Anda di halaman 1dari 5

JANJI YANG DIA TEPATI

Oleh : Ugi Supriatna


Malam masih menyelimuti manusia-manusia yang terlelap dalam buaian selimut tebal
nan hangat. Di luar,sang dewi malam terlihat masih segar dan cantik menghiasi kelamnya langit
yang bertabur ribuan bintang yang berkelap-kelip, bak cahaya dari mata bidadari yang mengintip
hiruk pikuk dunia. Hal itu semakin lengkap dengan tambahan dari rangkaian orkestra para
pemusik kecil, sang penghuni malam yang mungkin hanya bisa ditemui di sebagian malam.
Oh indahnya malam ini ya Allah. Sungguh ini adalah sebuah kenikmatan batin tak
ternilai yang kau berikan padaku. Gumam kecil hatinya.
Terlihat seorang anak laki-laki dengan kedua tangan memangku dagunya sedang
menikmati malam melewati jendela kecil kamarnya yang sudah lapuk termakan rayap. Umurnya
kira-kira 15 tahun. Tak lama terdengar sayup-sayup teriakan parau dan genderang bedug yang
cukup keras, hingga membahana seisi rumahnya.
SAHUUUR SAHUUUUR, bapak-bapak ibu-ibu hayu sahur! Sontak hal ini
membangunkan dia dari lamunannya. Tak lama kemudian terdengar ketokan pintu dari seseorang
bersuara lembut namun terasa sedikit lirih.
Zan , hayu sini kita sahur. Itu ternyata ibunya. Dia pun bergegas pergi ke ruang tengah
untuk sahur bersama.
Disana terlihat ibu dan adiknya sedang duduk bersila menghadap ke hidangan yang
selintas hanya terlihat sebuah bakul bambu yang tertutup oleh kipas, yang di sampingnya
tergeletak beberapa potong tempe goreng kering tanpa bumbu, beberapa potong telur goring tipis
dan tiga gelas plastik berisi air teh hangat tanpa gula. Anak itu sekilas tanpa ekspresi. Namun
saat ibunya menyuruhnya duduk, anak itu secepat kilat memberikan senyuman kepada ibunya.
Sejenak suasana hening, sehening malam di luar sana. Lalu ibunya berkata kepada kedua
anaknya seakan untuk memecahkan keheningan.
Zan, Ri, maaf, di sahur pertama ini emak hanya bisa menyajikan ini buat hidangan ini
buat kalian. Maafkan emak tidak bisa menjadi mereka di luar sana yang sungguh sangat
bersemangat mencari dan menyajikan hidangan terbaik dalam pengetahuannya untuk sekedar
pembuka Ramadhan. Kata ibunya, seakan ingin mengadu kepada kedua anaknya. Suaranya
lebih lirih dari sebelumnya.
Alhamdulillah, Tidak apa-apa ma, syukuri saja apa yang ada di hadapan kita. Ini sudah
lebih dari cukup untuk kita bertiga menjaga shaum kita sehari kedepan. Insya Allah deh Mizan
akan membawakan makanan buka nanti yang lebih dari ini. Sahut anak itu dengan wajah
tersenyum kepada ibunya.

Ayo Ri, ma makan. Ri, pacepet-cepet habis yukk. Yang paling lambat habis nanti harus
mencuci piring bekas sahur ini. Ajak anak itu. Ibunya pun tersenyum.
Ayooo ka. Jawab adiknya. Seketika suasana menjadi hangat dan penuh tawa.
***
Kumandang adzan Shubuh akhirnya menggema, pertanda detik-detik shaum untuk hari
itu dimulai. Anak itu bergegas mengganti bajunya untuk pergi ke tempat penerbitan salah satu
koran ternama di kotanya. Dia adalah seorang loper koran sekaligus penjual koran keliling.
Sudah satu tahun terakhir dia menggeluti pekerjaan itu demi menyambung hidup keluarganya
pasca ditinggal ayahnya. Ibunya yang hanya buruh cuci tidak bisa menutupi kebutuhan
keluarganya dan kebutuhan sekolah adiknya, yang memaksanya untuk putus sekolah dan
membantu ibunya untuk mencari nafkah.
Ema, Mizan pamit ya ma. Doakan Mizan buat bisa dapat uang yang banyak hari ini biar
Mizan bisa nepatin janji Mizan pas tadi sahur. Ya ma. Kata anak itu sambil mencium tangan
ibunya.
Iya Zan. Doa ema selalu menyertai. Hati-hati ya Zan. Jangan sampai berbuat yang tidak
baik di sana dan jika engkau punya kesempatan berbuat baik, lakukanlah. Allah akan senag untuk
hal itu. Jawab ibunya.
Ri, jaga emakmu . Awas, jangan batal ya shaumnya. Teriak anak itu kepada adiknya
yang sedang bermain di dalam rumah.
Anak itupun bergegas pergi ke tempat percetakan untuk mengambil koran koran yang
menanti untuk didistribusikan. Dengan sepeda tua peninggalan ayahnya, anak itu akhirnya
mengantarkan koran ke rumah rumah para pelanggan.
Capek ya Allah. Hatinya sedikit mengeluh. Namun saat dia mengingat janjinya kepada
ibu dan adiknya, semangatnya kembali terpacu untuk segera menyelesaikan tugasnya.
Lama berselang, kira-kira pukul 10 pagi, akhirnya koran terakhir terantarkan ke rumah
pelanggan.
Alhamdulillah. Terima kasih ya Allah Engkau telah memberikanku kekuatan hingga saat
ini. Hatinya berkata dengan diiringi senyuman kecilnya. Bergegaslah ia menuju persimpangan
jalan untuk menjual koran.
Ya Allah, berikanlah hambaMu ini kesempatan untuk menghabiskan koran koran yang
ada di tanganku ini ya Allah, sehingga hamba bisa memenuhi janji hamba kepada ibu dan adik
hamba. Sejenak anak itu berdoa sebelum kembali mengayuhkan sepedanya menuju
persimpangan jalan.

***
Sudah enam jam anak itu menjajakan koran kepada mobil-mobil yang melintas di
persimpangan jalan tersebut. Akhirnya koran terakhir terjual.
YES!katanya sedikit menghentak.
Masih jam 5. Saatnya menghitung keuntungan. eeeuuu 1000, 2000, 3000, 5000 anak
itu menyisi dari jalan dan mulai menghitung uang hasil jerih payahnya.
Yeee, dapet untung 30.000. Alhamdulillah. Anak itu gembira melihat banyaknya uang
terkumpul.
Kolak pisang kesukaan ibu, es cingcau buat adik, terus ikan mas,tempe bacem dan
sayur kacang buat teman nasi buka puasa.Anak itu tersenyum lebar membayangkan apa yang
akan dibelikan untuk adik dan ibunya. Dengan semangat anak itu pun mengayuh kembali
sepedanya menuju warteg terdekat. Senyum lebar terus menghiasi wajahnya.
***
Warteg sudah di depan mata. Dilihat satu persatu makanan disana.
Yah ini dia, kolak pisang, ikan mas, tempe bacem. Tapi mana sayur kacang yaa ?
gumamnya dalam hati. Anak itu pun tak lama langsung masuk ke dalam warteg. Namun, hampir
selangkah lagi dia memasuki warteg itu, dia berhenti karena melihat seorang ibu yang cukup
paruh baya sedang menggendong anaknya yang sedang menangis. Bajunya cukup kumal dan
lusuh, seperti baju yang sudah sangat lama dipakai. Langkahnya terlihat berat dan sedikit
membungkuk sambil menenangkan anaknya yang tak jua berhenti menangis.
Punten bu, kenapa anak ibu terus menangis.anak itu bertanya bepada ibu itu.
Aduh de, anak ibu sepertinya lapar de. Dari tadi pagi anak ibu tidak diberi ASI sama
sekali de. ASI ibu kering de. Ibu bingung, ibu sendiri belum makan dari kemarin. Jawab ibu itu
sambil menangis terisak-isak.
Emang ayahnya kemana bu?anak itu bertanya semakin dalam.
Ayahnya? Ayahnya sudah meninggal setahun yang lalu karena sakit de. Jawab ibu itu.
Seketika anak itu diam dan mulai mengingat ibunya di rumah.
Bagaimana jika ibuku nasibnya sama dengan ibu itu. Adakah yang akan menolongnya?
Bagaimana jika ibuku nasibnya sama dengan ibu itu. Adakah dia akan menangis sama dengan
ibu itu.Katanya dalam hati. Dia pun mulai merenung dan mulai gundah karena itu. Dia pun
menilik uang yang ada di sakunya.

Jika uang ini saya berikan pada ibu itu, saya pasti tidak akan bisa menepati janji saya
kepada ibu dan adik saya hari ini. Padahal kesempatan itu ada hari ini. Tapi jika saya tidak
memberikan uang ini kepada ibu itu. Lalu siapa lagi yang akan membantunya? Padahal
kesempatan itu baginya ada melalui saya.Anak itu semakin gundah.
Ikhlas ikhlas. Bismillahirrohmanirrohim!anak itu berlari menyusun ibu tadi yang
ternyata sudah meninggalkannya.
Ibu,ini saya punya sedikit rezeki buat ibu. Manfaatkan buat ibu dan anak ibu yaa.
Semoga Allah memberikan rezeki yang lebih dari ini kepada ibu lebih dari yang saya berikan.
Terima ya ibu. Dengan terengah-engah anak itu akhirnya memberikan uang yang ada di dalam
sakunya untuk ibu itu.
Terimakasih ya de, semoga Allah membalas apa yang telah ade berikan pada ibu, lebih
dari yang ade berikan. Ibu tersebut tersenyum.
Hati-hati ya bu. Oh ya,jaga sholatnya bu. Anak itu pun langsung pergi menuju
sepedanya yang diparkir dekat dengan warteg tadi. Uangnya hanya tersisa 5000 lagi di sakunya.
Untuk hari ini, mungkin tempe goreng dan telur goreng yang mungkin saya belikan
untuk ibu dan adik saya. Insya Allah, jika besok ada umur, saya akan menebus janji saya.
Gumam anak itu dalam hati sembari tersenyum untuk menyakinkan diri tentang hal yang
dilakukannya tadi. Lalu ia pun membeli tempe goreng dan telur goreng di warteg tersebut dan
langsung membawanya pulang.
***
Anak itu pun memarkirkan sepedanya tepat di depan rumah. Di sana terlihat ibunya
menyambut dengan senyum menghiasi pipinya.
Assalamualaikum, ma. Anak itu langsung mencium tangan ibunya.
Maaf ma, Mizan belum bisa menepati janji Mizan tadi ma, tapi Insya Allah Mizan akan
menepatinya besok!Adu Mizan kepada ibunya.
Tidak apa-apa Zan, mungkin Allah belum menghendaki hal itu buat Mizan, tapi
Alhamdulillah Zan ,diluar itu semua Allah telah menghendaki apa yang Mizan mau tadi shubuh.
Kata ibunya sambil menghibur anak itu.
Maksudnya ma? Tanya anak itu.
Iya Zan, kita akan berbuka shaum hari ini dengan hidangan yang lebih baik dari sahur
tadi,sesuai yang Mizan inginkan. Alhamdulillah tadi sore ada tetangga yang memberikan
sebagian makanannya kepada kita buat buka shaum hari ini. Kata ibunya dengan nada yang
gembira.

Oh iya? Alhamdulillah. Saat anak itu melihat hidangan yang telah disiapkan, ternyata
hidangan itu adalah ikan mas bumbu merah, tempe bacem, rending kacang merah yang juga
ditemani dengan tida maangkok es krim cingcau dan kolak pisang.
Subhanallah. Maha Besar Allah yang mengetahui aap-apa saja yang makhluk-Nya
butuhkan. Hatinya berkata.
Oh yah tadi juga ada titipan dari kepala tempat percetakan koran buat kamu Mizan.
Sambung Ibunya.
Saat dia lihat, ternyata titipan itu adalah sebuah amplop yang berisi uang Rp. 250.000
sebagai komisi untuknya yang sudah setahun bekerja.
Alhamdulillahirobbilalamin. Anak itu pun akhirnya sujud syukur.
Terima kasih ya Allah. Seiring itu adzan Maghrib pun berkumandang, tanda shaum
untuk hari itu dapat dibatalkan. Akhirnya anak itu dan keluarganya dapat berbuka dengan
hidangan yang lebih nikmat dan lebih lezat dibanding hidangan sahur.
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai