Anda di halaman 1dari 5

Berbagai pendekatan formulasi strategi yang sebagian besar dibuat pada

awal tahun 1970-an dan 1980-an tidak sesuai lagi dengan situasi
persaingan saat ini yang bahkan sering disebut sebagai hypercompetition.
Sehingga apabila pendekatan formulasi strategi tersebut digunakan maka
perusahaan akan cenderung kehilangan daya saingnya dan tidak mampu
bersaing di pasar. Gary Hamel dan C.K. Prahalad (1989) secara tegas
mengatakan sebagai berikut :
As strategy has blossomed, the competitiveness of Western companies
has withered. This may be coincidence, but we think not. We believe that
the application of concepts such as strategic fit (between resources and
opportunities), generic strategies (low cost vs differentiation vs focus),
and the strategy hierarchy (goals, strategy, and tactics) have often
abetted the process of competitive decline.
Sedangkan Michael De Kare-Silver (1997) dengan melihat perkembangan
lingkungan eksternal yang semakin dinamis menekankan perlunya model
formulasi strategi yang baru, khususnya dalam menyongsong millenium
ke-3, dengan mengatakan bahwa :
We need a new strategy making framework that does clearly and
positively set art of effective strategy making in current times. We need a
new construct that reflects the dynamics of a marketplace coming up to
the millennium
Perubahan lingkungan bisnis yang berlangsung secara gradual sejak
dasawarsa 1980-an telah membawa dampak yang sangat besar terhadap
visi, misi, dan strategi perusahaan. Namun perubahan lingkungan bisnis
secara cepat dan fundamental baru mulai terjadi pada awal tahun 1990-an
yang dipicu oleh meningkatnya proses globalisasi di bidang teknologi,
khususnya di bidang transportasi, telekomunikasi, dan travel (3 T). Pada
era ini lingkungan bisnis telah berubah menjadi semakin turbulen dan
persaingan menjadi sangat ketat atau hypercompetition. Sedangkan
menurut Richard A. DAveni dan Robert Gunther (1994) lingkungan
eksternal yang berubah begitu cepat telah menyebabkan munculnya
hypercompetition. Hypercompetition adalah suatu kondisi persaingan
dimana setiap perusahaan akan melakukan serangan-serangan secara
gencar dan terus menerus (berupa set of

temporary strategies) untuk

mengacau (disrupting) perusahaan lain yang dianggap sebagai pesaing

utama

(status

quo),

sehingga

sustaining

competitive

advantage

perusahaan pesaing akan terkikis dan hilang. Perusahaan-perusahaan


yang mampu bersaing di dalam hypercompetition ini biasanya adalah
perusahaan yang beroperasi secara global dan inovatif yang tidak saja
selalu

mampu

menciptakan

keunggulan

baru

tetapi

juga

mampu

melancarkan strategi yang menghancurkan keunggulan para pesaingnya.


First Curve To Second Curve

Dalam hypercompetition terdapat 4 arena persaingan, yaitu cost dan


quality, timing dan knowhow (kecepatan dan kemampuan memunculkan
produk

baru

di

pasar

melalui

inovasi

dan

imitasi),

strongholds

(membangun halangan masuk dalam lingkup wilayah, industri, dan


segment pasar untuk mencegah serangan dari para pesaing perusahaan),
dan deep pockets (membangun keunggulan perusahaan melalui kekuatan
sumber finansial perusahaan). Setiap perusahaan dalam hypercompetition
dapat bersaing baik dalam yang lain. Gambaran kondisi lingkungan bisnis
saat ini, dengan kesimpulan yang hampir sama, dikemukakan pula oleh
Michael De Kare-Silver (1997) dengan mengatakan bahwa

telah terjadi

perubahan yang cukup fundamental di pasar yang antara lain adalah


sebagai berikut :
1. Kekuatan daya tawar di hampir setiap industri telah beralih ke
customer.
2. Skala ekonomi bukanlah suatu keunggulan yang penting.

3.
4.
5.
6.

Batas wilayah telah hilang baik secara geografis maupun bisnis.


