Case Interna Chronic Kidney Diseases
Case Interna Chronic Kidney Diseases
Nama mahasiswa
NIM
: 030.09.177
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. Raya
No. RM
: 86.38.55
Umur
: 34 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Status pernikahan
: Menikah
Pekerjaan
Alamat
Bangsa
: WNI
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Tanggal masuk RS
: 22 Januari 2014
I.
ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis (istri pasien) pada tanggal
22 Januari 2014 pukul 15.00 W.I.B
Keluhan Utama
Pasien datang ke UGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan utama sesak sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan utama sesak sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak yang dirasakan makin lama makin
bertambah berat. Sesak yang dirasakan oleh pasien dipengaruhi oleh kegiatan
pasien sehari-hari terutama saat pasien berjalan jauh. Sesak berkurang jika pasien
duduk dalam keadaan bersandar, atau saat tidur pasien lebih nyaman
menggunakan 3 bantal sebagai pengganjal kepala dan bahunya. Pasien mengaku
sesaknya kadang hilang timbul pada saat beraktivitas sehari hari. Akibat sesak
yang dialaminya pasien menjadi susah tidur setiap harinya.
Selain itu pasien juga mengeluh nyeri diulu hatinya. Nyeri yang dirasakan
seperti ditekan dari dalam dan terasa panas. Nyerinya timbul terutama jika pasien
sedang kelelahan dan sedang menjalankan aktivitas. Nyeri yang dirasakan pasien
menjalar ke dada maupun punggung pasien. Pasien juga pernah mengobati nyeri
di ulu hatinya dengan obat promaag dan minyak telon tetapi juga tidak kunjung
hilang. Nyerinya hilang ketika pasien sudah beristirahat dan minum air hangat.
Pasien juga mengeluhkan wajahnya selalu terlihat pucat dan berubah terutama
sejak 2 bulan yang lalu, pasien mengira ia terlalu letih saat beraktivitas. Karena
hal tersebut pasien membeli obat penambah darah di warung yaitu sangobion
tetapi pucatnya hanya hilang sedikit dan kembali lagi seperti semua keesokan
harinya. Sejak 1 bulan yang lalu pasien juga mengeluhkan susah buang air besar,
setiap kali buang air besar terasa keras dan hanya sedikit. Tetapi pasien mengaku
tidak terlihat darah saat buang air besar. Akibat susah buang air besar pasien
mselalu merasa perutnya kembung, begah , mual dan nafsu makannya menjadi
berkurang. Selain itu pasien juga muntah-muntah ketika diberikan makanan.
2
Setiap kali muntah , isi yang keluar dari muntahan pasien tersebut hanya makanan
yang dimakan dan tidak ada darah.
Sejak 3 bulan yang lalu pasien mengeluh ngilu dan nyeri di bagian kanan dan
kiri pinggangnya. Nyeri yang dirasakan pasien seperti panas dan gatal, pasien
mengaku jika pinggangnya di pijat atau di pukul malah tidak merasa sakit dan
bahkan lebih meringankan sakit pinggangnya tersebut. Tetapi saat pasien
menempelkan koyo dan memijitnya di panti pijat, keluhan nyeri pinggang pasien
juga tidak berkurang. Selain itu, pasien juga mengeluhkan rasa ngilu di bagian
bawah dari umbilicus-pubisnya, tetapi ngilunya kadang kadang saja. Untuk buang
air kecilnya lancar, tidak nyeri dan berwarna kuning jernih serta tidak ada darah.
Di bagian kelamin pasien juga tidak ada rasa panas dan sakit ketika pasien sedang
berkemih.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku sudah mempunyai penyakit darah tinggi sejak 1 tahun yang
lalu tetapi tidak terkontrol. Pasien tidak pernah mengobati darah tingginya selama
ini, tetapi pada tahun 2013 pasien pernah dirawat di RSUD Budi Asih akibat
gejala yang sama dan di diagonis oleh dokter menderita penyakit gagal ginjal
kronik stage V disertai hipertensi emergency, tetapi pada saat itu pasien belum di
lakukan hemodialisa atau cuci darah dikarenakan keluarga pasien menolak untuk
dilakukan tindakan tersebut. Akhirnya pasien pulang paksa dan setelah dirawat
pasien hanya berobat jalan ke poli RSUD Budi Asih tetapi jarang dan tidak teratur.
Pasien tidak mempunyai riwayat kencing manis. Riwayat alergi terhadap makanan
dan obat-obatan disangkal. Pasien juga menyangkal mempunyai riwayat asma.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat kencing manis, asthma, darah tinggi dan keganasan pada
keluarga pasien.
Riwayat Kebiasaan
Pada Tahun 2013 pasien bekerja sebagai seorang office boy di salah satu
perantoran swasta. Di tempat kerjanya pasien jarang sekali mengkonsumsi air
putih ketika sedang bekerja maupun selesai bekerja, pasien lebih banyak
3
meminum kopi dan minuman yang bersoda. Begitupun juga dirumahnya. Pasien
juga jarang mengkonsumsi sayur-sayuran hijau dan buah-buahan di rumahnya.
