PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penurunan suatu fungsi tubuh akan terjadi secara alamiah sesuai dengan
bertambahnya usia. Penurunan fungsi fisik serta organ tercermin pada
manifestasi klinis berupa penurunan fungsional, disability, frailty pada golongan
lanjut usia.1 Census Bureau di Amerika Serikat meprediksikan akan adanya
peningkatan secara cepat pada jumlah individu yang berusia lebih dari 65 tahun.
Keadaan ini akan memiliki dampak adanya peningkatan kebutuhan lansia
terutama dalam bidang kesehatan.2
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia lansia memiliki arti sudah
berumur atau tua,3 Rockwood dan Hubbard menulis jurnal yang dikutip oleh
Lang, Michele dan Zekry bahwa perbatasan antara umur dan kelemahan fisik
atau moral tampak tidak begitu jelas, yang secara luas seharusnya pada usia
tertentu, semua orang akan menjadi rapuh.4
Menurut World Health Organization (WHO) adanya peningkatan
sebanyak dua kali lipat pada populasi penduduk lansia di dunia antara tahun
2000 sampai 2050, dari 11% menjadi 22%, yaitu dari 605 juta menjadi 2 milyar.5
Di Indonesia pada tahun 2006 jumlah penduduk lansia kurang lebih 19 juta jiwa
dengan angka harapan hidup sebesar 66.2 tahun. Dari hasil penghitungan tahun
2006, perkiraan jumlah lansia pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi
23.9 juta dengan angka harapan hidup menjadi 67.4 tahun dan pada tahun 2020
diperkirakan menjadi 28.8juta dan angka harapan hidup mencapai 71.1 tahun.6
Frailty adalah suatu kumpulan gejala multi-dimensional pada lansia yang
dapat ditemukan seiring dengan bertambahnya usia.2,4,7 Blaum mendefinisikan
frailty sebagai sebuah sindrom kerentanan fisik yang ditandai dengan adanya
kerusakan fungsi pada berbagai sistem dalam tubuh dan berkurangnya kapasitas
fisiologis.7
milyar dolar untuk 227.850 kasus fraktur osteoporosis, dan diperkirakan tahun
2020 akan mencapai 3.8 milyar dolar untuk 426.300 kasus.12
Pada orang dewasa yang telah melewati usia 30 tahun akan terjadi
penurunan massa tulang, baik pada pria maupun wanita. Osteoporosis disebut
sebagai penyakit silent epidemic, yang bilamana tanpa penanganan tepat akan
membuat tulang semakin rapuh secara terus menerus tanpa adanya gejala
penyerta.13 Komplikasi yang dapat terjadi adalah meningkatnya risiko fraktur
pada tulang. Kerusakan ini meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan
lebih cepat terjadi pada wanita. Terjadinya komplikasi pada lansia ini dapat
menimbulkan masalah seperti penurunan kualitas dan fungsi hidup, sosial
ekonomi karena pengobatan yang mahal.14 Fraktur tulang merupakan salah satu
pertanda maupun faktor risiko terjadinya frailty pada usia lanjut.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
Bagaimanakah hubungan antara osteoporosis dengan frailty?
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan Khusus
1.3.2.1.
1.3.2.2.
1.3.2.3.
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi peneliti
1.4.1.1. Dengan melakukan penelitian ini, peneliti dapat memperoleh
pengalaman baru dan pengetahuan mengenai topik penelitian ini.
1.4.2. Bagi perkembangan studi penyakit osteoporosis pada lansia
1.4.2.1. Dengan melakukan penelitian ini dapat diketahui jumlah angka
kejadian osteoporosis dan dampaknya sehingga dapat menjadi dasar
untuk penelitian berikutnya.
1.4.3. Bagi lansia di Panti Werdha yang diteliti
1.4.3.1. Para lansia di panti-panti yang diteliti akan mengetahui berapa
nilai densitas mineral tulang masing-masing dan dapat melakukan
usaha-usaha untuk memperbaikinya.
1.4.4. Bagi masyarakat umum
1.4.4.1. Masyarakat umum mendapatkan informasi mengenai penyakit
osteoporosis dan frailty sehingga dapat melakukan pengobatan dan
pencegahan dengan tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Frailty
Frailty adalah sekumpulan gejala akibat menurunnya kemampuan dan
ketahanan seseorang untuk menghadapi stresor akibat dari pertambahan usia.
