika dalam masa sebelumnya orang tersebut memiliki integritas yang tinggi dalam
segala hal dan banyak mencapai keberhasilan maka akan menimbulkan kepuasan di masa

senja nya. Namun sebaliknya, jika orang tersebut banyak mengalami kegagalan maka akan
timbul keputus asaan.

Anda mungkin juga menyukai