Anda di halaman 1dari 6

Sejarah Militer

Seperti yang telah dijabarkan bahwa Sejarah militer adalah dokumentasi, secara tertulis
maupun tidak, akan kejadian-kejadian dalam sejarah manusia yang masuk dalam kategori
konflik. Dari perang antar dua suku, perang antar angkatan bersenjata, sampai perang dunia
yang memengaruhi hidup sebagian besar manusia.[1] Sejarah militer sendiri identik dengan
sejarah perang, sebab perang-perang yang terjadi selama ini menjadi objek utama yang
didokumentasikan dalam sejarah militer. Sedangkan perang dapat didefinisikan sebagai aksi
fisik atau non fisik yang dalam arti sempit merupakan konflik menggunakan senjata antara
dua kelompok atau lebih, yang memiliki tujuan yaitu untuk menguasai tempat yang
diperebutkan.[2]
Secara konvensional Militer dapat dikatakan sebagai sebuah organisasi keamanan yang
berada di bawah pemerintahan yang memiliki fungsi bertugas sebagai anggota atau lembaga
keamanan dan pertahanan sebuah negara dari serangan perang, menegakkan kedaulatan
negara dan sejenisnya.
Militer ini secara organisasional memiliki karakter yang amat kaku dengan pemegang pucuk
pimpinan komanadan atau panglima sebagai pemegang otoritas dan tanggung jawab tertinggi.
karakter yang demikian kaku ini terkait erat dengan fungsi lembaga militer itu sendiri, yakni
sebagai alat untuk memenangkan peperangan bersenjata di mana dibutuhkan perintah dan
kewenangan sentral dan efektif untuk menggerakkan seluruh kesatuan tempur yang berbedabeda kearah satu tujuan.[3]
Dilihat dari konteks negara modern, secara fungsional istilah militer menunjuk pada suatu
lembaga pemaksa yang termanajemen secara sah yang berada di bawah pengendalian negara.
Sehingga militer adalah bagian dari aparatur negara atau birokrasi dan berada di bawah
kndali pemerintaha negara yang bersangkutan dalam menjalankan segala aktivitanya.
Jika dilihat dari konteks negara-negara barat yang menganut supermasi sipil, militer adalah
merupakan lembaga negara yang berada di bawah pengendalian politisi sipil yang memegang
kendali pemerintahan. Samuel P. Huntington berpandangan yaitu military mind, yaitu sebuah
ideology yang berisi pengakuan terhadap supermasi sipil; yang menyebutkan tak ada
kemuliaan yang lebih tinggi selain kepatuhan kepada para negarawan sipil yang memegang
kendali pemerintahan.
Berbeda dengan yang terjadi di Indonesia dan negara berkembang lainnya. Kedudukan
militer dan sistem politik dapat dikatakan tidaklah sama dengan konsep military mind, yang
salah satunya sangat dipengaruhi aspek historis yang menyangkut peranan yang dimainkan
oleh militer proses kelahiran negara-negara tersebut. Seperti contoh militer Indonesia atau
Tentara Nasional Indonesia (TNI) sejak jaman kelahirannya tak dapat dikatakan sebagai
pihak yang mengakui keberadaan supermasi sipil, bahkan pemerintah sipil yang tengah
berkuasa.
Salah satu penyebabnya adalah proses kelahirannya dimana mereka tidaklah dilahirkan oleh
kekuatan-kekuatan politik sipil misalnya partai politik atau pemerintah yang saat itu

berkuasa. mereka dilahirkan secara langsung dari sebuah revolusi dan dipelihara oleh
masyarakat tempat mereka berada. Dengan demikian mereka berfikir berada pada posisi yang
sejajar atau bahkan dalam konteks kesetiaan pada negara mereka menduduki posisi yang
lebih tinggi daripada para politisi sipil. Selain itu sebagai sebuah lembaga dalam negara
mereka juga cenderung bersifat otonom dari segala campur tangan maupun pengendalian
sipil ataupun pemerintahan sipil yang berkuasa.[4]
Persoalan militer tidak hanya terletak pada militerisasi masyarakat politik dan negara,
melainkan juga pada militerisme dalam masyarakat sipil. Pertama terletak pada ranah
kelembagaan, dan yang kedua tertanam pada ranah budaya politik masyarakat sipil.

A.

Ruang Lingkup Sejarah Militer

Ruang lingkup sejarah militer di Indonesia bisa dibagi dalam beberapa periode. Termasuk
juga pada periode kerajaan-kerajaan di nusantara, serta pada masa kolonialisme dan masa
revolusi. Semua periode tersebut nantinya yang akan menjadi cikal bakal lahirnya militer
modern di Indonesia. Militer Indonesia tidak terbentuk begitu saja tapi melalui tahap panjang
yang melalui berbagi peristiwa-peristiwa penting.
Mencakup pula unsur unsur pembentuk militer. Militer di Indonesia terbebtuk dari gabungan
berbagai milisi, laskar bahkan rakyat biasa. Milisi milisi bekas didikan jepang misalnya
memiliki andil yang besar dalam sejarah militer Indonesia. Begitu pula laskar-laskar rakyat
baik dari elemen rakyat biasa hingga dari elemen agama seperti santri dan kiyai, serta dari
elemen rakyat biasa dan priyayi. Kesemuanya mempunyai peran yang sama-sama penting.
Transisi dari milisi dan laskar yang melebur menjadi satu kesatuan militer juga memerlukan
bahasan tersendiri. Hal ini disebabkan sejarah militer di Indonesia yang proses terbentuknya
melalui berbagai tahapan dan melalui serangkaian peristiwa. Baik peristiwa perang, gencatan
senjata, perpindahan kekuasaan bahkan hingga intrik politik.
Secara sederhana ruang lingkup sejarah militer bisa dibagi dalam 3 tahap.

1.

Tahap Rekonstruksi

Yakni tahap pembangunan kembali kekuatan militer yang sebelumnya saling menyebar untuk
dihimpun dalam satu kesatuan. Proses rekonstruksi bertujuan untuk menyatukan perjuangan
militer yang sebelumnya terpecah pecah menjadi satu. Contoh yang paling sederhana dari
proses rekonstruksi militer di Indonesia adalah pada masa revolusi kemerdekaan. Pada masa
ini, kekuatan kekuatan militer yang terpisah-pisah mencoba untuk bersatu dalam kesatuan
besar. Beberapa laskar rakyat maupun laskar santri mulai bergabung dengan pejuang-pejuang
yang ada di kota-kota. Berjuang dalam merebut kemerdekaan.

2.

Tahap Transisi

Yakni tahap peralihan dari kekuatan militer yang sudah bersatu padu namun belum memiliki
pengikat yang kuat. Meskipun masing masing milisi atau laskar sudah berstu namun belum
bisa tercipta suatu ikatan yang kuat. Maka pada masa ini dibentuklah TKR yang bertujuan
untuk mempersatkan kekuatan militer Indonesia dalam satu kesatuan yang padu. TKR sendiri
terdiri dari berbagai eleman. Entah itu mantan prajurit PETA, HEIHO, KNIL, maupun dari
laskar rakyat, pelajar maupun laskar santri. Proses transisi berlangsung lama, karena
memerlukan kondisi yang pas untuk bisa menyatukan semua eleman dalam satu kesatuan.
Pada masa agresi militer belanda, proses ini sangat membantu dalam menyatukan perlawanan
terhadap kekuatan militer Belanda dan Sekutu.

3.

Tahap Legitimasi

Tahap yang terakhir adalah tahap legitimasi di mana kekuatan militer yang semakin solid
memerlukan pengakuan dari seluruh elemen bangsa Indonesia dan dunia bahwa kekuatan
militer Indonesia sudah memiliki kekuatan besar yang siap mempertahankan NKRI dari
segala ancaman. Pada moment inilah TNI lahir. Sebagai kekuatan militer Indonesia. Yang
memiliki legitimasi dari seluruh elemen bangsa Indonesia bahwa TNI merupakan kekuatan
Militer Indonesia.

B.

Sejarah Militer di Indonesia

Sejarah militer di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sejarah kerajaan-kerajaan yang ada di
Indonesia. Militer pada masa kerajaan nusantara bersifat romantisme masa lalu. Pada abad 18
hingga masa kemerdekaan bersifat perjuangan mengusir penjajah. Pada masa kemerdekaan
hingga tahun 1949 bersifat mempertahankan kemerdekaan. Dan seterusnya hingga kini
militer bertransformasi menjadi pelindung keamanan dan keutuhan bangsa.
Militer pada masa kerajaan nusantara lebih bersifat romantisme masa lalu. Kerajaan
Nusantara terutama sriwijaya, majapahit dan mataram islam memiliki milter yang kuat dan
memiliki kekuatan yang besar pada zamannya. Sriwijaya dikenal dengan armada maritimnya
yang sangat kuat. Sebagai kerajaan maritim sriwijaya memfokuskan kekuatan militernya
pada angkatan laut. Tidak heran jika wilayah sriwijaya pada masa kejayaannya merata dari
pulau sumatera hingga semenanjung malaya.
Majapahit juga memiliki militer yang kuat. Meskipun kerajaan majapahit lebih
bercoral agraris karena terletak jauh dari pantai namun majapahit juga memiliki angkatan laut
yang tak kalah hebat dari sriwijaya. Adanya pelabuhan pelabuhan besar di utara pulau jawa
merupakan faktor pendukung kuatnya armada militer majapahit. Mataram islam juga

memiliki pasukan yang tangguh. Dalam melawan kolonial portugis di malaya, hingga
melawan belanda di batavia.
Romantisme pada kejayaan militer di masa lalu memiliki pengaruh yang kuat dalam
semangat rakyat indonesia terutama pada segi militer. Itulah yang terjadi pada masa
perlawanan terhadap penjajah. Beberapa daerah seperti aceh, jawa tengah, sumatera, hingga
maluku. Semua daerah tersebut memiliki sikap juang yang sangat tinggi warisan nenek
moyang mereka. Mulai dari perang padri, perang diponegoro, perang di maluku, perang di
makasar dan banyak daerah lainnya terpengaruh oleh romantisme masa lalu dan semngat
juang yang tetap menyertai seluruh rakyat.
Periode abad 19 menjadi periode peralawanan terhadap penjajahan. Dari pangeran
Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Pattimura, Cut Nyak Dien dan banyak pejuang lainnya
berjuang mengusir penjajahan Belanda. Perlawanan ini terus berlanjut hingga masa
pergerakan nasional. Meskipun perang terbuka dianggap kurang berhasil dalam mengusir
penjajah, namun bibit bibit perjuangan tak pernah pudar.
Pada masa jepang, milisi milisi rakyat mendapat pelatihan militer yang modern. Inilah cikal
bakal militer modern di Indonesia. Dengan diberi pekatihan militer oleh Jepang, rakyat
indonesia yang sebelumnya buta akan strategi perang modern mulai menguasai beberapa
taktik militer. Organisasi semacam PETA, HEIHO, dan banyak lainnya memberi kesempatan
bagi milisi rakyat untuk meningkatkan kemampuan militernya. Terbukti pada masa pasca
kemerdekaan, pasukan bekas PETA, HEIHO dll memegang peranan penting di garis depan
perlawanan. Dengan ilmu dan keahlian militer yang dimiliki, pasukan ini kerap menjadi
pioner dalam sebuah pertempuran.
Setelah indonesia merdeka pada tahun 1945 kesatuan-kesatuan unsur tentara mulai bersatu
ke dalam satu wadah yakni TKR. TKR kemudian berubah menjadi BKR yang kemudian juga
berubah menjadi TRI. Pada akhirnya, nama yang digunakan hingga saat ini adalah TNI.
Tentara Nasional Indonesia.
Terdapat sebuah gesekan kecil mengenai keterlibatan tentara dalam kanacah non kemiliteran
termasuk politik dan ekonomi dapat ditelusuru semenjak awal kemerdekaan. Konstelasi
politik yang kompleks dalam suasana revolusioner saat itu telah melahirkan sosok tentara
yang otonom dari segala campur tangan pemerintahan sipil. Tentara menganggap bahwa
dirinya tidak dilahirkan melalui rahim sistem politik dan pemerintahan yang saat itu
didominasi oleh para politisi, melainkan oleh kompleks suasana revolusioner tersebut. Oleh
karena itu, tentara merasa lebih bertanggung jawab secara langsung kepada negara dan
bangsa daripada kepada para politisi yang sedang memegang pucuk pemerintahan. [5]
Proklamasi ternyata merupakan awal dari sebuah perseteruan panjang dari keduanya, di mana
sikap para politisi sipil yang demikian lunak dan kompromistik terhadap musuh tidak dapat
diterima oleh para pemuda. Mereka mengambil berbagai langkah dengan membentuk
kesatuan-kesatuan bersenjata yang merupakan embrio lahirnya tentara Indonesia di berbagai
wilayah dengan cara melucuti senjata tentara Jepang. Mereka berinisiatif sendiri dan hanya
mengandalkan dukungan masyarakat yang sedang bergejolak dalam suasana revolusi. Situasi

revolusi inilah terutama dari para pendukung kemerdekaan (politisi dan pemuda) di atas,
telah melahirkan dua hal yang sangat berpengaruh dalam kehidupan tentara dan politik di
Indonesia untuk masa-masa berikutnya.
Pertama, dari perbedaan sikap tersebut menimbulkan lahirnya karakter tentara yang memiliki
otonomi relatif terhadap para politisi yang duduk di pmerintahan, serta merupakan awal
ketidak harmonisan hubungan antar keduanya yg ingin saling mengintervensi dan
menguasai.Kecenderungan lain yang timbul adalah pengidentifikasian tentara dengan negara:
tentara selalu mengidentifikasikan dirinya sebagai kepentingan negara dan kepentingan
rakyat hal ini sangat terasa pada jaman Orde Baru. Kedua, perbedaan pandangan tersebut
juga berakibat pada kelambanan pemerintah dalam merespon tuntutan untuk membentuk
sebuah organisasi ketentaraan yang sentralistik di bawah kendali efektif pemerintahan. hal ini
juga masih ditambah persoalan lain; kemajemukan unsure pembentuk tentara, dan masih
sangat sulitnya komunikasi dan koordinasi, telah membuat kekuatan bersenjata Indonesia
sangat jauh dari sekedar bisa berjalan bersama.[6]
Unsusr-unsur pembentukan tentara Indonesia: pertama, kelompok bekas anggota PETA
adalah kelompok paling besar jumlahnya dalam komposisi korps perwira. Kedua, adalah
mereka yang merupakan bekas perwira KNIL. Ketiga, kelompok yang berasal dari para
pemuda yang bergabung dengan tentara regular secara langsung ataupun dipindahkan dari
anggota kelaskaran.[7]
Setelah TNI terbentuk, sempat mengalami goncangan yang cukup besar. Salah
satunya dari peristiwa G30SPKI. Peristiwa ini cukup mencoreng nama baik TNI dimana
terdapat beberapa oknum TNI yang ikut membelot bersama PKI. Bahkan sebagian besar dari
Angkatan Udara memihak PKI. Namun sete;ah Soeharto muncul keadaaan berbalik. TNI
berhasil tampil sebagai penyelamat bangsa dari rongrongan komunisme.
Tugas TNI adalah sebagai penjaga pertahanan dan keamanan negara dari ancaman
luar. Serta bertugas untuk menjaga kesatuan NKRI. TNI pernah melakukan tugas besar yang
hingga kini masih diingat sebagai salah satu bakti TNI bagi bangsa. 3 operasi milter yang
terkenal, yakni Dwikora, Trikora serta Seroja. Masing masing dalam perseteruan dengan
Malaysia, merebut Irian barat dan dalam proses integrasi timor-timor.
Selain itu, TNI juga pernah melakukan operasi militer di dalam negeri dalam rangka
memelihara keamanan dalam negeri. Meskipun merupakan kebijakan yang tidak terlalu
populer karena harus melawan bangsa sendiri. Operasi militer ini diantaranya ada di Aceh,
Maluku, papua, dan daerah daerah lainnya.
TNI kini memiliki tugas yang relatif lebih ringan dibanding masa lalu. Namun tetap
beban yang ditanggung oleh TNI bukanlah beban yang biasa.

[1] Sejarah Militer. http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_militer. Diakses tanggal 27 Februari


2012. Pukul 06.00 WIB.
[2] Sejarah Militer; Manusia Wajib Berperang?. http://www.anneahira.com/sejarahmiliter.htm. Diakses tanggal 27 Februari 2012. Pukul 06.00 WIB.
[3] Dwi Pratomo Yulianto. 2005. Militer dan Kekuasaan; Puncak-Puncak Krisis Hubungan
Sipl-Militer di Indonesia. Yogyakarta: Narasi. Hlm. 1.
[4] Dwi Pratomo Yulianto. 2005. Militer dan Kekuasaan; Puncak-Puncak Krisis Hubungan
Sipl-Militer di Indonesia. Yogyakarta: Narasi. Hlm. 2-3.
[5] Dwi Pratomo Yulianto. 2005. Militer dan Kekuasaan; Puncak-Puncak Krisis Hubungan
Sipl-Militer di Indonesia. Yogyakarta: Narasi. Hlm. 9.
[6] Ibid. Hlm. 11-12
[7] Ibid. Hlm 12-14.

Anda mungkin juga menyukai