Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai mahasiswa farmasi sedah seharusnya kita mengetahui
dosis suatu obat yang akan diberikan kepada pasien. Dosis obat
adalah jumlah atau ukuran yang diharapakan dapat menghasilkan
efek terapi pada fungsi tubuh yang mengalami gangguan. Tujuan
dari penetapan dosis obat ini adalah untuk mendapatkan efek
terapeutis dari suatu obat. Hampir semua obat pada dosis yang
cukup besar menimbulkan efek toksik dan pada akhirnya dapat
mengakibatkan kematian. Hal yang menjadi latar belakang materi
ini adalah agar kita mengetaui kaitan atara peningkatan dosis
terhadap respon yang diberikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Dasar
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis
sangan memengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit
(kepala) atau pemperhebatnya, tetapi dapat menghindarkan sensasi
rangsangan nyeri. Nyeri merupakan rangsangan subjektif pribadi
dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Batas
nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni 44-45oC.
Mediator nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu
gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya
gangguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik atau

kejang otot. Nyeri yang disebabkan rangsangan mekanis, kimiawi


atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan
tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut
mediator nyeri, a.l histamin, bradikin, leukotrien dan prostaglandin.
Analgetk atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang
mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetik dibagi
dalam dua kelompok besar, yakni:
Analgetika perifer (non-narkotik)
Analgesik perifer merintangi terbentuknya rangsangan reseptor
nyeri perifer, yang terdiri dari obat-obat yang terdiri dari obatobat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
Analgetika anti radang termasuk dalam kelompok ini. Secara
kimiawi analgetik analgetik perifer dapat dibagi kedalam beberapa
kelompok, yakni:
Parasetamol
Salisilat: asetosal, salisilamida dan benorilat
Penghambat prostaglandin (NSAIDs): ibuprofen,dll
Devirat-antranilat: mefenaminat, glafenin
Devirat-pirazolinon: propifenazon, isoprofilaminofenazon dan
metamizol.
Lainnya: benzidamin (tantum)
Analgetik opioid (narkotik)
Analgetik narkotik adalah obat-obat yang daya kerjanya meniru
(mimic) opioid endogen dengan memperpanjang aktivasi dari
reseptor-reseptor opioid (biasanya reseptor). Zat-zat ini
bekerja terhadap reseptor opioid khas di SSP, hingga persepsi
nyeri dan respon emosional terhadap nyeri berubah (dikuragi).

Daya kerjanya diantagonir oleh a.l nalokson. Minimal ada 4 jenis


reseptor yang pengikatan padanya menimbulkan analgesia. Tubuh
dapat mensintesa zat-zat opioidnya sendiri, yakni zat-zat
endofirin, yang juga bekerja melalui reseptor-reseptor tersebut.
Atas dasar cara kerjanya, obat-obat ini dapat digolongkan dalam 3
kelompok,yakni:
Agonis opiat, yang dapat dibagi dalam:
Alkaloida candu: morfin, kodein, heroin, nikromorfin.
Zat-zat sintesis: metadon dan derivatnya (dekstromoramida,
propoksifen, bezitramida), petidin dan derivatnya (fentanil,
sufentanil) dan tramadol.
Cara kerja obat ini sama dengan morfin, hanya brlainan mengenai
potensi dan lama kerjanya, efek samping dan resiko akan kebiasaan
dengan ketergantungan fisik.
Antagonis opiat: nalokson, nalorfin, pentazosin dan buprenorfin
(temgesik). Bila digunakan sebagai analgetikum, obat-obat ini dapat
menduduki salah satu reseptor.
Campuran: nalorfin, nalbufin (nubain). Zat-zai ini dengan kerja
campuran juga mengikat pada reseptor opioid, tetapi tidak tahu
hanya sedikit mengaktivasi daya kerjanya. Kurva dosis atau
efeknya memperlihatkan plafon, sesudah dosis tertentu
peningkatan dosis tidak memperbesar lagi efek analgetiknya.
Praktis tidak menimbulkan dpresi pernapasan.
Undang-undang narkotika diberbagai negara, beberapa unsur dari
kelompok obat seperti propoksifen, pentazosin dan tramadol tidak
termasuk dalam undang-undang narkotika, karena bahaya kebiasaan
dan adiksinya ringan sekali. Namun peggunaannya dalam waktu lama
tidak dianjurkan.

