Anda di halaman 1dari 33

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

RENCANA SKRIPSI

RENCANA SKRIPSI
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
TERHADAP HIMBAUAN PP NOMOR 46 TAHUN 2013
DENGAN PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR
(Studi Kasus Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan
yang Terdaftar di Kantor Wilayah DJP Papua dan Maluku)

Diajukan oleh:
BAYU WIDYARMAN
NPM. 134060018047

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
TANGERANG

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..............................................................................................

DAFTAR ISI ...........................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................

A. Latar Belakang ...........................................................................................

B. Ruang Lingkup Penelitian ..........................................................................

C. Perumusan Masalah ...................................................................................

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................

BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................

A. Konsep Dasar Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 .........................

1. Dasar dan Tujuan Penetapan PP No. 46 Tahun 2013 ..........................

2. Maksud Dan Tujuan PP No. 46 Tahun 2013 .......................................

10

3. Pokok Pokok Ketentuan PP No. 46 Tahun 2013 .............................

11

4. Pokok Pokok Ketentuan Aturan Pelaksanaan ..................................

13

B. Teori Perilaku Rencanaan (Theory of Planned Behavior) .........................

16

1. Konsep Umum (Theory of Planned Behavior) ....................................

16

2. Sikap ....................................................................................................

18

3. Norma Subyektif ..................................................................................

20

4. Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan ..................................................

20

5. Kewajiban Moral .................................................................................

22

6. Niat Berprilaku ....................................................................................

22

7. Persepsi Kondisi Keuangan Wajib Pajak.............................................

24

8. Persepsi Kondisi Tempat Tinggal/Lokasi Usaha Wajib Pajak ............

24

C. Penelitian Terdahulu ..................................................................................

25

D. Hipotesis ....................................................................................................

26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................

27

A. Gambaran Umum dan Alasan Pemilihan Objek Penelitian ...................

27

1. Gambaran Umum Objek Penelitian .....................................................

27

2. Alasan Pemilihan Objek Penelitian .....................................................

27

ii

B. Populasi dan Penentuan Sampel ................................................................

28

1. Populasi Penelitian...............................................................................

28

2. Sampel Penelitian ................................................................................

28

C. Variabel Penelitian .....................................................................................

28

D. Metode Analisis Data Statistik ..................................................................

29

1. Inner Model..........................................................................................

29

2. Outer Model .........................................................................................

29

3. Weight Relation ...................................................................................

30

RENCANA DAFTAR PUSTAKA .........................................................................

30

iii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beberapa waktu lalu lebih tepatnya sejak tanggal 12 Juni 2013, pemerintahan
yang dipimpin presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu. Peraturan ini berangkat dari kejengahan pemerintah melihat kondisi
ketimpangan yang sangat tajam dalam penerimaan pajak. Data menunjukkan bahwa
sebagian besar penerimaan pajak didominasi oleh wajib pajak besar yang jumlahnya
kurang dari 1%. Pengawasan yang dilakukan DJP, karenanya, lebih fokus pada wajib
pajak besar ini. Pengawasan kepada pengusaha sektor mikro, kecil, dan menengah yang
menjadi sasarn utama dalam peraturan pemerintah ini, belum secara optimal dilakukan.
Hal yang menjadi ironi pula adalah bahwa tingkat kepatuhan para pengusaha tersebut
sangat minim. Di satu sisi, DJP merasa bahwa potensi yang dihasilkan dari pengawasan
terhadap para pengusaha tersebut tidak akan mendapatkan dampak yang signifikan bagi
penerimaan. Pengawasan yang lemah seperti ini akhirnya memberikan celah yang besar
bagi ketidakpatuhan atas pemenuhan perpajakan. Menjadi tantangan bagi DJP,
bagaimana meningkatkan kepatuhan dan kontribusi penerimaan dari para pengusaha
dari sektor mikro, kecil dan menengah.
Peraturan pemerintah No. 46 tahun 2013 dalam tubuh peraturannya sebenarnya
tidak menyinggung sama sekali istilah pengusaha mikro, kecil, dan menengah seperti

yang menjadi bahan perbincangan masyarakat selama ini. Tidak ingin terjebak dengan
istilah, peraturan pemerintah ini lebih memilih menggunakan bahasa yang lebih
universal yaitu secara umum mengatur pajak penghasilan yang diterima oleh
pengusaha/wajib pajak tertentu yang memiliki peredaran usaha bruto tidak melebihi Rp
4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) dalam satu tahun pajak.
Pajak yang terutang adalah sebesar 1% (satu persen) dari jumlah peredaran bruto
(omzet) setiap bulan/masa pajaknya. Peraturan Pemerintah ini menetapkan cara
penghitungan pajak penghasilan yang lebih sederhana dibandingkan dengan
menggunakan undang-undang pajak penghasilan secara umum. Pada akhirnya
penerbitan peraturan ini ditujukan terutama untuk kesederhanaan dan pemerataan
dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.
Kanwil DJP Papua dan Maluku merupakan kantor perwakilan DJP yang
memiliki wilayah kerja meliputi Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi
Maluku. Kantor wilayah ini membawahi delapan Kantor Pelayanan Pajak pratama
(KPP Pratama) dan 12 Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Pajak (KP2KP).
Wajib Pajak. Wajib pajak yang terdaftar di Kanwil DJP Papua dan Maluku memiliki
karakteristik yang unik dibandingkan dengan wajib pajak di daerah lain.
Papua dan Maluku memiliki karakteristik geografi dan iklim yang berbeda
dengan daerah lain di Indonesia. Tiga wilayah tersebut dihuni oleh lebih dari 700 suku
yang yang tersebar dari Ambon hingga Merauke. Kemajemukan suku bangsa dan
dengan dinamika sosial dan politik yang ada selama ini sering mengangkat Papua dan
Maluku menjadi sebuah topik yang menarik untuk dijadikan bahan kajian diskusi. Dari