Pasien juga mengaku sejak 1 tahun yang lalu adalah seorang perokok tetapi ia
merupakan perokok yang ringan dimana ia hanya menghabiskan 2-3 batang roko
setiap harinya, tetapi sekarang ia telah berhenti merokok. Pasien juga mengaku
jarang berolahraga setiap harinya. Konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang
disangkal oleh pasien.
Riwayat Sosial Ekonomi
Sekarang pasien tidak bekerja dan menganggur dikarenakan kelelahan yang
dirasakannya sejak tahun 2013 ditambah dengan riwayat dirawat di rumah sakit
akibat penyakit ginjal dan darah tingginya. Pasien tinggal di lingkungan padat
penduduk. Dan memiliki seorang anak laki-laki yang masih berusia 15 tahun
Riwayat Pengobatan
Selama ini pasien pasien hanya mengkonsumsi obat penambah darah dan obat
maag saja. Sedangkan pasien mengaku tidak pernah meminum obat-obatan herbal
dan tidak pernah memeriksakan dirinya ke pengobatan alternatif.
(-)
Rambut
Distribusi merata,hitam
Sianosis
(-)
Bisul
(-)
Ptechiae
(-)
Hematom
(-)
Keringat malam
(-)
Lain - lain
(-)
Kepala
Trauma
(-)
Sinkop
(-)
Sakit kepala
(-)
(-)
Lain -lain
(-)
Nyeri
(-)
Sekret
(-)
Kuning/ikterik
(-)
Radang
(-)
Gangguan penglihatan
(-)
Ketajaman penglihatan
(-)
Mata
Telinga
Nyeri
(-)
Sekret
(-)
Serumen
(-)
Gangguan pendengaran
(-)
Tinitus
(-)
Hidung
Trauma
(-)
Sekret
(-)
Epistaksis
(-)
Pilek
(-)
Gangguan penciuman
(-)
5
Gejala Penyumbatan
(-)
Nyeri
(-)
Bibir kering
(+)
Sariawan
(-)
Gusi berdarah
(-)
Gangguan pengecapan
(-)
Mulut
Tenggorokan
Nyeri tenggorokan
(-)
Perubahan suara
(-)
Benjolan
(-)
Nyeri leher
(-)
Leher
(-)
Berdebar
(-)
Ortopnoe
(+)
Sesak nafas
(+)
Batuk
(-)
Dyspnea deffort
(-)
PND
(-)
Abdomen
Rasa kembung
(+)
Mual
(+)
Muntah
(+)
Muntah darah
(-)
(+)
Perut membesar
Wasir
(-)
Mencret
(-)
Tinja darah
(-)
(-)
(-)
Benjolan
(-)
(-)
Poliuria
(-)
Polakisuria
(-)
Hematuria
(-)
Oligouria
(-)
Anuria
(-)
Retensi urin
(-)
Kencing nanah
(-)
Kencing batu
(-)
Kencing menetes
(-)
(-)
kolik
(-)
Anestesi
(-)
Parestesi
(-)
Hipoestesi
(-)
Otot lemah
(+)
Ataksia
(-)
Kejang
(-)
Pingsan
(-)
Afasia
(-)
Kedutan
(-)
Amnesia
(-)
Pusing berputar
(-)
Disartria
(-)
mialgia
(-)
Lain-lain
(-)
Ekstrimitas
II.
Bengkak
(-)
Nyeri Sendi
(-)
Deformitas
(-)
Sianosis
(-)
Hematom /Ptechiae
(-)
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah
Nadi
: 88x/menit
Suhu
: 36,5 C
Pernapasan
: 24x/menit
Tinggi badan
: 169 cm
Berat badan
: 55 kg
Kesan Gizi
Sianosis
: (-)
Ikterik
: (-)
Oedema anasarka
: (-)
Mobilitas (aktif/pasif)
: aktif
Kulit
Warna
: Sawo
matang
Ptechiae
: (-)
Pigmentasi
: (-)
Lembab/kering
: Kering
Keringat
: Umum
Lapisan lemak
: Merata
Oedem
: (-)
Efloresensi
Jaringan parut
: (-)
: (-)
: Hangat
9
Turgor
: Baik
Ikterus
: (-)
Submandibula
Submental
Retroaurikuler
Sepanjang M. Sternokleidomastoideus
Supraklavikula
Infraklavikula
Axilla
Inguinal
Kepala
Ekspresi wajah
Simetri muka
: simetris
Rambut
Mata
Exophthalmus
: (-)
Konjungtiva
: anemis (+)
Endophthalmus
: (-)
Sklera
: ikterik (-)
Kelopak
: oedem (-)
Lapangan penglihatan
: baik
10
Nistagmus
: (-)
Lensa
: jernih
Visus
: normal
11
Telinga
Daun telinga
: normotia/normotia
Liang telinga
: lapang/lapang
Serumen
: +/+
Sekret
: -/-
Membran timpani
: intak/intak (inspeksi)
Hidung
Deformitas
: tidak ada
Cavum nasi
: lapang/lapang
Concha
: eutrofi/eutrofi
Septum deviasi
: -/-
Sekret
: -/-
Mulut
Bibir
: kering
Lidah
Mukosa
Gigi geligi
Tonsil
Bau pernapasan
: halitosis (-)
Trismus
: (-)
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP)
: 5+3.5 cmHg
Kelenjar Tiroid
Kelenjar Limfe
Paru-Paru
Inspeksi
Simetris lapang paru kanan dan kiri pada keadaan statis maupun dinamis, efloresensi
bermakna (-), jejas (-), retraksi sela iga (-), gerak nafas tidak ada yang tertinggal, sela
iga tidak melebar.