Teknologi sangat mudah dan cepat untuk ditiru.
Hampir selalu ada pesaing baru yang mampu melakukan low-cost.
Teknologi informasi telah mengalami revolusi baik dari segi

efektifitas maupun
aksesibilitasnya.
7. Globalisasi yang terjadi telah membuat setiap perusahaan semakin
sulit mengelola
usahanya.
8. Perubahan lingkungan

bisnis

dengan

corak

dan

karakteristik

perubahan seperti tersebut


9. di atas sudah barang tentu membuat berbagai pendekatan formulasi
strategi yang saat
ini ada menjadi kurang sesuai lagi.
Dengan mengamati berbagai perubahan lingkungan bisnis dan kelemahan
dari pendekatan formulasi strategi yang ada saat ini, maka beberapa
pakar manajemen telah melakukan revisi dan menciptakan model
formulasi strategi yang baru. Beberapa diantaranya adalah Cliff Bowman
(dynamic appoach), Liam Fahey (Liam Faheys competitor analysis),
Richard A. DAveni and Robert Gunther (The new 7s model), dan Michael
De Kare-Silver (Market Commitment Model). Secara singkat pendekatan
formulasi strategi tersebut adalah sebagai berikut :
Liam Faheys Competitor Analysis

1. Cliff Bowman (dynamic appoach), mengusulkan agar Porters five


forces model yang

menggambarkan kondisi pada saat tertentu

tersebut dapat ditambahkan suatu unsur

yang dinamis, yaitu

dengan memasukkan unsur industry life cycle dan meramalkan


trend faktor politik, ekonomi, sosial, dan teknologi.

2. Liam Fahey (Liam Faheys competitor analysis), yaitu suatu model


yang dikembangkan oleh Prof. Liam Fahey dari Boston University
untuk menggantikan

analisa SWOT. Seperti pada analisa SWOT,

model ini juga terdiri dari 4 faktor tetapi berdasarkan pada


kemampuan

daya

menggambarkan

saing

competitor.

kemampuan

Pada

pesaing

dan

sumbu

horisontal

sumbu

vertikal

menggambarkan apa yang mungkin akan dilakukan oleh pesaing.


3. Richard A. DAveni and Robert Gunther (The new 7s Model), yaitu
suatu model yang dikembangkan untuk melakukan disrupting dalam
hypercompetition. Unsur the new 7s model dibagi dalam 3
kelompok, yaitu vision for disruption (stakeholder satisfaction dan
strategy

soothsaying),

capabilities

for

disruption

(speed

dan

surprise), dan tactics for disruption (shifting the rules, signaling,


simultaneous and sequential strategic thrusts).
4. Michael De Kare-Silver (Market Commitment Model), yaitu suatu
model untuk memenangkan persaingan melalui customer valuebased dengan mendasarkan kepada 2 unsur strategi yaitu future
intent (mengembangkan wawasan jangka panjang dan jauh ke
depan, membangun komitmen untuk mencapainya, dan memilih
target pasar sebagai fokus penggunaan sumber daya perusahaan)
dan sources of advantage (pemahaman yang mendalam tentang
target pasar dan customer perusahaan agar mampu dan unggul
dalam melakukan identifikasi how best to compete). Future intent
dan sources of advantage masing-masing tidak dapat berdiri sendiri
tetapi harus dikombinasikan secara baik dan bersama-sama. Future
intent hanya bisa dicapai jika keunggulan perusahaan dapat
diperoleh.
Dari berbagai alternatif model formulasi strategi tersebut nampaknya MCM
lebih baik bila dibandingkan dengan pendekatan lainnya dengan alasan
sebagai berikut :
1. MCM menekankan kepada pemanfaatan peluang pasar dengan
wawasan jauh ke depan dan pemahaman yang mendalam kepada
customer (deep rooted immersion),

sesuai dengan lingkungan

bisnis

dibandingkan

dalam

the

second

curve,

menyerang

kelemahan atau mengganggu keunggulan para pesaing seperti yang

dilakukan dalam dynamic approach, Liam Faheys competitor


analysis, dan the new 7s model. Hal ini disebabkan karena
keinginan dan tindakan menyerang diantara perusahaan cenderung
menimbulkan biaya persaingan (R&D, investasi, dan iklan) yang
cukup besar.
2. Wawasan yang jauh ke depan khususnya terhadap kebutuhan
nasabah

dikombinasikan

dengan

strategi

yang

inovatif

memungkinkan munculnya produk-produk yang beyond voices of


the customer. Sebagai contoh, Sony telah sukses meluncurkan
produknya yaitu Sony Walkman ketika orang pada saat itu belum
membayangkan ada produk seperti itu dan ternyata masyarakat
senang dan membutuhkannya.
3. Menekankan kepada hubungan yang win-win dan personalised
dengan

customer,

kinerja

produk

yang

convenience,

speed,

inovative, dan menawarkan harga produk yang bersaing namun


memiliki value yang tinggi. Strategi ini dapat digunakan dalam
kondisi persaingan yang hypercompetition sekalipun.
4.

Memiliki kemampuan untuk selalu tanggap tehadap perubahan


yang terjadi di pasar (wave of change), sehingga daya saing

5.

perusahaan selalu berada paling depan.


Lebih praktis, spesifik, dan mampu mengantisipasi minimal di era
bisnis akhir tahun 1990-an.

Anda mungkin juga menyukai