aspek ekonomi, BPS mencatat pada tahun 2012 Papua, Papua Barat, dan Maluku
berkontribusi sebesar 1,37% dari Produk Domestik Bruto keseluruhan nasional atau
sekitar Rp 113,149 triliyun. Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah di Papua dan
Maluku menyumbang 57% dari perolehan Produk Domestik Regional Bruto di wilayah
tersebut atau sekitar Rp 64, 495 triliyun.
Angka PDRB Papua dan Maluku yang sangat besar tersebut bertolak belakang
dengan penerimaan pajak dari sektor usaha mikro, kecil dan menengah di mana otoritas
pajak hanya mampu mengeruk penerimaan pajak sebesar Rp 31,72 milyar atau kurang
dari 0,5% dari realisasi penerimaan pajak keseluruhan di Kanwil DJP Papua dan
Maluku tahun 2012. Rendahnya tingkat kepatuhan pajak dari sektor usaha mikro, kecil,
dan menengah tersebut menjadi latar belakang utama penerbitan PP No. 46 Tahun 2013
ini. Pemerintah menghimbau kepada wajib pajak yang termasuk dalam klasifikasi wajib
pajak yang diwajibkan mengikuti mekanisme penghitungan dalam PP NO. 46 TAHUN
2013 untuk melaksanakan kewajibannya sejak masa pajak Juli 2013. Hal ini pula yang
diikuti oleh kantor-kantor pelayanan pajak yang berada di bawah wilayah kerja Kanwil
DJP Papua dan Maluku sejak tahun 2013-2014 dengan melakukan sosialisasi dan
menerbitkan surat himbauan kepada wajib pajak sehubungan dengan pemenuhan
kewajiban perpajakan sesuai yang diamanatkan dalam peraturan pemerintah tersebut.
Meskipun para petugas pajak telah aktif memberikan sosialisasi dan melakukan
pendekatan persuasif kepada para wajib, kesadaran wajib pajak masih sangat minim.
Hal ini dibuktikan dengan jumlah wajib pajak yang menyetor PPh final 1% dengan
kode MAP dank kode setoran 411128 420 masih sedikit sekali.

Perilaku ketidakpatuhan oleh wajib pajak seperti ini pernah dianalisis dalam
beberapa penelitian dengan menggunakan pendekatan Theory of Planned Behaviour
(TPB). Model TPB menguraikan penjelasan bahwa perilaku wajib pajak yang tidak
patuh (noncompliance) sangat dipengaruhi oleh variabel dari sikap, norma subyektif,
serta kontrol keperilakuan yang dipersepsikan. Harinurdin (2009) melakukan penelitian
kepatuhan wajib pajak badan dengan responden perusahaan besar yang terdaftar pada
Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar karena pada umumnya perusahaan besar
memiliki sistem informasi akuntansi formal (Bouwens dan Abernethy, 2000; Siahaan,
2005 dalam Harinurdin, 2009). Hasil penelitian menunjukkan persepsi kontrol perilaku
tidak berpengaruh terhadap ketidakpatuhan pajak. Namun, kontrol perilaku
berpengaruh terhadap niat. Kondisi keuangan, fasilitas perusahaan, iklim organisasi,
dan niat juga berpengaruh terhadap kepatuhan pajak.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis bermaksud mengangkat
topik penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan wajib
pajak terhadap PP No. 46 tahun 2013 dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Himbauan PP 46
Tahun 2013 dengan Pendekatan Theory Of Planned Behaviour (Studi Kasus Terhadap
Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan yang Terdaftar di Kantor Wilayah DJP Papua
dan Maluku).
B. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada analisis pengaruh faktor-faktor yang
mempengaruhi wajib pajak orang pribadi usahawan dalam mematuhi himbauan PP No.

46 Tahun 2013. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor sikap, norma subyektif, kontrol
keperilakuan yang dipersepsikan, kewajiban moral, niat berperilaku, kondisi keuangan
wajib pajak orang pribadi, iklim usaha wajib pajak, dan kondisi tempat tinggal/lokasi
usaha wajib pajak. Wajib pajak yang diteliti terbatas pada wajib pajak orang pribadi
usahawan, yaitu yang merupakan subjek pajak sesuai telah mendapatkan sosialisasi
atau diterbitkan surat himbauan mengenai kewajiban perpajakan sesuai PP No. 46 tahun
2013. Penelitian ini mengambil sampel wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP
yang berada di wilayah kerja Kanwil DJP Papua dan Maluku.

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan diteliti pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah sikap terhadap PP No. 46 Tahun 2013 berpengaruh terhadap niat wajib
pajak orang pribadi untuk berperilaku tidak mematuhi peraturan tersebut?
2. Apakah norma subyektif berpengaruh terhadap niat wajib pajak orang pribadi
untuk berperilaku tidak mematuhi PP No. 46 Tahun 2013?
3. Apakah kontrol keperilakuan yang dipersepsikan berpengaruh terhadap niat
wajib pajak orang pribadi untuk berperilaku tidak mematuhi PP No. 46 Tahun
2013?
4. Apakah kewajiban moral berpengaruh terhadap niat wajib pajak orang pribadi
untuk berperilaku tidak mematuhi PP No. 46 Tahun 2013?
5. Apakah kontrol keperilakuan yang dipersepsikan berpengaruh terhadap
ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi?

6. Apakah niat untuk berperilaku tidak mematuhi PP No. 46 Tahun 2013


berpengaruh terhadap ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi?
7. Apakah persepsi kondisi keuangan wajib pajak orang pribadi berpengaruh
terhadap ketidakpatuhan atas PP No.46 Tahun 2013 ?
8. Apakah persepsi iklim usaha wajib pajak berpengaruh terhadap ketidakpatuhan
wajib pajak orang pribadi dalam mematuhi himbauan PP No. 46 tahun 2013?
9. Apakah persepsi kondisi tempat tinggal/lokasi usaha wajib pajak berpengaruh
terhadap ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi dalam mematuhi himbauan
PP No. 46 tahun 2013?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Berdasarkan permasalahan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka
penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh sikap terhadap peraturan perpajakan
terhadap niat wajib pajak orang pribadi untuk berperilaku tidak mematuhi
peraturan perpajakan, khususnya terhadap PP No. 46 tahun 2013.
2. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh norma subyektif terhadap niat wajib
pajak orang pribadi untuk berperilaku tidak mematuhi peraturan perpajakan.
3. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh kontrol keperilakuan yang
dipersepsikan terhadap niat wajib pajak orang pribadi untuk berperilaku tidak
mematuhi peraturan perpajakan.
4. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh kewajiban moral terhadap niat wajib
pajak orang pribadi untuk berperilaku tidak mematuhi peraturan perpajakan.

5. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh kontrol keperilakuan yang


dipersepsikan terhadap ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi.
6. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh niat untuk berperilaku tidak
mematuhi peraturan perpajakan terhadap ketidakpatuhan wajib pajak orang
pribadi.
7. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh persepsi kondisi keuangan wajib
pajak orang pribadi terhadap ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi.
8. Untuk memperoleh bukti empiris persepsi iklim usaha wajib pajak terhadap
ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi.
9. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh persepsi kondisi tempat
tinggal/lokasi usaha terhadap ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, diharapkan dapat


memberikan informasi untuk:
1. Bagi akademisi
Bagi akademisi, penelitian ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan
untuk para pembaca bahwa perilaku dipengaruhi oleh bermacam-macam hal yang ada
di sekitar kita dan tanpa disadari faktor-faktor tersebut membentuk kita menjadi pribadi
yang berkarakter. Teori TPB memberikan pengetahuan bagi kita mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi niat berperilaku, yaitu sikap, norma subyektif, dan kontrol
keperilakuan yang dipersepsikan dan selanjutnya akan mempengaruhi perilaku. Niat
juga dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel selain dari model TPB. Di sisi lain,
penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai sumber informasi bahan acuan untuk

penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Bagi pemerintah
Penelitian ini dapat memberikan feedback terhadap pemerintah khususnya
otoritas pajak dalam hal ini hal Direktorat Jenderal Pajak agar ke depan dalam
memberikan sosialisasi dan melakukan pendekatan persuasif kooperatif kepada wajib
pajak dengan mempelajari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan
perpajakan dan menjadi bahan masukan dalam rangka memformulasikan kebijakankebijakan yang tepat dalam upaya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, khususnya
bagi wajib pajak di sektor mikro, kecil dan menengah.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013


1.

Dasar dan Tujuan Penetapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013


Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas

Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu mulai diberlakukan tanggal 1 Juli 2013. Peraturan Pemerintah
ini dikeluarkan oleh pemerintah untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak orang
pribadi dan wajib pajak badan yang memiliki penghasilan bruto tertentu. Pengenaan
Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut ditetapkan berdasarkan pada
pertimbangan perlunya kesederhanaan dalam pemungutan pajak, berkurangnya beban
administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, serta
memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.
Adapun tujuan dari penetapan PP 46 Tahun 2013 antara lain:
1. Untuk menggenjot penerimaan pajak.
Sasaran utama dari PP Nomor 46 Tahun 2013 ini adalah UMKM, hal tersebut cukup
beralasan karena potensi pajak dari sektor UMKM dinilai sangat besar. Berdasarkan
data dari Kementerian Koperasi dan UKM, 60% dari PDB Indonesia dihasilkan
oleh sektor UMKM. Hal tersebut berbanding terbalik dengan sumbangsihnya
terhadap penerimaan pajak, yaitu hanya 5% saja.
2. Untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang
memiliki peredaran bruto tertentu dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

Dengan penyederhanaan perhitungan PPh, yaitu tarif 1% dikalikan dengan


omzet, diharapkan akan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha kecil dalam
menghitung pajak penghasilan mereka. hal ini jauh lebih mudah bila
dibandingkan dengan penggunaan norma dan tarif progresif.
3. Meningkatkan pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi masyarakat;
4. Terciptanya kondisi kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban perpajakan

2.

Maksud Dan Tujuan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013


Penerbitan PP NO. 46 Tahun 2013 dimaksudkan untuk:

1. Memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan.


2. Mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi.
3. Mengedukasi masyarakat untuk transparansi.
4. Memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan
negara.
Sedangkan tujuan dari diterbitkannya PP No. 46 Tahun 2013 adalah:
1. Kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.
2. Meningkatnya pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi masyarakat.
3. Terciptanya kondisi kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Hasil akhir yang diharapkan dari dikeluarkannya PP No. 46 Tahun 2013 adalah:
1. Perluasan partisipasi dalam pembayaran pajak.
2. Kepatuhan sukarela meningkat.
3. Meningkatkan penerimaan PPh dari Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto
tertentu.

10

4. Penerimaan pajak meningkat sehingga kesempatan untuk mensejahterakan


masyarakat meningkat.

3.

Pokok Pokok Ketentuan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013


Tahun 2013 ini mengatur tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha

yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Beberapa pokok dari PP 46 Tahun 2013 tersebut antara lain:
1. Tidak semua Wajib Pajak yang memiliki omset UMKM dapat menikmati fasilitas
PPh Final 1%. Ada Wajib Pajak yang tidak dapat memanfaatkan fasilitas PP
46/2013. Wajib Pajak yang dapat menikmati fasilitas PPh Final 1%, yaitu:
a. Wajib Pajak Orang Pribadi,
b. Wajib Pajak Badan, kecuali BUT yang menerima penghasilan dari usaha dengan
peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam satu tahun.
2. Objek Pajak yang tidak dikenai Pajak Penghasilan sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013
antara lain:
a. Wajib Pajak berbentuk BUT;
b. Memiliki omset lebih Rp 4.800.000.000,00 dalam satu tahun;
c. Memiliki jenis penghasilan yang

telah dikenakan PPh Final, seperti: jasa

konstruksi, sewa, bunga;


d. Memiliki jenis penghasilan sasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi:
1) tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2) pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang

11

sinetron,

bintang

iklan,

sutradara,

kru

film,

foto

model,

peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;


3) olahragawan;
4) penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5) pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6) agen iklan;
7) pengawas atau pengelola proyek;
8) perantara;
9) petugas penjaja barang dagangan;
10) agen asuransi;
11) distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau
penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
e. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha yang menggunakan
sarana yang dapat dibongkar pasang dan menggunakan tempat yang tidak
diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan;
f. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi.
1) Pendapatan yang dihitung sebagai dasar untuk menentukan 4.8 miliar adalah
semua pendapatan termasuk pendapatan perusahaan cabang (bila ada), namun
tidak termasuk pendapatan yang telah dikenakan PPh final dan pendapatan
yang berupa jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
2) Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar
negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap
Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang- Undang

12

Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya.


3) Kerugian yang terjadi sebelum tahun pajak berlakunya PP 46 Tahun 2013 ini
masih dapat dikompensasikan hingga Lima tahun.
4) Kompensasi kerugian dilakukan mulai tahun fiskal berikutnya berturut-turut
sampai dengan 5 (lima) tahun fiskal. Kerugian pada suatu Tahun Pajak yang
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan PP No. 46
Tahun 2013 ini tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak berikutnya

4.

PokokPokok Ketentuan Aturan Pelaksanaan


Dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang

Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib
Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu atau lebih dikenal sebagai PPh Final
atas UMKM maka perlu dibuatkan aturan untuk pelaksanaannya. Akhirnya
diterbitkanlah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 Tentang Tata
Cara Penghitungan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari
Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu sebagai petunjuk teknis penerapan PP Nomor 46 tahun 2013. PMK Nomor
107/PMK.011/2013 menetapkan bahwa obyek pengenaan pajak sesuai PP Nomor 46
Tahun 2013 adalah peredaran bruto yang tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah) yang ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari
usaha seluruhnya termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari:
a. jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;

13

b. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;


c. usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat
final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri;
dan
d. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

Wajib Pajak yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final, tidak diwajibkan melakukan pembayaran
angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak
Penghasilan. Namun jika Wajib Pajak selain menerima atau memperoleh penghasilan
yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final juga menerima atau memperoleh
penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-Undang
Pajak Penghasilan, atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif
umum tersebut wajib dibayar angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
Undang-Undang Pajak Penghasilan. Besarnya angsuran pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan pada Tahun pajak pertama Wajib
Pajak tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final, diatur ketentuan sebagai
berikut:
a. Bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf b dan huruf
c Undang-Undang Pajak Penghasilan, besaran angsuran pajak adalah sesuai dengan
besarnya angsuran pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
yang mengatur mengenai besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak tersebut.
b. Bagi Wajib Pajak selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a,

14

penghitungan besarnya angsuran pajak diberlakukan seperti Wajib Pajak baru


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf a Undang-Undang Pajak
Penghasilan.

Untuk Wajib Pajak orang pribadi, jumlah penghasilan neto yang disetahunkan
dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Angsuran pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan dan pajak
yang telah dipotong dan/atau dipungut pihak lain boleh dikreditkan terhadap Pajak
Penghasilan yang terutang untuk Tahun pajak yang bersangkutan, kecuali untuk
penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.
Dalam hal peredaran bruto dari usaha pada tahun pajak terakhir sebelum tahun
pajak yang bersangkutan tidak meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan, pengenaan
pajak penghasilan didasarkan pada jumlah peredaran bruto tahun pajak terakhir
sebelum tahun pajak bersangkutan yang disetahunkan. Dalam hal Wajib Pajak baru
terdaftar pada tahun pajak 2013 sebelum PMK No.107/PMK.011/2013 berlaku
pengenaan pajak penghasilan sebagaimana didasarkan pada jumlah peredaran bruto
dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya
Peraturan Menteri yang disetahunkan. Dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar sejak
berlakunya PMK No.107/PMK.011/2013, pengenaan pajak penghasilan didasarkan
pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha
yang disetahunkan.
Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak berdasarkan
ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya wajib

15

dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat


final, dapat dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan oleh
pihak lain. Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan oleh
pihak lain

diberikan melalui Surat Keterangan Bebas. Surat Keterangan Bebas

diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atas nama
Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak.
Dalam rangka proses penyetoran dan pelaporan, Wajib Pajak diwajibkan untuk
menyetor pajak penghasilan terutang ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi
lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak, yang telah mendapat validasi
dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, paling lama tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Wajib Pajak yang melakukan
pembayaran pajak penghasilan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Wajib Pajak
yang telah melakukan penyetoran pajak penghasilan dianggap telah menyampaikan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan, sesuai dengan tanggal validasi Nomor
Transaksi Penerimaan Negara yang tercantum pada Surat Setoran Pajak.
B. Teori Perilaku Rencanaan (Theory of Planned Behavior atau TPB)
1. Konsep Umum Teori Perilaku Rencanaan (Theory of Planned Behavior)
Teori perilaku rencanaan (theory of planned behavior atau TPB) merupakan
pengembangan lebih lanjut dari theory of reasoned action (TRA) (Ajzen, 1991 dan
Jogiyanto, 2008). TRA menjelaskan bahwa perilaku (behavior) dilakukan karena
individu memiliki niat atau keinginan untuk melakukannya (behavioral intention). Niat

