Anda di halaman 1dari 56

STATUS KEPANITERAAN KLINIK

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

Nama mahasiswa

: Nyoman Arya Adi WangsaTanda tangan:

NIM

: 030.09.177

Dokter pembimbing : Dr.H.A.Syaiful Karim Sp.PD

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. Raya

No. RM

: 86.38.55

Umur

: 34 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Status pernikahan

: Menikah

Pekerjaan

: Pengangguran (ex office boy dan petugas keamanan)

Alamat

: Jl. Bangka II 664 RT002/02 No.16

Bangsa

: WNI

Agama

: Islam

Pendidikan

: SD

Tanggal masuk RS

: 22 Januari 2014

I.

ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis (istri pasien) pada tanggal
22 Januari 2014 pukul 15.00 W.I.B
Keluhan Utama
Pasien datang ke UGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan utama sesak sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan utama sesak sejak 1

minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak yang dirasakan makin lama makin
bertambah berat. Sesak yang dirasakan oleh pasien dipengaruhi oleh kegiatan
pasien sehari-hari terutama saat pasien berjalan jauh. Sesak berkurang jika pasien
duduk dalam keadaan bersandar, atau saat tidur pasien lebih nyaman
menggunakan 3 bantal sebagai pengganjal kepala dan bahunya. Pasien mengaku
sesaknya kadang hilang timbul pada saat beraktivitas sehari hari. Akibat sesak
yang dialaminya pasien menjadi susah tidur setiap harinya.
Selain itu pasien juga mengeluh nyeri diulu hatinya. Nyeri yang dirasakan
seperti ditekan dari dalam dan terasa panas. Nyerinya timbul terutama jika pasien
sedang kelelahan dan sedang menjalankan aktivitas. Nyeri yang dirasakan pasien
menjalar ke dada maupun punggung pasien. Pasien juga pernah mengobati nyeri
di ulu hatinya dengan obat promaag dan minyak telon tetapi juga tidak kunjung
hilang. Nyerinya hilang ketika pasien sudah beristirahat dan minum air hangat.
Pasien juga mengeluhkan wajahnya selalu terlihat pucat dan berubah terutama
sejak 2 bulan yang lalu, pasien mengira ia terlalu letih saat beraktivitas. Karena
hal tersebut pasien membeli obat penambah darah di warung yaitu sangobion
tetapi pucatnya hanya hilang sedikit dan kembali lagi seperti semua keesokan
harinya. Sejak 1 bulan yang lalu pasien juga mengeluhkan susah buang air besar,
setiap kali buang air besar terasa keras dan hanya sedikit. Tetapi pasien mengaku
tidak terlihat darah saat buang air besar. Akibat susah buang air besar pasien
mselalu merasa perutnya kembung, begah , mual dan nafsu makannya menjadi
berkurang. Selain itu pasien juga muntah-muntah ketika diberikan makanan.
2

Setiap kali muntah , isi yang keluar dari muntahan pasien tersebut hanya makanan
yang dimakan dan tidak ada darah.
Sejak 3 bulan yang lalu pasien mengeluh ngilu dan nyeri di bagian kanan dan
kiri pinggangnya. Nyeri yang dirasakan pasien seperti panas dan gatal, pasien
mengaku jika pinggangnya di pijat atau di pukul malah tidak merasa sakit dan
bahkan lebih meringankan sakit pinggangnya tersebut. Tetapi saat pasien
menempelkan koyo dan memijitnya di panti pijat, keluhan nyeri pinggang pasien
juga tidak berkurang. Selain itu, pasien juga mengeluhkan rasa ngilu di bagian
bawah dari umbilicus-pubisnya, tetapi ngilunya kadang kadang saja. Untuk buang
air kecilnya lancar, tidak nyeri dan berwarna kuning jernih serta tidak ada darah.
Di bagian kelamin pasien juga tidak ada rasa panas dan sakit ketika pasien sedang
berkemih.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku sudah mempunyai penyakit darah tinggi sejak 1 tahun yang
lalu tetapi tidak terkontrol. Pasien tidak pernah mengobati darah tingginya selama
ini, tetapi pada tahun 2013 pasien pernah dirawat di RSUD Budi Asih akibat
gejala yang sama dan di diagonis oleh dokter menderita penyakit gagal ginjal
kronik stage V disertai hipertensi emergency, tetapi pada saat itu pasien belum di
lakukan hemodialisa atau cuci darah dikarenakan keluarga pasien menolak untuk
dilakukan tindakan tersebut. Akhirnya pasien pulang paksa dan setelah dirawat
pasien hanya berobat jalan ke poli RSUD Budi Asih tetapi jarang dan tidak teratur.
Pasien tidak mempunyai riwayat kencing manis. Riwayat alergi terhadap makanan
dan obat-obatan disangkal. Pasien juga menyangkal mempunyai riwayat asma.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat kencing manis, asthma, darah tinggi dan keganasan pada
keluarga pasien.
Riwayat Kebiasaan
Pada Tahun 2013 pasien bekerja sebagai seorang office boy di salah satu
perantoran swasta. Di tempat kerjanya pasien jarang sekali mengkonsumsi air
putih ketika sedang bekerja maupun selesai bekerja, pasien lebih banyak
3

meminum kopi dan minuman yang bersoda. Begitupun juga dirumahnya. Pasien
juga jarang mengkonsumsi sayur-sayuran hijau dan buah-buahan di rumahnya.
Pasien juga mengaku sejak 1 tahun yang lalu adalah seorang perokok tetapi ia
merupakan perokok yang ringan dimana ia hanya menghabiskan 2-3 batang roko
setiap harinya, tetapi sekarang ia telah berhenti merokok. Pasien juga mengaku
jarang berolahraga setiap harinya. Konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang
disangkal oleh pasien.
Riwayat Sosial Ekonomi
Sekarang pasien tidak bekerja dan menganggur dikarenakan kelelahan yang
dirasakannya sejak tahun 2013 ditambah dengan riwayat dirawat di rumah sakit
akibat penyakit ginjal dan darah tingginya. Pasien tinggal di lingkungan padat
penduduk. Dan memiliki seorang anak laki-laki yang masih berusia 15 tahun
Riwayat Pengobatan
Selama ini pasien pasien hanya mengkonsumsi obat penambah darah dan obat
maag saja. Sedangkan pasien mengaku tidak pernah meminum obat-obatan herbal
dan tidak pernah memeriksakan dirinya ke pengobatan alternatif.

ANAMNESIS MENURUT SISTEM


Catatan keluhan tambahan positif di samping judul-judul yang bersangkutan
Kulit
Kulit/ikterik

(-)

Rambut

Distribusi merata,hitam

Sianosis

(-)

Bisul

(-)

Ptechiae

(-)

Hematom

(-)

Keringat malam

(-)

Lain - lain

(-)

Kepala
Trauma

(-)

Sinkop

(-)

Sakit kepala

(-)

Nyeri pada sinus

(-)

Lain -lain

(-)

Nyeri

(-)

Sekret

(-)

Kuning/ikterik

(-)

Radang

(-)

Gangguan penglihatan

(-)

Ketajaman penglihatan

(-)

Mata

Telinga
Nyeri

(-)

Sekret

(-)

Serumen

(-)

Gangguan pendengaran

(-)

Tinitus

(-)

Hidung
Trauma

(-)

Sekret

(-)

Epistaksis

(-)

Pilek

(-)

Gangguan penciuman

(-)
5

Gejala Penyumbatan

(-)

Nyeri

(-)

Bibir kering

(+)

Sariawan

(-)

Gusi berdarah

(-)

Gangguan pengecapan

(-)

Mulut

Tenggorokan
Nyeri tenggorokan

(-)

Perubahan suara

(-)

Benjolan

(-)

Nyeri leher

(-)

Leher

Dada (Jantung/ Paru)


Nyeri dada

(-)

Berdebar

(-)

Ortopnoe

(+)

Sesak nafas

(+)

Batuk

(-)

Dyspnea deffort

(-)

PND

(-)

Abdomen

Rasa kembung

(+)

Mual

(+)

Muntah

(+)

Muntah darah

(-)

Nyeri ulu hati

(+)

Perut membesar

Wasir

(-)

Mencret

(-)

Tinja darah

(-)

Tinja berwarna dempul

(-)

Tinja berwarna hitam

(-)

Benjolan

(-)

Saluran kemih /Alat kelamin


Disuria

(-)

Poliuria

(-)

Polakisuria

(-)

Hematuria

(-)

Oligouria

(-)

Anuria

(-)

Retensi urin

(-)

Kencing nanah

(-)

Kencing batu

(-)

Kencing menetes

(-)

Ngompol tidak di sadari

(-)

kolik

(-)

Saraf dan otot


7

Anestesi

(-)

Parestesi

(-)

Hipoestesi

(-)

Otot lemah

(+)

Ataksia

(-)

Kejang

(-)

Pingsan

(-)

Afasia

(-)

Kedutan

(-)

Amnesia

(-)

Pusing berputar

(-)

Disartria

(-)

mialgia

(-)

Lain-lain

(-)

Ekstrimitas

II.

Bengkak

(-)

Nyeri Sendi

(-)

Deformitas

(-)

Sianosis

(-)

Hematom /Ptechiae

(-)

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tanda Vital
Tekanan darah

: 200/120 mmHg (Hipertensi Emergency)

Nadi

: 88x/menit

Suhu

: 36,5 C

Pernapasan

: 24x/menit

Tinggi badan

: 169 cm

Berat badan

: 55 kg

Kesan Gizi

: normal (BMI = 19,29)

Sianosis

: (-)

Ikterik

: (-)

Oedema anasarka

: (-)

Mobilitas (aktif/pasif)

: aktif

Umur menurut taksiran

: sesuai dengan usia sebenarnya

Kulit
Warna

: Sawo

matang
Ptechiae

: (-)

Pigmentasi

: (-)

Lembab/kering

: Kering

Keringat

: Umum

Lapisan lemak

: Merata

Oedem

: (-)

Efloresensi
Jaringan parut

: (-)
: (-)

Pertumbuhan rambut: Merata


Suhu raba

: Hangat
9

Turgor

: Baik

Ikterus

: (-)

Kelenjar Getah Bening


Preaurikuler

: tidak teraba membesar

Submandibula

: tidak teraba membesar

Submental

: tidak teraba membesar

Retroaurikuler

: tidak teraba membesar

Sepanjang M. Sternokleidomastoideus

: tidak teraba membesar

Supraklavikula

: tidak teraba membesar

Infraklavikula

: tidak teraba membesar

Axilla

: tidak teraba membesar

Inguinal

: tidak dilakukan pemeriksaan

Kepala
Ekspresi wajah

: tampak sakit sedang

Simetri muka

: simetris

Rambut

: distribusi merata, warna hitam

Mata
Exophthalmus

: (-)

Konjungtiva

: anemis (+)

Endophthalmus

: (-)

Sklera

: ikterik (-)

Kelopak

: oedem (-)

Lapangan penglihatan

: baik
10

Nistagmus

: (-)

Lensa

: jernih

Visus

: normal

Gerak bola mata : aktif ke


segala arah
Tekanan bola mata: normal

11

Telinga
Daun telinga

: normotia/normotia

Liang telinga

: lapang/lapang

Serumen

: +/+

Sekret

: -/-

Membran timpani

: intak/intak (inspeksi)

Hidung
Deformitas

: tidak ada

Cavum nasi

: lapang/lapang

Concha

: eutrofi/eutrofi

Septum deviasi

: -/-

Sekret

: -/-

Mulut
Bibir

: kering

Lidah

: normoglossia, tidak terdapat kelainan

Mukosa

: tidak hiperemis, tidak terdapat kelainan

Gigi geligi

: caries (-), oral hygiene baik

Tonsil

: T2-T2, tidak hiperemis, detritus -/-, kripta melebar -/-

Dinding faring posterior : tidak hiperemis, tidak terdapat massa

Bau pernapasan

: halitosis (-)

Trismus

: (-)

Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP)

: 5+3.5 cmHg

Kelenjar Tiroid

: tidak teraba membesar

Kelenjar Limfe

: tidak teraba membesar

Terlihat Vena Jugularis yang tampak berdenyut

Paru-Paru
Inspeksi
Simetris lapang paru kanan dan kiri pada keadaan statis maupun dinamis, efloresensi
bermakna (-), jejas (-), retraksi sela iga (-), gerak nafas tidak ada yang tertinggal, sela
iga tidak melebar.
Palpasi
Simetris lapang paru kanan dan kiri pada saat keadaan statis maupun dinamis, nyeri
tekan (-), vocal fremitus sama pada kedua sisi .
Perkusi
Pada perkusi menyeluruh didapatkan suara sonor pada hemitohrax kanan dan kiri
bagian superior dan media. Batas paru dan hepar ICS 6 dengan suara redup.
Peranjakan 2 jari. Batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3 ICS 6 garis sternalis
kanan dengan suara redup. Batas bawah paru dan lambung ICS8 linea axilaris kiri.
Batas paru dan jantung kiri setinggi ICS 6 3-5 cm medial dari garis midklavikularis

kiri dengan suara redup. Batas atas jantung setinggi ICS 3 garis parasternal kiri
dengan suara redup.
Auskultasi
Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru. Wheezing -/-, Ronchi (-/-)
Jantung
Inspeksi
Ictus cordis terlihat di ICS V 3 cm lateral dari garis midklavikularis kiri
Palpasi
Ictus cordis teraba pada ICS 5 + 3 cm medial garis midklavikularis kiri. Tidak teraba
thrill pada keempat area katup jantung. Besar sudut angulus subcostae > 90
Perkusi
Batas kanan jantung setinggi ICS 3 ICS 6 garis sternalis kanan dengan suara redup.
Batas kiri jantung setinggi ICS 6, 3-4 cm medial garis midklavikularis kiri dengan
suara redup. Batas atas jantung setinggi ICS 3 garis parasternal kiri dengan suara
redup.
Auskultasi
BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
Abdomen mendatar, sagging of the flank (-), smiling umbilicus (-), caput medusae (-),
spider navy (-), hernia umbilikalis (-).

