Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Mudharabah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Manajemen Perbankan Syariah dan Lab.Mini Syariah
Dosen Pengampu : HJ. Rinda Asytuti

Disusun Oleh :
Eva Rosyidah

(2013112005)

Devi Nur Ismaya (2013112008)


Deni Asri Mentari

(2013112009)

Nila Karima

(2013112021)

EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2013/2014

Kata Pengantar
Pertama-tama marilah kita

panjatkan puja & puji syukur atas

rahmat & ridho kepada Allah swt. karena mungkin tanpa rahmat & ridhoNya, penulis tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
selesai tepat waktu. Penulis juga tidak lupa berterima kasih kepada pihakpihak yang turut membantu penulis dalam hal mengumpulkan data-data
dalam pembuatan makalah ini.
Dalam

makalah

ini

penulis

menjelaskan

mengenai

akad

mudharabah dalam Bank syariah. Dan perlu penulis kemukakan bahwa


uraian dalam makalah ini cukup singkat dan mudah dimengerti, hal ini
dengan

tujuan

untuk

membantu

para

pembaca

dengan

mudah

mempelajarinya.
Penulis mengakui bahwa pada penyusunan makalah ini terdapat
kekurangan-kekurangan, baik materi maupun susunan bahasanya. Untuk
itu kami sebagai penulis makalah ini mengharapkan kritik dan saran untuk
memperbaiki dalam penyusunan makalah.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, kami ucapkan banyak terima kasih.

Pekalongan,

18

2013

Penyusun,

Februari

A. Pendahuluan
Bank

syariah

di

Indonesia

terhitung

masih

sangat

muda,

perkembangannya pun di Indonesia begitu lambat, sebenarnya


pembahasan tentang Bank Syariah sudah pernah dibahas pada tahun
1980-an, namun realisasinya terjadi pada tahun 1992 yang dilakukan
oleh salah satu bank pemerintah, yaitu Bank Muamalat Indonesia,
dengan hukum yang jelas. Pada awalnya perkembangan bank di
Indonesia masih bersifat konvensional dalam artian, belum Memiliki
standar dari bank syariah sendiri, karena bank syariah berbasis
ideologi Islam. Sedangkan bank konvensional berdasarkan ideologi
barat terutama ideologi Amerika dan Eropa. Pada makalah kali ini saya
tidak akan membahas tentang mengapa bank konvensional Indonesia
beralih kepada bank syariah, tetapi saya membahas bank syariah
secara umum.
Secara umum ada beberapa karakteristik yang membedakan
antara bank syariah dengan bank konvensional :
1. Bank syariah tidak menggunakan bunga, tapi menggunakan
system bagi hasil.
2. Tidak digunakan untuk usaha yang haram.
3. Menerima zakat, infaq dan sadaqah untuk disalurkan kepada
masyarakat yang membutuhkan.
Bank syariah tidak menggunakan bunga, melainkan menggunakan
konsep bagi hasil dimana jika bank mendapatkan keuntungan maka
akan dibagi hasil keuntungan tersebut dengan para penabung, jika
bank rugi maka para penabung pun akan rugi. Bank syariah juga tidak
serta merta meminjamkan sejumlah uangnya kepada masyarakat
secara tunai melainkan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah),

prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah)


dan prinsip sewa (ijarah).
Akad mudharabah merupakan produk salah satu Perbankan
Syariah dimana akad antara pemilik modal dengan pengelola modal,
dengan ketentuan pemilik modal keuntungan diperoleh dua belah
pihak sesuai dengan kesepakatan. Seperti yang disebutkan dalam
undang-undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Selanjutnya pasal19 UUPS menyebutkan bahwa salah satu akad
pembiayaan

yang

ada

dalam

Perbankan

Syariah

adalah

akad

mudharabah. Selain itu Bank Indonesia juga mengeluarkan peraturan


Bank Indonesia (PBI) Nomor, 10/16/PBI/2008 Tentang prinsip syariah
dalam kegiatan penghimpunan dana serta pelayanan jasa Bank
Syariah. Akad mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang
ada pada Perbankan pada umumnya (perbankan konvensional).
Perbankan konvensional pada umumnya menawarkan pembiayaan
dengan menentukan suku bunga tertentu dan pengembalian modal
yang telah digunakan mudharib dalam jangka waktu tertentu. Namun
akad mudharabah tidak menentukan suku bunga tertentu pada
mudharib yang menggunakan pembiayaan mudharabah, melainkan
mewajibkan mudharib memberikan bagi hasil dari keuntungan yang
diperoleh

mudharib.

Pembiayaan

mudharabah

pada

dasarnya

diperuntukan untuk jenis usaha tertentu atau bisnis tertentu.

B. Konsep Tentang Mudharabah


1. Pengertian
a. Mudharabah

menurut

bahasa

berarti

al-qathu

(potongan),

berjalan, dan atau berpergian.


b. Menurut para fuqaha, mudharabah ialah akad antara dua pihak
saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya
kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang
telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga
dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

c. Menurut hanafiyah, mudharabah adalah memandang tujuan dua


pihak yang berakat yang berserikat dalam keuntungan karena
harta diserahkan kepada yang lain dan yang lain punya jasa
mengelola harta itu.
d. Sayyid sabiq, mudharabah ialah akad antara dua belah pihak
untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk
diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai
dengan perjanjian.1
2. Landasan syariah
Mudharabah merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini
berlandaskan atas dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Quran dan
Hadist, antara lain:
a. dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah (QS. Al-Muzammil:20), yang menjadi
argument dan dasar dilakukannya akad mudharabah dalam ayat
ini adalah kata yadhribun yang sama dengan akar kata
mudharabah yang memiliki makna melakukan suatu perjalanan
usaha.
b. Firman Allah QS. Al-Nisa (4):29




29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di
antara

kamu.

dan

janganlah

kamu

membunuh

dirimu.

Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.


c. Abbas nim Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai
mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak
mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak
membeli

hewan

ternak.

Jika

persyaratan

itu

dilanggar,

ia

(mudharib) harus menanggung risikonya. Ketika persyaratan yang


1 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Bandung: PT RajaGrafindo Persada, 1997) hlm
136-137

ditetapkan

Abba

situ

didengar

Rasulullah,

beliau

membenarkannya.
Hadist riwayat Thabrani dari Ibnu Abbas merujuk pada
keabsahan melakukan transaksi mudharabah. Kedudukan hadits
ini lemah, namun demikian dalam bab mudharabah selalu
dijadikan acuan para fuqaha (ahli fiqih). Hadits ini menunjukkan
praktik

pembiayaan

mudharabah,

khususnya

mudharabah

muqayyadah, karena shahibul maal sebagai penyedia dana


memberikan

beberapa

persyaratan

bagi

mudharib

dalam

mengelola dana yang diberikan.2


d. Kesepakatan ulama akan bolehnya mudharabah dikutip dari Dr.
Whbah

Zuhaily

dari

kitab

al-fiqh

Al-Islamy

Wa

Adillatuh.

Diriwayatkan bahwa sejumlah sahabat melakukan mudharabah


dengan menggunakan harta anak yatim sebagai modal dan tak
seorang pun dari mereka yang menyanggah ataupun menolak.
Jika

praktik

sahabat

yang

lain

lalu

tidak

seorang

pun

menyanggahnya, maka hal itu merupakan ijma. Ketentuan ijma


ini secara sharih mengakui keabsahan praktik pembiayaan
mudharabah dalam sebuah perniagaan.3
e. Fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2000 tgl

4 April 2000, tentang

Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan

oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal membiayai
100% kebutuhan suatu proyek (usaha). Sedangkan pengusaha

(nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.


Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan
pembagian keuntunga ditentukan berdasarkan kesepakatan

kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).


Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah
disepakati bersama dan sesuai dengan syariah: dan LKS tidak

2 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2007) hal. 225-226
3 Zuhaili, 1989, IV, hal. 838.

ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek tetapi

mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.


Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam

bentuk tunai dan bukan piutang.


LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian
akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah)
melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi

perjanjian.
Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada
jaminan,

namun

agar

mudharib

tidak

melakukan

penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau


pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila
mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal

yang telah disepakati bersama dalam akad.


Criteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme
pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan

fatwa DSN.
Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban
atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib

berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.4


3. Rukun dan macam mudharabah
a. Rukun
1) Shahibul mal (pemilik dana)
2) Mudharib (pengelola)
3) Sighat (ijab qabul)
4) Rasul mal (modal)
5) Pekerjaan
6) Keuntungan
b. Macam mudharabah
1) Mudharabah muthlaqah
Akad kerjasama di mana mudharib diberikan kekuasaan penuh
untuk mengelola modal usaha. Mudharib juga tidak dibatasi
dengan tempat usaha, tujuan maupun jenis usaha.
2) Mudharabah muqayyadah

4 Dewan Syariah Nasional MUI

Akad kerjasama dimana shahibul mal menetapkan syarat


tertentu yang harus dipatuhi mudharib, baik mengenai tempat
usaha, tujuan maupun jenis usaha.5
4. Hal yang membatalkan akad Mudharabah
Pada prinsipnya, kontrak mudharabah akan berhenti jika salah
satu pihak menghentikan kontrak, atau meninggal, atau modal yang
ditanamkan

mengalami

kerugian

di

tangan

mudharib.

Akad

mudharabah juga akan batal ketika shahibul maal murtad, begitu


juga dengan mudharib.6

C. Syarat Mudharabah
Ulama mengajukan beberapa syarat terhadap rukun-rukun yang
melekat dalam akad Mudharabah:
1. Untuk shahibul mal dan mudharib, syarat keduanya adalah harus
mampu bertindak layaknya sebagai majikan dan wakil.
2. Sighat atau ijab dan qabul harus diucapkan oleh kedua pihak untuk
menunjukkan kemauan mereka dan terdapat kejelasan tujuan
mereka dalam melakukan sebuah kontrak.
3. Modal adalah sejumlah uang yang diberikan oleh shahibul mal
kepada mudharib untuk tujuan investasi dalam akad mudharabah.
Modal disyaratkan harus diketahui jumlah dan jenisnya(mata uang),
dan modal harus disetor kepada mudharib.
4. Keuntungan adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari
modal, keuntungan adalh tujuan akhir dari kontrak mudharabah.
Syarat

keuntungan

keuntungan

harus

yang

harus

diketahui,

terpenhuhi
berapa

adalah:
jumlah

kadar
yang

dihasilakn.keuntungan harus dibagi secara proporsional kepada


kedua pihak sesuai kesepakatan sebelumnya.
5. Pekerjaan adalah kontribusi mudharib dalam kontrak mudharabah
yang disediakan oleh shahibul mal, pekerjaan dalam konteks ini
berhubungan dengan manajemen kontrak mudharabah. Syarat yang
harus dipenuhi adalah: pekerjaan adalah hak eklusif mudharib tanpa
5 Opcit, Dimyauddin Djuwaini, hlm 227-228
6 Zuhaili, IV, HAL. 872.

adanya intervensi dari pihak shahibul mal, pemilik dana tidak boleh
membatasi

tindakan

dan

usaha

mudharib

sedemikian

rupa.

Mudharib tidak boleh menyalahi aturan syariah dalam pekerjaan


yang berhubungan dengan kontrak mudharabah.7

D.Hukum Mudharabah
Mudharabah akan dikatakan fasid jika terdapat salah satu syarat
yang tidak terpenuhi, di antara bentuk mudharabah fasid misalnya,
seseorang yang memiliki alat perburuan menawarkan kepada orang
lain untuk berburu bersama-sama, kemudian keuntungan dibagi
bersama sesuai kesepakatan.
Jika semua syarat terpenuhi, maka akad mudharabah dikatakan
shahih. Mudharib diposisikan sebagai orang menerima titipan asset
shahibul mal. Ketika mudharib mendapatkan keuntungan maka ia
berhak mendapatkan bagian dari apa yng dilakukannya. Jika terjadi
kerugian atas asset, maka ia tidak diharuskan untuk menanggung
kerugian sepanjang tidak disebabkan karena kelalaian.

E. Konsep

Dasar

Bank

Syariah

dalam

Kontrak

Mudhorobah

Tujuan pendirian bank syariah pada umumnya adalah untuk

mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari prinsip prinsip


islam kedalam transaksi keuangan, perbankan, dan bisnis bisnis
yang terkait.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa profit sharing
dalam

perbankan

syariah

didasarkan

terutama

pada

konsep

mudhorobah dimana bank syariah berfungsi sebagai mitra, baik bagi


nasabah penabung maupun bagi nasabah pengguna dana. Oleh
karena didasarkan atas bagi hasil, maka keuntungan yang dioeroleh
nasabah tidak selalu sama besarnya dari waktu kewaktu. Besar
kecilnya keuntungan bagi hasil dipengaruhi oleh beberapa faktor .
yaitu : presentase aktual dana yang diinvestasikan, jika dilihat dari
7 Muhammad syafii antonio, bank syariah dari teori ke praktik, hal 97
8 Opcit, Muhammad syafii antoni, hal 98

total dana, jumlah dana yang diinvestasikan dan nisbah yang


disepakati pada awal perjanjian.9

F. Praktek Mudharabah di Bank Syariah


Persoalan

yang

paling

banyak

mendapat

perhatian

dalam

perbankan syariah adalah mengenai prinsip larangan terhadap riba


yang kemudian dimanifestasikan dalam bentuk bunga nol persen.
Berdasarkan prinsip ini bank syariah harus menjauhkan diri dari
praktek pembungaan uang. Sistem bunga dianggap tidak adil karena
menetapkan keuntungan (penghasilan) tertentu terhadap uang yang
dipinjamkan,

padahal

usaha

yang

dijalankan

mengandung

kemungkinan untung atau rugi. Sedangkan bagi hasil dinilai lebih adil
sebab memperhitungkan kedua kemungkinan tersebut. Menurut para
ekonom muslim, setiap usaha pastilah mengandung resiko, dan sistem
pembungaan dikecam karena menafikan resiko. Oleh karena itu, hasil
usaha yang wajar tidak tetap sebab usaha tidak mesti untung,
adakalanya merugi. Sementara hasil usaha yang bersifat tetap, seperti
dalam pembungaan uang dinilai tidak wajar.
Secara formal bank syariah tidak memungut bunga. Namun,
sebagian produk yang ditawarkannya dinilai oleh sebagian kalangan
tidak berbeda dengan bunga. Diantaranya adalah produk yang
berkenaan dengan bay al murabahah.10
Skema mudharabah di bank syariah.

BANK

MODAL

MUDHARIB

NASABAH

SKILL

PROYE
K
9 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudhorobah
Di Bank Syariah, (Jakarta :
Rajawali Pers ,2008) Hal. 18-19
10 Opcit, Muhammad, Hal. 20-21

KEUNTUNGA
N

Cara Perhitungan Bagi Hasil


Imbalan dibagi dalam bentuk

pembagian

pendapatan

atas

penggunaan dana dengan proporsi sesuai kesepakatan , misalnya


70% : 30% artinya 70% untuk deposan dan 30% untuk Bank
Syariah.
Contoh soal perhitungan mudharabah
Saldo rata-rata tuan basir di Bank Syariah sebesar Rp2.000.000,nisbah bagi hasil 50% : 50%. Diasumsikan total saldo rata-rata dana
tabungan mudharabah di Bank Syariah sebesar Rp4000.000.000,-,
dan

keuntungan

yang

diperoleh

dana

tabungan

sebesar

Rp12.000.000,-. Dengan demikian pada akhir bulan nasabah akan


memperoleh dana bagi hasil sebesar?

Jawab:
Rp 2.000 .000
x Rp12.000 .000 x 50 =Rp 30.000
Rp 400.000 .000

G.Kontrak Mudhorobah Di Bank Syariah

Para fuqaha dan sebagian sejarawan muslim secara umum

mendefinisikan mudhorobah sebagai kerja sama antara dua pihak,


yaitu pihak pertama memberi fasilitas modal dan pihak kedua
memberikan tenaga atau kerja. Perhitungan labanya akan dibagi dua
dan kerugiannya ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal. Dari
definisi ini dapat disimpulkan bahwa kerja sama model mudhorobah ini
muncul ketika terdapat dalam sebuah masyarakat keinginan untuk
bekerja sama antar anggotanya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup ekonomi.

Sementara

makna

mudhorobah

dalam

sistem

perekonomian

modern, khususnya perbnkan menjadi berkembang. Pihak yang


terlibat dalam hal ini ada tiga :
1. Pihak yang menyimpan dana (depositor)
2. Pihak yang membutuhkan dana atau pengusaha (depitur)
3. Pihak yang mempertemukan antara keduanya (bank)
Pihak yang pertama inilah seharusnya menjadi shohibul mal sebab
dia yang memiliki dana yang secara sadar akan digunakan untuk
kepentingan usaha. Sedangkan pihak ketiga (bank) adalah pihak yang
menjembatani keinginan keduanya.
Jadi, fungsi bank dalam kontrak mudhorobah adalah menerima dan
menyimpan dana shohibul mal serta menyerahkan kepada mudhorib
yang membutuhkan modal. Dengan kata lain, jika shohibul mal ingin
mendayagunakan dananya, harus melewati bank, begitu juga ketika
mudhorib menghendaki dana untuk usahanya.11

H.Aplikasi Dalam Perbankan Syariah


Al-Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan
pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, Al-Mudharabah diterapkan
pada:
a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk
tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan qurban, dan
sebagainya.
b. Deposito spesial, dimana dana yang dititipkan nasabah khusus
untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau bijarah saja.
Adapun dari sisi pembiayaan, mudharabah ditetapkan untuk:
a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana
sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan
syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.

I. Manfaat Al-Mudharabah

1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan


usaha nasabah meningkat

11 Opcit, Muhammad, Hal 27-29

2. Bank tidak brkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah


pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan
atau hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami
negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow
atau

arus

kas

usaha

nasabah

sehingga

tidak

memberatkan

nasabah.12
4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benarbenar halal, aman dan menguntungkan karena keuntungan yang
konkrit dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5. Prinsip bagi hasil dalam Al-Mudharabah ini berbeda dengan prinsip
bunga

tetap

dimana

pembiayaan(nasabah)

satu

bank

akan

jumlah

menagih

bunga

tetap

penerima
berapapun

keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi


krisis ekonomi.

J. Resiko Al-Mudharabah
1. Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang
disebut dalam kontrak
2. Lalai dan kesalahan yang disengaja
3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak
jujur

12 Opcit, Muhammad Syafii Antoni.

Kesimpulan
Mudharabah adalah akad yang berlandaskan syariat islam, dengan
sistem kerjasama antara pemilik modal (Bank Syariah) dengan
pengusaha dimana pemilik modal menyediakan dana seluruhnya dan
pengusaha sebagai pengelola usaha, pembagian keuntungannya
sesuai dengan kesepakatan bersama.

Saran

Akad mudharabah ini harus diperkenalkan lagi kepada masyarakat

luas agar mengetahui sistem kinerjanya yang berprinsip dengan cara


bagi hasil.

DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Suhendi,Hadi. 1997. Fiqih Muamalah. Bandung : Pt Rajagrafindo
Persada.
Djuwaini, Dimyati. 2007. Fiqih Muamalah. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Martono. 2002. Bank & Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta :
Ekonisa.
Antonio,

Muhammad

Syafii.

2001.

Bank

Syariah

Dari

Teori

Kepraktik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


Muhammad.2008. Manajemen Pembiayaan Mudhorobah Di Bank
Syariah. Jakarta : Pt Rajagrafindo Persada.
B. internet
www.mui.or.id

Anda mungkin juga menyukai