16

perilaku akan menentukan perilaku seseorang. TRA mengusulkan bahwa niat perilaku
adalah suatu fungsi dari sikap (attitude) dan norma subjektif (subjective norm) terhadap
perilaku. Ajzen (1988) dalam Jogiyanto (2008) menjelaskan niat (intention) berubah
menurut waktu, selain itu hasil TRA jangka pendek lebih signifikan dibandingkan
dengan hasil TRA jangka panjang. Ajzen mengembangkan teori TPB dengan
menambahkan konstruk yang belum ada di TRA yaitu kontrol perilaku persepsian
(perceived behavioral control). Teori perilaku rencanaan (TPB) secara eksplisit
mengenal kemungkinan bahwa banyak perilaku yang tidak semuanya di bawah kontrol
penuh individu sehingga konsep dari kontrol perilaku persepsian ditambahkan untuk
menangani perilaku-perilaku semacam ini.
Niat (intention) didefinisikan sebagai keinginan untuk melakukan perilaku. Niat
tidak selalu statis dan dapat berubah seiring berjalannya waktu (Jogiyanto, 2008). Niat
erat kaitannya dengan motivasi, yaitu dorongan yang timbul pada diri seseorang secara
sadar atau tidak sadar untuk melakukan sesuatu tindakan dengan tujuan tertentu. Niat
yang baik akan mendorong timbulnya motivasi untuk berbuat baik. Tindakan yang baik
akan memberikan hasil yang baik pula dan jika terus diulang akan terinternalisasi dan
persistent dalam diri seseorang sehingga tercipta pribadi dengan perilaku yang baik,
begitu pula sebaliknya (Suharto, 2008 dalam Miladia, 2010). Niat tidak selalu statis dan
dapat berubah seiring berjalannya waktu sehingga dapat disimpulkan semakin lebar
interval waktu, semakin mungkin terjadi perubahan pada niat (Jogiyanto, 2008).
Dalam theory of planned behavior (TPB), perilaku yang ditampilkan oleh individu
timbul karena adanya niat untuk berperilaku (behavioral intention) (Jogiyanto, 2008).
Lebih lanjut, niat berperilaku ditentukan oleh tiga macam kepercayaan, antara lain:

17

1. Kepercayaan perilaku (behavioral belief), yaitu kepercayaan tentang kemungkinan


terjadinya perilaku. Kepercayaan perilaku akan menghasilkan suatu sikap
menyukai atau tidak menyukai terhadap perilaku.
2. Kepercayaan normatif (normative belief), yaitu kepercayaan tentang ekspektasi
normatif dari orang lain dan motivasi untuk menyetujui ekspektasi tersebut.
Kepercayaan normatif menghasilkan tekanan sosial atau norma subjektif.
3. Kepercayaan kontrol (control belief), yaitu kepercayaan tentang keberadaan faktorfaktor yang akan memfasilitasi atau merintangi kinerja dari perilaku dan kekuatan
persepsian dari faktor-faktor tersebut. Kepercayaan kontrol akan menghasilkan
kontrol perilaku persepsian.
Lebih lanjut, bersama-sama, sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior),
norma-norma subjektif (subjective norms), dan kontrol perilaku persepsian (perceived
behavioral control) akan mengakibatkan niat perilaku (behavioral intention) dan yang
selanjutnya akan menimbulkan perilaku (behavior) sehingga diharapkan dengan
mengidentifikasi sikap mahasiswa akuntansi terhadap profesi akuntan publik, normanorma subjektif, dan kontrol perilaku persepsian akan dapat mempengaruhi wajib pajak
untuk mematuhi kewajiban perpajakan khususnya yang diamanatkan dalam Peraturan
Pemerintah No. 46 tahun 2013.

2. Sikap
Sikap (attitude) merupakan sebuah evaluasi kepercayaan (belief) atas perasaan
positif maupun negatif dari seseorang jika harus melakukan perilaku yang akan
ditentukan. Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Jogiyanto (2007) mendefinisikan sikap

18

sebagai jumlah dari afeksi (perasaan) yang dirasakan seseorang untuk menerima atau
menolak suatu obyek atau perilaku dan diukur dengan menempatkan individu pada
skala evaluatif dua kutub, misalnya baik atau buruk, setuju atau menolak, dan lain
sebagainya. Menurut Mutikasari (2007), sikap seseorang terhadap suatu objek adalah
perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung
atau tidak memihak (unfavorable) pada objek yang bersangkutan. Di dalam Theory of
planned of behavior, sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior) dipengaruhi
oleh kepercayaankepercayaan perilaku (behavior beliefs) dimana kepercayaan ini
merupakan kepercayaan yang dimiliki oleh individu akan hasil dari suatu dari perilaku
dan evaluasi atas hasil yang dilakukan (Jogiyanto, 2007).
Sikap merupakan sebuah ciri yang dimiliki oleh seseorang dalam pembentukan
karakter, dimana karakter itu sendiri merupakan prinsip atau pegangan hidup yang
dimiliki oleh seseorang dan sifatnya statis atau sulit untuk berubah. Untuk merubah
karakter sangat diperlukan usaha yang sangat keras karena hal ini sudah dijadikan
individu sebagai dasar dalam kehidupan bermasyarakat dan karakter itu sendiri
merupakan bawaan lahir. Sedangkan sikap yang melekat pada diri seseorang dapat
berubah seiring dengan perkembangan waktu atau dipengaruhi oleh faktor lingkungan
di sekitarnya. Apabila seorang individu berada pada situasi bergaul dengan orang lain
yang sikapnya sangat berbeda dengannya dan hal ini dilakukan secara terus-menerus,
maka bukan hal yang tidak mungkin bahwa individu tersebut secara otomatis akan
merasakan bahwa sikapnya mulai berubah mengikuti lingkungan baik itu disadari
maupun tidak disadari.