Auskultasi
BU (+) 2 x/menit
Palpasi
Supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), organomegali (-), ascites (-), Ballotement
(-)
Perkusi
Timpani di seluruh lapang abdomen. Tes ketuk pinggang (-)

Anggota gerak
Lengan

Kanan

Kiri

Otot
Tonus

normal

normal

Massa

normal

normal

Sendi

ke segala arah

ke segala arah

Gerakan

ke segala arah

ke segala arah

Kekuatan

Oedem

(-)

(-)

Ptechiae

(-)

(-)

Palmar eritema

(-)

(-)

Lain-lain

Tungkai dan Kaki

Kanan

Kiri

Luka

(-)

(-)

Varises

(-)

(-)

Tonus

normal

normal

Massa

normal

normal

Sendi

ke segala arah

ke segala arah

Gerakan

ke segala arah

ke segala arah

Kekuatan

Oedem

(-)

(-)

Ptechiae

(-)

(-)

Hematom

(-)

(-)

Otot

Lain-lain

Refleks
Pemeriksaan

Kanan

Kiri

Refleks tendon

Refleks Bisep

Refleks Trisep

Refleks Patella

Refleks Achilles

Refleks patologis

III.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium (22 January 2014)
Hematologi Rutin

Jenis Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hb
Ht
Trombosit
MCV
MCH

Hasil
11.000
2.8 juta/uL
8.2 g/dl
26 %
217.000 ribu
90
29.2

Nilai Normal
3.8-10.6 ribu/uL
4.4 5.9 juta/uL
13,2-17.3 g/dL
40-52%
150-440 ribu/uL
80-100
26-34 pg

Analisa Gas Darah


PH

: 7.46

PCO2 : 21
PO2

( 7.35-7.45)
(35-45)

: 144

HCO3 : 36

(80-100)
(21-28)

Total Co2

: 38

(23-27)

Saturasi O2

: 97%

(95-100%)

BE

: -6,6

(-2.5-2.5)

Fungsi Ginjal
Ureum : 208 mg/dl
Kreatinin

(17-49)

: 12.30 mg/dl (<1.1)

Elektrolit
Natrium

: 146 (135-155)

Kalium

: 3.8 ( 3.6-5.5)

Chlorida

: 108 (98-109)

B. EKG

Kesan : Suspek hipertrofi ventrikel kiri, ST segment depresi,

C. RONTGEN

Jenis

: Foto Thoraks PA

Deskripsi : CTR >50%, Cardiomegali et causa edema paru, Hilus Paru Melebar
Kesan

: Kardiomegali e.c Edema Paru

D. ULTRASONOGRAPHY ABDOMEN

Kesan: 1. Bilateral Chronik Kidney Diseases

ANALISIS MASALAH-MASALAH YANG MUNCUL


Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang selama dirawat, masalahmasalah yang ditemukan pada pasien ini sebagai berikut :

1. Hipertensi Emergency
Anamnesis
Dari hasil anamnesis pasien mengaku sudah mempunyai penyakit darah tinggi
sejak 1 tahun yang lalu tetapi tidak terkontrol. Pasien tidak pernah mengobati darah
tingginya selama ini, tetapi pada tahun 2013 pasien pernah dirawat di RSUD Budi Asih
akibat gejala yang sama. Dari keluhan keluhan pasien, juga didapatkan pasien sejak 1
tahun yang lalu pasien adalah seorang perokok dan peminum kopi yang merupakan faktor
resiko terjadinya Hipertensi. Sedangkan dari gejala klinis pasien, pasien mengaku sering
merasa pusing disertai mual dan muntah, hal ini merupakan gejala klinis dari krisis
hipertensi.
Pemeriksaan Fisik
Dari Hasil pemeriksaan fisik pada tanda vital pasien didapatkan tekanan darah
pasien yaitu 200/120 mmhg dimana sesuai dengan kriteria hipertensi emergency dimana
Hipertensi darurat

(emergency hypertension) kenaikan tekanan darah mendadak

(sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg).


Lalu dari hasil pemeriksaan fisik pada inspeksi leher terlihat denyut dari Vena
jugularis yang sangat jelas terlihat dan ketika mengukur Jugular venous Pressure /JVP
didapatkan hasil 5+3.5 cm dimana hasil JVP ternyata meningkat pada pasien ini dan
menjadi indikator dimana terdapat distensi pada vena central (CVP) akibat peningkatan
tekanan darah yang tinggi.
2. Chronic Kidney Diseases/Gagal ginjal kronik
Anamnesis
Dari hasil Anamnesis pada pasien didapatkan pasien datang ke UGD RSUD Budhi
Asih dengan keluhan utama sesak sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak

yang dirasakan makin lama makin bertambah berat. Selain itu pasien juga mengeluh
pucat sejak 1 bulan yang lalu dan tidak berkurang walaupun sudah diberikan obat
penambah darah, pasien juga merasakan nyeri dan rasa panas di kedua pinggang
bawahnya dan nyeri tersebut tidak kunjung hilang walaupun sudah ditangani dengan
pemijatan. Selain itu pasien juga mempunyai gejala lemas dan letih setiap harinya.
Sehingga pasien berhenti dari pekerjaannya.
Pasien mempunyai riwayat kebiasaan yaitu jarang mengkonsumsi air putih setiap
harinya dan malah lebih banyak mengkonsumsi minuman-minuman yang bersoda sejak 1
tahun yang lalu. Dari riwayat pengobatan pasien, pasien pernah dirawat di RSUD Budi
Asih dengan gejala yang sama dan didiagnosis menderita Chronic Kidney Diseases Stage
V disertai Hipertensi emergency pada bulan Oktober 2013, tetapi pada saat itu pasien
menolak untuk dihemodialisa dan dipulangkan secara paksa.
Dari riwayat penyakit dan gejala yang dikeluhkan >3 bulan lamanya, maka bisa
dikatakan Chronic karena sudah lebih dari waktu 3 bulan
Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, dan tampak
pucat dan lemas. Sedangkan dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan Hipertensi
emergency dimana merupakan faktor resiko yang bisa menyebabkan kerusakan fungsi
dari organ terutama ginjal. Dari hasil tes ketuk pinggang dan ballotement meununjukan
hasil negatif, maka pielonefritis dan hidronefrosis bisa disingkirkan. sedangkan dari hasil
inspeksi pasien mengatakan tidak ada darah, tidak ada pus, tidak berwarna seperti teh,
tidak nyeri saat berkemih, tidak ada rasa panas di ujung kemaluan, maka
glomerulonefritis dan infeksi saluran kemih bisa disingkirkan.
Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan :
Eritrosit