WHO telah menyusun suatu program penggunaan analgetika untuk


nyeri hebat, seperti pada kanker, yang menggolongkan obat dalam
tiga kelas, yakni:
Non-opioida: NSAIDs, termasuk asetosal, parasetamol dan
kodein
Opioida lemah: d-propoksifen, tramadol dan kodein, atau
kombinasi parasetamol dengan kodein.
Opioida kuat: morfin dan derivatnya (heroin) serta opioida
sentesis.
Menurut program pengobatan ini pertama-tama diberikan 4 dd 1 g
paracetamol,bila efeknya kurang, beralih ke 4-6 dd parasetamolkodein 30-60mg. Baru bila langkah kedua ini tidak menghasilkan
analgesik yang memuaskan, dapat diberikan opioid kuat. Pilihan
pertama dalam hal ini adalah morfin (oral, subkutan kontinu,
intravena, epidural atau spinal). Tujuan utama dari program ini
adalah ntuk menghindarkan resiko kebiasaan dn adiksi untuk
opioida, bila diberikan sembarangan.
Tramadol adalah analog kodein sintetik yang merupakan agonis
reseptor yang lemah. Sebagian dari efek analgetiknya
ditimbulkan oleh inhibisi ambilan nonepinefrin dan serotonin.
Tramadol sama efektif dengan morfin atau meperidin untuk nyeri
ringan sampai sedang, tetapi untuk nyeri berat atau kronik lebih
lemah.Untuk nyeri persalinan tramadol sama efektif dengan
meperidin dan kurang menyebabkan depresi pernapasan pada
neonatus.
Efek samping yang umum mual, muntah, pusing, mulut kering, sedasi
dan sakit kepala. Depresi pernapasan nampaknya kurang
dibandingkan dengan dosis ekuianalgetik morfin, dan derajat

konstipasinya kuran dari pada dosis ekuivalen kodein. Tramadol


dapat menyebabkan konvlusi atau menyebabkan kambuhnya
serangan konvlusi. Depresi nafas akibat tramadol dapat diatasi
oleh nalokson akan tetapi penggunaan nalokson meningkatkan resiko
konvlusi. Analgesia yang ditimbulkan tramadol tidak dipengaruhi
oleh nalokson. Ketergantungan fisik terhadap tramadol dan
penyalahgunaan dilaporkan dapat terjadi. Meskipun pitensi
penyalahgunaan tidak/ belum jelas, sebaiknya tramadol dihindarkan
pasa pasien dengan sejarah adiksi. Karena efek inhibisinya
terhadap ambilan serotonin, tramadol sebaiknya tidak digunakan
pada pasien yang menggunakan penghambat monoamin-oksidase
(MAO).
BAB III
METODEOLOGI
ALAT DAN BAHAN
Alat
Alat suntik
Timbangan hewan
Wadah pengamatan
Kompor listrik
Beaker glass
Hot plate
stopwatch
Bahan
Mencit jantan
Obat: tramadol dosis 50mg/kgBB, 100mg/kgBB, 150mg/kgBB.
Prosedur Pengerjaan

Metode Jentik Ekor (Tail Flick)