2.1.2
Epidemiologi Frailty
Frailty biasanya meningkat seiring dengan bertambahnya usia, oleh sebab
itu lansia dengan usia lebih dari 65 tahun memiliki resiko lebih tinggi pada
terjadinya frailty. Prevalensi terjadinya frailty pada wanita lebih tingi yaitu
sekitar 9,6% sedangkan pada pria sebesar 5,2%. 1,17 Penelitian yang dilakukan di
Canada memperoleh data bahwa pada lansia dengan golongan usia 65 sampai 74
tahun, ada 70 dari 1000 orang yang mengalami frailty, golongan usia 75 sampai
84 tahun, ada 175 dari 1000 orang mengalami frailty, sedangkan lansia berusia di
atas 85 tahun, ada 366 dari 1000 orang mengalami frailty.18
2.1.3
mengalami frailty. Ras juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya frailty.
Ras Eropa Selatan dan Amerika memiliki resiko frailty yang lebih tinggi
daripada ras lainnya. Pada lansia yang berasal dari ras Caucasian ini terdapat
gaya hidup yang buruk, riwayat kesehatan yang buruk dan memiliki
komorbiditas penyakit kronis.19 Adapun faktor lain yang dapat menjadi faktor
risiko untuk frailty adalah keadaan-keadaan seperti riwayat fraktur, osteoporosis,
sarkopenia, kurangnya olahraga, aterosklerosis, diabetes, depresi dan gangguan
kognitif. Faktor sosial dan ekonomi seperti rendahnya tingkat pendidikan dan
penghasilan, permasalahan hidup lainnya dan kurangnya dukungan dari keluarga
juga memiliki kontribusi sebagai faktor risiko dari frailty.20
2.1.4
Patofisiologi Frailty
Patofisiologi frailty sampai saat ini belum diketahui secara pasti dan masih
diteliti oleh para ahli, namun terdapat 4 mekanisme yang berperan dalam proses
penuaan yang dapat dikaitkan dengan terjadinya frailty, 1. Perubahan komposisi
tubuh, 2. Keseimbangan anttara ketersediaan dan pemakaian energi dalam tubuh,
3. Kontrol sinyal dalam mempertahankan proses homeostasis, dan 4.
Neurodegenerasi.21
1. Perubahan komposisi tubuh
Seiring dengan bertambahnya usia seseorang akan terjadi perubahanperubahan yang tidak dapat dihindari seperti halnya perubahan komposisi tubuh.
Penambahan berat badan akan terjadi mulai dari masa kanak-kanak hingga
dewasa dan akan mengalami penurunan saat usia lanjut, namun lain halnya
dengan ukuran lingkar pinggang. Ukuran lingkar pinggang akan terus meningkat
akibat adanya akumulasi lemak visceral. Pada beberapa orang terdapat juga
lemak yang berada di dalam otot sehingga mempengaruhi kualitas dan fungsi
otot tersebut. Pada usia lanjut, akan terjadi juga perubahan pada tulang yaitu
terjadi demineralisasi dan modifikasi dari struktur tulang yang mengakibatkan
penurunan kekuatan tulang. Penurunan kekuatan dan kualitas tulang inilah yang
Pada lansia tersebut akan ditemukan adanya gangguan fungsi kognitif eksekusi
seperti pemecahan masalah atau pengambilan keputusan.21
2.2 Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu gangguan tulang sistemik yang ditandai
dengan rendahnya massa tulang, yang diakibatkan berkurangnya matriks dan
mineral dengan disertai adanya kerusakan mikro arsitektur jaringan tulang,
sehingga terjadi peningkatan kerapuhan tulang.14,24
berbeda satu sama lain. Tulang kortikal yang kompak dan padat mendapatkan
nutrisi dari pembuluh yang relatif lebih sedikit jumlahnya. Hal ini menjelaskan
bahwa tulang trabekula memiliki perdarahan yang lebih banyak sehingga
menghasilkan respons yang lebih cepat terhadap perubahan metabolisme. Teori
ini menjelaskan bahwa tulang trabekula lebih rentan terhadap peningkatan
resorbsi tulang yang dapat mengakibatkan osteoporosis.25
Meskipun tulang kortikal dan tulang trabekula memiliki struktur yang
sangat berbeda, namun kedua jenis tulang ini memiliki kemiripan pada level
molekul dan biokimia. Setiap tulang terdiri dari sel dan matriks ekstraselular.