2.8 juta/uL

4.4 5.9 juta/uL

Dari hasil Lab Darah Rutin terlihat jumlah eritrosit yang menurun, dikarenakan adanya
gangguan dari pembentukan eritrosit dan hemopoesis, dimana dalam hal ini gangguan fungsi
ginjal untuk menghasilkan eritropoetin sebagai bahan baku pembentukan eritrosit dari
ginjal. Sedangkan Hemoglobin dan Hematokrit yang menurun juga diakibatkan oleh
gangguan hemopoesis trsebut.
Ureum : 208 mg/dl
Kreatinin

(17-49)

: 12.30 mg/dl (<1.1)

Dari hasil Ureum Kreatinin didapatkan nilai yang melonjak tinggi dan sudah melewati
batas normal, sehingga bisa dikatakan pasien sudah mengalami kegagalan pada organ
ginjalnya. Dan untuk mengetahui derajat atau stage perkembangan penyakitnya sudah
sampai mana, maka bisa dihitung dengan menggunakan Tes klirens Kreatinin/CCT. Dimana
rumus untuk menghitungnya adalah :
LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140-umur pasien (34) ) x BB pasien (55)
72x Kreatinin Plasma mg/dl (12.30)
= 6,5 (Derajat 5 CKD dimana LFG< 15)
Dari hasil pengukuran CCT didapatkan derajat CKD atau Gagal Ginjal Kronik pada
pasien ini adalah stage V dan dibutuhkan segera hemodialisa untuk memperbaiki keadaan
umumnya. Dari hasil pemeriksaan USG Abdomen didapatkan kesan Bilateral Chronic
Kidney Diseases.
3. Anemia
Anamnesis
Dari hasil Anamnesis didapatkan pasien merasa cepat lelah dan mukanya selalu terlihat
pucat, selain itu nafsu makan nya berkurang sehingga intake nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien
ini juga berkurang seperti Fe, Iron, B12, asam folat.
Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan inspeksi pada wajah pasien terlihat pucat dan
pasien tampak sakit sedang. Sedangkan dari hasil inspeksi konjungtiva pasien terlihat pucat dan
anemis.

Pemeriksaan Penunjang
Hb

8.2 g/dl

13,2-17.3 g/dL

Terlihat kadar hemoglobin yang menurun.


4. Kardiomegali + Stable Angina Pectoris + Suspect CHF
Anamnesis
Dari hasil anamnesis pasien merasa nyeri diulu hatinya. Nyeri yang dirasakan seperti
ditekan dari dalam, ngilu dan terasa panas. Nyerinya timbul terutama jika pasien sedang
kelelahan dan sedang menjalankan aktivitas. Nyeri yang dirasakan pasien menjalar ke dada
maupun punggung pasien. Pasien juga pernah mengobati nyeri di ulu hatinya dengan obat
promaag dan minyak telon tetapi juga tidak kunjung hilang. Nyerinya hilang ketika pasien sudah
beristirahat dan minum air hangat.
Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan batas kanan jantung setinggi ICS 3 ICS 6 garis
sternalis kanan dengan suara redup. Batas kiri jantung setinggi ICS 6, 3-4 cm medial garis
midklavikularis kiri dengan suara redup. Disini terlihat jantung posisi jantung berubah dan
sedikit bergeser dari batas normalnya. Diduga adanya pembesaran pada jantung. Selain itu pada
pemeriksaan Jugular Venous Pressure didapatkan hasil 5+3.5 cm, yang berarti peningkatan JVP
merupakan indikator adanya distensi pada vena central di jantung akibat tekanan darah yang
meningkat.
Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan hasil foto thorax dari pasien ini
menunjukan kesan kardiomegali dan disertai hilus yang melebar.
PENATALAKSANAAN SELAMA DIRAWAT
1. Medika Mentosa
Parenteral :
a. Lasix 2x 2 amp
b. Antibiotik Cefobactam 2x1 gr

c. Infus Ferdiphine 0,5mhg/kg/bb


d. Infus Renxamin
e. Infus Nacl Spooling

Oral

a. Candesartan
b. Adalatoros 1x 30 mg
c. CaCo3 3x1
d. Prorenal 3x 1
e. Captopril 3x 50
f. Clonidine 3x0,15
g. B12 3x 1
h. As.Folat : 3x1
i. Alprazolam 2x0,25
Hemodialisa (HD1-HD3)
2. Non Medika Mentosa
Diet
a. Diet Protein rendah II 35 gr protein
b. Kecukupan energi 35 kkal/kg BB
c. Kecukupan lemak 20-30 % dari kebutuhan energi total
d. Batasi kalium (dosis 40-70 meq)
Bed Rest
Mengurangi Aktivitas bergerak sementara
Edukasi : menghabiskan nutrisi yang diberikan, naikan tempat tidur posisi setengah duduk
untuk mengurangi sesak.

RESUME
Seorang laki-laki bernama Tn. Raya datang dengan dyspnoe sejak 1 minggu SMRS
disertai stable angina pectoris , Anemia, dan Malaise. Mual (+), Muntah (+) isi cairan
tidak berdarah. Riwayat dirawat (+) akibat sakit Chronis Kidney Diseases, Bab sedikit
konstipasi, BAK lancar warna jernih dan tidak ada keluhan. Dari hasil PF didapatkan
Hipertensi emergency, Konjungtiva Anemis, JVP yang meningkat, dari hasil hematologi
rutin didapatkan eritrositopenia, hemoglobinemia, leukositosis. Kadar Ureum dan
Creatinin Meningkat sekali. Foto USG abdomen menunjukan bilateral Chronic Kidney
diseases, sedangkan foto thorax menunjukkan kardiomegali disertai edema pulmo. Hasil
ekg menunjukan Left Ventrikel Hypertrophy.
Jadi, diagnosa kerja pada Tn.Raya adalah Penyakit Chronic Kidney Diseases Disertai
Congestif heart Failure et cause Hipertensi Emergency.

LAMPIRAN FOLLOW UP PASIEN

Tanggal
23/01/2014

S
O
Nyeri Ulu Hati TD : 200/120 mmhg

A
-CKD stage V

Sesak

sejak N : 86x/menit

-Hipertensi

kemarin

tetapi S : 36,5'C

Emergency

sudah berkurang

P
Renxamin/12
jam
Cendantron

RR : 36x/min

-CHF

Mata : KA +/+, SI -/-

-Anemia

Adalatoros

Leher : Pembesaran

-Asidosis

1x30

KGB (-)

Metabolik

Thorax : Bj1 dan 2


reguler , g(-), m(-)
Suara navas vesikuler,
Rchi (-/-), Whe (-/-)
Abdomen : Supel, NT
(+) di epigastrium, BU
(+),
Extremitas : oedem -/Hasil Lab
Ur/Cr : 208/12.30
Hb : 8,2 g/dl
Leukosit : 12,9
GDS 193 mg
Hba1c : 7,3% (<6,5)
Analisa Gas Darah
PH: 7.46 ( 7.35-7.45)
PCO2: 21 (35-45)
PO2: 114(80-100)

1x2 amp

Ca Co3 3x1
Captopril
LAsik

2x2

amp
Pro Hd
Cek Balance
cairan
Agd Ulang
Usg
Abdomen
Cek
ulang

Ur/Cr

HCO3: 15 (21-28)
Total Co2: 16 (23-27)
Saturasi O2: 97% (95100%)
BE : -6.6 meq/dl (-2.52.5)
Hasil

Foto

thorax

Cardiomegali

disertai

Edema Paru + pelebaran


hilus pulmonalis
24/01/2014

Keluhan

TD : 220/120

-CKD stage V

Renxamin/12

Berkurang, sesak N : 82x/min

-Hipertensi

berkurang

S : 35,7 C

Emergency

RR : 24x/min

-CHF

Analisa Gas Darah

-Anemia

Adalatoros

PH: 7.40 ( 7.35-7.45)

-Asidosis

1x30

PCO2: 32 (35-45)

Metabolik

PO2: 134 (80-100)

sudah teratasi

HCO3: 20 (21-28)
Total Co2: 21 (23-27)
Saturasi O2: 99% (95100%)
BE : -3,2 meq/dl (-2.52.5)
Ur/Cr : 250/14,17
Anti HIV (-)
HbsAg (-)
OT/PT : 14/20

jam
Cendantron
1x2 amp

Candasartan
1x 16
Prorenal 3x1
Cefobactam
2x1
UMU/24 jam
Ca Co3 3x1
Captopril
LAsik

2x2

amp
HD CITO I
Cek Balance
cairan

Albumin : 3,9

Agd Ulang

Na/K/Cl : 137/4,7/104

Usg
Abdomen

USG

Abdomen

Bilateral

Cek

Chronic

ulang

Diseases
25/01/2014

DPL ulang

Sesak Berkurang, TD : 220/120

-Hipertensi

Sakit perut belum N : 86x/min

Emergency

sempat

-CHF

BAB, S : 36,5C

Mual +, Muntah + RR : 24x/min


keluar
makanan

-Anemia

isi Abd : Supel, mendatar, -CKD on HD


NT (+) epigastrium, BU
(+)

Ur/Cr

Renxamin/12
jam
Adalatoros
1x30
Candasartan
1x 16
Prorenal 3x1
Cefobactam

Hasil Lab :
Hb : 7,3 g/dl
UR/Cr : 163/10,86

2x1
UMU/24 jam
Ca Co3 3x1
Captopril2x5
0
LAsik

2x2

amp
Ca Co3 3x1
Ferdipin k/p
Captopril
Sublingual
12,5x1
Clonidine3x
0,15
Alprazolam

Cek H2TL
Pasien pindah
ke lantai 9
untuk
moniroting
tensi
HD ke II
27/01/2014

Perut

terasa TD : 190/96

- CKD stage V

penuh,

sesak N : 84x/min

-Hipertensi

sudah tidak ada

S : 36,3 C

Urgency

RR : 24x/min

-CHF
-Anemia

Hasil Lab :

-CKD on HD

Renxamin/12
jam
Adalatoros
1x30
Candasartan
1x 16

Eritrosit : 3,2 juta

Prorenal 3x1

Hb : 9,2 g/dl

Cefobactam

UR/Cr : 202/14,03

2x1
UMU/24 jam
Ca Co3 3x1
Captopril2x5
0
Ca Co3 3x1
Ferdipin k/p
Captopril
Sublingual
12,5x1
Clonidine3x
0,15

28/01/2014

- keluhan

TD : 180/100

-Hipertensi

Mulas-mulas

N : 88x/min

Urgency

Alprazolam
Renxamin/12
jam

S : 36,5 C

-CHF

RR : 20x/min

-Anemia

KA +/+

-CKD on HD

Abd : Nt (-), BU (-)

Adalatoros
1x30
Candasartan
1x 16
Prorenal 3x1

Hasil lab :

Cefobactam

Eritrosit : 2,8 juta

2x1

Hb : 8 gr/dl

UMU/24 jam

Ht : 25

Ca Co3 3x1

Ur/Cr : 150/9.30

Captopril2x5
0
Ca Co3 3x1
Ferdipin k/p
Captopril
Sublingual
12,5x1
Clonidine3x
0,15

29/01/2014

- keluhan

TD : 170/100

-Hipertensi

N : 82x/min

Urgency

S :36,5 C

-CHF

RR : 20x/min

-Anemia

Observasi pasien

-CKD on HD

Alprazolam
Renxamin/12
jam
Adalatoros
1x30
Candasartan
1x 16
Prorenal 3x1
Cefobactam
2x1
UMU/24 jam
Ca Co3 3x1

Captopril2x5
0
Ca Co3 3x1
Ferdipin k/p
Captopril
Sublingual
12,5x1
Clonidine3x
31/01/2014

(-) keluhan

0,15
Renxamin/12

CM

-CKD on HD

TD: 170/100

-Hipertensi

HR : 80x menit

derajat II

Adalatoros

RR : 20x menit

-Anemia

1x30

S : 36,3' C

-CHF

KA : +/+ SI -/-

jam

Candasartan
1x 16

Thorax: dbn

Prorenal 3x1

Abdomen : dbn

Cefobactam

Ext : dbn

2x1
UMU/24 jam

Hasil Lab :
Hb: 7,5 g/dl
Eritrosit : 2,7 juta
Ur/Cr : 227/13,31
Elektrolit : Na 134