19

3. Norma Subyektif
Norma subyektif (subjective norms) adalah persepsi yang dimiliki oleh individu
mengenai pengaruh sosial dalam membentuk suatu perilaku tertentu (Ajzen, 1988
dalam Mutikasari, 2007). Norma subyektif merupakan pembentuk perilaku individu
dimana pandangan yang dimiliki oleh orang lain berupa menyetujui atau menolak
perilaku yang dilakukan oleh individu yang bersangkutan. Apabila orang lain setuju
pada perilaku yang ditunjukkan individu, maka perilaku ini akan dilakukan terus
menerus karena individu merasa bahwa perilaku yang dilakukan dapat diterima oleh
masyarakat. Namun apabila perilaku yang ditunjukkan tidak diterima oleh orang lain,
maka hal tersebut tidak akan diulangi lagi oleh individu. Berdasarkan penelitian
terdahulu, dapat diketahui bahwa teman sejawat adalah salah satu faktor utama yang
dapat memprediksi perilaku yang ditunjukkan wajib pajak.
Di dalam Theory Of Planned Behavior, norma subyektif (subjective norms)
dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan normatif (normative beliefs), yaitu
kepercayaan tentang harapan yang dimiliki oleh individu yang melakukan perilaku
terhadap pandangan orang lain agar dapat menerima dan melakukan motivasi terhadap
perilaku yang ditunjukkan.
4. Kontrol Keperilakuan yang Dipersepsikan
Kontrol keperilakuan yang dipersepsikan (perceived behavioral control) dalam
konteks perpajakan adalah ukuran tingkatan kendali yang dimiliki oleh seseorang yang
tergolong sebagai wajib pajak dalam menunjukkan perilaku tertentu, seperti
melaporkan jumlah penghasilan yang sesungguhnya, melakukan kecurangan dengan
mengurangkan beban yang seharusnya tidak boleh dilakukan pengurangan dalam

20

penghasilan, serta perilaku lainnya yang menampilkan adanya ketidakpatuhan pajak


(Bobek dan Hatfield, 2003 dalam Mutikasari, 2007).
Kontrol keperilakuan yang dipersepsikan ini dapat mempengaruhi niat untuk
berperilaku dan perilaku wajib pajak. Ajzen (2002) dalam Mutikasari (2007)
mengatakan bahwa kontrol keperilakuan yang dipersepsikan (perceived behavioral
control) mempengaruhi niat. Hal ini berdasarkan atas asumsi bahwa kontrol
keperilakuan yang dipersepsikan oleh individu akan memberikan implikasi berupa
motivasi terhadap orang tersebut. Maksudnya adalah niat akan terbentuk dengan
sendirinya apabila individu merasa mampu untuk menampilkan perilaku. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Bobek dan Hatfield (2003) dalam Mutikasari (2007)
bahwa pengaruh kontrol keperilakuan yang dipersepsikan tidak signifikan terhadap niat
untuk berperilaku.
Kontrol keperilakuan yang dipersepsikan dapat mempengaruhi perilaku baik itu
secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung akan muncul apabila
terdapat actual control yang berada di luar kehendak individu (Ajzen, 1988 dalam
Mutikasari, 2007).
Semakin positif sikap terhadap perilaku dan norma subyektif dan semakin besar
kontrol keperilakuan yang dipersepsikan oleh seseorang, maka niat untuk
memunculkan sebuah perilaku tertentu juga semakin besar. Sesuai dengan fakta yang
ada di lapangan menunjukkan bahwa niat itu akan diwujudkan apabila kesempatan itu
muncul. Akan tetapi, perilaku yang ditunjukkan oleh individu dapat berbeda dengan
niat individu apabila kondisi di lapangan tidak memungkinkan untuk menampilkan
perilaku sesuai dengan niat yang dimiliki oleh individu tersebut sehingga dapat

21

mempengaruhi kontrol keperilakuan yang dipersepsikan secara tidak langsung. Di


dalam TPB, kontrol keperilakuan yang dipersepsikan (perceived behavioral control)
dipengaruhi oleh kepercayaankepercayaan kontrol (control beliefs), yaitu kepercayaan
mengenai hal- hal yang dapat mendukung atau menghambat perilaku yang ingin
ditunjukkan oleh individu.
5. Kewajiban Moral
Selain sikap, norma subyektif, dan kontrol keperilakuan yang dipersepsikan yang
terkandung di dalam TPB, terdapat beberapa variabel lain yang dapat mempengaruhi
niat dan perilaku. Kewajiban moral merupakan salah satu faktor selain dari model TPB
yang dapat mempengaruhi niat dan perilaku wajib pajak. Ajzen (1991) dalam
Mutikasari (2007) berpendapat, bahwa model TPB masih memungkinkan untuk
ditambahi variabel prediktor lain, selain sikap (attitude), norma subyetif (subjective
norms), dan kontrol keperilakuan yang dipersepsikan (perceived behavioral control).
Kewajiban moral merupakan norma inividu yang melekat pada diri seseorang, namun
kemungkinan besar hal ini tidak dimiliki oleh orang lain. Norma individu ini tidak
secara langsung dijelaskan pada bentuk TPB. Blanthorne (2000); Kaplan, Newbery &
Reckers (1997); Hanno & Violette (1996) dalam Mutikasari (2007) telah membuktikan
secara empiris, bahwa kewajiban moral berpengaruh secara negatif signifikan terhadap
niat ketidakpatuhan pajak.
6. Niat Berperilaku
Niat (intention) didefinisikan sebagai keinginan untuk melakukan suatu perilaku
sesuai kehendak individu (Jogiyanto, 2007). Niat berhubungan dengan perilakuperilaku atau tindakan-tindakan dan dapat diprediksi dengan tingkat keakuratan yang

22

tinggi. Dalam kenyataan di lapangan, niat tidak selalu bersifat tetap atau statis. Niat
dapat berubah-ubah sesuai dengan kehendak dari individu yang bersangkutan seiring
dengan berjalannya waktu. Semakin lebar rentang waktu , semakin besar juga terjadi
perubahan dalam niat yang akan dialami. Begitu juga sebaliknya, apabila rentang waktu
semakin kecil, dapat meminimalisir terjadinya perubahan atas niat.
Di dalam TPB, niat untuk berperilaku ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu: (1)
behavioral beliefs, yang merupakan kepercayaan yang muncul dalam diri individu atas
hasil dari suatu perilaku dan evaluasi mengenai hasil tersebut (beliefs strength and
outcome evaluation), (2) normative beliefs yang merupakan kepercayaan yang muncul
dalam diri individu tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi
harapan tersebut (normative beliefs and motivation to comply), dan (3) control beliefs,
yang merupakan kepercayaan atas semua hal yang dapat mendukung atau menghambat
sebuah perilaku yang ditunjukkan (control beliefs) dan persepsinya mengenai seberapa
besar hal-hal tersebut dapat mendukung ataupun menghambat perilaku yang
ditampilkan (perceived power). Hambatan yang biasanya timbul pada saat perilaku
tersebut ditunjukkan terkadang muncul dari dalam maupun dari luar individu (faktor
lingkungan). Secara berurutan, behavioral beliefs menghasilkan sikap terhadap perilaku
positif ataupun negatif, normative beliefs menghasilkan tekanan sosial yang
dipersepsikan (perceived social pressure) atau norma subyektif (subjective norm) dan
control beliefs menghasilkan perceived behavioral control (Ajzen,2002:2 dalam
Mutikasari, 2007).
7. Persepsi Kondisi Keuangan Wajib Pajak Orang Pribadi
Kondisi keuangan adalah kemampuan keuangan individu dalam memenuhi segala

23

kebutuhannya. Apabila individu tersebut dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut,


baik itu kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier berdasarkan pendapatan yang
dimiliki tanpa bantuan dari pihak luar berupa pinjaman, dapat dikatakan bahwa kondisi
keuangan individu tersebut sangat baik.
Kondisi keuangan yang baik memberikan pengaruh positif dalam peningkatan
kepatuhan perpajakan individu wajib pajak. Apabila wajib pajak sudah tercukupi
kebutuhannya, mereka masih memiiki uang yang seharusnya dialokasikan untuk
pemenuhan kewajiban perpajakan.
8. Persepsi Kondisi Tempat Tinggal/Lokasi Usaha Wajib Pajak
Kondisi tempat tinggal/lokasi usaha wajib pajak meliputi rumah, toko, outlet/gerai,
kios, dan kondisi jarak tempat tinggal/lokasi usaha dengan kantor pelayanan pajak atau
pun lokasi pembayaran pajak mempengaruhi persepsi wajib pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakan PP No. 46 tahun 2013.
9. Persepsi Iklim Usaha Wajib Pajak
Setiap perilaku yang ditunjukkan oleh individu dapat dipengaruhi oleh faktor dari
luar, salah satunya pengaruh yang berasal dari lingkungan bisnis/usaha atau pekerjaan.
Keputusan wajib pajak untuk mematuhi peraturan perpajakan PP No. 46 tahun 2013
salah satunya dipengaruhi oleh lingkungan usaha/bisnis wajib pajak. Apabila pihakpihak yang terlibat dengan wajib pajak dalam business value chain secara umum
mematuhi kewajiban perpajakan PP No. 46 tahun 2013, diperkirakan hal tersebut dapat
mempengaruhi persepsi wajib pajak bersangkutan untuk melaksanakan hal yang sama.
C. Penelitian Terdahulu
Hidayat (2012) dalam jurnal ekonomi berjudul Studi Empiris Theory of Planned

24

Behavior dan Pengaruh Kewajiban Moral pada Perilaku Ketidakpatuhan Pajak Wajib
Pajak Orang Pribadi melakukan penelitian yang menganalisis menjelaskan
ketidakpatuhan pajak wajib pajak orang pribadi. Hasil penelitian menghasilkan
kesimpulan, pertama, sikap terhadap ketidakpatuhan berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap niat untuk tidak patuh terhadap pajak. Kedua, norma subyektif
berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap niat untuk tidak patuh terhadap pajak.
Ketiga, kewajiban moral berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat untuk tidak
patuh terhadap pajak. Keempat, Perceived Behavior Control (PBC) berpengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap niat untuk tidak patuh terhadap pajak. Kelima,
PBC berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap perilaku ketidakpatuhan pajak.
Keenam, niat seseorang untuk tidak patuh terhadap pajak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap perilaku ketidakpatuhan pajak. Hasil perbandingan antara deskriptif
variabel dengan hasil loading factor masing-masing indikator terhadap variabel,
menemukan: pertama, kontribusi terbesar terhadap sikap ketidakpatuhan pajak tetaplah
aspek ekonomi yaitu memaksimalkan utilitas finansial. Kedua, pihak yang memberikan
kontribusi terbesar dalam norma subyektif adalah konsultan pajak dan berikutnya
adalah teman/orang terdekat dilingkungan. Ketiga, kontribusi paling besar terhadap
tingginya moral untuk patuh terhadap pajak diberikan oleh indikator rasa bersalah.
Keempat, PBC yang cukup besar terhadap ketidakpatuhan pajak disebabkan oleh
kontribusi controllability.
D. Hipotesis
Berdasarkan teori yang dikemukakan dan kajian atas hasil penelitian sebelumnya,
penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

25

H1: Sikap ketidakpatuhan pajak berpengaruh terhadap niat wajib pajak orang pribadi
untuk berperilaku tidak mematuhi PP. No. 46 Tahun 2013
H2: Norma subyektif berpengaruh terhadap niat wajib pajak orang pribadi untuk
berperilaku tidak mematuhi PP. No. 46 Tahun 2013
H3: Kontrol keperilakuan yang dipersepsikan berpengaruh terhadap niat wajib pajak
orang pribadi untuk berperilaku tidak mematuhi PP. No. 46 Tahun 2013
H4: Kewajiban moral berpengaruh terhadap niat wajib pajak orang pribadi untuk
berperilaku tidak mematuhi PP. No. 46 Tahun 2013
H5: Kontrol keperilakuan yang dipersepsikan berpengaruh terhadap ketidakpatuhan
wajib pajak orang pribadi.
H6: Niat untuk berperilaku tidak mematuhi PP. No. 46 Tahun 2013 berpengaruh
terhadap ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi.
H7: Persepsi tentang kondisi keuangan wajib pajak orang pribadi berpengaruh terhadap
ketidakpatuhan atas PP. No. 46 Tahun 2013.
H8: Persepsi tentang kondisi tempat tinggal/lokasi usaha berpengaruh terhadap
ketidakpatuhan atas PP. No. 46 Tahun 2013.
H9: Persepsi tentang iklim usaha wajib pajak berpengaruh terhadap ketidakpatuhan atas
PP. No. 46 Tahun 2013.

26

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Gambaran Umum dan Alasan Pemilihan Objek Penelitian


1.

Gambaran Umum Objek Penelitian.


Kantor Wilayah DJP Papua dan Maluku memiliki wilayah kerja yang mencakup

tiga provinsi yaitu Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Maluku.
Sedangkan Kanwil DJP Papua dan Maluku sendiri berada di Kota Jayapura, Provinsi
Papua. Kantor wilayah tersebut membawahi tujuh Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama yaitu; KPP Pratama Jayapura, KPP Pratama Timika, KPP Pratama Merauke,
KPP Pratama Sorong, KPP Pratama Biak, KPP Pratama Manokwari, dan KPP Pratama
Ambon, serta 15 KP2KP yang tersebar di tiga wilayah provinsi tersebut.
2.

Alasan Pemilihan Objek Penelitian.


Wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di wilayah Papua dan Maluku memiliki

karakteristik yang unik dibandingkan wajib pajak di wilayah lain. Secara umum wajib
pajak yang terdaftar di tiga wilayah ini memiliki tingkat pendidikan yang rendah jika
dibandingkan dengan wajib pajak di wilayah lain di Indonesia. Kondisi masyarakat
yang sangat heterogen dengan berbagai watak dan karakter serta suku bangsa
menjadikan wajib pajak di Papua dan Maluku memiiki ciri yang khas tersendiri.
Kondisi geografis alam Papua dan Maluku yang didominasi area pegunungan dan
kepulauan sehingga sulit diakses merupakan salah satu tantangan dalam penggalian
potensi dan usaha sosialisasi kewajiban perpajakan oleh para petugas pajak. Alasan-

27

alasan itulah yang menjadi pertimbangan penulis untuk memilih wajib pajak orang
pribadi yang terdaftar di wilayah kerja DJP Papua dan Maluku sebagai objek penelitian.
B. Populasi dan Penentuan Sampel
1.

Populasi penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di
wilayah DJP Papua dan Maluku.

2.

Sampel Penelitian.
Responden yang akan digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah wajib
pajak orang pribadi sebagaimana yang diatur dalam PP No. 46 Tahun 2013. Dalam
analisis model Structural Equation Modelling (SEM) dengan Partial Least Square
(PLS), sampel minimal direkomendasikan berkisar dari 30-100 (Ghozali, 2011).
Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti menentukan sampel sebesar 100 responden.
Hasil dari perolehan sampel tersebut, kemudian dianalisis dengan menggunakan
model Structural Equation Modelling (SEM) dengan Partial Least Square (PLS).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu
penentuan sampel dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu yang
sesuai dengan PP No. 46 Tahun 2013 dengan cara membagikan kuesioner kepada
responden wajib pajak orang pribadi di wilayah kerja DJP Papua dan Maluku.
C. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua jenis variabel yaitu variabel bebas (independent
variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah faktor-faktor antara lain; sikap, norma subyektif, norma
subyektif, kewajiban moral, niat wajib pajak orang pribadi untuk berperilaku tidak

28

patuh, persepsi tentang kondisi keuangan wajib pajak, persepsi tentang tempat
tinggal/lokasi usaha, persepsi tentang iklim bisnis usaha, sedangkan variabel terikat
yang digunakan adalah kepatuhan wajib pajak terhadap himbauan PP No. 46 Tahun
2013.
H. Metode Analisis Data Statistik
Alat analisis untuk menguji hipotesis yang terdapat dalam penelitian ini adalah
analisis multivariat Structural Equation Model (SEM) dengan menggunakan Partial
Least Square (PLS) yang merupakan alternatif dalam metode persamaan struktural.
I.

Pengujian Hipotesis

1. Inner Model
Inner model (inner relation, structural model dan substantive theory)
menggambarkan hubungan antara variabel laten berdasarkan pada teori substantif
(Ghozali, 2011). Model persamannya adalah sebagai berikut:
= 0 + + +
dimana menggambarkan vektor endogen (dependen) varabel laten, adalah vektor
variabel laten exogen, serta merupakan vektor variabel residual.
2. Outer Model
Outer model sering disebut juga outer relation atau measurement model,
mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel
latennya. Blok indikator refleksif dapat ditulis dengan persamaan:
x = x + x
y = y + y

29

di mana x dan y adalah indikator atau manifest variabel untuk variabel laten eksogen
dan endogen dan . Sedangkan x dan y merupakan matrik loading yang
menggambarkan koefisien regresi sederhana yang menghubungkan variabel laten
dengan indikatornya.
3. Weight Relation
Inner dan outer model memberikan spesifikasi yang diikuti dalam estimasi
algoritma PLS, oleh karena itu diperlukan definisi weight relation. Nilai kasus untuk
setiap variabel laten diestimasi dalam PLS sebagai berikut:
b = kb wkb xkb
i = ki wki yki
di mana wkb dan wki adalah k weight yang digunakan untuk membentuk estimasi
variabel laten b dan i (Ghozali, 2011).
RENCANA DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, Icek. 1991. The Theory of Planned Behavior, Organizational Behavior and
Human Decision Process.Vol. 50, pp. 179-211.
Hidayat, Widi. 2010. Studi Empiris Theory of Planned Behavior dan Pengaruh
Kewajiban Moral pada Perilaku Ketidakpatuhan Pajak Wajib Pajak Orang
Pribadi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol.12 No. 2 November 2010.

Austiantono, Dwi. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan


Wajib Pajak Orang Pribadi: Aplikasi TPB (Studi Empiris WPOP Di Kabupaten
Pati). Semarang. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Mustikasari, Elia, 2007. Kajian Empiris tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan di
Perusa-haan Industri Pengolahan di Surabaya. Simposium Nasional Akuntansi X,
Makasar
____, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu.

30

Anda mungkin juga menyukai