Palpasi
Simetris lapang paru kanan dan kiri pada saat keadaan statis maupun dinamis, nyeri
tekan (-), vocal fremitus sama pada kedua sisi .
Perkusi
Pada perkusi menyeluruh didapatkan suara sonor pada hemitohrax kanan dan kiri
bagian superior dan media. Batas paru dan hepar ICS 6 dengan suara redup.
Peranjakan 2 jari. Batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3 ICS 6 garis sternalis
kanan dengan suara redup. Batas bawah paru dan lambung ICS8 linea axilaris kiri.
Batas paru dan jantung kiri setinggi ICS 6 3-5 cm medial dari garis midklavikularis
kiri dengan suara redup. Batas atas jantung setinggi ICS 3 garis parasternal kiri
dengan suara redup.
Auskultasi
Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru. Wheezing -/-, Ronchi (-/-)
Jantung
Inspeksi
Ictus cordis terlihat di ICS V 3 cm lateral dari garis midklavikularis kiri
Palpasi
Ictus cordis teraba pada ICS 5 + 3 cm medial garis midklavikularis kiri. Tidak teraba
thrill pada keempat area katup jantung. Besar sudut angulus subcostae > 90
Perkusi
Batas kanan jantung setinggi ICS 3 ICS 6 garis sternalis kanan dengan suara redup.
Batas kiri jantung setinggi ICS 6, 3-4 cm medial garis midklavikularis kiri dengan
suara redup. Batas atas jantung setinggi ICS 3 garis parasternal kiri dengan suara
redup.
Auskultasi
BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
Abdomen mendatar, sagging of the flank (-), smiling umbilicus (-), caput medusae (-),
spider navy (-), hernia umbilikalis (-).
Auskultasi
BU (+) 2 x/menit
Palpasi
Supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), organomegali (-), ascites (-), Ballotement
(-)
Perkusi
Timpani di seluruh lapang abdomen. Tes ketuk pinggang (-)
Anggota gerak
Lengan
Kanan
Kiri
Otot
Tonus
normal
normal
Massa
normal
normal
Sendi
ke segala arah
ke segala arah
Gerakan
ke segala arah
ke segala arah
Kekuatan
Oedem
(-)
(-)
Ptechiae
(-)
(-)
Palmar eritema
(-)
(-)
Lain-lain
Kanan
Kiri
Luka
(-)
(-)
Varises
(-)
(-)
Tonus
normal
normal
Massa
normal
normal
Sendi
ke segala arah
ke segala arah
Gerakan
ke segala arah
ke segala arah
Kekuatan
Oedem
(-)
(-)
Ptechiae
(-)
(-)
Hematom
(-)
(-)
Otot
Lain-lain
Refleks
Pemeriksaan
Kanan
Kiri
Refleks tendon
Refleks Bisep
Refleks Trisep
Refleks Patella
Refleks Achilles
Refleks patologis
III.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium (22 January 2014)
Hematologi Rutin
Jenis Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hb
Ht
Trombosit
MCV
MCH
Hasil
11.000
2.8 juta/uL
8.2 g/dl
26 %
217.000 ribu
90
29.2
Nilai Normal
3.8-10.6 ribu/uL
4.4 5.9 juta/uL
13,2-17.3 g/dL
40-52%
150-440 ribu/uL
80-100
26-34 pg
: 7.46
PCO2 : 21
PO2
( 7.35-7.45)
(35-45)
: 144
HCO3 : 36
(80-100)
(21-28)
Total Co2
: 38
(23-27)
Saturasi O2
: 97%
(95-100%)
BE
: -6,6
(-2.5-2.5)
Fungsi Ginjal
Ureum : 208 mg/dl
Kreatinin
(17-49)
Elektrolit
Natrium
: 146 (135-155)
Kalium
: 3.8 ( 3.6-5.5)
Chlorida
: 108 (98-109)
B. EKG
C. RONTGEN
Jenis
: Foto Thoraks PA
Deskripsi : CTR >50%, Cardiomegali et causa edema paru, Hilus Paru Melebar
Kesan
D. ULTRASONOGRAPHY ABDOMEN
1. Hipertensi Emergency
Anamnesis
Dari hasil anamnesis pasien mengaku sudah mempunyai penyakit darah tinggi
sejak 1 tahun yang lalu tetapi tidak terkontrol. Pasien tidak pernah mengobati darah
tingginya selama ini, tetapi pada tahun 2013 pasien pernah dirawat di RSUD Budi Asih
akibat gejala yang sama. Dari keluhan keluhan pasien, juga didapatkan pasien sejak 1
tahun yang lalu pasien adalah seorang perokok dan peminum kopi yang merupakan faktor
resiko terjadinya Hipertensi. Sedangkan dari gejala klinis pasien, pasien mengaku sering
merasa pusing disertai mual dan muntah, hal ini merupakan gejala klinis dari krisis
hipertensi.
Pemeriksaan Fisik
Dari Hasil pemeriksaan fisik pada tanda vital pasien didapatkan tekanan darah
pasien yaitu 200/120 mmhg dimana sesuai dengan kriteria hipertensi emergency dimana
Hipertensi darurat
yang dirasakan makin lama makin bertambah berat. Selain itu pasien juga mengeluh
pucat sejak 1 bulan yang lalu dan tidak berkurang walaupun sudah diberikan obat
penambah darah, pasien juga merasakan nyeri dan rasa panas di kedua pinggang
bawahnya dan nyeri tersebut tidak kunjung hilang walaupun sudah ditangani dengan
pemijatan. Selain itu pasien juga mempunyai gejala lemas dan letih setiap harinya.
Sehingga pasien berhenti dari pekerjaannya.
Pasien mempunyai riwayat kebiasaan yaitu jarang mengkonsumsi air putih setiap
harinya dan malah lebih banyak mengkonsumsi minuman-minuman yang bersoda sejak 1
tahun yang lalu. Dari riwayat pengobatan pasien, pasien pernah dirawat di RSUD Budi
Asih dengan gejala yang sama dan didiagnosis menderita Chronic Kidney Diseases Stage
V disertai Hipertensi emergency pada bulan Oktober 2013, tetapi pada saat itu pasien
menolak untuk dihemodialisa dan dipulangkan secara paksa.
Dari riwayat penyakit dan gejala yang dikeluhkan >3 bulan lamanya, maka bisa
dikatakan Chronic karena sudah lebih dari waktu 3 bulan
Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, dan tampak
pucat dan lemas. Sedangkan dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan Hipertensi
emergency dimana merupakan faktor resiko yang bisa menyebabkan kerusakan fungsi
dari organ terutama ginjal. Dari hasil tes ketuk pinggang dan ballotement meununjukan
hasil negatif, maka pielonefritis dan hidronefrosis bisa disingkirkan. sedangkan dari hasil
inspeksi pasien mengatakan tidak ada darah, tidak ada pus, tidak berwarna seperti teh,
tidak nyeri saat berkemih, tidak ada rasa panas di ujung kemaluan, maka
glomerulonefritis dan infeksi saluran kemih bisa disingkirkan.
Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan :
Eritrosit
2.8 juta/uL
Dari hasil Lab Darah Rutin terlihat jumlah eritrosit yang menurun, dikarenakan adanya
gangguan dari pembentukan eritrosit dan hemopoesis, dimana dalam hal ini gangguan fungsi
ginjal untuk menghasilkan eritropoetin sebagai bahan baku pembentukan eritrosit dari
ginjal. Sedangkan Hemoglobin dan Hematokrit yang menurun juga diakibatkan oleh
gangguan hemopoesis trsebut.
Ureum : 208 mg/dl
Kreatinin
(17-49)
Dari hasil Ureum Kreatinin didapatkan nilai yang melonjak tinggi dan sudah melewati
batas normal, sehingga bisa dikatakan pasien sudah mengalami kegagalan pada organ
ginjalnya. Dan untuk mengetahui derajat atau stage perkembangan penyakitnya sudah
sampai mana, maka bisa dihitung dengan menggunakan Tes klirens Kreatinin/CCT. Dimana
rumus untuk menghitungnya adalah :
LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140-umur pasien (34) ) x BB pasien (55)
72x Kreatinin Plasma mg/dl (12.30)
= 6,5 (Derajat 5 CKD dimana LFG< 15)
Dari hasil pengukuran CCT didapatkan derajat CKD atau Gagal Ginjal Kronik pada
pasien ini adalah stage V dan dibutuhkan segera hemodialisa untuk memperbaiki keadaan
umumnya. Dari hasil pemeriksaan USG Abdomen didapatkan kesan Bilateral Chronic
Kidney Diseases.
3. Anemia
Anamnesis
Dari hasil Anamnesis didapatkan pasien merasa cepat lelah dan mukanya selalu terlihat
pucat, selain itu nafsu makan nya berkurang sehingga intake nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien
ini juga berkurang seperti Fe, Iron, B12, asam folat.
Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan inspeksi pada wajah pasien terlihat pucat dan
pasien tampak sakit sedang. Sedangkan dari hasil inspeksi konjungtiva pasien terlihat pucat dan
anemis.
Pemeriksaan Penunjang
Hb
8.2 g/dl
13,2-17.3 g/dL
Oral
a. Candesartan
b. Adalatoros 1x 30 mg
c. CaCo3 3x1
d. Prorenal 3x 1
e. Captopril 3x 50
f. Clonidine 3x0,15
g. B12 3x 1
h. As.Folat : 3x1
i. Alprazolam 2x0,25
Hemodialisa (HD1-HD3)
2. Non Medika Mentosa
Diet
a. Diet Protein rendah II 35 gr protein
b. Kecukupan energi 35 kkal/kg BB
c. Kecukupan lemak 20-30 % dari kebutuhan energi total
d. Batasi kalium (dosis 40-70 meq)
Bed Rest
Mengurangi Aktivitas bergerak sementara
Edukasi : menghabiskan nutrisi yang diberikan, naikan tempat tidur posisi setengah duduk
untuk mengurangi sesak.
RESUME
Seorang laki-laki bernama Tn. Raya datang dengan dyspnoe sejak 1 minggu SMRS
disertai stable angina pectoris , Anemia, dan Malaise. Mual (+), Muntah (+) isi cairan
tidak berdarah. Riwayat dirawat (+) akibat sakit Chronis Kidney Diseases, Bab sedikit
konstipasi, BAK lancar warna jernih dan tidak ada keluhan. Dari hasil PF didapatkan
Hipertensi emergency, Konjungtiva Anemis, JVP yang meningkat, dari hasil hematologi
rutin didapatkan eritrositopenia, hemoglobinemia, leukositosis. Kadar Ureum dan
Creatinin Meningkat sekali. Foto USG abdomen menunjukan bilateral Chronic Kidney
diseases, sedangkan foto thorax menunjukkan kardiomegali disertai edema pulmo. Hasil
ekg menunjukan Left Ventrikel Hypertrophy.
Jadi, diagnosa kerja pada Tn.Raya adalah Penyakit Chronic Kidney Diseases Disertai
Congestif heart Failure et cause Hipertensi Emergency.
Tanggal
23/01/2014
S
O
Nyeri Ulu Hati TD : 200/120 mmhg
A
-CKD stage V
Sesak
sejak N : 86x/menit
-Hipertensi
kemarin
tetapi S : 36,5'C
Emergency
sudah berkurang
P
Renxamin/12
jam
Cendantron
RR : 36x/min
-CHF
-Anemia
Adalatoros
Leher : Pembesaran
-Asidosis
1x30
KGB (-)
Metabolik
1x2 amp
Ca Co3 3x1
Captopril
LAsik
2x2
amp
Pro Hd
Cek Balance
cairan
Agd Ulang
Usg
Abdomen
Cek
ulang
Ur/Cr
HCO3: 15 (21-28)
Total Co2: 16 (23-27)
Saturasi O2: 97% (95100%)
BE : -6.6 meq/dl (-2.52.5)
Hasil
Foto
thorax
Cardiomegali
disertai
Keluhan
TD : 220/120
-CKD stage V
Renxamin/12
-Hipertensi
berkurang
S : 35,7 C
Emergency
RR : 24x/min
-CHF
-Anemia
Adalatoros
-Asidosis
1x30
PCO2: 32 (35-45)
Metabolik
sudah teratasi
HCO3: 20 (21-28)
Total Co2: 21 (23-27)
Saturasi O2: 99% (95100%)
BE : -3,2 meq/dl (-2.52.5)
Ur/Cr : 250/14,17
Anti HIV (-)
HbsAg (-)
OT/PT : 14/20
jam
Cendantron
1x2 amp
Candasartan
1x 16
Prorenal 3x1
Cefobactam
2x1
UMU/24 jam
Ca Co3 3x1
Captopril
LAsik
2x2
amp
HD CITO I
Cek Balance
cairan
Albumin : 3,9
Agd Ulang
Na/K/Cl : 137/4,7/104
Usg
Abdomen
USG
Abdomen
Bilateral
Cek
Chronic
ulang
Diseases
25/01/2014
DPL ulang
-Hipertensi
Emergency
sempat
-CHF
BAB, S : 36,5C
-Anemia
Ur/Cr
Renxamin/12
jam
Adalatoros
1x30
Candasartan
1x 16
Prorenal 3x1
Cefobactam
Hasil Lab :
Hb : 7,3 g/dl
UR/Cr : 163/10,86
2x1
UMU/24 jam
Ca Co3 3x1
Captopril2x5
0
LAsik
2x2
amp
Ca Co3 3x1
Ferdipin k/p
Captopril
Sublingual
12,5x1
Clonidine3x
0,15
Alprazolam
Cek H2TL
Pasien pindah
ke lantai 9
untuk
moniroting
tensi
HD ke II
27/01/2014
Perut
terasa TD : 190/96
- CKD stage V
penuh,
sesak N : 84x/min
-Hipertensi
S : 36,3 C
Urgency
RR : 24x/min
-CHF
-Anemia
Hasil Lab :
-CKD on HD
Renxamin/12
jam
Adalatoros
1x30
Candasartan
1x 16
Prorenal 3x1
Hb : 9,2 g/dl
Cefobactam
UR/Cr : 202/14,03
2x1
UMU/24 jam
Ca Co3 3x1
Captopril2x5
0
Ca Co3 3x1
Ferdipin k/p
Captopril
Sublingual
12,5x1
Clonidine3x
0,15
28/01/2014
- keluhan
TD : 180/100
-Hipertensi
Mulas-mulas
N : 88x/min
Urgency
Alprazolam
Renxamin/12
jam
S : 36,5 C
-CHF
RR : 20x/min
-Anemia
KA +/+
-CKD on HD
Adalatoros
1x30
Candasartan
1x 16
Prorenal 3x1
Hasil lab :
Cefobactam
2x1
Hb : 8 gr/dl
UMU/24 jam
Ht : 25
Ca Co3 3x1
Ur/Cr : 150/9.30
Captopril2x5
0
Ca Co3 3x1
Ferdipin k/p
Captopril
Sublingual
12,5x1
Clonidine3x
0,15
29/01/2014
- keluhan
TD : 170/100
-Hipertensi
N : 82x/min
Urgency
S :36,5 C
-CHF
RR : 20x/min
-Anemia
Observasi pasien
-CKD on HD
Alprazolam
Renxamin/12
jam
Adalatoros
1x30
Candasartan
1x 16
Prorenal 3x1
Cefobactam
2x1
UMU/24 jam
Ca Co3 3x1
Captopril2x5
0
Ca Co3 3x1
Ferdipin k/p
Captopril
Sublingual
12,5x1
Clonidine3x
31/01/2014
(-) keluhan
0,15
Renxamin/12
CM
-CKD on HD
TD: 170/100
-Hipertensi
HR : 80x menit
derajat II
Adalatoros
RR : 20x menit
-Anemia
1x30
S : 36,3' C
-CHF
KA : +/+ SI -/-
jam
Candasartan
1x 16
Thorax: dbn
Prorenal 3x1
Abdomen : dbn
Cefobactam
Ext : dbn
2x1
UMU/24 jam
Hasil Lab :
Hb: 7,5 g/dl
Eritrosit : 2,7 juta
Ur/Cr : 227/13,31
Elektrolit : Na 134
Ca Co3 3x1
Captopril2x5
0
Ca Co3 3x1
Ferdipin k/p
Captopril
Sublingual
12,5x1
HD KE III
Cek
ulang,
dpl
ur/cr
ulang,
cek
elektrolit
ulang.