Ca Co3 3x1
Captopril2x5
0
Ca Co3 3x1
Ferdipin k/p
Captopril
Sublingual
12,5x1
HD KE III
Cek
ulang,

dpl
ur/cr

ulang,

cek

elektrolit
ulang.
01/02/2014

Keluhan (-)

CM

-CKD on HD Renxamin/12

TD: 180/100

post HD ke III

HR : 84x menit

-Hipertensi

RR : 20x menit

derajat II

S : 36,3' C

-Anemia

KA : +/+ SI -/-

-CHF

jam
Adalatoros
1x30
Candasartan
1x 16

Thorax: dbn

Prorenal 3x1

Abdomen : dbn

Cefobactam

Ext : dbn

2x1
UMU/24 jam

Hasil lab :

Ca Co3 3x1

Ur/Cr : 149/7,95

Captopril2x5

Elektrolit : dbn

0
Ca Co3 3x1
Ferdipin k/p
Captopril
Sublingual
12,5x1

02/02/2014

Keluhan (-)

CM

-CKD on HD Renxamin/12

TD: 170/90

post HD ke III

HR : 84x menit

-Hipertensi

RR : 20x menit

derajat II

S : 36,3' C

-Anemia

KA : +/+ SI -/-

-CHF

jam
Adalatoros
1x30
Candasartan
1x 16

Thorax: dbn

Prorenal 3x1

Abdomen : dbn

Cefobactam

Ext : dbn

2x1
UMU/24 jam

Hasil lab :

Ca Co3 3x1

Hb : 10,6

Captopril2x5

Elektrolit : dbn

0
Ca Co3 3x1
Ferdipin k/p
Captopril
Sublingual
12,5x1

03/02/2014

(-) keluhan

CM

- CKD on HD Pasien

TD: 160/90

post HD ke III

Diperbolehkan

HR : 84x menit

-Hipertensi

Pulang dan sudah

RR : 20x menit

derajat I

di ACC oleh dr.

S : 36,3' C

-KU perbaikan

Asep, Sp,Pd

KA : +/+ SI -/-

-CHF

Thorax: dbn
Abdomen : dbn
Ext : dbn

PROGNOSIS
Ad Vitam

: dubia ad bonam

Ad Sanantionam : dubia ad malam


Ad Fungsionam

: ad malam

TINJAUAN PUSTAKA
CHRONIC KIDNEY DISEASES
Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada
tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m. Batasan penyakit ginjal kronik:1.2
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

Kelainan patologik

Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan


pencitraan radiologi

2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju
filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus
yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.
Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan
ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan
penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi
ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:1
Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus. 1,3

Derajat
1
2
3
4
5

Penjelasan

LFG

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau


Kerusakan ginjal dengan LFG ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
Gagal ginjal

(mL/menit/1,73m2)
90
60-89
30-59
15-29
<15 atau dialisis

Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik dengan atau tanpa kerusakan ginjal dan atau dengan
atau tanpa peningkatan tekanan darah / hipertensi (HT). 3

GFR
(ml/min/1,73 m2)
> 90
60 89
30 59
15 29
< 15 (atau dialisis)

Dengan Kerusakan Ginjal


Dengan HT Tanpa HT

Tanpa Kerusakan Ginjal


Dengan HT
Tanpa HT

1
2

1
2

HT
HT dengan

Normal
Penurunan

3
4
5

3
4
5

penurunan GFR
3
4
5

GFR
3
4
5

Etiologi1,3,4
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR)
pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis
(25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu penyakit ginjal di mana
mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan proliferasi jaringan glomerular yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium, atau endotelium kapiler.
Hippocrates awalnya menggambarkan manifestasi nyeri punggung dan hematuria, lalu juga
oliguria atau anuria. Dengan berkembangnya mikroskop, Langhans kemudian mampu
menggambarkan perubahan pathophysiologic glomerular ini. Sebagian besar penelitian asli
berfokus pada pasien pasca-streptococcus.. Glomerulonefritis akut didefinisikan sebagai
serangan yang tiba-tiba menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan silinder sel darah
merah. Gambaran klinis ini sering disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal
terganggu.2
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan
sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri
sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik

lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau
amiloidosis.2
Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10% terjadi pada pasien
yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis akut yaitu dapat terjadi hematurim
oligouri, edema preorbital yang biasanya pada pagi hari, hipertensi, sesak napas, dan nyeri
pinggang karena peregangan kapsul ginjal.2
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya.2
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat
bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari
akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering
ataupun berat badan yang menurun.2
Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan hemodinamik yang
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah sistemik, dan
mengubah pengaturan tekanan intracapillary. Di ginjal, perubahan ini mungkin menyebabkan
munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak hanya tanda awal penyakit ginjal
diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial glomerular yang pada
akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis diabetes. Hubungan yang kuat antara proteinuria dan
komplikasi diabetes lainnya mendukung pandangan bahwa peningkatan ekskresi protein urin
mencerminkan gangguan vaskular umum yang mempengaruhi banyak organ, termasuk mata,
jantung, dan sistem saraf .2,4
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90
mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti hipertensi. Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang

tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi
renal.5
Tabel3.Klasifikasitekanandarahsistolik,diastolik,modifikasigayahidup,sertaterapiobat
berdasarkanJointNationalCommittee(JNC)VII:
Klasifikasi
Sistolik
Diastolik 5

Tekanan

(mmHg)

(mmHg)

Darah

Modifikasi Terapi
Gaya
Hidup

Normal
Prehipertensi

< 120
120 139

Dan < 80
Atau 80 89

edukasi
Ya

Stage 1 HT

140 159

Atau 90 99

Ya

tidak

perlu

obat

antihipertensi
Thiazid tipe diuretik
Dapat juga ACEI, ARB,

Stage 2 HT

> 160

Ya

BB, CCB, atau kombinasi


Kombinasi 2 jenis obat
(biasanya

thiazid

tipe

diuretik dan ACEI atau


ARB atau BB atau CCB)
Target tekanan darah pada terapi pasien dengan CKD atau diabetes adah <130/80
mmHg.
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang
semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista kista yang
tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik,
kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan
kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah
penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar
baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus,
bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah
penyakit ginjal polikistik dewasa.2
Epidemiologi

Di Amerika Serikat menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkitakan 100 juta
kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di
Malaysia diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara
berkembang lainnya, insidens ini diperkirakan sekitar 40-60 kasis perjuta penduduk per tahun.1
Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000:1,7
1. Glomerulonefritis

(46,39%)

2. Diabetes Mellitus

(18,65%)

3. Obstruksi dan infeksi (12,85%)


4. Hipertensi

(8,46%)

5. Sebab lain

(13,65%)

Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya
pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.2
Faktor risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau
hipertensi, penyakit autoimun, batu ginjal, sembuh dari gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
berat badan lahir rendah, dan faktor social dan lingkungan seperti obesitas atau perokok,
berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi,
dan penyakit ginjal dalam keluarga, berpendidikan rendah, dan terekspos dengan bahan kimia
dan lingkungan tertentu.3
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang masih tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi.1,2

Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut


memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor (TGF-). Beberapa hal yang juga dianggap berperan
terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan
fibrosis glomerolus maupun interstitial.1
Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium. Stadium
ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar
BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat
diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti test pemekatan
kemih yang lama atau dengan mengadakan test LFG yang teliti.1
Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN
baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda,
tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai
meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila penderita misalnya
mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada stadium insufisiensi ginjal
ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai
timbul. Gejala-gejala ini timbul sebagai respons terhadap stress dan perubahan makanan atau
minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala ini,
sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
teliti.1
Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal stadium akhir
atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah
hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10% dari
keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada
keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai
respons terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi isoosmotis

dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya menjadi oligourik
(pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus meskipun proses
penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala
yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir
gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.1
Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium, tetapi
dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-stadium tersebut.
Gambaran klinik
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata,
kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.1,2,7
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada
pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal kronik terutama disebabkan oleh
defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi
besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang
pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh
substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik.1
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau hematokrit < 30
%, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum / serum iron, kapasitas ikat besi
total / Total Iron binding Capacity (TIBC), feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi
eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan sebagainya. 1
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping penyebab lain
bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian
tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat
dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat mengakibatkan
kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin
menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL.1

b. Kelainan saluran cerna


Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga
mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia
inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhankeluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan
antibiotika.2
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal
ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal
ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala
nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan
hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan
atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi
dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal
kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah
tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan
kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.1,3
e. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak
jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan
atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari
dasar kepribadiannya (personalitas).

f. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.
Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat
menyebabkan kegagalan faal jantung.
Pendekatan Diagnosis
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) dilihat dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, gambaran radiologis, dan apabila perlu gambaharan histopatologis.1,6
1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
4. Menentukan strategi terapi rasional
5. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan
yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan
penunjang diagnosis rutin dan khusus.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk
semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif
dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan
banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
i) sesuai dengan penyakit yang mendasari;
ii) sindrom uremia yang terduru daru lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,
kelebihan cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritusm uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma;

iii) gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
chlorida).1
b. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat dihitung mempergunakan rumus KockcroftGault, serta kelainan biokimia darah lainnya, seperti penurunan kadar hemoglobin, hiper atau
hipokalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi proteinuria, hematuri,
leukosuria, dan silinder.1
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:1
1. foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak
2. pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing tidak bisa
melewati filter glomerolus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksisk oleh
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
3. pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi
4. ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi
5. pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
Penatalaksanaan1,2,3
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
a. Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan
memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis
mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease).
2. Terapi simptomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila
pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
b. Anemia
Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis inisial 50 u/kg
IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi dosis pemberian menjadi
2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga kali dalam
seminggu.
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati
karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
Sasaran hemoglobin adal 11-12 gr/dL.
c. Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari
GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai
anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obatobatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym Konverting
Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor). Melalui berbagai studi
terbukti dapat memperlambat proses pemburukan antihipertensi dan antiproteinuria.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang
penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular. Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita, termasuk pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, hiperfosfatemia, dan
terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan elektrolit.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal,
dan transplantasi ginjal.
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK
yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi
dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan

kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah
persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.
Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat.
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu
pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien- pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting,
pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih
cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi nonmedik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri
(mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau stadium
V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan terapi, dan
juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka
kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani
transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian
terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak
(6%), dan keganasan (4%).2
Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti
bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi
(makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula
darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian
berat badan.3

TINJAUAN PUSTAKA
HIPERTENSI EMERGENCY
Definisi
Hipertensi darurat (emergency hypertension) yaitu suatu kenaikan tekanan darah
mendadak (sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg) dengan kerusakan organ
target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan
menit sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga
tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi
kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi
darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di Indonesia memakan patokan >220/140.
Etiologi
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi kondisi
peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan organ target
yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini
adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral,
perdarahan

subarakhnoid,

perdarahan intrakranial;

sistem kardiovaskular

yang

dapat

mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta; dan
sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik
mikroangiopatik.
Faktor Resiko Krisis Hipertensi

Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.

Kehamilan

Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.

Pengguna NAPZA

Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit

vaskular/ kolagen)
Klasifikasi Hipertensi
Table 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa
Kategori

Tekanan Darah Sistolik

Tekanan Darah Diastolik

Normal

Dibawah 130 mmHg

Dibawah 85 mmHg

Normal tinggi
Stadium 1

130-139 mmHg

85-89 mmHg

140-159 mmHg

90-99 mmHg

160-179 mmHg

100-109 mmHg

180-209 mmHg

110-119 mmHg

210 mmHg atau lebih

120 mmHg atau lebih

(Hipertensi ringan)
Stadium 2
(Hipertensi sedang)
Stadium 3
(Hipertensi berat)
Stadium 4
(Hipertensi maligna)

Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu-waktu bisa jatuh kedalam keadaan
gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi Krisis
Hipertensi, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang
ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya.
Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang dari 1
%.
Patofisiologi
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder, dapat
dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik meningkat cepat
sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis
arterial yang lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-nefron.
Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal.Pada retina akan timbul
perubahan eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala retinopati dapat mendahului penemuan
klinis kelainan ginjal dan merupakan gejala paling terpercaya dari hipertensi maligna.
Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun penurunan

tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160 mmHg. Apabila
tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak mampu lagi menahan kenaikan
tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang sangat tinggi memungkinkan
pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible.
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan kenaikan
after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis hal ini akan terjadi
lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi. Penderita feokromositoma dengan krisis hipertensi
akan terjadi pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala.
Skema Patofisiologi Hipertensi Emergensi
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila
Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg 160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi
baru dengan MAP diantara 60 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi menjadi
lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari TD
menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema otak. Meningkatnya tekanan
darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan lebih

banyak cairan pada setiap detiknya.

Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat

mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah
pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya
dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding
arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan
darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola)
untuk sementara waktu

mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.

Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah.

Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga
tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri
mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan
menurun.

Manifestasi Klinis
Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu,
diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur dan
edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak;
gagal ginjal akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan
tekanan darah umumnya. Gambaran klinik hipertensi darurat dapat dilihat pada table 2.