Selsel
tulang
berfungsi
untuk
mengontrol
proses
pembentukan
dan
tulang
yang
optimal
dikarenakan
adanya
defisiensi
mineral,
2.2.1
Prevalensi Osteoporosis
Lansia mempunyai resiko paling tinggi terkena osteoporosis.
10
estrogen pada saat menopause.14 Kadar hormon estrogen dalam tubuh memiliki
peran penting dalam mempertahankan massa tulang. Prevalensi osteoporosis
pada perempuan usia 80 tahun di Amerika Serikat diprediksikan dapat mencapai
angka 70%.5 Penelitian yang dilakukan di Semarang oleh Darmawan menyatakan
prevalensi osteoporosis pada wanita sebesar 14,7%.22 Data lain yang didapat dari
penelitian yang dilakukan oleh Faridin menyatakan prevalensi osteoporosis
sebesar 23,3% pada laki laki dan 32% pada wanita. 23 Penelitian lain yang
dilakukan Roeshadi mengungkapkan prevalensi osteoporosis pada wanita sebesar
26% dengan kejadian terbanyak pada kelompok usia 45 65 tahun.28
2.2.2
Klasifikasi Osteoporosis
Berdasarkan etiologinya, osteoporosis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
2.2.2.1
Osteoporosis Primer
11
Osteopenia
Densitas tulang pada rata-rata dewasa muda berada diantara -1 atau -2,5
Osteoporosis
Severe Osteoporosis
Densitas tulang dewasa muda bernilai > -2,5 dengan disertai satu atau
lebih fraktur osteoporosis.
1. Merokok
Merokok dapat mempengaruhi rendahnya kadar estrogen pada seorang
perempuan, sehingga perempuan yang merokok akan memiliki
kemungkinan untuk memasuki masa menopause lebih awal dibandingkan
12
13
estrogen
memiliki
peran
yang
cukup
penting
dalam
Jenis Kelamin
14
2.2.4
Diagnosis Osteoporosis
2.2.4.1 Anamnesis
Pada pemeriksaan anamnesis perempuan yang osteoporosis sangat
penting ditanyakan masalah riwayat penggunaan obat, usia menarche,
riwayat menstruasi, keteraturan haid, riwayat kehamilan dan juga usia
menopause.22 Pada umumnya keluhan utama pasien osteoporosis yang
datang adalah fraktur, oleh sebab itu saat melakukan anamnesis perlu
ditanyakan beberapa faktor resiko lainnya, seperti asupan nutrisi yang
buruk, merokok, alkohol, aktivitas sehari-hari dan lainlain.31
15
kemudian hari
Menegakkan diagnosis osteoporosis saat seseorang sudah
QUS
dengan
pemeriksaan
lainnya
adalah
tidak
16
Tomografi
Komputasi
Kuantitatif
(Quantitative
Computed
Tomography)
Quantitative Computed Tomography (QCT) merupakan cara terbaik
untuk mendeteksi densitas tulang trabekula, bahkan lebih baik
daripada DXA. Namun, biaya yang mahal dan radiasi yang tinggi
menjadi alasan mengapa teknik ini sangat jarang digunakan.39
4
Alkaline Phosphatase
Alkaline Phosphatase adalah enzim yang dihasilkan oleh sel
osteoblast dan dapat digunakan sebagai marker untuk penyakit
tulang. Aktivitas enzim ini biasanya akan meningkat pada penderita
osteoporosis.22
Kolagen
Kolagen merupakan protein utama dalam tulang dan kulit.
Penguraian kolagen akan menyebabkan keluarnya protein utama
tubuh, yaitu hydroxyproline. Pada pasien osteoporosis, sejalan
dengan meningkatnya proses resorpsi tulang, kadar hydroxyproline
yang keluar juga akan meningkat.22
Osteocalcin
17
Osteocalcin merupakan nama lain dari tulang yang dibentuk oleh sel
osteoblast. Unsur ini kemudian akan dilepaskan ke dalam sirkulasi
darah dan dapat digunakan untuk mengukur tingkat formasi tulang.22
2.3
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI
OPERASIONAL
3.1 Kerangka Teori
Karakteristik Lansia
1. Usia
< 60 th
60 th
2. Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
3. Tingkat Pendidikan
Tidak sekolah
Aktivitas
SD
fisik
SLTA
Universitas
18
Penuaan
Riwayat
jatuh
Obesitas
Normal
Osteopenia
Osteoporosis
Diabetes
Melitus
Frailty:
Sarcopenia
Tidak frailty
Pre frailty
Frailty
Penyakit
Komorbid
Depresi
Karakteristik Lansia:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Pendidikan
Frailty:
Tidak frailty
Pre frailty
Frailty
Normal
Osteopenia
Osteoporosis
Variabel Independen
3.3 Definisi Operasional
Variabel Dependen
19
No
Variabel
Definisi
Operasional
Alat dan
Cara Ukur
Acuan
Alat Ukur :
Kuesioner dan
Handgrip
Skala: Nominal
Cara Ukur :
Wawancara
Sydall et al.
Prevalence
and correlates
of frailty
among
communitydwelling older
men and
women.
Variabel Dependen
1
Frailty
Sekumpulan
gejala yang
terjadi akibat
menurunnya
kemampuan
dan ketahanan
seseorang
untuk
menghadapi
stresor akibat
dari
pertambahan
usia.
Hasil Ukur:
Evidence for
a phenotype.
The Journals
of
Gerontology
Variabel Independen
1
Osteoporosis
Gangguan
Alat Ukur:
tulang sistemik
Quantitative
yang ditandai
Ultrasound
dengan
rendahnya
Cara Ukur :
massa tulang,
Mengukur
adanya
kadar mineral
kerusakan
tulang
mikroarsitektur
responden
jaringan tulang,
dengan
dan disertai
meletakan alat
dengan
QUS pada
meningkatnya
calcaneus.
kerapuhan
tulang.
WHO
Skala Ukur:
Scientific
T-score =
Group on
PatientBMD - ReferenceBMD
Prevention
Standard Deviation
Hasil Ukur :
[1] = Normal :
1 SD (+1 atau -1)
[2] = Osteopenia :
-1 sampai -2.5 SD
[3] = Osteoporosis :
>-2.5 SD
and
Management
of
Osteoporosis.
20
Usia
Jenis
Kelamin
Perhitungan
waktu biasa
dalam tahun
yang dimulai
dari kelahiran
seseorang
sampai dengan
waktu
perhitungan
usia
Status gender
Alat Ukur:
Kuisioner
Cara Ukur:
Wawancara
Alat Ukur:
Kuisioner
Cara Ukur
Wawancara
Pendidikan
Tingkat
pengetahuan
lansia yang
diukur melalui
jenjang
pendidikan
formal yang
diakui, yaitu
lulus SD atau
dalam
tingkatan yang
lebih rendah,
lulus SMP dan
lulus SMA atau
dalam
tingkatan yang
lebih tinggi
Alat Ukur:
Kuisioner
Cara Ukur:
Wawancara
BAB IV
Skala: Nominal
Hasil Ukur
[1] = 60 - 64tahun
[2] = 65 tahun
Kamus Besar
Bahasa
Indonesia
(KBBI)
Kamus Besar
Bahasa
Indonesia
(KBBI)
Kamus Besar
Bahasa
Indonesia
(KBBI)
21
METODOLOGI PENELITIAN
Jumlah Sampel
22
Z 2x p x q
n=
d
di mana :
n
Z
: besar sampel
: derivat baku alpha, yang ditetapkan oleh peneliti. Dalam kasus ini
peneliti
menetapkan = 5% sehingga dapat ditemukan Z = 1.96
: proporsi frailty = 0.069
: presisi, yang ditetapkan oleh peneliti. Peneliti menetapkan d = 5%
p
d
Untuk
lebih
memudahkan
dalam
penghitungan,
1.5.
Kriteria Responden
maka
peneliti
23
Semua lansia yang ada di panti werda di lokasi penelitian dan bersedia untuk
diwawancarai.
1.5.2. Kriteria Eksklusi
Responden yang menolak ikut serta dalam penelitian dengan alasan
gangguan pendengaran atau berbicara, dan memiliki gangguan kejiwaan.
1.6.
Teknik Pelaksanaan
4.6.3.1 Mempersiapkan kuesioner dan memperbanyak kuesioner
4.6.3.2 Mengunjungi dan mengobservasi tempat penelitian, memberikan
penjelasan, dan meminta ijin
4.6.3.3 Mewawancarai responden dengan kuesioner dan melakukan
pengukuran dengan alat-alat
4.6.3.4 Memasukkan data, mengolah data, menganalisa data, dan
membuat kesimpulan
4.6.3.5 Menyusun laporan penelitian.
1.7.
24
1.8.
Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian dengan
melakukan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih sederhana,
mudah dibaca, dan menggunakan program analisis statistik. Data tersebut
kemudian diolah dan dianalisis. Batas kemaknaan yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah sebesar 95% dan besar penyimpangan yang digunakan
adalah 5%.
Analisis data yang menggunakan program IBM SPSS Statistics versi 22.0.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Chi Square dengan tujuan
menganalisis data kategorik dan menilai secara keseluruhan tentang osteoporosis
dan frailty.
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1
Analisis Univariat
25
5.1.1
responden yang dibahas pada penelitian ini, yaitu: usia, jenis kelamin,
dan pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden
berusia diatas 65 tahun (78,6%), selanjutnya berdasarkan distribusi jenis
kelamin, lebih banyak responden perempuan (50,5%), dan sebagian besar
dari responden tidak menempuh pendidikan formal (38.8%).
Tabel 5.1. Distribusi Responden Menurut Karakteristik
Karakteristik
Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
<65 tahun
22
21.4
65 tahun
81
78.6
Laki-laki
51
49.5
Perempuan
52
50.5
Tidak Sekolah
40
38.8
SD
36
35.0
27
26.2
103
100
Total
5.1.2
26
Normal
3.9
Osteopenia
36
35.0
Osteoporosis
63
61.2
Total
103
100
5.1.3
responden yang diteliti terdapat 55 orang lansia (53.4%) yang menderita frailty.
Tabel 5.3. Distribusi Responden Menurut Frailty
5.2
Frailty
Frailty
55
53.4
Pre-frailty
32
31.1
Tidak Frailty
16
15.5
Total
103
100
Analisis Bivariat
5.2.2
27
Tidak Frailty
Total
<65 tahun
20
22.9
12.5
22
65 tahun
67
77.1
14
87.5
81
Total
87
100
16
100
103
X2 = 0.885
P = 0.347
OR = 0.479
Berdasarkan analisis usia responden dengan frailty, pada responden yang berusia
dibawah 65 tahun, terdapat 22.9% yang mengalami frailty, sementara pada kelompok
responden yang berusia 65 tahun keatas terdapat 77.1% responden yang mengalami
frailty. Hasil tersebut menggambarkan frailty lebih banyak dialami oleh responden yang
berusia 65 tahun keatas.
Tidak Frailty
Laki-laki
39
44.9
12
75
51
Perempuan
48
55.1
25
52
Total
87
100
16
100
103
P = 0.027
X2 = 4.922
Total
OR = 3.7
28
Tidak Frailty
Total
Tidak Sekolah
36
41.4
25.0
40
SD
29
33.3
43.7
36
22
25.3
31.3
27
Total
87
100
16
100
103
X2 = 1.536
P = 0.464
menempuh
pendidikan hingga sekolah dasar sebesar 33.3%, sementara responden yang menempuh
hingga sekolah menengah atau lebih sebesar 25.3%. Hal ini menggambarkan frailty
lebih banyak dialami oleh kelompok responden yang tingkat pendidikannya rendah.
Tidak Frailty
Osteoporosis
Total
15
10
15.9
16
29
Pre-frailty
12
30
20
31.7
32
Frailty
22
55
33
52.4
55
Total
40
100
63
100
103
P = 0.967
X2 = 0.067
30
BAB VI
PEMBAHASAN
31
hasil juga dapat terlihat bahwa penyebaran usia responden di panti-panti werdha
yang diteliti kurang merata.
6.1.2. Jenis Kelamin
Hasil dari data penelitian tentang karakteristik responden berdasarkan
jenis kelamin terdapat 49.5% laki-laki (51 orang) dan 50.5% perempuan (52
orang). Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa jenis kelamin
memiliki hubungan yang bermakna terhadap frailty dengan nilai P = 0.027 (P
< ) dan OR = 3.7, yang artinya responden dengan jenis kelamin perempuan
memiliki risiko mengalami frailty 3.692 kali lebih banyak dibandingkan dengan
responden laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Boggins dkk yang menyatakan bahwa perempuan memiliki risiko yang lebih
tinggi terkena frailty dibandingkan laki-laki terutama pada kelompok usia
lansia.42
Penelitian lain juga dilakukan oleh Ensurd dkk menyatakan bahwa wanita
yang telah lanjut usia dan wanita lanjut usia dengan obesitas memiliki risiko
yang cukup tinggi terkena frailty.43 Hasil penelitian Ensurd dkk tersebut sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang memperoleh hasil bahwa
dari 23 responden obesitas, 15 responden diantaranya berjenis kelamin
perempuan dan 20 dari responden tersebut menunjukkan gejala frailty. Salah satu
penilaian dari frailty adalah dengan menilai aktivitas dari responden dan dapat
dilihat bahwa perempuan lebih sedikit beraktivitas dibandingkan laki-laki.
Penelitian Morley dkk menyatakan hal yang mendasari frailty lebih
banyak dialami oleh jenis kelamin perempuan adalah karena laki-laki memiliki
kepadatan tulang dan massa otot yang lebih tinggi dibandingkan perempuan,
serta pada laki-laki yang memasuki proses penuaan, penurunan dari massa otot
terjadi lebih lambat dibandingkan dengan perempuan.44 Hal ini mungkin
disebabkan karena perempuan lanjut usia akan mengalami menopause, yang
mengakibatkan perempuan lebih berisiko terkena osteoporosis akibat kekurangan
hormon estrogen yang digunakan untuk pembentukkan tulang.32,37
32
6.1.3
Tingkat Pendidikan
Hasil
distribusi
responden
yang
mengalami
frailty
berdasarkan
33
terberat yang akan terus menurun seiring dengan bertambahnya usia, dan
memberikan penurunan yang progresif dalam frailty yang akhirnya akan
mengganggu kemampuan fungsional tubuh.48 Sternberg dkk melakukan
penelitian dengan memeriksa nilai frailty menggunakan Vulnerable Elders
Survey
(VES-13)
dan
nilai
osteoporosis
menggunakan
Dual
Photon
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian, dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Prevalensi frailty pada responden yang diteliti adalah sebanyak 53.4%.
2. Berdasarkan karakteristik responden yang diteliti, sebagian besar lansia
(78.6%) berumur 65 tahun, perempuan (50.5%), dan tidak menempuh
pendidikan formal (38.8%).
3. Prevalensi nilai densitas mineral tulang pada reponden yang diteliti adalah
osteoporosis (61.2%)
34
7.2. Saran
Untuk penelitian-penelitian berikutnya, peneliti mengusulkan beberapa saran,
sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme yang
mendasari hubungan sebab akibat antara: karakteristik (usia, jenis kelamin
dan tingkat pendidikan) dan nilai densitas mineral tulang pada lansia
terhadap frailty dengan responden yang lebih besar dan alat yang lebih
sensitif.
2. Penelitian selanjutnya dilakukan di panti-panti werdha di wilayah lain dengan
populasi yang lebih heterogen.
35
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1.
Topinkova E. Aging, disability and frailty. Ann Nutr Metab. Karger Publishers;
2008;52(Suppl. 1):611.
2.
Pal SK, Katheria V, Hurria A. Evaluating the older patient with cancer:
Understanding frailty and the geriatric assessment. CA Cancer J Clin. Wiley
Online Library; 2010;60(2):12032.
3.
4.
5.
6.
7.
Blaum CS, Xue QL, Michelon E, Semba RD, Fried LP. The association between
obesity and the frailty syndrome in older women: the Womens Health and Aging
Studies. J Am Geriatr Soc. Wiley Online Library; 2005;53(6):92734.
8.
9.
Romero-Ortuno R, Walsh CD, Lawlor BA, Kenny RA. A frailty instrument for
primary care: findings from the Survey of Health, Ageing and Retirement in
Europe (SHARE). BMC Geriatr. BioMed Central Ltd; 2010;10(1):57.
10.
11.
Nelson ME. Strong women, strong bones: everything you need to know to
prevent, treat, and beat osteoporosis. Penguin; 2006.
36
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Fried LP, Tangen CM, Walston J, Newman AB, Hirsch C, Gottdiener J, dkk.
Frailty in older adults evidence for a phenotype. Journals Gerontol Ser A Biol Sci
Med Sci. Oxford University Press; 2001;56(3):M146M157.
19.
20.
21.
Bird TD, Miller BL. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo
DL, Jameson JL, dkk. eds. Harrisons Principles of Internal Medicine Vol I.
United States of America, USA: The McGraw-Hill Companies; 2008.
22.
37
23.
Roeshadi, D., Osteoporosis ditinjau dari segi ativitas seluler, dalam Naskah
Lengkap Simposium Osteoporosis Up-Date. Denpasar, Bali. 7 Nopember 1994, 113.
24.
25.
Duchman RL, Berg KE. The implications of genetics and physical activity on the
incidence of osteoporosis in pre-and postmenopausal women: A review. Strength
Cond J. LWW; 2006;28(2):2632.
26.
27.
Kasturi GC, Cifu DX, Adler RA. A review of osteoporosis: Part I. Impact,
pathophysiology, diagnosis and unique role of the physiatrist. PM&R. Elsevier;
2009;1(3):25460.
28.
Faridin. Prevalensi dan beberapa faktor risiko osteoporosis di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar. Makassar. 2001. Thesis: 1-3.
29.
30.
31.
32.
33.
New SA, Bolton-Smith C, Grubb DA, Reid DM. Nutritional influences on bone
mineral density: a cross-sectional study in premenopausal women. Am J Clin
Nutr. Am Soc Nutrition; 1997;65(6):18319.
34.
Berg KM, Kunins H V, Jackson JL, Nahvi S, Chaudhry A, Harris Jr KA, dkk.
Association between alcohol consumption and both osteoporotic fracture and
bone density. Am J Med. Elsevier; 2008;121(5):40618.
38
35.
Wee J, Sng BYJ, Shen L, Lim CT, Singh G, De S Das. The relationship between
body mass index and physical activity levels in relation to bone mineral density in
premenopausal and postmenopausal women. Arch Osteoporos. Springer;
2013;8(1-2):18.
36.
37.
Hazzard WR, Brerman EL, Blass JP, Ettinger WH, Halter JB. Principles of
geriatric medicine and gerontology. McGraw-Hill New York; 1994.
38.
Drake MT, Murad MH, Mauck KF, Lane MA, Undavalli C, Elraiyah T, dkk. Risk
factors for low bone mass-related fractures in men: a systematic review and metaanalysis. J Clin Endocrinol Metab. Endocrine Society Chevy Chase, MD;
2012;97(6):186170.
39.
Kamienski M, Tate D, Vega CPTM. The silent thief: Diagnosis and management
of osteoporosis. Orthop Nurs. LWW; 2011;30(3):16271.
40.
41.
42.
43.
Ensrud KE, Ewing SK, Taylor BC, Fink HA, Stone KL, Cauley JA, dkk. Frailty
and risk of falls, fracture, and mortality in older women: the study of osteoporotic
fractures. Journals Gerontol Ser A Biol Sci Med Sci. Oxford University Press;
2007;62(7):74451.
44.
Morley JE, Kim MJ, Haren MT, Kevorkian R, Banks WA. Frailty and the aging
male. Aging Male. Informa UK Ltd UK; 2005;8(3-4):13540.
45.
39
46.
Leigh JP, Fries JF. Frailty and education in the hispanic health and nutrition
examination survey. J Health Care Poor Underserved. The Johns Hopkins
University Press; 2002;13(1):11227.
47.
Sambrook PN, Cameron ID, Chen JS, Cumming RG, Lord SR, March LM, dkk.
Influence of fall related factors and bone strength on fracture risk in the frail
elderly. Osteoporos Int. Springer; 2007;18(5):60310.
48.
Villareal DT, Binder EF, Williams DB, Schechtman KB, Yarasheski KE, Kohrt
WM. Bone mineral density response to estrogen replacement in frail elderly
women: a randomized controlled trial. Jama. American Medical Association;
2001;286(7):81520.
49.