01/02/2014
Keluhan (-)
CM
-CKD on HD Renxamin/12
TD: 180/100
post HD ke III
HR : 84x menit
-Hipertensi
RR : 20x menit
derajat II
S : 36,3' C
-Anemia
KA : +/+ SI -/-
-CHF
jam
Adalatoros
1x30
Candasartan
1x 16
Thorax: dbn
Prorenal 3x1
Abdomen : dbn
Cefobactam
Ext : dbn
2x1
UMU/24 jam
Hasil lab :
Ca Co3 3x1
Ur/Cr : 149/7,95
Captopril2x5
Elektrolit : dbn
0
Ca Co3 3x1
Ferdipin k/p
Captopril
Sublingual
12,5x1
02/02/2014
Keluhan (-)
CM
-CKD on HD Renxamin/12
TD: 170/90
post HD ke III
HR : 84x menit
-Hipertensi
RR : 20x menit
derajat II
S : 36,3' C
-Anemia
KA : +/+ SI -/-
-CHF
jam
Adalatoros
1x30
Candasartan
1x 16
Thorax: dbn
Prorenal 3x1
Abdomen : dbn
Cefobactam
Ext : dbn
2x1
UMU/24 jam
Hasil lab :
Ca Co3 3x1
Hb : 10,6
Captopril2x5
Elektrolit : dbn
0
Ca Co3 3x1
Ferdipin k/p
Captopril
Sublingual
12,5x1
03/02/2014
(-) keluhan
CM
- CKD on HD Pasien
TD: 160/90
post HD ke III
Diperbolehkan
HR : 84x menit
-Hipertensi
RR : 20x menit
derajat I
S : 36,3' C
-KU perbaikan
Asep, Sp,Pd
KA : +/+ SI -/-
-CHF
Thorax: dbn
Abdomen : dbn
Ext : dbn
PROGNOSIS
Ad Vitam
: dubia ad bonam
: ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
CHRONIC KIDNEY DISEASES
Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada
tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m. Batasan penyakit ginjal kronik:1.2
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
Kelainan patologik
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju
filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus
yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.
Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan
ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan
penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi
ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:1
Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus. 1,3
Derajat
1
2
3
4
5
Penjelasan
LFG
(mL/menit/1,73m2)
90
60-89
30-59
15-29
<15 atau dialisis
Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik dengan atau tanpa kerusakan ginjal dan atau dengan
atau tanpa peningkatan tekanan darah / hipertensi (HT). 3
GFR
(ml/min/1,73 m2)
> 90
60 89
30 59
15 29
< 15 (atau dialisis)
1
2
1
2
HT
HT dengan
Normal
Penurunan
3
4
5
3
4
5
penurunan GFR
3
4
5
GFR
3
4
5
Etiologi1,3,4
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR)
pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis
(25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu penyakit ginjal di mana
mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan proliferasi jaringan glomerular yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium, atau endotelium kapiler.