Timbang masing-masing mencit, beri tanda, catat.
Hitung VAO masing-masing mecit.
Sebelum diberikan obat, hitung waktu mencit memberikan
respon terhadap rangsang menggunakan stopwatch.
Suntikan obat secara intra moscular kepada masing-masing
mencit.
Pengamatan dilakukan pada menit ke 5, 15, 30 dan 45.
Pada setiap waktu pengamatan, pengamatan dilakukan 3 kali dan
dihitung rata-ratanya. Jika mencit tidak menjentikan ekornya lebih
dari 10 detik, maka dianggap bahwa mecit tidak meyadari stimulus
tersebut dan waktu d anggap 10 detik.
Buatlah tabel hasil pengamatab dan gambarkan kurva hubungan
antara dosis yang diberikan terhadap respon mencit untuk stimulus
nyeri.
Metode Pelat Panas (Hot Plate)
Timbang masing-masing mencit, beri tanda, catat.
Hitung VAO masing-masing mecit.
Sebelum diberikan obat, hitung waktu mencit memberikan
respon terhadap rangsang menggunakan stopwatch.
Suntikan obat secara intra moscular kepada masing-masing
mencit.
Pengamatan dilakukan pada menit ke 5, 15, 30 dan 45.
Pada setiap waktu pengamatan, pengamatan dilakukan 3 kali dan
dihitung rata-ratanya.
Buatlah tabel hasil pengamatab dan gambarkan kurva hubungan
antara dosis yang diberikan terhadap respon mencit untuk stimulus
nyeri.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel hasil pengamatan
Metode Hot Plate
Dosis mencit BB (kg) Dosis (VAO)
sebelum 5 15 30 45

Pengamatan

50mg/kgBB 0.027 0.058 2 3.2 1.44 2.54


0.037 0.066 6.3 7.25 7.95 17.6 7.93
100mg/kgBB 0.029
0.033 0.037 1

0.027 3 3.6 2.3


2 6 3.33 2

150mg/kgBB

0.087

0.029

Metode Tail Flick


Dosis mencit BB (kg)
sebelum 5
50mg/kgBB 0.027

1.33

7.76

Dosis (VAO)

15 30 45
O.O27 2 3

0.032 0.032 8.31 6.3


100mg/kgBB 0.038 0.076
0.037 0.062 2 10 10
150mg/kgBB 0.0221 0.072

4
10

4.3
10

Pengamatan
10

10

10

10 10 5.67
3 6 10 10

10

10 8
1 8.6

10

Perhitugan dosis (VAO)


Hot plate
Dosis 50 mg/kgBB
(50mg/kgBB x 0.027kg)/(50 mg/ml)=0.027 ml
(50mg/kgBB x 0.037kg)/(50mg/ml)=0.037ml

8.33

3.4

Dosis 100mg/kgBB
(100mg/kgBB x 0.029kg)/(50 mg/ml)=0.058ml
(100mg/kgBB x 0.033kg)/(50mg/ml)=0.66ml
Dosis 150 mg/kgBB
(150mg/kgBB x 0.029kg)/(50mg/ml)=0.087ml
Tail flick
Dosis 50mg/kgBB
(50mg/kgBB x 0.032kg)/(50mg/ml)=0.032ml
(50mg/kgBB x 0.027kg)/(50mg/ml)=0.027ml
Dosis 100mg/kgBB
(100mg/kgBB x 0.038kg)/(50mg/ml)=0.0076ml
(100mg/kgBB x 0.037kg)/(50mg/ml)=0.062ml
Dosis 150 mg/kgBB
(150mg/kgBB x 0.0221)/(50mg/ml)=0.072ml
Kurva hasil pengamatan
Metode hot plate
Metode tail flick
Pembahasan
Analgesik adalah obat yang dapat dipergunakan untuk
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri. Pada praktikum kali ini
digunakan analgesik tramadol dengan berbagai dosis yaitu
50mg/kgBB, 100mg/kgBB dan 150mg/kgBB. Pemberian dosis yang
berbeda bertujuan untuk melihat hubungan antara dosis dengan
respon yang diberikan. Berdasarkan literatur, semakin tinggi dosis
makan efek terapi yang diberikan akan semakin meningkat.
Metode praktikum yang digunakan kali ini adalah metode hot plate

dan metode tail flick. Metode hotplete menggunakan plat panas


dengan suhu 50C, mencit diletakan diatas plat panas sampai
melompat atau metasakan sensasi panas dari plate tersebut.
Sedangkan pada metode tail flick dilakukan dengan mencelupkan
ekor mncit kedalam beker glass yang telah di isi air dan dipanaskan
sebelumnya. Berdasarkan literatur, metode hotplate lebih sensitiv
memberikan sensasi panas karena pada metode hot plate bagian
tubuh yang terkena rangsang panas adalah kaki. Kaki memiliki luas
permukaan lebih besar dari pada bagian ekor, sehingga metode hot
plate lebih sensitiv merasakan panas.
Pada metode hot plate dengan dosis 50mg/kgBB digunakan dua
mencit dengan berat badan masing-masing 0.027kg dan 0.037kg.
mencit pertama sebelum diberi obat kemudian diberi rangsangan
memberikan respon setelah 2 detik sedangkan setelah diberi obat
dan didiamkan kemudian diberi rangsang panas pada menit ke 5, 15,
30 dan 45 masing masing memberikan respon pada detik ke 3.2,
1.44, 2.54 dan 3.4 detik. Pada mencit pertama semakin lama
didiamkan waktu mencit memberikan respon semakin lama, har
tersebut dikarenakan obat yang mulai bekerja pada mencit
tersebut. Seperti halnya pada mencit pertama, pada mencit kedua
tejadi kenaikan waktu mencit dalam memberikan respon dan
menurun pada menit ke 45, hal tersebut dikarenakan efek obat
didalam tubuh mulai hilang sehingga mencit lebih cepat merasakan
panas. Begitu pula pada dosis 100mg/kgBB dan 150mg/kgBB
semakin dosis dinaikan lama waktu mencit menjentikan ekornya
semakin lama, mencit pertama dengan dosis 100mg/kgBB waktu
memberikan respon naik turun pada setiap waktu pengamatan. Hal
tersebut karena kesalahan praktikan dalam meletakan mencit

diatas plat panas, kesalahan dalam menghitung waktu dan karena


mencit yang digunakan hiper aktif sehingga ketika mencit bergerak
dianggap sudah memberikan respon panas.
Pada metode tail flick cara pengamatan sama seperti pada metode
hot plate, pada dosis 100 mg/kgBB mencit pertama sebelum
diberikan obat memberikan respon setelah 2 detik dan mencit ke 2
berespon setelh 8.31 detik. Setelah diberikan tramadol dan
dibiarkan sampat waktu pengamatan 5, 15, 30 dan 45 menit mentit
pertama memberikan rangsangan masing-masing 6 detik untuk
waktu 5 menit dan 10 menit untuk watu pengamatan lainnya. Pada
mencit kedua pada manit k 5 sapai 30 merespon pada detik 10
sedangkan pada menit 45 merespon pada detik ke 8. Pada dosis
50mg/kgBB mencit pertama pada menit ke 5 memberikan respon
pada detik ke 3, setelah itu mmberikan respon lebih dari 10
detik.pada mencit kedua, respon setelah diberi obat lebih cepat
dari sebelum diberi obat, kemudian meningkat pada menit ke 15
dan 30 kemudian menurun pada dosis 45. Pada dosis 150mg/kgBB
waktu mencit memberikan rangsangan naik turun, hal tersebut
karena kesalahan praktikan mungkin ketika memegang mencit,
mencit tidak merasa nyaman sehingga mencit lebih cepat
menjentikan ekornya
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada percobaan dilakukan pemberian obat melalui rute inta
moscular
Obat yang digunakan adalah tramadol dengan dosis 50mg/kgBB,

100mg/kgBB dan 150mg/kgBB.


Tramadol termasuk kedalan analgesik narkotik
Semakin tinggi dosis makan efek terapi obat semakin lama
Metode hot plate lebih sensitiv dari metode tail flick
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, Bertram G.2010.Farmakologi Dasar & Klinik.Jakarta:EGC
Sukandar, Elin Yuniarti,dkk.2010.ISO
FARMAKOTERAPI.Jakarta:ISFI
Syarif, Amir,dkk.2011.FARMAKOLOGI DAN
TERAPI.Jakarta:FKUI
Tjay, Tan Hoan., Rahardja, Kirana.2010.Obat-Obat
Penting.Jakarta:Gramedia
http://pharmacyindonesia.blogspot.com/2011/06/dosis-obat.html
(diakses 22 oktober 2013)

Anda mungkin juga menyukai