Tabel 2. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat5


Tekanan
Funduskopi
Status neurologi

Jantung

Ginjal

Gastrointestina

darah
>
220/140

Perdarahan,

Sakit

Denyut jelas,

Uremia,

l
Mual, muntah

mmHg

eksudat,

kacau, gangguan

membesar,

proteinuria

edema papilla

kesadaran,

dekompensasi,

kejang.

oliguria

kepala,

Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hany dari
tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa,
seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih
tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi kronis, jarang
terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila
TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita
hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati
demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD 160/110 mmHg.
Diagnosis
Diagnosis hipertensi emergensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi
tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang
menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosis suatu krisis
hipertensi.

Anamnesis 2
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting ditanyakan :
a.

Riwayat hipertensi, lama dan beratnya.

b. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.


c.

Usia, sering pada usia 30 70 tahun.

d. Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ).


e.

Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang )

f.

Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri dada ).

g. Riwayat penyakit glomerulonefrosis, pyelonefritis.


h. Riwayat kehamilan, tanda- tanda eklampsi.
Pemeriksaan fisik 2
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dikedua lengan, mencari
kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif, diseksi aorta
). Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas. Auskultasi untuk mendengar ada atau tidak bruit
pembuluh darah besar, bising jantung dan ronki paru.
Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah
jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung
koroner.
Pemeriksaan penunjang 2

Pemeriksaan laboratorium awal : urinalisis, Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula darah dan
elektrolit.

Pemeriksaan penunjang: elektrokardiografi, foto thorak

Pemeriksaan penunjang lain bila memungkinkan: CT scan kepala, ekokardiogram,

ultrasonogram.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah
secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita. Pengobatan
biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang ketat terhadap

penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya masalah
baru.
Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat,
mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara yang dapat
diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung kepada sikap tubuh dan efek
samping minimal.
Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak terburu-buru.
Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan iskemik pada otak dan ginjal.
Tekanan darah harus dikurangi 25% dalam waktu 1 menit sampai 2 jam dan diturunkan lagi ke
160/100 dalam 2 sampai 6 jam. Medikasi yang diberikan sebaiknya per parenteral (Infus drip,
BUKAN INJEKSI). Obat yang cukup sering digunakan adalah Nitroprusid IV dengan dosis 0,25
ug/kg/menit. Bila tidak ada, pengobatan oral dapat diberikan sambil merujuk penderita ke
Rumah Sakit. Pengobatan oral yang dapat diberikan meliputi Nifedipinde 5-10 mg, Captorpil
12,5-25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-40 mg. Penderita harus dirawat inap.
Tabel 4: Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi
Parame

Hipertensi Mendesak

Hipertensi Darurat

ter
Biasa
> 180/110

Mendesak
> 180/110

> 220/140

Sakit kepala, kecemasan;

Sakit kepala hebat, sesak

Sesak napas, nyeri dada,

sering kali tanpa gejala

napas

nokturia, dysarthria,

Pemerik

Tidak ada kerusakan organ

Kerusakan organ target;

kelemahan, kesadaran menurun


Ensefalopati, edema paru,

saan

target, tidak ada penyakit

muncul klinis penyakit

insufisiensi ginjal, iskemia

kardiovaskular

kardiovaskuler, stabil

jantung

Awasi 1-3 jam;

Awasi 3-6 jam; obat oral

Pasang jalur IV, periksa

memulai/teruskan obat oral,

berjangka kerja pendek

laboratorium standar, terapi

Tekanan
darah
(mmHg)
Gejala

Terapi

naikkan dosis

obat IV

Rencana

Periksa ulang dalam 3 hari

Periksa ulang dalam 24 jam

Rawat ruangan/ICU

Adapun obat hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi mendesak (urgency)
dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5: Obat hipertensi oral 3,5
Obat
Capto

Dosis
12,5 - 25 mg PO; ulangi

Efek/ Lama Kerja


15-30 min/6-8 jam ;

Perhatian khusus
Hipotensi, gagal ginjal,

pril
Cloni

per 30 min ; SL, 25 mg


PO 75 - 150 ug, ulangi per

SL 10-20 min/2-6 jam


30-60 min/8-16 jam

stenosis arteri renalis


Hipotensi, mengantuk, mulut

dine
Propa

jam
10 - 40 mg PO; ulangi

15-30 min/3-6 jam

kering
Bronkokonstriksi, blok

nolol
Nifedi

setiap 30 min
5 - 10 mg PO; ulangi

5 -15 min/4-6 jam

jantung, hipotensi ortostatik


Takikardi, hipotensi,

pine

setiap 15 menit

gangguan koroner

SL, Sublingual. PO, Peroral

Sedangkan untuk hipertensi darurat (emergency) lebih dianjurkan untuk pemakaian


parenteral, daftar obat hipertensi parenteral yang dapat dipakai dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6: Obat hipertensi parenteral
Obat

Dosis

Efek/

Lama

Perhatian khusus

Sodium

0,25-10 mg / kg /

Kerja
langsung/2-3

Mual, muntah, penggunaan jangka panjang

nitroprus

menit sebagai infus

menit setelah

dapat menyebabkan keracunan tiosianat,

side

IV

infus

methemoglobinemia,

asidosis,

keracunan

sianida.
Nitroglis

500-100 mg sebagai

2-5 min /5-10

Selang infus lapis perak


Sakit kepala, takikardia,

erin

infus IV

min

methemoglobinemia; membutuhkan sistem

muntah,

pengiriman khusus karena obat mengikat


Nicardipi

5-15 mg / jam sebagai

1-5 min/15-30

pipa PVC
Takikardi, mual, muntah, sakit kepala,

ne
Klonidin

infus IV
150 ug, 6 amp per 250

min
30-60 min/ 24

cc

jam

Glukosa

5%

peningkatan tekanan intrakranial; hipotensi


Ensepalopati dengan gangguan koroner

mikrodrip
5-15
ug/kg/menit

1-5 min/ 15-

Takikardi, mual, muntah, sakit kepala,

sebagi infus IV

30 min

peningkatan tekanan intrakranial; hipotensi

Diltiaze
m

DAFTAR PUSTAKA

1. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti
S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007. hlm 570-3.
2. Editorial.

Gagal

Ginjal

Kronik.

Diunduh

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview, 05 Februari 2014.


3. Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation,
Classification,

and

Stratification.

Diunduh

dari:

http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK, 05 Februari


2014.
4. Editorial.

Glomerulonefritis.

Diunduh

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/777272-overview, 22 Agustus 2010.


5. Editorial.

Tekanan

Darah

Tinggi.

Diunduh

http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi, 05 Februari 2014.

dari:

Anda mungkin juga menyukai