Hippocrates awalnya menggambarkan manifestasi nyeri punggung dan hematuria, lalu juga
oliguria atau anuria. Dengan berkembangnya mikroskop, Langhans kemudian mampu
menggambarkan perubahan pathophysiologic glomerular ini. Sebagian besar penelitian asli
berfokus pada pasien pasca-streptococcus.. Glomerulonefritis akut didefinisikan sebagai
serangan yang tiba-tiba menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan silinder sel darah
merah. Gambaran klinis ini sering disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal
terganggu.2
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan
sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri
sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik
lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau
amiloidosis.2
Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10% terjadi pada pasien
yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis akut yaitu dapat terjadi hematurim
oligouri, edema preorbital yang biasanya pada pagi hari, hipertensi, sesak napas, dan nyeri
pinggang karena peregangan kapsul ginjal.2
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya.2
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat
bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari
akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering
ataupun berat badan yang menurun.2
Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan hemodinamik yang
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah sistemik, dan
mengubah pengaturan tekanan intracapillary. Di ginjal, perubahan ini mungkin menyebabkan
munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak hanya tanda awal penyakit ginjal
diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial glomerular yang pada
akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis diabetes. Hubungan yang kuat antara proteinuria dan
komplikasi diabetes lainnya mendukung pandangan bahwa peningkatan ekskresi protein urin
mencerminkan gangguan vaskular umum yang mempengaruhi banyak organ, termasuk mata,
jantung, dan sistem saraf .2,4
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90
mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti hipertensi. Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang
tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi
renal.5
Tabel3.Klasifikasitekanandarahsistolik,diastolik,modifikasigayahidup,sertaterapiobat
berdasarkanJointNationalCommittee(JNC)VII:
Klasifikasi
Sistolik
Diastolik 5
Tekanan
(mmHg)
(mmHg)
Darah
Modifikasi Terapi
Gaya
Hidup
Normal
Prehipertensi
< 120
120 139
Dan < 80
Atau 80 89
edukasi
Ya
Stage 1 HT
140 159
Atau 90 99
Ya
tidak
perlu
obat
antihipertensi
Thiazid tipe diuretik
Dapat juga ACEI, ARB,
Stage 2 HT
> 160
Ya
thiazid
tipe
Di Amerika Serikat menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkitakan 100 juta
kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di
Malaysia diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara
berkembang lainnya, insidens ini diperkirakan sekitar 40-60 kasis perjuta penduduk per tahun.1
Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000:1,7
1. Glomerulonefritis
(46,39%)
2. Diabetes Mellitus
(18,65%)
(8,46%)
5. Sebab lain
(13,65%)
Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya
pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.2
Faktor risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau
hipertensi, penyakit autoimun, batu ginjal, sembuh dari gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
berat badan lahir rendah, dan faktor social dan lingkungan seperti obesitas atau perokok,
berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi,
dan penyakit ginjal dalam keluarga, berpendidikan rendah, dan terekspos dengan bahan kimia
dan lingkungan tertentu.3
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang masih tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi.1,2
dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya menjadi oligourik
(pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus meskipun proses
penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala
yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir
gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.1
Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium, tetapi
dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-stadium tersebut.
Gambaran klinik
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata,
kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.1,2,7
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada
pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal kronik terutama disebabkan oleh
defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi
besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang
pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh
substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik.1
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau hematokrit < 30
%, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum / serum iron, kapasitas ikat besi
total / Total Iron binding Capacity (TIBC), feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi
eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan sebagainya. 1
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping penyebab lain
bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian
tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat
dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat mengakibatkan
kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin
menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL.1
f. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.
Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat
menyebabkan kegagalan faal jantung.
Pendekatan Diagnosis
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) dilihat dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, gambaran radiologis, dan apabila perlu gambaharan histopatologis.1,6
1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
4. Menentukan strategi terapi rasional
5. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan
yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan
penunjang diagnosis rutin dan khusus.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk
semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif
dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan
banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
i) sesuai dengan penyakit yang mendasari;
ii) sindrom uremia yang terduru daru lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,
kelebihan cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritusm uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma;
iii) gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
chlorida).1
b. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat dihitung mempergunakan rumus KockcroftGault, serta kelainan biokimia darah lainnya, seperti penurunan kadar hemoglobin, hiper atau
hipokalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi proteinuria, hematuri,
leukosuria, dan silinder.1
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:1
1. foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak
2. pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing tidak bisa
melewati filter glomerolus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksisk oleh
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
3. pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi
4. ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi
5. pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
Penatalaksanaan1,2,3
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan
memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis
mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease).
2. Terapi simptomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila
pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
b. Anemia
Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis inisial 50 u/kg
IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi dosis pemberian menjadi
2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga kali dalam
seminggu.
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati
karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
Sasaran hemoglobin adal 11-12 gr/dL.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari
GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai
anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obatobatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym Konverting
Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor). Melalui berbagai studi
terbukti dapat memperlambat proses pemburukan antihipertensi dan antiproteinuria.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang
penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular. Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita, termasuk pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, hiperfosfatemia, dan
terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan elektrolit.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal,
dan transplantasi ginjal.
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK
yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi
dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah
persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.
Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat.
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu
pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien- pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting,
pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih
cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi nonmedik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri
(mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau stadium
V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan terapi, dan
juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka
kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani
transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian
terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak
(6%), dan keganasan (4%).2
Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti
bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi
(makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula
darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian
berat badan.3
TINJAUAN PUSTAKA
HIPERTENSI EMERGENCY
Definisi
Hipertensi darurat (emergency hypertension) yaitu suatu kenaikan tekanan darah
mendadak (sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg) dengan kerusakan organ
target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan
menit sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga
tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi
kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi
darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di Indonesia memakan patokan >220/140.
Etiologi
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi kondisi
peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan organ target
yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini
adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral,
perdarahan
subarakhnoid,
perdarahan intrakranial;
sistem kardiovaskular
yang
dapat
mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta; dan
sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik
mikroangiopatik.
