Disusun oleh:
AGUS BUDI SEIAWAN
20100320101
membentuk tepi epiglottis, lipatan dari epiglottis ariteroid dan piatintararitenoid, dan sebelah
tepi bawah kartilago krikoid. Fugsi laring sebagai vokalalisasi yang menilabtakn sistem
pernapasan yang meliputi pusat khusus pengaturan bicara dalam kortek serebri, pusat
respirasi di dalam batang otak, artikulasi serta resonansi dari mulut dan rongga hidung.
D. Trakea
Trakea adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C yang dibentuk oleh tulang-tulang rawan
yang disempurnakan oleh selaput, terletak di antara vertebrae servikalisVI sampai ke tepi
bawah ketilago krikoidea vertebra torakalis V. Panjangnya kira-kira13 cm dan diameter 2,5
cm dilapisi oleh otot polos, mempunyai dinding fibroealitis yang tertanam dalam balok-balok
hialin yang mempertahankan trakea tetap terbuka.
E. Bronkus dan Bronkiolus
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus terdapat pada ketinggian vertebratorakalis
IV dan V. Bronkus mempunyai struktur sama dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang
sama dengan trakea dan berjalan ke bawah kearah tumpuk paru. Bagian bawah trakea
mempunyai cabang 2, kiri dan kanan yang dibatasi oleh garis pembatas. Sedangkan
bronkiolus merupakan percabangan dari bronkus yang pada ujungnya berhubungan dengan
alveolus
F. Alveolus dan Pulmo (Paru-paru)
Alveolus merupakan ujung dari saluran pernafasan yang berhungan langsung denagan
pembuluh darah. Di alveolus terjadi proses difusi dimana terjadi pertukaran oksigen dan
karbondioksida dari pembuluh darah.
Pulmo atau paru merupakan salah satu organ pernapasan yang berada didalam kantong yang
dibentuk oleh pleura parietalis dan pleura viseralis. Kedua paru sangat lunak, elastic, dan
berada dalam rongga torak. Sifatnya ringan dan terapung di dalam air. Paru berwarna biru
keabu-abuan dan berbintik-bintik karena partikel-partikel debu yang masuk termakan oleh
fagosit.Fungsi utama paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara udara atmosfer dan darah.
Dalam menjalankan fungsinya, paru- paru ibarat sebuah pompa mekanik yang berfungsi
ganda, yakni menghisap udara atmosfer ke dalam paru (inspirasi) dan mengeluarkan udara
alveolus dari dalam tubuh(ekspirasi) (Syafudin, 2011).
3. Etiologi
Faktor Yang Mempengaruhi Oksigenasi Keadekuatan sirkulasi, ventelasi, perfusi,
dan transport gas-gas pernapasan ke jaringan dipengaruhi oleh empat tipe factor :
A. Factor fisiologis
a. Anemia (Menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen)
b. Racun inhalasi (Menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen)
c. Obstruksi jalan nafas (Membatasi pengiriman oksigen yang diinspirasi ke
alveoli)
d. Dataran tinggi (Menurunkan konsentrasi oksigeninspirator karena konsentasi
oksigenatmosfer yang lebih rendah).
e. Demam (Meningkatkan frekuensi metabolism dankebutuhan oksigen di
jaringan).
B. Faktor Perkembangan
a. Bayi premature yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
b. Bayi dan toddler, adanya resiko infeksi saluran pernapasan akut.
c. Usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran pernapasan dan merokok.
d. Dewasa muda dan pertengahan, diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress
yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
e. Dewasa tua, adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosclerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
C. Faktor Perilaku
a. Nutrisi: misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru, gizi
yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet tinggi
lemak menimbulkan arteriosclerosis.
b. Exercise : akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
c. Merokok : nikotin dapat menyababkan vasokontriksi pembuluh darah perifer
dan koroner.
d. Substance abuse (obat-obatan dan alcohol): menyebabkan intake nutrisi/ Fe
menurun mengakibatkan hemoglobin menurun, alcohol menyebabkan depresi
pusat pernapasan.
e. Kecemasan : menyebabkan metabolisme meningkat.
D. Faktor Lingkungan
a. Tempat kerja (polusi)
b. Suhu lingkungan
c. Ketinggian tempat dari permukaan laut.
4. Manifestasi Klinik
a. suara napas tidak normal.
b. perubahan jumlah pernapasan.
c. batuk disertai dahak.
d. Penggunaan otot tambahan pernapasan.
e. Dispnea.
f. Penurunan ekspansi paru.
g.Takhipne
5. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang
menyebabkan
sukar
bernafas.
Penyebab
yang
umum
adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel
mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka
antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan
antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat
anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari
semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam
lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada
asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama
eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus
sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama
ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi
dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu
paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat
kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.
6. Pathway
7. Terapi
a) Terapi oksigen, nebulizer, ventilator mekanik.
b) Pengaturan posisi (semi fowler), suctioning.
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan gas darah
b) Pemeriksaan fungsi paru
c) Foto Thorax (radiologi)
d) Oksimetri
e) Bronkoskopi
f) Pemeriksan kimia darah (terutama CKMB)
9. Diagnosa Keperawatan
a) Pola nafas tidak efektif.
b) Bersihan jalan nafas tidak efektif.
c) Gangguan perfusi jaringan cardio.
d) Gangguan pertukaran gas.
e) Intoleransi aktifitas.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Azis. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Salemba Medika: Jakarta
Brunner & Suddarth. 2007. Keperawatan Medikal Bedah. Vol:1. Jakarta: EGC
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2014/03/aporan-pendahuluan-akut-miokard-infarkAMI.html#.VIpHKNKsU3k. akses 26 November 2014.
NANDA. 2012-2014. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika
Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan (Edisi 3). Jakarta :
EGC