Anda di halaman 1dari 7

PERUMUSAN MASALAH

oleh Muhammadi
1.

Mencari Objek Penelitian

2.

Mencari Penyelesaian

3.

Pendekatan Sistem

4.

Model Sebagai Perumusan Masalah

5.

Pengembangan Model

6.

Hipotesis

7.

Daftar Acuan

Proses penelitian selalu dimulai dengan adanya masalah yang ingin diketahui. Seringkali berbagai gejala dan
fenomena yang terlihat pada suatu persoalan tidak mudah diidentifikasi. Sebuah gejala yang oleh orang awam dilihat
sebagai hal biasa, oleh seorang peneliti mungkin bisa dilihat sebagai hal yang mempunyai suatu maksud.
Apabila gejala pada pengamatan permulaan belum dapat diidentifikasi, maka interpretasi dan antisipasi kita pada
gejala tadi belum dapat ditentukan. Oleh karena itu suatu gejala atau masalah dalam proses penelitian harus
dirumuskan terlebih dahulu sehingga bisa menjadi masukan pada awal kegiatan penelitian.
Penelitian adalah suatu proses berdaur tertutup yang bermula dari adanya gejala yang terlihat, timbul pertanyaan,
kemudian ada perumusan tujuan dengan perumusan masalah mengawali rangkaian dalam proses penelitian. Berikut
ini akan dijelaskan gambaran tentang konsep berpikir dan cara menemukan masalah untuk dicari jawabannya
melalui proses penelitian.
1. MENCARI OBYEK PENELITIAN
Obyek penelitian dapat ditemui dengan berbagai cara. Ada yang dapat kita temui secara pasif, ada yang kita cari
secara aktif. Contoh obyek penelitian yang ditemui secara pasif adalah penelitian yang datang berdasarkan autoritas.
Misalnya permintaan penelitian yang datang dari pimpinan suatu lembaga penelitian, atau penelitian pesanan dari
suatu sponsor. Untuk hal semacam itu masalah penelitian sudah ada dengan sendirinya, sehingga sebagai peneliti
kita tinggal merumuskan obyeknya dan meneruskan tahap-tahap penelitian selanjutnya.
Suatu masalah hendaknya terumuskan dalam suatu pertanyaan yang jelas. Merumuskan masalah bukanlah suatu
yang mudah. Seringkali apa yang kita lihat sebagai masalah bukanlah masalah itu sendiri, melainkan hanya gejala
dari suatu masalah yang belum kita pahami. Yang kita lihat itu adalah gejala, dan bila kita memproses
penyelesaiannya maka yang kita hasilkan adalah penyelesaian suatu gejala, bukan penyelesaian masalah. Dengan
demikian dalam kita merumuskan masalah, pertama kali yang harus dilakukan adalah mendalami apa sebenarnya
masalah yang harus diteliti, apakah ia merupakan pokok masalah atau gejala suatu masalah:
Bila kita dalami maka suatu masalah tersusun atas komponen sebagai berikut:
a.

subyek, yaitu orang atau sekumpulan orang yang melihat atau menetapkan adanya masalah, sehingga
merasa perlu untuk mengatasi atau mencari jawaban.

b.

tujuan (obyektif), yang akan dicapai dari adanya masalah tersebut.

c.

alternatif, beberapa langkah yang dilakukan pada masalah.

d.

lingkungan masalah, dalam arti masalah itu tadi merupakan sistem dalam suatu sistem yang lebih luas dan
tidak terpisahkan dari lingkungan yang mengitarinya.

2. MENCARI PENYELESAIAN
Suatu masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan hendaknya diarahkan pada langkah-langkah untuk
mencari jawabannya. Ada empat elemen yang dapat kita pakai untuk menstrukturkan masalah ke arah
penyelesaiannya.
a.

Model, yaitu penggambaran masalah secara kualitatif sehingga tampak bayangan atau citra mental dari
persoalan.

b.

Kriteria, yakni keharusan-keharusan yang dijabarkan dari tujuan yang hendak dicapai. Dengan Kriteria kita
dapat mengukur tingkat keberhasilan kegiatan penelitian.

c.

Pembahas (kendala), yaitu faktor-faktor yang mengikat seorang peneliti dalam memecahkan suatu masalah.
Pembatas atau kendala tadi dapat berupa kendala sumber daya tenaga, biaya, waktu, ruang gerak dan
sebagainya. Pemecahan masalah harus diambil yang terbaik dari yang memenuhi kendala tersebut.

d.

Optimasi, yakni pemecahan optimum suatu masalah berdasarkan kemampuan dan batasan yang ada.

3. PENDEKATAN SISTEM
Pendekatan sistem meliputi cara berpikir, cara mencari jalan terbaik dan cara melaksanakan penyelesaian masalah
dengan memperhatikan unsur-unsur yang berhubungan dengan masalah tersebut secara menyeluruh dan rasional.
Setiap hari kita dihadapkan pada bermacam-macam masalah yang memerlukan penyelesaian. Masalah tersebut
dapat menyangkut bermacam-macam hal. Ada yang menyangkut suatu yang perlu mendapatkan penanganan yang
cepat. Ada yang menyangkut ruang dan waktu yang sempit. Dalam memikirkan tindakan apa yang akan kita ambil,
usaha pemikiran kita sangat tergantung kepada hal-hal yang tersangkut dalam masalah tersebut.
Keperluan dan kegunaan berpikir secara menyeluruh, berpikir bersistem, pada hampir setiap bidang ilmu tampak
sekali perkembangannya. Untuk masing-masing bidang perkembangan, berpikir sistem ini diwarnai dengan
kepentingan masing-masing. Ada bidang yang dalam berpikir bersistem menenkankan pada ciri-ciri sistem dan
komponen-komponennya ada yang baru berkembang pada penyusunan sistem yang baru, ada pula yang baru
mencoba mengenali unsur-unsurnya.
Dengan pesatnya perkembangan lmu yang makin mendalam pada masing-masing bidang, maka perhatian ilmuwan
akan menjurus pada hal-hal yang menyempit tetapi mendalam. Demikian pula unsur-unsur pemikiran sistemnya
akan mengarah pada hal-hal yang mempunyai sifat, bentuk, atau istilah yang khusus. Dengan demikian ada
kemungkinan bahwa lmuwan pada berbagai bidang, oleh karena kekhusussan masing-masing tidak mampu lagi
berkomunikasi satu sama lain.
Suatu masalah seringkali dapat kita selesaikan dengan sebaik-baiknya, apabila masalah tadi dapat kita tinjau secara
menyeluruh. Menyeluruh dalam memahami persoalannya, menyeluruh dalam melaksanakan penyelesaiannya, dan
menyeluruh dalam mencapai penyelesaiannya. Luas sempitnya arti menyeluruh tentu tergantung pada apa
masalahnya. Secara umum menyeluruh dapat dikatakan sebagai mencakup segala sesuatu yang mempunyai kaitan
dengan persoalan yang sedang dihadapi.
Adakalanya kita dengan mudah mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan persoalan kita. Adakalanya kita
tidak menyadari masih ada hal-hal lain yang berkaitan dengan persoalan kita. Adakalanya pula kita tahu bahwa
masih ada hal-hal lain yang berkaitan dengan persoalan kita, tetapi kita tidak tahu apa wujud kaitan-kaitan itu. Dalam
keadaan seperti itu dikatakan bahwa masalah yang kita hadapi belum terumuskan. Berpikir sistem memerlukan
ketrampilan dan kekuatan untuk merumuskan persoalan dan cara penyelesaian secara menyeluruh. Kita harus
mampu membayangkan situasi-situasi awal sampai akhir secara menyeluruh. Dengan berpikir bersistem kita akan
dapat mengidentifikasi segala sesuatu yang akan terlibat serta pengaruhnya dalam penciptaan kondisi yang
diinginkan. Orang yang tidak mampu berpikir bersistem sering dianalogikan dengan empat orang buta yang melihat
gajah. Oleh karena cara orang buta dalam melihat gajah dengan cara meraba bagian dari gajah maka apa yang

dapat diraba itulah yang diinterpretasikannya sebagai gajah. Keempat orang buta tadi memperoleh pengertian yang
saling berbeda tentang gajah, disebabkan karena tidak mampu melihat suatu fenomena secara menyeluruh.
Secara umum, pengertian sistem adalah sekelompok hal atau benda, aktifitas, ide dan sebagainya serta kombinasikombinasi dari padanya yang mempunyai kesatuan fungsi atau organisasi. Kesatuan fungsi ini menunjukkan adanya
arah tujuan atau keterkaitan terhadap sesuatu yang menyangkut keseluruhan yang terlibat. Singkatnya, sistem
adalah suatu kumpulan unsur yang saling berinteraksi dan secara terpadu menuju suatu tujuan bersama. Jadi,
apabila masalah penelitian itu dipandang sebagai suatu sistem, maka masalah penelitian tersebut terdiri dari
beberapa sub masalah. Tiap-tiap sub masalah tersebut diteliti dan keluaran penelitian dari masing-masingnya
dihubungkan dan disusun secara sistematis untuk menghasilkan keluaran penelitian secara terpadu, yang menjadi
tujuan sistem penelitian keseluruhan.
Dalam merumuskan persoalan, kita dapat mengelompokkan hal-hal yang berkaitan dengan penyelesaian persoalan
dengan hal-hal sebagai berikut:
a.

hal-hal yang harus kita ubah,

b.

hal-hal yang harus kita pegang, ikuti pertahankan,

c.

hal-hal yang harus kita perhatikan pengaruhnya,

d.

hal-hal yang harus kita ciptakan atau hasilkan

e.

hal-hal yang harus kita pergunakan.

Dalam pendekatan sistem sering dipergunakan model masukan/keluaran (input/output). Dalam hal
ini sistem dinyatakan sebagai kotak hitam yang memiliki masukan dan keluaran. Masukan dapat dipandang
sebagai variabel bebas atau sebab, sedangkan keluaran adalah variabel tak bebas atau akibat. Masukan dapat
dibedakan menjadi masukan mentah, masukan lingkungan dan masukan instrumental. Masukan mentah adalah
masukan yang diolah dalam proses penelitian untuk menghasilkan keluaran penelitian. Masukan lingkungan adalah
masukan yang terpisah dan tidak dapat dikendalikan oleh sistem tetapi mempengaruhi atau ikut menentukan
kelakuan sistem. Faktor lingkungan ini perlu diperhitungkan, terutama apabila data yang dikumpulkan mendapat
pengaruh yang cukup besar dari lingkungan seperti pada penelitian lapangan. Masukan lingkungan juga dapat
berupa batas-batas fisika, seperti suhu, kecepatan cahaya, dan lain-lain.Masukan instrumental adalah masukan
berupa alat yang dipergunakan dalam penelitian, baik berupa piranti keras (seperti alat ukur), maupun piranti lunak
(seperti teori atau dalil).
4. MODEL SEBAGAI PERUMUSAN MASALAH
Salah satu teknik yang sering digunakan dalam proses penelitian adalah membuat model obyek yang akan diselidiki.
Model merupakan penggambaran atau abstraksi dari suatu obyek atau keadaan nyata. Ia menunjukkan relasi
interelasi, baik langsung atau tidak langsung, dari aksi dan reaksi yang dinyatakan dalam bentuk sebab-akibat.
Karena model itu merupakan tiruan kenyataan, maka ia harus dapat menggambarkan berbagai aspek kenyataan
tiruan kenyataan, maka ia harus dapat menggambarkan berbagai aspek yang diselidiki. Salah satu alasan utama
pengembangan model adalah untuk lebih memudahkan pencarian variabel-variabel yang penting dan berkaitan
dengan penelitian yang dilakukan.
Model dapat dikategorikan dengan berbagai cara, misalnya berdasarkan tipenya, ukurannya, fungsinya atau
tujuannya. Kategorisasi yang umum dipakai adalah berdasarkan tipenya, yang terbagi atas model ikonik atau model
fisik, model analog atau model diagramatik, dan model simbolik atau model matematika.
Model ikonik ialah penggambaran fisik suatu obyek, baik dalam ukuran asli maupun dalam ukuran yang berbeda.
Model ikonik digunakan untuk menjelaskan suatu keadaan pada suatu waktu tertentu. Model ikonik dapat
mempunyai dua dimensi (foto, peta), atau tiga dimensi (maket). Dengan demikian suatu obyek yang berdimensi lebih
dari tiga tidak dapat digambarkan dengan menggunakan model ikonik ini.
Model analog adalah model yang dapat menggambarkan situasi dinamik, misalnya kurva permintaan. Model analog
sering digunakan untuk menggambarkan hubungan kuantitatif antara unsur-unsur yang berbeda, atau

menggambarkan berbagai proses yang berbeda dari unsur-unsur yang sama. Contoh penggunaan model analog
adalah pengujian sistem kendali dengan menggunakan komputer analog. Sistem kendali tersebut dinyatakan
sebagai fungsi alih yang ditirukan dalam komputer analog. Dengan menggunakan percobaan pada komputer analog,
maka perilaku sistem kendali tersebut dapat disimulasikan dan dianalisis.
Model simbolik dimulai dari model-model abstrak yang terdapat pada pikiran kita kemudian diwujudkan sebagai
model simbolik. Salah satu bentuk model simbolik yang sering digunakan adalah persamaan matematika. Dengan
kemajuan teknologi dewasa ini, model matematik tersebut dapat diganti menjadi model komputer. Unsur-unsur
dinamika sistem diidentifikasikan dan dinyatakan sebagai persamaan matematika atau komputer. Dengan
mempergunakan data dan asumsi, persamaan matematika atau komputer tersebut diselesaikan atau dijalankan
pada komputer.
Model matematik dapat dibedakan atas model probabilistik atau deterministik, model statis atau dinamis, standar
atau custom made. Apabila data yang diperlukan bagi model mempunyai derajat kepastian yang tinggi, maka
diperlukan model deterministik dengan menggunakan teori matematika. Apabila data yang diperlukan bagi model
mempunyai derajat kepastian yang rendah maka diperlukan teori probabilistik dengan menggunakan teori statistika.
Apabila untuk suatu jangka waktu variabel dianggap konstan maka dipergunakan model statis, dan interelasi unsurunsur model dinyatakan sebagai persamaan yang tidak berubah dengan waktu. Sedangkan apabila variabel berubah
dengan waktu, maka dipergunakan model dinamis, dan interelasi unsur-unsur dalam model dinyatakan sebagai
persamaan fungsi waktu.
Dalam pemecahan suatu model penelitian dapat dicari terlebih dahulu model yang pernah digunakan untuk
memecahkan soal penelitian yang hampir sama. Model tersebut dapat diperoleh dari perbendaharaan pustaka yang
ada. Apabila model standar tidak dapat diperoleh, maka model tersebut tinggal diubah sedikit, disesuaikan dengan
permasalahan yang dihadapi dalam model. Apabila model standar tidak dapat diperoleh, maka terpaksa untuk model
baru, model custom made yang khusus untuk penelitian itu.
5. PENGEMBANGAN MODEL
Terdapat tiga tahap pengembangan model yaitu abstraksi, deduksi dan realisasi. Dalam tahap abstraksi, hubunganhubungan yang penting dipilih, dianalisis dan kemudian setelah melalui tahap deduksi, berakhir pada penyusunan
model. Berikutnya, dibuat pernyataan kesimpulan-kesimpulan yang harus dapat dicek kebenarannya mengenai
sistem yang sesungguhnya; tahap ini disebut realisasi. Realisasi terdiri dari dua bagian yaitu validasi dan
implementasi.
Validasi mencek model untuk menemukan apakah model itu memiliki validitas. Apabila model sudah sesuai maka
model dapat diimplementasikan. Kalau hasil validasi tidak memenuhi kreteria penyajian, kita dapat memulai daur
lagi. Dalam daur kedua itu informasi dari daur pertama dapat digunakan. Dalam praktek batas-batas antara langkahlangkah tersebut tidak begitu jelas dan kaku. Dalam pengembangan model, intuisi dan perasaan memegang peranan
penting.
Model tidak harus tunggal, sebab untuk suatu obyek penelitian dapat dibuat lebih dari satu model. Berbagai model
alternatif tersebut tercipta karena penggunaan asumsi yang berlainan, serta tergantung dari sasaran pembuatan
model yang dipergunakan. Berbagai model alternatif tersebut dipilih dengan mempergunakan kriteria antara lain
kemampuan untuk menirukan kenyataan alamiahnya, mudahnya analisis, lengkapnya unsur-unsur penting dalam
model, penggunaan hasil simulasi atau analisis dan lain-lain.
Keruwetan model dibatasi dengan hanya mempergunakan unsur yang penting saja. Tetapi dengan pengabaian
unsur-unsur yang dianggap tidak penting, dapat timbul kesalahan atau ketidaktelitian hasil penelitian. Biasanya
lingkup model ditentukan sesuai dengan tujuan dan sumber daya pembuatan model.
Model sangat berguna dalam penelitian, karena obyek yang diteliti dapat ditirukan dan dianalisis dengan model.
Dalam hal ini model menjadi alat untuk mendalami dan menelusuri permasalahan melalui penelitian struktur dan
dinamika model. Dengan demikian, model menjadi alat untuk turut menentukan sistematika penalaran dalam
pelaksanaan penelitian
6. HIPOTESIS

Masalah dapat dirumuskan secara konkrit dalam bentuk hipotesis. Banyak batasan yang diberikan untuk hipotesis.
Salah satu diantaranya menyebut hipotesis sebagai proposis (pertimbangan) yang diajukan sebagai dasar penalaran
dan pengandaian yang dirumuskan dari data yang telah terbukti dan diajukan sebagai penjelasan sementara
mengenai suatu peristiwa atau kejadian guna membangun suatu dasar bagi penelitian lebih lanjut. Secara etimologi,
hipotesis berasal dari kata-kata these yang berarti pendapat, dan hypo yang berarti kurang. Jadi hipotesis dapat
diartikan sebagai pendapat yang masih memiliki kekurangan, belum final dan masih memerlukan pembuktian.
Dengan demikian hipotesis adalah suatu pendapat atau kesimpulan sementara, yang masih perlu dibuktikan
kebenarannya, sebelum diterima sebagai suatu kesimpulan. Tegasnya hipotesis adalah suatu jawaban duga yang
dapat menjadi jawaban yang benar. Bila kemudian dengan data yang terolah dapat dibuktikan kebenarannya maka
hipotesis tersebut dapat berubah menjadi suatu kesimpulan atau tasis (pendapat yang telah teruji kebenarannya).
Pada mulanya tidak banyak orang berpendapat bahwa penelitian lebih berhubungan dengan pengumpulan faktafakta daripada menduga-duga jawaban suatu masalah. Belakangan baru diyakini manfaat hipotesis bagi
pelaksanaan penelitian. Hipotesis mengkonkritkan dan memperjelas masalah yang diselediki, karena dalam hipotesis
secara tidak langsung ditetapkan lingkup persoalan dan jawabannya. Pada gilirannya hipotesis memberikan arah
dan tujuan pelaksanaan penelitian, sehingga terhindarkan adanya penelitian yang tak bertujuan. Dengan hipotesis
yang dirumuskan secara baik, proses penelitian lebih terjamin akan berlangsung secara teratur, logis dan sistematis
menuju pada tujuan akhir penelitian. Selain dari itu hipotesis, memberikan jalan yang cepat dan efisien ke arah
penyelesaian masalah. Tanpa hipotesis, pengumpulan data dan informasi akan dilakukan secara membabi-buta.
Hipotesis memberikan batasan data yang diperlukan atau sesuai dengan kebutuhan penelitian.
Meskipun telah dikemukakan kegunaan hipotesis, namun tidak semua penelitian secara mutlak memerlukan
hipotesis, oleh karen sifatnya hanya sebagai pemandu ke arah penyelesaian masalah. Penelitian yang
mempersoalkan macam hubungan (perilaku) antara dua atau lebih variabel biasanya memerlukan hipotesis.
Sebaliknya penelitian yang sifatnya hanya mengumpulkan dan mendeskripkan fakta-fakta biasanya tidak
memerlukan hipotesis. Penelitian dalam bidang ilmu tertentu, seperti botani sistematika, paleoantropologi, filsafat,
matematika dan penelitian yang eksploratif biasanya tidak memerlukan adanya hipotesis.
Hipotesis selalu dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan yang mengutarakan bentuk hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat. Berdasarkan cara mengutarakan bentuk hubungan variabel dikenal dua macam hipotesis.
Hipotesis kerja merupakan hipotesis yang menyatakan hubungan antar variabel secara operasional. Hipotesis ini
biasanya dirumuskan dalam ungkapan : "Jika ....., maka .....". Hipotesis nol adalah hipotesis yang menyatakan
adanya kesamaan atau tidak adanya perbedaan antara beberapa masalah. Hipotesis nol ini pada umumnya
diselesaikan dengan perhitungan statistik untuk menguji kebenaranya (diterima) atau ketidakbenaranya (ditolak).
Bentuk hipotesis biasanya dirumuskan dalam ungkapan: "Tidak ada perbedaan antara ..... dengan ..... ". Dengan
demikian apabila ternyata bahwa hipotesis nol terbukti tidak benar, maka kesimpulannya menjadi: "Ada perbedaan
antara ..... dengan .....". Kedua hipotesis tersebut tidak sama, akan tetapi saling melengkapi. Keduanya seringkali
sengaja saling dipertentangkan untuk kepentingan suatu pembuktian yang mengarah pada obyektivitas.
Hipotesis dapat diuji dengan metode statistika. Pada dasarnya pengujian statistika bertujuan untuk menguji hipotesis
nol. Hipotesis nol yang diterima berarti bahwa perbedaan-perbedaan yang ditemukan antara kelompok yang diteliti
hanya merupakan suatu kebetulan saja. Hipotesis nol yang ditolak sebaliknya menyatakan bahwa memang benar
bahwa ada perbedaan antara kedua kelompok tersebut. Dengan demikian hipotesis nol dapat menerangkan adanya
faktor kebetulan yang dapat terjadi oleh karena kesalahan dalam pemilihan sampel.
Kesalahan dalam pemilihan sampel yang diamati pada proses pengujian hipotesis dapat mengakibatkan dua jenis
kesalahan. Kesalahan tipe I adalah menolak suatu hipotesis, padahal sampel sebetulnya sesuai dengan yang
diasumsikan dalam hiotesis. Kesalahan tipe II adalah tidak menolak suatu hipotesis sedangkan sampel yang dipilih
tidak sesuai dengan yang diasumsikan dalam hipotesis.

Rumusan Masalah Penelitian


A.Pengertian Rumusan Masalah
Seperti kita ketahui bersama bahwa penelitian itu dilakukan adalah untuk mendapatkan data yang antara lain
digunakan untuk memecahkan masalah. Karena itu, setiap penelitian yang akan dilakukan haruslah selalu berangkat
dari masalah, seperti yang telah diungkapkan oleh Emory (dalam Sugiyono, 2004: 52) bahwa Baik penelitian murni
maupun terapan, semuanya berangkat dari masalah. Namun sebelum kita membahas lebih jauh tentang perumusan
masalah dalam suatu penelitian, maka alangkah baiknya jika kita mengerti terlebih dahulu tentang pengertian
masalah dan rumusan masalah itu sendiri, agar nanti kita tidak mengalami kesalahpahaman dalam membuat suatu
rumusan masalah.
Menurut Sugiyono (2004:55), masalah diartikan sebagai suatu kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa
yang terjadi, sedangkan rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui
pengumpulan data. Rumusan masalah juga merupakan hulu dari suatu penelitian, dan merupakan langkah yang
penting serta pekerjaan yang sulit dalam suatu penelitian (Nazir, 1999: 111). Dari beberapa pengertian masalah dan
rumusan masalah di atas maka dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah itu adalah suatu pertanyaan-pertanyaan
pemandu yang akan dijadikan dasar atau landasan bagi seorang peneliti guna mendapatkan jawaban dari suatu
masalah yang telah diangkat sebelumnya dalam suatu penelitian.
B.Tujuan perumusan masalah
Berdasarkan tentang pengertian dari rumusan masalah di atas, yaitu sebagai pertanyaan-pertanyaan yang akan
dicarikan jawabannya dalam sebuah penelitian, maka menurut Nazir (1999: 111), tujuan dari pemilihan dan
perumusan masalah itu sendiri adalah untuk:
1.
Mencari sesuatu dalam rangka pemuasan akademis seseorang;
2.
Memuaskan perhatian serta keingintahuan seseorang akan hal-hal yang baru;
3.
Meletakkan dasar untuk memecahkan beberapa penemuan penelitian sebelumnya ataupun dasar untuk
penelitian selanjutnya;
4.
Memenuhi keinginan sosial;
5.
Menyediakan sesuatu yang bermanfaat.
Sedangkan Subana dan Sudrajat (2003:65) mengatakan bahwa perumusan masalah juga bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana kualitas penelitian itu sendiri, karena setiap penelitian selalu berangkat dari masalah.
C. Ciri-ciri Masalah Yang Baik

Masalah merupakan titik tolak untuk melakukan sebuah penelitian, akan tetapi tidak semua masalah yang kita
temukan itu layak untuk kita teliti. hal ini sependapat dengan Anggoro(2007:1.15) yang mengatakan bahwa
walaupun masalah merupakan titik tolak untuk melakukan penelitian, namun tidak semua masalah itu dapat
dijadikan objek untuk diteliti. Karenanya sebelum seorang peneliti dapat merumuskan masalah dalam penelitiannya,
maka ia lebih dahulu harus mengidentifikasi dan memilih masalah-masalah tersebut, yaitu dengan memperhatikan
ciri-ciri dari suatu masalah yang baik sehingga masalah yang akan diangkat nanti benar-benar layak untuk diteliti.
Adapun ciri-ciri masalah yang baik tersebut menurut Nazir (1999: 112), adalah sebagai berikut:
1. Masalah harus ada nilai penelitian.
Artinya, masalah itu harus mempunyai kegunaan tertentu serta dapat digunakan untuk suatu keperluan. Hal ini
meliputi: masalah haruslah mempunyai keaslian; masalah harus menyatakan hubungan; masalah harus merupakan
hal yang penting; masalah harus dapat diuji; dan masalah harus dinyatakan dalam bentuk pertanyaan.
2. Masalah harus fisibel
Masalah yang mempunyai fisibilitas, artinya masalah tersebut harus dapat dipecahkan. Ini berarti: data untuk
memecahkan masalah harus tersedia; biaya untuk memecahkan masalah secara relatif harus dalam batas-batas
kemampuan; waktu untuk memecahkan masalah harus wajar; biaya dan hasil harus seimbang; administrasi dan
sponsor harus kuat; dan tidak bertentangan denga norma dan adat.
3. Masalah harus sesuai dengan kualifikasi peneliti.
Selain mempunyai nilai ilmiah serta fisibel, masalah juga harus sesuai dengan kualifikasi si peneliti sendiri. Dalam hal
ini, masalah yang diteliti sekurang-kurangnya: menarik bagi sipeneliti; dan cocok dengan kualifikasi ilmiah si peneliti.
Sedangkan menurut Anggoro, dkk (2007: 1.15-1.17), ada tiga karakteristik yang harus diperhatikan dalam memilih
suatu masalah yang baik, yaitu:
1.
Masalah harus layak diteliti, artinya adalah bahwa pengkajian terhadap masalah tersebut dapat dilakukan
dengan cara yang terukur secara empiris melalui pengumpulan dan pengolahan data.
2.
Masalah harus mempunyai nilai teoritis dan praktis, ini berarti bahwa suatu masalah tersebut memang harus
diangkat dari sebuah teori yang kuat dan mempunyai dampak praktis yang dapat memperbaiki praktek atau
penyelenggaraan sesuatu.
3.
Masalah harus realistis, yang artinya masalah tersebut harus memperhatikan unsur keterjangkauan yang
meliputi ketersediaan waktu, tenaga, dan biaya.
4.
Masalah juga sebaiknya aktual atau kebaruan, artinya jika masalah yang akan diangkat merupakan
masalah yang baru dan sedang hangat-hangatnya, tentu nilai penelitian akan menjadi lebih tinggi maknanya.

Anda mungkin juga menyukai