Faktor Resiko Krisis Hipertensi
Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
Kehamilan
Pengguna NAPZA
Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit
vaskular/ kolagen)
Klasifikasi Hipertensi
Table 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa
Kategori
Normal
Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi
Stadium 1
130-139 mmHg
85-89 mmHg
140-159 mmHg
90-99 mmHg
160-179 mmHg
100-109 mmHg
180-209 mmHg
110-119 mmHg
(Hipertensi ringan)
Stadium 2
(Hipertensi sedang)
Stadium 3
(Hipertensi berat)
Stadium 4
(Hipertensi maligna)
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu-waktu bisa jatuh kedalam keadaan
gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi Krisis
Hipertensi, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang
ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya.
Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang dari 1
%.
Patofisiologi
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder, dapat
dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik meningkat cepat
sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis
arterial yang lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-nefron.
Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal.Pada retina akan timbul
perubahan eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala retinopati dapat mendahului penemuan
klinis kelainan ginjal dan merupakan gejala paling terpercaya dari hipertensi maligna.
Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun penurunan
tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160 mmHg. Apabila
tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak mampu lagi menahan kenaikan
tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang sangat tinggi memungkinkan
pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible.
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan kenaikan
after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis hal ini akan terjadi
lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi. Penderita feokromositoma dengan krisis hipertensi
akan terjadi pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala.
Skema Patofisiologi Hipertensi Emergensi
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila
Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg 160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi
baru dengan MAP diantara 60 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi menjadi
lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari TD
menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema otak. Meningkatnya tekanan
darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan lebih
Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah
pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya
dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding
arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan
darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola)
untuk sementara waktu
Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga
tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri
mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan
menurun.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu,
diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur dan
edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak;
gagal ginjal akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan
tekanan darah umumnya. Gambaran klinik hipertensi darurat dapat dilihat pada table 2.
Jantung
Ginjal
Gastrointestina
darah
>
220/140
Perdarahan,
Sakit
Denyut jelas,
Uremia,
l
Mual, muntah
mmHg
eksudat,
kacau, gangguan
membesar,
proteinuria
edema papilla
kesadaran,
dekompensasi,
kejang.
oliguria
kepala,
Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hany dari
tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa,
seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih
tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi kronis, jarang
terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila
TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita
hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati
demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD 160/110 mmHg.
Diagnosis
Diagnosis hipertensi emergensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi
tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang
menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosis suatu krisis
hipertensi.
Anamnesis 2
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting ditanyakan :
a.
f.
Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri dada ).
Pemeriksaan laboratorium awal : urinalisis, Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula darah dan
elektrolit.
ultrasonogram.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah
secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita. Pengobatan
biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang ketat terhadap
penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya masalah
baru.
Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat,
mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara yang dapat
diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung kepada sikap tubuh dan efek
samping minimal.
Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak terburu-buru.
Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan iskemik pada otak dan ginjal.
Tekanan darah harus dikurangi 25% dalam waktu 1 menit sampai 2 jam dan diturunkan lagi ke
160/100 dalam 2 sampai 6 jam. Medikasi yang diberikan sebaiknya per parenteral (Infus drip,
BUKAN INJEKSI). Obat yang cukup sering digunakan adalah Nitroprusid IV dengan dosis 0,25
ug/kg/menit. Bila tidak ada, pengobatan oral dapat diberikan sambil merujuk penderita ke
Rumah Sakit. Pengobatan oral yang dapat diberikan meliputi Nifedipinde 5-10 mg, Captorpil
12,5-25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-40 mg. Penderita harus dirawat inap.
Tabel 4: Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi
Parame
Hipertensi Mendesak
Hipertensi Darurat
ter
Biasa
> 180/110
Mendesak
> 180/110
> 220/140
napas
nokturia, dysarthria,
Pemerik
saan
kardiovaskular
kardiovaskuler, stabil
jantung
Tekanan
darah
(mmHg)
Gejala
Terapi
naikkan dosis
obat IV
Rencana
Rawat ruangan/ICU
Adapun obat hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi mendesak (urgency)
dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5: Obat hipertensi oral 3,5
Obat
Capto
Dosis
12,5 - 25 mg PO; ulangi
Perhatian khusus
Hipotensi, gagal ginjal,
pril
Cloni
dine
Propa
jam
10 - 40 mg PO; ulangi
kering
Bronkokonstriksi, blok
nolol
Nifedi
setiap 30 min
5 - 10 mg PO; ulangi
pine
setiap 15 menit
gangguan koroner
Dosis
Efek/
Lama
Perhatian khusus
Sodium
0,25-10 mg / kg /
Kerja
langsung/2-3
nitroprus
menit setelah
side
IV
infus
methemoglobinemia,
asidosis,
keracunan
sianida.
Nitroglis
500-100 mg sebagai
erin
infus IV
min
muntah,
1-5 min/15-30
pipa PVC
Takikardi, mual, muntah, sakit kepala,
ne
Klonidin
infus IV
150 ug, 6 amp per 250
min
30-60 min/ 24
cc
jam
Glukosa
5%
mikrodrip
5-15
ug/kg/menit
sebagi infus IV
30 min
Diltiaze
m
DAFTAR PUSTAKA
1. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti
S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007. hlm 570-3.
2. Editorial.
Gagal
Ginjal
Kronik.
Diunduh
dari:
and
Stratification.
Diunduh
dari:
Glomerulonefritis.
Diunduh
dari:
Tekanan
Darah
Tinggi.
Diunduh
dari: