Anda di halaman 1dari 77

LAPORAN

PENELITIAN TENTANG KETERKAITAN PENDIDIKAN


DAN PENYEDIAAN LAPANGAN KERJA
DI JAWA TENGAH

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN


PROVINSI JAWA TENGAH
2008

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan informasi tentang: (1)
Penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa
PELMO; (2) Implementasi kebijakan link and match yang telah dilaksanakan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi PELMO; (3) Jumlah dan
kemampuan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi
PELMO; (4) Kondisi kebutuhan dan penyerapan tenaga kerja di industri yang
berhubungan dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi PELMO; serta (5)
Pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan SMK, industri dan Lembaga Sertifikasi Profesi
(LSP).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Prakerin yang dilaksanakan oleh SMK
di Jawa Tengah rata-rata menggunakan sistem blok. Hanya saja sistem yang digunakan
tidak sepenuhnya model blok atau dapat dikatakan sebagai sistem blok modifikasi. (2)
Jumlah lulusan SMK Negeri dan swasta di Jawa Tengah antara 95% sampai dengan
100%, dari rentang kelulusan tersebut yang terserap ke lapangan kerja yang cocok
dengan program keahliannya adalah 30% sampai dengan 50%,; masa tunggu
mendapatkan pekerjaan pertama rata-rata adalah 1-6 bulan; sisanya melanjutkan ke
Perguruan Tinggi, serta sebagian tidak diketahui kegiatannya; (3) Lulusan SMK
PELMO yang dibutuhkan oleh industri adalah operator mesin perkakas manual,
operator mesin CNC, las listrik, las argon, pengecoran logam serta telematika atau ICT,
di samping itu di butuhkan soft skill berupa ketekunan, komitmen, disiplin, serta
kemampuan bekerjasama (team work); (4) Sertifikat keahlian siswa SMK Negeri dan
swasta di Jawa Tengah diperoleh melalui tiga cara, yaitu Prakerin/PSG, Proyek Tugas
Akhir (PTA), serta uji kompetensi yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi
Profesi (LSP) Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sertifikat yang diperoleh dari
pelaksanaan Prakerin/PSG dan sertifikat yang diperoleh dari PTA digunakan sebagai
pelengkap Ujian Nasional. Sementara itu sertifikat yang diperoleh dari LSP merupakan
bekal tambahan siswa dalam rangka melamar pekerjaan.
Rekomendasi yang dapat diberikan : (1) Penyelarasan kurikulum (2) Tugas
Akhir (TA) disusun di tempat prakerin dengan mengamati salah satu permasalahan di
industri dan diuji dengan melibatkan pihak industri (3) Komunikasi antara BKK,
Disnakertrans dan Dinas Pendidikan perlu ditingkatkan kembali. Rekomendasi untuk
sekolah : (1) bahwa penyelenggaraan pembelajaran teori kejuruan dan praktik kejuruan
dilaksnakan secara fleksibel, tidak perlu mengikuti kelaziman, untuk mengoptimalkan
pemanfaatan bengkel (2) Model magang untuk SMK Negeri dapat menggunakan block
release modifikasi (3) Meningkatkan kemitraan dengan berbagai pihak, terutama
dengan industri dan asosiasi yang kompeten; (4) Memberdayakan semua komponen
sekolah kearah pencapaian visi dan misi sekolah. Rekomendasi untuk pemerintah (1)
Memberikan fasilitasi aksesibilitas kemitraan antara sekolah dan industri (2)
Memberikan fasilitasi guru untuk melakukan in service training dalam bidang
keterampilan produktif.
Kata kunci : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK); PELMO; Penyerapan Tenaga Kerja

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyelenggaraan pendidikan kejuruan, termasuk Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) saat ini memasuki fase penting, yaitu fase lulusan pendidikan
kejuruan akan dipertaruhkan kesiapannya dalam percaturan tenaga kerja di wilayah
regional Asia, baik dalam konteks Asean Free Trade Association (AFTA) maupun
Asean Free Labor Association (AFLA). Untuk ini upaya yang harus dilakukan
adalah melakukan penataan dan pembenahan semaksimal mungkin dalam sektor
pendidikan kejuruan, baik penataan dalam pola rekrutmen, pengembangan program
pendidikan dan pelatihan atau kurikulum, inovasi proses pendidikan dan pelatihan,
pengembangan evaluasi serta sertifikasi (Suryadi,1999 )
Isu penting yang harus selalu dikedepankan dalam konteks ini adalah
seberapa besar penyelenggaraan pendidikan kejuruan (SMK) sejalan dan relevan
dengan kebutuhan masyarakat, terutama kebutuhan tenaga kerja, dunia usaha
maupun industri. Dalam bahasa yang populer, seberapa besar dan kuat link and
match antara keduanya. Jika pertanyaan mendasar ini terjawab, maka pada
dasarnya bentuk pendidikan kejuruan apapun akan sangat matching dan
mendukung kebutuhan dunia usaha atau industri, khususnya dalam penyediaan
lulusan yang terampil.
Fakta di lapangan saat ini mengindikasikan bahwa penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan kejuruan berjalan dengan programnya sendiri, di sisi lain
dunia kerja/industri dan asosiasi profesi sering mengeluh bahwa kualitas tenaga
(lulusan) belum memenuhi tuntutan keahlian (kompetensi) yang diharapkan. Gejala
mismatch antara lembaga pendidikan dan pelatihan kejuruan dengan dunia
usaha/industri, pada akhirnya melahirkan lulusan underqualified. Keadaan seperti
ini sudah cukup lama terjadi, bahkan sampai saat ini (Samsudi, 2004).
Gejala mismatch antara program keahlian SMK di Jawa Tengah dengan
dunia usaha/industri saat ini masih juga dirasakan, termasuk program keahlian
Perkayuan, Elektronika dan Listrik, Mesin, serta Otomotif (Samsudi, 2004).,

Program keahlian PELMO SMK di Jawa Tengah merupakan unggulan, hal ini
dibuktikan dengan ditetapkannya program keahlian ini sebagai Rintisan Sekolah
Bertaraf Internasional (RSBI) oleh Depdiknas. Gejala di atas memperlihatkan
adanya paradoks antara penetapan program keahlian unggulan dengan fakta adanya
mismatch, sehingga muncul pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya kualitas
penyelenggaraan pendidikan program keahlian PELMO SMK di Jawa Tengah?.
Data program keahlian yang menjadi unggulan SMK di Jawa Tengah seperti
tersaji dalam Tabel I.1 di bawah ini.
Tabel I.1 Data program keahlian unggulan SMK RSBI Tahun 2007
No
1.

Propinsi
Jawa Tengah

Kab. / Kota
Kota Salatiga

SMK
SMKN 2
Salatiga

2.

Jawa Tengah

Kabupaten Tegal

3.

Jawa Tengah

Kota Surakarta

4.

Jawa Tengah

5.

Jawa Tengah

Kabupaten
Kudus
Kabupaten
Sukoharjo

SMKN 1
Adiwerna
Tegal
SMKN 5
Surakarta
SMK Muh.
Kudus
SMK Muh. I
Sukoharjo

Sumber: Depdiknas 2007

Program Unggulan
a. Mekanik Otomotif
b. Elektronika Industri
c. Perkayuan
Mekanik otomotif
Mesin Perkakas
a. Otomotif
b. TKJ
Otomotif

Keterkaitan antara pendidikan dengan kebutuhan dan ketersediaan lapangan


kerja di industri merupakan kombinasi pengaruh antara variabel-variabel pengatur,
peserta pendidikan, penyelenggara pendidikan serta dunia kerja. Keterkaitan antar
variabel-variabel itu bersifat timbal balik, dan masing-masing berpengaruh terhadap
variabel yang lain. Ketimpangan partisipasi atau keterlibatan secara aktif di salah
satu variabel, misalnya variabel penyelenggara pendidikan dapat menyebabkan
sistem tidak bekerja optimal yang akan mengakibatkan hubungan antara pendidikan
dan dunia kerja tidak harmonis, artinya secara fisik akan terjadi pengangguran
secara berkelanjutan. Hubungan timbal balik diantara keempat variabel-variabel itu
disajikan dalam Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Hubungan timbal balik antar empat variabel relevansi


pendidikan kejuruan (SMK) dan dunia kerja

Sumber : Balitbang Provinsi Jawa Timur, 2006

Merujuk uraian di atas, maka penelitian tentang Keterkaitan pendidikan


dan Penyediaan lapangan Kerja di Jawa Tengah penting untuk dilaksanakan.
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1.

Bagaimanakah penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menegah Kejuruan


(SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan
Otomotif (PELMO) dilakukan untuk mempersiapkan lulusan yang terampil?

2.

Bagaimanakah implementasi kebijakan link and match yang telah dilakukan


oleh Dinas Pendidikan terhadap Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa
pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif
(PELMO)?

3.

Bagaimanakah jumlah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa


pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif
(PELMO)?

4.

Bagaimanakah kemampuan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)


Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan
otomotif (PELMO)?

5.

Bagaimanakah sertifikasi yang dilakukan sehingga diperoleh tenaga terlatih


yang standar?

6.

Bagaimanakah kondisi kebutuhan tenaga kerja di industri yang berhubungan


dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika,
Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO)?

7.

Bagaimanakah kondisi penyerapan tenaga kerja di industri yang berhubungan


dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika,
Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO)?

C. Tujuan
Berdasarkan masalah penelitian di atas, maka tujuan penelitian adalah
menyediakan informasi tentang:
1.

Penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) Rekayasa


pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif
(PELMO);

2.

Implementasi kebijakan link and match yang telah dilaksanakan Sekolah


Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan,
Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO);

3.

Jumlah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang


studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO);

4.

Kemampuan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada


bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO);

5.

Pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan SMK, industri dan Lembaga Sertifikasi


Profesi (LSP);

6.

Kondisi kebutuhan tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan lulusan


SMK Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan
Otomotif (PELMO);

7.

Kondisi penyerapan tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan lulusan


SMK Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan
Otomotif (PELMO)?

D. Manfaat
Manfaat hasil penelitian adalah sebagai masukan untuk Dinas Pendidikan
Propinsi Jawa Tengah mengenai kondisi (1) penyelenggaraan pendidikan di SMK
Rekayasa pada bidang studi PELMO; (2) implementasi kebijakan link and match
yang telah dilaksanakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada
bidang studi PELMO; (3) Jumlah dan kemampuan lulusan SMK Rekayasa pada
bidang studi PELMO; (4) pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan SMK, industri dan
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP); (5) Kondisi kebutuhan dan penyerapan tenaga
kerja di industri yang berhubungan dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang
studi PELMO; dengan demikian dapat segera mengambil kebijakan operasional
dalam rangka mengurangi kelima persoalan tersebut.
E. Hasil yang Diharapkan
Adanya data dan kajian hasil penelitian yang dapat digunakan sebagai
rekomendasi mengenai upaya menjembatani antara dunia pendidikan (SMK)
dengan lapangan kerja di industri, terutama pada bidang Perkayuan, Elektronika,
Listrik, Mesin dan Otomotif (PELMO) termasuk kesesuaian kompetensi kebutuhan
oleh industri, peluang kerja dan pengajaran di sekolah dan industri.
F. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian meliputi sepuluh wilayah yang memiliki SMK yang telah
mampu menerapkan program Link and Match diantaranya :
1. Kota Magelang
2. Kota Surakarta
3. Kota Salatiga
4. Kabupaten Klaten
5. Kabupaten Kudus
6. Kabupaten Pati
7. Kabupaten Tegal
8. Kabupaten Banyumas
9. Kabupaten Cilacap
10. Kabupaten Kendal

G. Definisi Operasional
Pendidikan dalam penelitian ini adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
khususnya untuk kategori atau kelompok teknologi, yang berada di Jawa Tengah.
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 15
diuraikan bahwa SMK sebagai bentuk satuan pendidikan

menengah yang

mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Dalam
PP 29/1990, pendidikan kejuruan dijelaskan pada tiga tempat. Pasal 1 Ayat 3
menyatakan "pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang
pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa
untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu". Sementara itu, pada Pasal 3 Ayat 2
disebutkan bahwa pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa
untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional.
Kemudian, pada Pasal 7 diatur syarat-syarat pendirian sekolah menengah kejuruan.
Di samping itu definisi SMK merujuk kepada Keputusan Mendikbud No.
323/U/1997. Keputusan ini isinya lebih lengkap dibanding PP 29/90 yang meliputi
komponen-komponen dalam penyelenggaraan pendidikan sistem ganda, yang
terdiri dari ketentuan umum, tujuan, penyelenggaraan, program, kerjasama, peserta,
instruktur, Majelis Pertimbangan Kejuruan, penilaian dan sertifikasi, pengelolaan,
pengawasan, insentif, serta pengembangan dan peningkatan mutu.
Lapangan kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri atau
perusahaan yang berpasangan dengan SMK PELMO di Jawa Tengah maupun di
luar Jawa Tengah sekaligus merekrut lulusannya. Hal ini dikarenakan tidak semua
lulusan SMK PELMO di Jawa Tengah dapat diserap oleh industri di provinsi ini,
sehingga lapangan kerja mencakup industri di tingkat nasional yang berada di
Jakarta, misalnya PT. KOMATSU, PT. Hanken, PT. United Tracktor, serta PT.
Karya Hidup Sentoso yang berada di Yogyakarta.

H. Kerangka Pikir
Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian
Guru dan Tenaga
Kependidikan

Siswa
SMK

Proses
Pembelajaran

Sarana dan
prasarana

Diklat
Industri

Kualitas
Lulusan

Disnaker

- Industri
- Wirausaha

Dinas
Pendidikan

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Fase Penting Pendidikan Kejuruan


Pada awal millenium ketiga ini dunia pendidikan Indonesia khususnya
pendidkan kejuruan, dihadapkan pada tiga tantangan utama, yaitu tantangan global,
internal, dan praksis pendidikan kejuruan itu sendiri. Dengan berlakunya pasar bebas
pada tingkat regional Asia melalui AFTA yang dimulai pada tahun 2003 dan tingkat
dunia pada tahun 2020, berimplikasi pada terjadinya interaksi antar negara dalam
investasi, bisnis barang dan jasa, sehingga memperketat dan mempertajam
persaingan (Suryadi, 1999). Di samping itu pendidikan kejuruan di Indonesia juga
berhadapan dengan tantangan internal seperti terjadinya pergeseran struktur ekonomi
sebagai akibat dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Kalau pada dekade 1970
hingga menjelang akhir tahun 1990-an struktur ekonomi bergeser dari sektor
pertanian menuju pada sektor industri manufakturing dan jasa, kini tengah
mengalami distorsi dan mulai ada kecenderungan untuk dikembangkan kearah
resourse based, dan itu akan mengalami set back (Sidi, 2002).
Sementara itu dari praksis pendidikan kejuruan yang berkembang selama ini
belum mampu memenuhi harapan masyarakat dan para pengguna lulusan. Hal ini
dapat dibaca dari setidaknya tiga hal, yaitu; (1) tamatan SMK masih sering dikritik
kurang mampu mengikuti perubahan, karena kurang memperoleh bekal keterampilan
dasar untuk belajar basic learning tools (Indra Djati Sidi,2002); (2) system
pendidikan di sekolah kejuruan sering kurang sesuai dengan tuntutan dunia
usaha/industri, masih ada mismatch antara keluaran sistem pendidikan dan kebutuhan
dunia kerja (Sukamto, 1998), dan (3) masih banyak kebiasaan salah yang dilakukan
oleh guru SMK yang tidak disadari, misalnya; tidak mengajarkan pelajaran praktek
dasar sesuai dengan prinsip dasar yang benar, membiarkan siswa menghasilkan karya
asal jadi, bekerja tanpa bimbingan dan pengawasan, serta tanpa memperhatikan
keselamatan kerja (Sidi,2002).
Sementara itu dipertajam pendapat dalam banyak hal misalnya, aspek
pendidikan seperti pengelolaan dan pelayanan pendidikan. Menurut Tilaar yang

dikutip oleh Suryadi (1991) proses menuju masyarakat industri modern bergerak
dalam suatu jalinan beberapa poros transformasi seperti globalisasi, perubahan
struktur ekonomi, pemantapan kehidupan politik dan ideologi bangsa, kebudayaan
nasional, termasuk pendidikan nasional. Pendidikan nasional dalam hal ini berfungsi
untuk mempersiapkan manusia dan masyarakat Indonesia untuk kehidupan masa kini
dan masa mendatang, dimana hal tersebut merupakan suatu proses yang kontinum.
Lebih lanjut, Tilaar yang dikutip oleh Suryadi (1991) menyatakan bahwa pendidikan
nasional kini mengalami beberapa krisis yang bersumber pada (1) kualitas
pendidikan yang masih rendah, (2) pendidikan yang belum relevan dengan
kebutuhan pembangunan akan tenaga terampil, (3) pendidikan yang masih bersifat
elitisme serta (4) manajemen pendidikan yang belum ditata secara efisien.
Berdasar sumber krisis tersebut, ada beberapa indikator yang dapat
dipergunakan sebagai rambu-rambu untuk mengukur kualitas pendidikan dan
pelatihan, misalnya mutu pengajar yang masih rendah serta alat bantu mengajar
(buku teks, peralatan laboratorium dan bengkel kerja yang belum memadai). Dalam
hal relevansi diklat atau efisiensi eksternal suatu sistem diklat dapat diukur dengan
sampai sejauh mana sistem diklat dapat memasok kebutuhan tenaga-tenaga terampil
dalam jumlah yang memadai yang diperlukan oleh berbagai sektor-sektor
pembangunan? Khusus dalam hal masalah tidak relevansinya diklat kejuruan, bukan
saja disebabkan oleh adanya kesenjangan antara supply dan demand semata,
namun bisa jadi disebabkan oleh isi kurikulum kurang mengacu pada kompetensi
keterampilan serta kurang sesuai dengan tuntutan dunia kerja, perkembangan Iptek
dan perkembangan ekonomi.
Secara umum keberhasilan dalam melaksanakan program latihan kejuruan tidak
hanya tergantung pada kurikulum, namun faktor lain yang terkait seperti kualitas dan
jumlah tenaga pengajar/instruktur, sarana dan prasarana praktek yang memadai serta
efektivitas penggunaan jam mengajar di kelas/laboratorium/bengkel yang dapat
mempengaruhi.

10

B. Arah Pengembangan Pendidikan Kejuruan dan Sekolah Menengah Kejuruan


(SMK)
Pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan
umum, baik ditinjau dari kriteria pendidikan, substansi pelajaran, maupun
lulusannya. Kriteria yang melekat pada sistem pendidikan kejuruan menurut Finch
dan Crunkilton (1984: 12-13) antara lain (1) orientasi pendidikan dan pelatihan; (2)
justifikasi untuk eksistensi dan legitimasi; (3) fokus pada isi kurikulum; (4) kriteria
keberhasilan pembelajaran; (5) kepekaan terhadap perkembangan masyarakat; dan 6)
hubungan kerjasama dengan masyarakat. Nolker (1983), menyatakan bahwa dalam
memilih substansi pelajaran, pendidikan kejuruan harus selalu mengikuti
perkembangan IPTEK, kebutuhan masyarakat, kebutuhan individu, dan lapangan
kerja. Karakteristik di atas menegaskan bahwa pendidikan kejuruan harus dirancang
dan dikelola sesuai dengan visi dan orientasi yang jelas, terutama berkaitan dengan
kebutuhan individu, masyarakat dan perkembangan IPTEK.
Arah baru pengembangan pendidikan kejuruan merujuk kepada rumusan
Kompetensi Menjelang 2020 seperti yang tergambarkan oleh Tabel II.1 di bawah
ini.
Tabel II.1 Kompetensi menjelang 2020
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Keterampilan menjelang 2020


Masa lalu
Masa Depan
Supply driven
Demand driven
Berbasis sekolah
Berbasis kompetensi
Alur dan proses kaku
Alur lentur dan prinsip multy entry
dan multy exit
Tidak mengakui keterampilan
Mengakui kemampuan sebelumnya
sebelumnya
Orientasi program studi
Diklat mengacu kepada profesi dan
keterampilan kejuruan
Pendidikan dan pelatihan
Diklat berfokus pada sektor formal
berfokus pada sektor formal
dan informal
Pemisahan antara pendidikan dan Mengintegerasikan pendidikan dan
pelatihan
pelatihan
Sistem pengelolaan terpusat
Pengelolaan terdesentralisasi

Sumber: Depdiknas 1999, Keterampilan Menjelang 2020

Untuk menghadapi persaingan keahlian tenaga kerja pada era persaingan bebas,
pendidikan kejuruan melalui SMK dituntut meningkatkan kualitas pendidikan serta
mengembangkan konsep pembelajaran yang memberikan hasil signifikan terhadap

11

peningkatan keahlian atau kompetensi. SMK, sebagai salah satu satuan pelaksana
pendidikan, perlu melakukan pembenahan dalam proses pembelajaran atau diklat.
Salah satu aspek pokok yang perlu dilakukan pembenahan secara dinamik adalah
kurikulum dan pembelajaran. Beberapa pembenahan sampai saat ini memang telah
dilakukan, namun baru dapat dijangkau oleh sebagian kecil sekolah. Hal ini akibat
kendala

struktural

dan

kultural,

sebagian

besar

SMK

belum

dapat

mengimplementasikan perbaikan dalam kurikulum maupun pembelajaran.


C. Kurikulum SMK dan Diklat berbasis Kompetensi
Kompetensi, secara substansial mengandung beberapa ciri dan cakupan yang
bersifat spesifik. Seperti dijelaskan Syaodih (1997:6), bahwa kompetensi setidaknya
ditunjukkan oleh tiga ciri sebagai berikut: (1) menunjukkan kebiasaan, kemampuan
nyata, tindakan aktivitas dan performansi dalam bidang atau keahlian tertentu; (2)
dinyatakan dalam tujuan pembelajaran (TPU) yang harus dikuasai atau ditampilkan
peserta didik setelah selesai proses pembelajaran; (3) dirumuskan dalam kalimat
yang terdiri atas kata kerja/verb dan obyek seperti, melakukan pemetaan wilayah,
menganalisis masalah lingkungan, serta menyusun rencana kerja.
Lingkup dan cakupan kompetensi (profesional) dijelaskan oleh Burke (1995:13)
sebagai berikut: (1) kompetensi didasarkan pada analisis peran profesional dan
formulasi teoritis tanggungjawab profesional; (2) kompetensi menjelaskan hasil
belajar yang ditunjukkan oleh kinerja (performansi) yang ditunjukkan secara
profesional; (3) aspek kompetensi menjelaskan kriteria penilaian; (4) kompetensi
diciptakan sebagai prediktor tentatif tentang keefektifan profesional dan mengarah
kepada prosedur validasi.
Pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi secara substansial berimplikasi
terhadap pengembangan kurikulum dan pembelajaran. Implikasi ini secara tegas
menyebut bahwa perlu dikembangkan kurikulum yang mendukung proses
pendidikan dan pelatihan serta memberikan kontribusi terhadap hasil pembelajaran
siswa. Pengembangan kurikulum dan pembelajaran dalam rangka competency based
education and training (CBET), setidaknya akan menyentuh prinsip relevansi dan
fleksibilitas. Prinsip relevansi menjadi demikian penting dalam kurikulum
pendidikan kejuruan berbasis kompetensi, karena menyangkut kesesuaian isi

12

kurikulum dengan kebutuhan dunia usaha atau industri, serta kesesuaian mutu
lulusan dengan standar pengguna. Prinsip ini sejalan dengan arah pembaharuan
pendidikan kejuruan yang bersifat demand driven dan market driven. Fleksibilitas
atau kelenturan kurikulum pendidikan kejuruan sangat perlu diwujudkan, terutama
dalam kaitan melayani keragaman kebutuhan pengguna (dunia usaha/industri), serta
kelenturan dalam melayani perbedaan kemampuan dan pengalaman peserta didik.
Prinsip fleksibilitas akan memberikan arahan untuk melahirkan beberapa program
pembelajaran yang sesuai, misalnya pola multyentry-multyexit, program eklektif,
serta pembelajaran bervariasi.
Kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan kejuruan, kompetensi lebih
spesifik mengarah kepada ukuran-ukuran kinerja dan performansi lulusan dalam
menghadapi tugas profesionalnya. National training board Australia (1995)
mendeskripsikan bahwa Competency based Educational and Training (CBET)
adalah pendidikan dan pelatihan yang menitikberatkan pada penguasaan suatu
pengetahuan dan keterampilan khusus serta penerapannya di lapangan kerja.
Pengetahuan dan keterampilan ini harus dapat didemonstrasikan dengan standar
industri yang ada, bukan standar relatif yang ditentukan oleh keberhasilan seseorang
di dalam suatu kelompok. Pengukuran keberhasilannya menggunakan criterion
referenced bukan norm referenced.
D. Kompetensi Produktif dalam Pengembangan Kurikulum SMK
Penerapan prinsip pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, memiliki
konsekuensi adanya pengembangan kurikulum SMK dengan menggunakan beberapa
pendekatan. Dua diantaranya yang pokok adalah pendekatan kompetensi dan
pendekatan produktif. Dalam pelaksanaannya, kedua pendekatan ini pada dasarnya
terintegerasi menjadi satu dalam bentuk paket keahlian produktif, terutama diberikan
pada kelas 3 SMK. Bentuk pembelajaran dalam pendekatan ini adalah pelatihan
keahlian yang mengarah pada pencapaian kompetensi lulusan, dengan memberikan
pengalaman produksi (pada lini produksi) bagi siswa, baik dalam praktik kerja
industri, maupun pengembangan unit produksi sekolah. Integrasi pendekatan di atas,
memerlukan kemampuan dan sikap proaktif sekolah (SMK) terutama dalam

13

menggalang kerjasama dengan stakeholders untuk bersama-sama menyelaraskan


kurikulum yang akan diimplementasikan di sekolah.
Kompetensi produktif dengan demikian adalah pendekatan pendidikan dan
pelatihan yang merujuk kepada kriteria keahlian dunia usaha/industri yang
pencapaiannya melalui pelatihan pada proses produksi atau menggunakan proses
produksi sebagai wahana pembelajaran, Pelatihan ini dapat berlangsung di industri,
melalui keterlibatan langsung siswa dalam proses produksi, atau di sekolah melalui
keterlibatan siswa dalam proses produksi di unit produksi.
Untuk mencapai sasaran pendekatan di atas, diperlukan rancangan program
(kurikulum) yang sinkron dan relevan, sebagai panduan dan pedoman pembelajaran.
Upaya-upaya sinkronisasi kurikulum memerlukan model yang teruji, baik secara
konsepsional maupun operasional, sehingga dapat menjadi acuan bagi sebagian besar
SMK, yang ternyata sampai dengan saat ini belum memiliki pola yang efektif dan
efisien.
Salah satu kelemahan pelaksanaan pendidikan menengah kejuruan sampai saat
ini masih berkisar pada relevansi dan fleksibilitas isi program kurikulum. Studi
Samsudi (1999) menemukan bahwa sering program atau kurikulum pendidikan dan
pelatihan masih disusun sepihak oleh penyelenggara, belum melibatkan dunia usaha
atau industri. Penelitian Sudana (1998) menyimpulkan bahwa (1) dalam hal
implementasi kurikulum, SMK masih bersifat sentralistik, artinya masih bertumpu
pada kurikulum nasional, belum banyak terjadi pengembangan kurikulum di
lapangan yang melibatkan DU/DI; (2) SMK masih memiliki penafsiran yang
bervariasi tentang pola sinkronisasi kurikulum pembelajaran; (3) SMK belum
memiliki pola yang efektif dan efisien dalam pengembangan kurikulum, khususnya
dalam bersinergi dengan dunia usaha/industri
Dua studi di atas setidaknya menggambarkan betapa sinkronisasi kurikulum
yang melibatkan stakeholders (DU/DI) belum banyak dilakukan oleh kalangan SMK.
Walaupun dalam penelitian Sudana disebutkan ada satu dua SMK yang melakukan
sinkronisasi, namun belum secara intens melibatkan DU/Di. Dikemukakan bahwa
kendala yang menyolok adalah pemahaman pihak sekolah yang masih mengambang,
di samping rasa kurang percaya diri, terutama karena terbatasnya peralatan SMK jika
harus menyelaraskan program pembelajarannya dengan DU/DI.

14

E. Model Sinkronisasi Kurikulum SMK dengan Industri


Secara eksplisit perancangan kurikulum SMK edisi 1999 dan kurikulum SMK
2004 memberikan arahan perlunya dilakukan penyelarasan terhadap kurikulum
sebagai program pembelajaran atau mata diklat. Arahan itu memberikan pengertian
bahwa kurikulum, sebagai suatu program pembelajaran/diklat, untuk dapat
diimplementasikan di lapangan, perlu dilakukan penyelarasan dengan kondisi dan
kebutuhan lingkungan khususnya dunia kerja. Dengan demikian penyelarasan
kurikulum pada dasarnya merupakan bagian dari proses pengembangan kurikulum
SMK sehingga menjadi kurikulum yang siap dilaksanakan. Dalam hubungan ini
dapat dikatakan bahwa penyelarasan kurikulum memiliki kaitan yang erat dengan
konsepsi model pengembangan kurikulum , seperti yang dikenal dalam berbagai
literatur.
Dalam beberapa literatur (Syaodih, 1997:161-170), dapat dijelaskan bahwa
model pengembangan kurikulum pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua
kelompok besar, yaitu pertama, model pengembangan yang berkaitan dengan sistem
pendidikan/pengelolaan kurikulum yang diterapkan. Dalam hubungan ini dikenal tiga
model, yaitu (a) the administrative/line staff model; (b) the demonstrative model.
Line staff atau administrative model pada umumnya diterapkan pada sistem
pendidikan yang bersifat sentralistik. Dalam model ini inisiatif dan gagasan
pengembangan datang dari para administratur pendidikan dan menggunakan
prosedur administrasi. Dengan wewenang adminsitrasinya, administratur pendidikan
membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum. Tugas tim ini
adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijakan dan strategi
utama dalam pengembangan kurikulum.
Sebaliknya, grass-root dan The demonstration model pada umumnya
diterapkan pada sistem pendidikan yang bersifat desentralistik. Dalam model ini
seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan
upaya-upaya pengembangan kurikulum. Penyempurnaan dan pengembangan
kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh
komponen kurikulum. Kedua, model pengembangan kurikulum yang berkaitan
dengan fokus isi atau substansi kurikulum. Dalam hubungan ini dikenal beberapa
model yaitu: (a) Subject academic curriculum, yang terfokus pada bahan pelajaran

15

yang berasal dari disiplin ilmu; (b) humanistic curriculum, yang menekankan
kebutuhan pribadi, serta kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan siswa; (3)
technological/competence based curriculum, menekankan penguasaan kompetensi,
dan dalam proses pembelajaran/diklat dibantu dengan alat-alat teknologi; dan (4)
social reconstruction curriculum, yang berfokus pada masalah sosial dan dalam
pembelajarannya menekankan belajar kelompok.
Mendasarkan penjelasan di atas, maka penyelarasan kurikulum SMK berbasis
kompetensi produktif, dipandang dari sistem pendidikan/pengelolaan kurikulum,
pada dasarnya merupakan Grass-root model, serta dipandang dari sisi fokus
isi/substansi merupakan competence-based curriculum. Ciri grass root model, karena
dalam penyelarasan kurikulum SMK diterapkan semangat kolaborasi dengan
lapangan, komite sekolah dan dunia industri, khususnya dalam menyepakati
rumusan-rumusan kurikulum yang siap dilaksanakan di depan kelas. Demikian juga
ciri competence-based, ditunjukkan oleh kesesuaiannya dengan karakteristik
kurikulum SMK yang berbasis kompetensi.
F. Penyerapan Dunia Industri terhadap Lulusan SMK
Sedikitnya terdapat tiga alasan untuk memprioritaskan pendidikan sebagai
investasi jangka panjang. Pertama, pendidikan adalah alat untuk perkembangan
ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen
pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknisekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-ekonomis
merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya
pendidikan

dapat

membantu

siswa

untuk

mendapatkan

pengetahuan

dan

keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam ekonomi yang
kompetitif.
Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat
pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang
berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan.
Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan dimilikinya keterampilan teknis yang
diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu salah satu tujuan yang harus dicapai oleh
pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Inilah sebenarnya arah

16

kurikulum berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education yang
dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini. Di Amerika Serikat (1992) seseorang
yang berpendidikan doktor penghasilan rata-rata per tahun sebesar 55 juta dollar,
master 40 juta dollar, dan sarjana 33 juta dollar. Sementara itu lulusan pendidikan
lanjutan hanya berpanghasilan rata-rata 19 juta dollar per tahun. Pada tahun yang
sama struktur ini juga terjadi di Indonesia. Misalnya rata-rata, antara pedesaan dan
perkotaan, pendapatan per tahun lulusan universitas 3,5 juta rupiah, akademi 3 juta
rupiah, SLTA 1,9 juta rupiah, dan SD hanya 1,1 juta rupiah.
Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang
lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah
perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan
dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki
dunia kerja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai
balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik
yaitu 20 % dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi
pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13 %.
Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang
terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya
dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan
menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi.
Ketiga, investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain
fungsi teknis-ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi
budaya, dan fungsi kependidikan. Fungsi sosial-kemanusiaan merujuk pada
kontribusi pendidikan terhadap perkembangan manusia dan hubungan sosial pada
berbagai tingkat sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual pendidikan
membantu siswa untuk mengembangkan dirinya secara psikologis, sosial, fisik dan
membantu siswa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin.
Kontribusi pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi terjadi melalui
kemampuan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang ada. Pertumbuhan
ekonomi tidak hanya ditentukan oleh investasi modal, tetapi juga tenaga kerja yang
memiliki fleksibilitas dalam menguasai keterampilan baru untuk melaksanakan
pekerjaan baru, sejalan dengan perubahan struktur ekonomi dan lapangan kerja (The

17

World Bank, 1991). Sementara itu, Hicks (1991), dengan menggunakan data dari
Bank Dunia, menyimpulkan bahwa, negara-negara dengan tingkat pendidikan yang
lebih tinggi, memiliki tingkat income yang lebih tinggi pula.
Hicks (1991) menjelaskan bagaimana memahami kontribusi pendidikan
dalam pertumbuhan ekonomi, dengan cara mengetahui sebab-sebab pertumbuhan
serta proses pertumbuhan itu sendiri. Menurut Hicks, para ahli ekomomi
mengidentifikasikan tiga faktor produksi, yaitu lahan, tenaga kerja, dan modal.
Dalam proses pertumbuhan ekonomi, lahan diasumsikan tidak mengalami
perubahan. Sehingga, dua faktor kunci dalam pertumbuhan ekonomi adalah tenaga
kerja dan modal.
Pemerintah terus mendorong minat lulusan SLTP untuk melanjutkan studi di
sekolah menengah kejuruan (SMK) namun sejauh ini daya serap lapangan kerja
terhadap lulusan SMK masih relatif rendah. Dosen Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang (Unnes) Dr. Samsudi dalam pidato Dies Natalis ke-43 Unnes,
mengatakan, idealnya secara nasional lulusan SMK yang bisa langsung memasuki
dunia kerja sekitar 80-85%, sedangkan selama ini yang terserap baru 61%. Ia
menyebutkan, pada tahun 2006 lulusan SMK di Indonesia mencapai 628.285 orang,
sedangkan proyeksi penyerapan atau kebutuhan tenaga kerja lulusan SMK tahun
2007 hanya 385.986 orang atau sekitar 61,43%. "Jumlah ini belum ideal, harus
diupayakan peningkatan daya serap untuk memasuki lapangan kerja maupun
menciptakan peluang kerja," kata Samsudi. Menurutnya, daya serap ideal lulusan
SMK seharusnya mencapai 80-85%, sedangkan sekitar 15-20% lulusan SMK lainnya
dimungkinkan

melanjutkan

studi

ke

perguruan

tinggi.

Ia

menjelaskan,

kecenderungan daya serap lapangan kerja menurut program keahlian sejak tahun
2000 hingga 2007 berubah-ubah, menyesuaikan dengan kondisi lapangan kerja pada
waktu tertentu. Pada tahun 2000, misalnya, lulusan Jurusan Teknik Elektronika daya
serapnya 87% namun melorot menjadi 50,5% pada 2006 sebelum akhirnya sedikit
naik menjadi 62%. Daya serap lulusan Jurusan Teknik Mesin juga mengalami nasib
sama, dari 84,86% pada tahun 2000 melorot daya serapnya pada tahun 2007 tinggal
76,52%. Daya serap tinggi ditunjukkan lulusan Jurusan Teknik Perkapalan, yang
mencapai 94,69%. Ia memperkirakan, daya serap lulusan Jurusan Teknologi
Informasi dan Komunikasi masih cukup tinggi. Kebutuhan SDM di bidang teknologi

18

komunikasi dan informasi (ICT) di berbagai jenjang, mulai dari menengah, ahli,
hingga profesional, menurut dia, terus membengkak di masa mendatang. Mengutip
data Aizirman Djusan, kebutuhan tenaga ICT pada tahun 2008 diperkirakan
mencapai 32,6 juta orang, sedangkan tenaga ICT yang tersedia hanya 19,8 juta atau
baru terisi 61%.

19

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, induktif, lebih menonjolkan proses dan
makna, serta laporan dirancang dalam bentuk narasi, dan mendalam. Namun
demikian penelitian ini juga menggunakan data-data yang sifatnya kuantitatif,
misalnya dalam bentuk nilai-nilai statistik serta tabel-tabel silang. Dengan demikian
penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
B. Sumber dan Informan Penelitian
Sumber data penelitian ini dapat berupa orang, dokumen, atau laboratorium.
Dokumen dapat berupa teks, gambar, film, cetakan, ataupun sketsa. Laboratorium
dapat berupa ruang praktek, praktikum berserta kelengkapan yang ada di dalamnya.
Laboratorium dapat berada di sekolah, industri, atapun bengkel-bengkel yang
digunakan praktik magang oleh siswa dan guru praktik.
Informan adalah sumber data yang berupa orang, yaitu orang yang
diharapkan dapat memberikan keterangan yang diperlukan untuk melengkapi atau
memperjelas jawaban subyek penelitian. Pada penelitian ini informan kadangkadang juga bertindak sebagai subyek penelitian. Keabsahan informasi tidak cukup
jika hanya berasal dari satu informan saja, oleh karena itu, informasi digali dari
beberapa informan yang memahami secara luas dan dalam subyek penelitian.
Subyek penelitian ini adalah keterkaitan antara pendidikan dengan
ketenagakerjaan. Oleh karena itu, subyek penelitian ini adalah sekolah dan industri
beserta pengelola yang ada di dalamnya. Jika subyek penelitian ini adalah
kurikulum maka informan yang berkaitan dengan hal ini adalah Kepala Sekolah,
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, pengelola Bursa Kerja Khusus (BKK)
serta guru-guru yang ada di sekolah itu. Jika subyek penelitian adalah laboratorium,
maka informan yang kompeten adalah Kepala Bengkel, guru praktik, foreman, serta
siswa.

20

C. Langkah-langkah Penelitian
Gambar 3. Langkah-langkah penelitian

Pengumpulan
Data

Dinas Pendidikan

Sekolah

- Disnaker
- Industri/Wirausaha

Diklat dan
Produksi

Seminar

Penyusunan Laporan

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data


Fakta dan data yang akan digali dalam penelitian ini bermacam-macam,
oleh karena itu dibutuhkan metode dan alat pengumpul data (instrument) yang
bervariasi juga, misalnya adalah teknik dan lembar wawancara, teknik dan lembar
observasi, check list, serta dokumentasi dan dokumen. Uraian detil masing-masing
metode dan alat pengumpulan data yang digunakan seperti tersaji di bawah ini.

21

a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang mempunyai maksud tertentu, percakapan
ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberi jawaban atas pertanyaan.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara yang tidak
terstruktur atau wawancara bebas terpimpin.
b. Obeservasi
Penelitian ini menerapkan metode observasi langsung, yaitu di sekolah, industri,
Dinas Pendidikan, serta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pengamatan
dilakukan sendiri menggunakan lembar pengamatan secara langsung ditempat
subyek penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah cara memperoleh informasi mengenai hal-hal yang
berwujud catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
paper, lagger, serta agenda. Metode ini digunakan karena beberapa alasan (1)
dokumen merupakan sumber yang stabil dan kaya, (2) berguna sebagai bukti
untuk suatu pengujian, (3) sesuai dengan metode penelitian kualitatif, sebab
mempunyai sifat alamiah, dan (4) hasil pengkajian isi akan membuka
kesempatan untuk lebih memperluas pengetahuan terhadap subyek yang diteliti.
Dalam penelitian ini dokumen yang dibutuhkan adalah semua yang berkaitan
dengan kebijakan Dinas Pendidikan terhadap SMK, proses pembelajaran di
SMK, proses magang di industri, serta kemampuan lulusan SMK dalam bekerja
di industri.
E. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data sangat mendukung dalam menentukan hasil akhir
penelitian, oleh sebab itu, teknik untuk memeriksa keabsahan data adalah
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan atau perbandingan
atas data yang telah dikoleksi. Keabsahan data dalam penelitian ini diperiksa
dengan menggunakan teknik trianggulasi sumber. Trianggulasi ini berarti
membandingkan dan memeriksa balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berlainan. Hal ini dapat dicapai dengan

22

langkah (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, (2)
membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang
tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (4)
membandingkan perspektif seseorang dengan berbagai pandangan orang sebagai
rakyat biasa, orang-orang yang berpendidikan, orang kaya, pemerintah, serta (5)
membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Pada proses pengumpulan data, keikutsertaan peneliti menjadi suatu hal
yang sangat penting dan menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan
peneliti membutuhkan waktu yang relatif lama dengan tujuan agar data yang digali
menjadi jenuh. Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal di lapangan
penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Jika hal ini dilakukan
maka akan membatasi (1) gangguan peneliti terhadap konteks, (2) bias, (3) dari
kejadian-kejadian yang tidak lazim atau sesat.
F. Analisis Data
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui empat tahap, yaitu
(1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) sajian data, dan (4) penarikan
kesimpulan atau verifikasi data. Keempat tahapan itu digambarkan dalam bagan di
bawah ini.
Gambar 4. Alur teknik analisis data
Pengumpulan Data

Reduksi Data

Sajian Data Emik


dan Etik

Verifikasi Data dan


Penarikan Kesimpulan

23

F. RUANG LINGKUP PEKERJAAN


1.

Fokus (substansi)
Penelitian ini difokuskan kepada relevansi atau keterkaitan pendidikan dengan
kebutuhan dan ketersediaan lapangan kerja di industri, yang lebih khusus pada
bidang

Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif (PELMO).

Kesesuaian kompetensi kebutuhan oleh industri, peluang kerja dan pengajaran


di sekolah dan industri.
2.

Lokasi
Penelitian ini dilakukan di sekolah, industri, serta lembaga pemerintah yang
berkaitan langsung dengan ketenagakerjaan. Sekolah yang dijadikan populasi
adalah SMK bidang rekayasa, terutama untuk program studi Perkayuan,
Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif. Penentuan lokasi mendasarkan pada
asumsi bahwa memiliki SMK yang maju serta didukung oleh adanya industriindustri yang selaras dengan program studi PELMO, meliputi 10 lokasi di
Jawa Tengah. Industri yang dijadikan populasi penelitian bisa berada di Jawa
Tengah maupun di luar Jateng. Lembaga pemerintah dalam penelitian ini
adalah

Disnakertrans

dan

Dinas

Pendidikan

baik

propinsi

maupun

kabupaten/kota serta Kota tertentu pusat industri penampung lulusan SMK.

24

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN
1. PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN SMK DI JAWA TENGAH
Program normatif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membentuk
peserta didik menjadi pribadi yang utuh, yang memiliki norma-norma kehidupan
sebagai mahkluk individu maupun mahkluk sosial baik sebagai warga negara
Indonesia maupun sebagai warga dunia. Program ini berisi mata diklat yang lebih
menitikberatkan pada norma sikap dan perilaku yang harus diajarkan, ditanamkan
dan dilatihkan pada peserta didik, di samping kandungan pengetahuan dan
keterampilan di dalamnya. Mata diklat pada kelompok normatif berlaku sama
untuk semua program keahlian.
Pada penelitian ini disajikan contoh untuk pelajaran Bahasa Indonesia.
Pelajaran Bahasa Indonesia mempunyai tujuan untuk mendidik siswa agar dapat
bersikap positif, bertutur bahasa yang halus serta menghargai orang lain. Bersikap
positif adalah bersikap yang mempunyai manfaat untuk kepentingan orang lain
dan terbuka untuk menerima masukan atau kritik yang membangun. Bertutur
bahasa yang halus adalah bertutur kata yang tidak menyinggung perasaan orang
lain yang sedang kita ajak bicara.
Media yang digunakan untuk menunjang kelancaran pembelajaran bahasa
Indonesia adalah buku cetak, CD pembelajaran, papan tulis, kapur dan penghapus.
Buku cetak adalah buku yang yang berisi materi pelajaran Bahasa Indonesia guna
menunjang proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. CD pembelajaran
untuk Bahasa Indonesia berisi materi pembelajaran yang ditampilkan dalam
bentuk materi-materi inti, yang penjelasannya akan disampaikan oleh guru.
Contoh materi yang disampaikan adalah cara pembuatan surat permohonan atau
surat ijin melaksanakan Prakerin di industri.
Di samping media pembelajaran di atas, dalam proses pembelajaran bahasa
Indonesia juga disiapkan ruang perpustakaan. Di dalam perpustakaan selain
menyediakan fasilitas peminjaman buku teks dan buku paket juga disediakan satu

25

ruangan yang dilengkapi dengan televisi untuk menanyangkan CD pembelajaran


yang akan disampaikan guru.
Metode yang digunakan untuk menunjang kelancaran pembelajaran mata
diklat Bahasa Indonesia adalah ceramah, diskusi, serta penugasan. Sifat
penugasan adalah mandiri, kelompok serta tugas yang harus diselesaikan di
rumah. Metode ceramah digunakan oleh guru dalam menjelaskan suatu materi,
sifatnya searah, yaitu siswa mendengarkan terlebih dahulu materi yang
disampaikan. Metode diskusi digunakan pada saat setelah materi disampaikan
oleh guru, yang selanjutnya dibuka tanya jawab, atau guru memberikan
pertanyaan kepada dan siswa memberikan tanggapan. Guru akan meluruskan
jawaban yang diberikan siswa jika jawaban siswa masih belum lengkap atau
menyimpang. Pemberian tugas dilakukan agar siswa secara berkelompok atau
sendiri memperdalam pemahaman materi yang disajikan pada hari itu. Tugas
rumah diberikan agar siswa mempunyai pemahaman yang lebih dalam terhadap
permasalahan-permasalahan yang kompleks.
Evaluasi pembelajaran Bahasa Indonesia dilakukan pada akhir pertemuan
pada setiap pokok bahasan, hal ini tergantung dari sempit dan luasnya materi yang
ada. Di samping itu evaluasi dilakukan pada akhir semester yang berbentuk tes
tertulis dalam bentuk pilihan ganda serta tes uraian. Kadang-kadang tes dilakukan
secara lesan, yaitu dalam bentuk tes tanya jawab secara langsung antara guru dan
siswa secara individual. Nilai minimal yang harus diperoleh siswa adalah 7,00,
jika kurang maka guru memberikan tugas tambahan kepada siswa yang belum
dapat mencapainya. Siswa yang belum mencapai nilai minimal dianggap belum
tuntas dalam mengikuti mata diklat Bahasa Indonesia. Tugas tambahan lazim
disebut sebagai remedial.
Program adaftif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membentuk
peserta didik sebagai individu agar mempunyai dasar pengetahuan yang luas serta
kuat dalam menyesuaikan diri atau mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan
diri serta beradaftasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya, di samping
itu mampu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan IPTEKS. Program
adaftif berisi mata diklat yang lebih menitikberatkan pada pemberian kesempatan

26

kepada peserta didik untuk memahami dan menguasai konsep/prinsip dasar ilmu
serta teknologi yang dapat diterapkan dalam kehidupan.
Program adaftif diberikan agar siswa tidak hanya memahami dan menguasai
apa dan bagaimana suatu pekerjaan itu dilakukan, tetapi juga memberikan
pemahaman dan penguasaan tentang mengapa. Program adaftif terdiri dari
kelompok mata diklat yang berlaku sama bagi semua program keahlian dan mata
diklat yang hanya berlaku bagi program keahlian tertentu sesuai dengan
kebutuhan masing-masing program keahlian.
Dalam penelitian ini diberikan contoh mata diklat Keterampilan Komputer
dan Pengolahan Informasi (KKPI). Mata diklat ini mempunyai tujuan untuk
membekali siswa agar dapat menggunakan teknologi komputer dalam kehidupan
sehari-hari dan memiliki kemampuan aplikasi komputer sesuai Standar
Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI) pada bidang permesinan.
Media yang dipakai dalam pembelajaran ini berupa buku cetak, kapur,
papan tulis, modul, serta seperangkat komputer. Modul diberikan oleh guru
sebagai panduan saat pelaksanaan pembelajaran, yang mana berisi cara
pengoperasian komputer. Buku penunjang mata diklat ini tersedia di
perpustakaan, sedangkan komputer tersedia di laboratorium. Pembelajaran
langsung dilakukan di dalam laboratorium yang sudah dilengkapi dengan audio
visual, sehingga pembelajaran dapat dilakukan secara optimal.
Metode pembelajaran yang diterapkan dalam mata diklat KKPI ini adalah
ceramah, diskusi, serta tugas mandiri. Metode ceramah digunakan pada saat guru
menjelaskan langkah-langkah pengoperasian komputer, metode ini dilengkapi
dengan media audio visual yang telah tersedia. Metode diskusi dilakukan
lazimnya pada saat siswa menemukan hambatan dalam mengoperasikan kompuetr
atau perangkat lunak yang diajarkan, di samping itu jika pada saat ceramah oleh
guru ada beberapa materi yang dirasakan belum jelas. Tugas mandiri diterapkan
setelah pokok bahasa tertentu selesai, hal ini mempunyai tujuan agar siswa
memahami materi dan terampil dalam mengoperasikan perangkat lunak yang
diajarkan oleh guru.
Mata diklat ini bersifat keterampilan, sehingga evaluasi yang dilakukan
adalah berupa praktik mengoperasikan piranti lunak yang diajarkan. Evaluasi

27

dilakukan dengan cara melihat tugas yang telah dikerjakan, untuk kemudian
diberikan penilaian. Di samping itu pada akhir semester dilakukan ujian yang
berupa penugasan, yaitu guru memberikan soal yang selanjutnya diselesaikan oleh
siswa. Siswa yang mempunyai nilai minimal 7,00 dianggap telah mencapai tugas
ketuntasan mata diklat KKPI, bagi siswa yang belum mencapai nilai minimal akan
diberikan tugas tambahan oleh guru untuk dikerjakan di rumah.
2. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LINK AND MATCH SMK DI JAWA
TENGAH
a. Prosedur Penyelarasan Kurikulum SMK Negeri dan Swasta di Jawa
Tengah
Program produktif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi
membekali peserta didik agar memiliki kompetensi kerja sesuai Standar
Kompetensi Nasional Indonesia (SKKNI). Program produktif bersifat melayani
permintaan pasar kerja, karena itu lebih banyak ditentukan oleh dunia industri
atau asosiasi profesi. Program produktif diajharkan secara spesifik sesuai
dengan kebutuhan tiap program keahlian.
Evaluasi dalam pembelajaran produktif ini dilakukan pada setiap satu
pokok bahasan atau setiap jenis pekerjaan yang diberikan selesai dikerjakan
dengan tujuan untuk mengukur atau mengetahui sejauh mana siswa telah
menguasai

bidang

keahlian

yang

diajarkan

sesuai

dengan

target

kelulusan.Lazimnya nilai yang menjadi patokan adalah 7,00, jika kurang dari
nilai ini maka siswa yang bersangkutan diwajibkan untuk melakukan remidial.
Waktu remidial lazimnya dilakukan pada saat liburan semester, sehingga
nilainya menjadi 70.
Kurikulum yang digunakan untuk mata diklat produktif ini disusun
bersama antara sekolah dan industri. Kegiatan ini lazimnya diwadahi dalam
bentuk kegiatan berupa In House Training (IHT), yaitu suatu wadah untuk
mensinkronkan antara kurikulum sekolah dengan keterampilan yang sama di
industri, sehingga ditemukan suatu kurikulum terstandar. Kurikulum inilah
yang biasanya digunakan untuk pembelajaran produktif.

28

Gambar 5. Prosedur Penyelarasan Kurikulum Program Adaftif dan Produktif


SMK Negeri di Jawa Tengah
KELOMPOK GURU
PRODUKTIF PROGRAM
KEAHLIAN MESIN PERKAKAS

KTSP MAPEL
ADAFTIF DAN
PRODUKTIF

KONDISI DAN
KEBUTUHAN
INDUSTRI

IN HOUSE TRAINING (IHT)

KEPALA
SEKOLAH

INDUSTRI
PASANGAN

KURIKULUM
ALTERNATIF

WAKA
SEKOLAH

KURIKULUM
TERSTANDAR YANG
DILAKSANAKAN

29

Gambar 6. Prosedur Penyelarasan Kurikulum Program Adaftif dan Produktif


di SMK Mikail Surakarta

KELOMPOK GURU
PRODUKTIF PROGRAM
KEAHLIAN MESIN PERKAKAS

KTSP MAPEL
ADAFTIF DAN
PRODUKTIF

KUNJUNGAN
KE INDUSTRI
PERMESINAN

ATMI
SURAKARTA

KURIKULUM
ALTERNATIF

INDUSTRI
MILIK
YAYASAN
MIKAIL

KEPALA
SEKOLAH

WAKA
SEKOLAH

KURIKULUM TERSTANDAR
YANG DILAKSANAKAN

30

b. Pelaksanaan Praktik Kerja Industri (Prakerin) di Beberapa SMK Negeri


di Jawa Tengah
1) Kasus SMK Mikail Surakarta
Di SMK Mikael, pengembangan kurikulum tidak dilakukan dengan
industri di luar kampus. Artinya sinkronisasi kurikulum dilakukan secara
internal bersama-sama dengan ATMI. Di kampus ini, sekolah mempunyai
perusahaan atau industri, lazim disebut juga sebagai unit produksi. Unit
produksi yang sifatnya sudah pabrikasi ini mengerjakan order dari luar.
Pekerjaaanya

berkisar pada

produk-produk mesin industri beserta

komponen-komposekolah secara otomatis dapat langsung terserap, sehingga


SMK Mikael tidak harus membutuhkan masukan dari industri di luar unit
produksinya. Namun demikian, pada akhir-akhir ini, SMK Mikael
melakukan sinkronisasi secara tidak langsung yaitu pada saat mereka
berkunjung di Pabrik Rokok Gudang Garam, yaitu bahwa siswa-siswa
mereka seharusnya belajar juga mengenai kelistrikan industri. Masukan ini
diakomodasikan di dalam kurikulum, yang saat ini sudah diajarkan di SMK
Mikael.
SMK Mikael Solo memiliki unit produksi yang terintegrasi dengan
pembelajaran mata pelajaran produktif di sekolah. Sejak 2002 sekolah
memperoleh sertifikat Sistem Manajemen Mutu Standar Internasional ISO
9001-2000. Sekolah juga dipercaya menjadi Sister dari Indonesian German
Institute (IGI) untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia di
Indonesia melalui Program Pendidikan SMK dan Social Grassroot Training
Center (SGTC). Di samping itu sekolah memiliki tim penjamin mutu, yaitu
Akademi Teknik Mesin Industri (ATMI). SMK yang mempunyai kerjasama
dengan dunia usaha dan industri, unit produksi, sistem manajemen mutu
standar internasional ISO
Siswa SMK Mikael tidak ada pemagangan layaknya SMK negeri atau
swasta yang lain. Saat ini pemagangan disebut sebagai kegiatan Prakerin
(Praktik Kerja Industri). Siswa SMK Mikael melaksanakan Prakerin di unit
produksi sekolah yang mekanismenya adalah 5 siswa dikirim ke unit
produksi selama tiga minggu, setelah itu ganti kelompok berikutnya sebesar

31

5 siswa juga selama tiga minggu. Pelaksanaan Prakerin seperti ini disebut
sebagai sistem blok, yaitu 3 minggu di unit produksi dan selanjutnya di
kelas teori.
2) Kasus SMK Cilacap, Pati, Tegal, Magelang dan Kudus
Pelaksanaan Prakerin pada keahlian mesin Perkakas SMKN 2 Cilacap,
SMKN 2 Pati, SMKN 2 Slawi , keahlian otomotif di SMKN 1 Magelang
dan SMKN 2 Kudus di lakukan pada semester pertama di kelas tiga selama
tiga bulan penuh di industri. Pelaksanaan Prakerin dilakukan dalam dua
tahap yaitu tahap pertama pada bulan Juli sampai dengan September; dan
tahap kedua bulan November sampai dengan Januari. Pengaturan hari dan
jam kerja disesuaikan dengan kesepakatan antara sekolah dengan industri.
Sebelum pelaksanaan Prakerin di industri, siswa memperoleh
pembekalan dari sekolah dan industri. Biasanya kegiatan ini dilakukan di
sekolah. Industri didatangkan ke sekolah untuk memberikan pemahaman
kepada siswa tentang profil industri mereka, serta gambaran kegiatan siswa
pada saat ada di industri. Di samping itu, disampaikan juga norma,
keselamatan kerja dan aturan selama pelaksanaan Prakerin. Pembekalan
dilaksanakan selama dua hari.
Setelah memperoleh pembekalan di sekolah siswa diberangkatkan ke
industri atau perusahaan. Pada tahun 2006, 2007, dan 2008 ini tempat
prakerin siswa dilkat mesin perkakas adalah PT. PERMIKO Cilacap, PT.
Karya Hidup Sentosa (KHS) Yogyakarta, PT. Saka Nusantara Cilacap, CV.
Sederhana Cilacap, bengkel bubut Prima Teknik Cilacap, PT. Safari Jaya
Cilacap, CV. Bubut Batas Jaya Cilacap, PT. Katshiro Indonesia jakarta, PT.
Sinar Pratama CilacapBengkel bubut Men Jaya Purbalingga, PT. Daihatsu
Motor Pati, PT. NIKOO MAS Cikarang, PT. Komatsu Cikarang, PT.
Polytron Kudus, Pabrik Kacang Garuda Pati, pabrik pengecoran logam di
Adiwerna Kabupaten Tegal, dan Karoseri New Armada Magelang
Di bawah ini disajikan Gambar IV.4 tentang pola pelaksanaan Prakerin yang
diterapkan di SMKN 2 Cilacap, SMKN 2 Pati dan SMKN 2 Slawi, SMKN 1
Magelang dan SMKN 2 Kudus.

32

Gambar 7. Pola pelaksanaan Prakerin yang diterapkan di SMK N 2 Cilacap,


SMK N 2 Pati, SMK N 2 Slawi, SMKN 1 Magelang dan SMKN
2 Kudus tahun ajaran 2006/2007 dan 2007/2008
I
II
III
(1)

(1)

(3c)

(2)

(2)

(3a)

(3a)

(1)

(3b)

(3b)

(2)

Pada tahun ajaran 2008/2009, khusus untuk SMKN 2 Cilacap pola


pelaksanaan prakerin diubah menjadi empat gelombang, yaitu gelombang
pertama pada tanggal 30 Juni 2008 sampai dengan 27 September 2008,
gelombang kedua 29 September 2008 sampai dengan 27 Desember 2008,
gelombang ketiga 29 Desember 2008 sampai dengan Maret 2009, serta
gelombang keempat 30 Maret 2009 sampai dengan 27 Juni 2009. Pola
penyelenggaraannya seperti tersaji dalam Gambar 8. di bawah ini.
Gambar 8. Pola pelaksanaan Prakerin yang diterapkan di SMK 2 Cilacap
tahun ajaran 2008/2009
I
II
III
(1)

(3c)

(1)

(2)

(3c)

(2)

(3a)

(1)

(3a)

(3b)

(2)

(3b)

Prakerin dilaksanakan sejak kelas dua, yaitu pada bulan Desember


sampai dengan bulan Juni bergantian, artinya diadakan dua gelombang yaitu
Desember sampai dengan Maret dan Maret sampai dengan Juni. Prakerin
dibimbing oleh tiga sampai dengan empat guru pembimbing, yaitu satu
koordinator dan dua atau tiga gur pembimbing yang berasal dari kelompok
Kerja PSG (Pendidikan Sistem Ganda).
Guru pembimbing melaksanakan monitoring lazimnya dilakukan dua
kali, untuk tempat prakerin yang jauh, misalnya Jakarta dan Yogyakarta
dilakukan sekali. Monitoring dilakukan untuk mengamati permasalahan
siswa di industri, hal in lebih ke permasalahan mental dan psikologis siswa.

33

Evaluasi kemampuan siswa di industri diserahkan langsung kepada


pembimbing lapangan. Dalam hal ini industri atau perusahaan sudah
mempunyai format penilaian masing-masing yang tidak jauh dari tuntutan
sekolah. Bagi industri yang belum memiliki format penilaian, biasanya
menggunakan format yang dimiliki oleh sekolah yang merujuk kepada buku
panduan penyelenggraan prakerin dari Direktorat pendidikan Menengah
Kejuruan.
3) Kasus SMKN 2 Salatiga dan SMKN 2 Kendal
Pelaksanaan Prakerin pada keahlian teknik perkayuan SMKN 2
Salatiga dan SMKN 2 Kendal di lakukan pada semester pertama di kelas
tiga selama tiga bulan penuh di industri. Pelaksanaan Prakerin dilakukan
dalam dua tahap yaitu tahap pertama pada bulan Juli sampai dengan
September; dan tahap kedua bulan November sampai dengan Januari.
Pengaturan hari dan jam kerja disesuaikan dengan kesepakatan antara
sekolah dengan industri.
Sebelum pelaksanaan Prakerin di industri, siswa memperoleh
pembekalan dari sekolah dan industri. Biasanya kegiatan ini dilakukan di
sekolah. Industri didatangkan ke sekolah untuk memberikan pemahaman
kepada siswa tentang profil industri mereka, serta gambaran kegiatan siswa
pada saat ada di industri. Di samping itu, disampaikan juga norma,
keselamatan kerja dan aturan selama pelaksanaan Prakerin. Pembekalan
dilaksanakan selama dua hari.
Pelaksanaan prakerin di SMK 2 Salatiga dan SMKN 2 Kendal untuk
program keahlian teknik perkayuan menggunakan sistem blok. Artinya
siswa selama tiga bulan berada di industri perkayuan, tidak ada kegiatan
pembalajaran di kelas, siswa tinggal di sekitar industri, lazimnya adalah
kost. Sistem ini digunakan agar keterampilan yang diperoleh di industri
tidak terganggu oleh mata diklat yang ada di sekolah, sehingga diharapkan
keterampilan yang diperoleh adalah bulat. Setelah masa tiga bulan terpenuhi
siswa

dikembalikan ke

sekolah.

Di

bawah

ini

disajikan model

34

penyelenggaraan prakerin yang dilakukan oleh program keahlian teknik


perkayuan SMK 2 Salatiga dan SMKN 2 Kendal.
Kegiatan monitoring yang dilakukan sekolah hanya dilakukan sekali
selama tiga bulan, hal ini dilakukan agar sekolah tidak mengganggu proses
pembelajaran di industri. Di samping itu pembimbing dari sekolah biasanya
menanyakan mengenai hambatan yang dialami siswa di industri, ada
permasalahan tidak dalam beradaptasi. Demikian juga sekolah menanyak
hal itu kepada industri, apakah siswa dari sekolahnya mengalami
permasalahan, etika, moral atau semangat kerja misalnya. Guru pembimbing
tidak mempunyai wewenang membarikan penilaian keterampilan siswa.
Kegiatan penilaian dilakukan sepenuhnya oleh industri.
Gambar 9. Pola pelaksanaan Prakerin yang diterapkan di SMK 2 Salatiga
dan SMKN 2 Kendal program keahlian Teknik Perkayuan
I

II

III

(1)

(1)

(3c)

(2)

(2)

(1)

(3a)

(3a)

(2)

(3b)

(3b)

(3a) dan
(3b)

Bentuk penilaian yang dilakukan oleh industri adalah berkaitan


dengan kinerja siswa dalam menyelesaikan bahan menjadi produk jadi.
Penilaian dilakukan sesuai dengan kompetensi yang ditempuh siswa di
industri. Misalnya untuk industri yang bergerak di bidang permebelan,
kompetensi yang dinilai antara lain adalah hasil kerja siswa menggunakan
kerja bangku dan mesin. Di samping itu diberikan juga penilaian mengenai
menegenai sikap, etika, semangat kerja, yang mana penilaian ini
dimasukkan dalam jurnal harian, yang nantinya dari industri diberikan
kepada sekolah.
Setelah penarikan, siswa biasanya diminta sekolah untuk membuat
laporan pelaksanaan prakerin di industri. Setelah laporan jadi, selanjutnya
siswa diuji oleh pembimbing yang berasal dari sekolah. Siswa memperoleh
hasil nilai prakerin dari sekolah, yang mana nilai dari siswa merupakan

35

rerata dari kedua nilai itu, yaitu nilai ujian prakerin dan nilai dari
pembimbing lapangan.
4) Kasus di SMK TELKOM Sandhy Putra Purwokerto
Berdasarkan naskah perjanjian kerjasama yang tertuang dalam
perjanjian kerjasama antara PT. TELKOM dengan Yayasan Sandhykara
Putra Telkom (YSPT) No. Tel.518/PD000/SDM-23/1999 dan nomor:
01/PDD/DPP-YSPT, tanggal 2 November 1999, tentang Pelaksanaan
Pendidikan Sistem Ganda (PSG), yang mana PT. TELKOM sebagai salah
satu institusi pasangan dan telah sepakat mengikat diri untuk membantu
penyelenggaraan/pengelolaan

pendidikan

SMK

TELKOM,

sehingga

pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) dengan cara Praktik kerja


Industri dapat terwujud.
Tujuan Umum PSG di SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto
adalah: (1) menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian profesional yaitu
lulusan yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan etos kerjasama
dengan tuntutan lapangan kerja yang makin kompetitif; (2) keterkaitan dan
kesepadanan (Link and Match) antara sekolah dengan dunia usaha atau
industri dapat tercapai; (3) meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses
pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang berkualitas dan profesional; dan
(4) memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja
sebagai bagian dari proses pendidikan.
Tujuan khusus adalah (1) mempersiapkan siswa untuk belajar, bekerja
mandiri, bekerjasama dalam bentuk tim dan mengembangkan potensi dan
kreativitas sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing; (2)
meningkatkan status dan kepribadian siswa sehingga mampu berorientasi,
berkomunikasi dan meiliki rasa tanggungjawab serta disiplin yang tinggi;
dan (3) memberi kesempatan bagi siswa yang berpotensi untuk menjadi
tenaga terampil dan produktif berdasarkan pengakuan standar profesi.
Kerjasama antara SMK dengan dunia industri dan usaha dilaksanakan
dalam prinsip saling membantu, saling mengisi dan saling melengkapi untuk
keuntungan bersama. Berdasarkan prinsip ini, pelaksanaan PSG akan

36

memberikan nilai tambah bagi pihak-pihak yang bekerjasama, seperti


dijelaskan beberapa paragraf di bawah ini.
Nilai tambah bagi industri atau perusahaan adalah (1) industri dapat
mengenal kualitas peserta PSG yang belajar dan bekerja di perusahaannya;
(2) pada umumnya peserta PSG telah mengikuti proses produksi secara
aktif, sehingga pada penegertian tertentu peserta PSG adalah tenaga kerja
yang memberikan keuntungan; (3) selama proses pendidikan melalui kerja
di industri, peserta PSG lebih mudah diatur dalam al disiplin berupa
kepatuhan terhadap aturan industri, karena itu sokap peserta PSG dapat
dibentuk sesuai ciri khas tertentu dari perusahaan yang mana peserta
melaksanakan PSG; (4) industri dapat memberi tugas kepada peserta PSG
untuk mencari pengetahuan dan teknologi (sekolah) untuk kepentingan
perusahaan; dan (5) memberikan kepuasan bagi industri atau perusahaan
karena diakui ikut serta menentukan hari depan bangsa, melalui PSG.
Nilai tambah bagi sekolah adalah (1) tujuan pendidikan untuk
memberi

keahlian

profesional

bagi

peserta

didik

lebih

terjamin

pencapaiannya; (2) terdapat kesesuaian yang lebih tinggi antara program


pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja, hal ini sesuai dengan prinsip
link and match; (3) memberi kepuasan bagi penyelenggara pendidikan atau
sekolah karena tamatannya lebih terjamin memperoleh bekal yang
bermakna, baik untuk kepentingan tamatan, industri, serta bangsa.
Nilai tambah bagi peserta praktik PSG adalah (1) hasil belajar peserta
di industri akan lebih bermakna, karena setelah tamat akan betul-betul
memiliki keahlian profesional sebagai bekal untuk meningkatkan taraf
hidup

dan

sebagai

bekal

untuk

mengembangkan

dirinya

secara

berkelanjutan; dan (2) keahlian profesional yang diperoleh dapat


mengangkat harga diri dan rasa percaya diri tamatan yang selanjutnya akan
mendorong siswa untuk meningkatkan keahlian profesionalnya pada tingkat
yang lebih tinggi.
Pelaksanaan Prakerin pada keahlian teknik informatika dan teknik
jaringan di lakukan pada semester pertama di kelas dua selama dua bulan
penuh di industri (Bulan Januari sampai dengan Februari). Prakerin lanjutan

37

dilaksanakan pada kelas tiga selama tiga bulan penuh (Juli, Agustus, dan
September). Pengaturan hari dan jam kerja disesuaikan dengan kesepakatan
antara sekolah dengan industri.
Sebelum pelaksanaan Prakerin di industri, siswa memperoleh
pembekalan dari sekolah dan industri (PT. TELKOM). Biasanya kegiatan
ini dilakukan di sekolah. Industri (PT. TELKOM) didatangkan ke sekolah
untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang profil industri mereka,
serta gambaran kegiatan siswa pada saat ada di industri. Di samping itu,
disampaikan juga norma, keselamatan kerja dan aturan selama pelaksanaan
Prakerin. Pembekalan dilaksanakan selama tiga hari. Di bawah ini disajikan
Tabel IV. 1. tentang materi pembekalan dalam rangka PSG di PT.
TELKOM
Tabel IV.1 Materi pembekalan dalam rangka PSG di PT. TELKOM
No.
1.

Hari kePertama

2.

Kedua

3.

Ketiga

Materi
1. Teknik pelaksanaan PSG
2. Pengantar umum tentang Teknik
Jaringan dan Akses Pelanggan;
3. Pengantar umum tentang Teknik
Komputer Jaringan.
1. Penyampaian project work untuk
proyek tugas akhir;
2. Etika pergaulan dan penyesuaian
diri di lingkungan kerja;
3. Penyampaian format penilaian PSG
dan pembagian surat pengantar
PSG
1. Pengarahan pelaksanaan PSG;
2. Pengenalan PT. TELKOM;
3. Pembagian dan pengambilan surat
pengantar PSG.

Petugas
Sekolah
PT. TELKOM
PT. TELKOM
Sekolah
Psikolog
Sekolah
Kepala Sekolah
PT. TELKOM
Sekolah

Sumber: Program PSG SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto

Pelaksanaan prakerin SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto untuk


program keahlian teknik jaringan menggunakan sistem semi blok.
Penyelenggaraan prakerin dibagi menjadi dua tahapan, yaitu yang pertama
dilaksanakan pada kelas dua, di samping itu diadakan juga pada kelas tiga.
Kelas dua dilaksanakan selama dua bulan, sedangkan kelas tiga
dilaksanakan selama tiga bulan. Semi blok disini merupakan bentuk dari

38

pelaksanaan PSG tipe blok yang dimodifikasi, jika sistem blok pelaksanaan
PSG dilakukan pada kelas tiga selama tiga bulan penuh, maka semi blok
merupakan modifikasinya. Dalam hal ini pada tahap pertama yang
dilakukan di kelas dua siswa selama dua bulan berada di PT. TELKOM,
tidak ada kegiatan pembelajaran di kelas, siswa tinggal di sekitar industri,
lazimnya adalah kost. Sistem ini digunakan agar keterampilan yang
diperoleh di industri tidak terganggu oleh mata diklat yang ada di sekolah,
sehingga diharapkan keterampilan yang diperoleh adalah bulat. Setelah
masa dua bulan terpenuhi siswa dikembalikan ke sekolah. Kegiatan ini
diulangi lagi pada saat siswa kelas tiga, bahkan waktunya lebih lama lagi
yaitu selama tiga bulan penuh di PT. TELKOM. Di bawah ini disajikan
model penyelenggaraan prakerin yang dilakukan oleh program keahlian
teknik jaringan di SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto.
Gambar 10. Pola pelaksanaan Prakerin yang diterapkan di SMK Telkom
Sandy Putra Purwokerto
Klas I
(1)
(2)

Klas II
(3c)
(3c)
(1)
(2)

(3a)

(3a)

(3b)

(3b)

Klas III
(1)
(2)
(3c)
(3c)
(3c)
(3a) dan (3b)

Tata tertib siswa yang melaksanakan PSG di lingkungan Divre IV


Jawa Tegah dan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah (1) hari dan jam kerja
praktik siswa disesuaikan dengan jam kerja pegawai yaitu untuk hari Senin
sampai dengan Kamis mulai pukul 07.30 sampai dengan 17.00 WIB,
sedangkan hari Jumat mulai pukul 08.00 sampai dengan 16.00, hari Sabtu
libur; (2) siswa diharuskan memakai pakaian seragam OSIS atau pakaian
kerja lapangan dan tidak diperkenankan memakai pakaian lain di luar
pakain tersebut; (3) siswa diwajibkan menyerahkan laporan PSG dalam
bentuk makalah, dibuat rangkap tiga; (4) siswa dilarang menyebarkan hasil

39

laporan atau penelitiannya kepada pihak lain; (5) siswa di lokasi PSG harus
menandatangani surat pernyataan di atas materai Rp. 6000,-; (6)
menyerahkan dua lembar pas foto hitam putih ukuran 3x4; (7)
melaksanakan dan mengisi daftar hadir setiap hari serta diparaf oleh Kepala
Unit kerja atau pembimbing lapangan; (8) menjaga nama abaik sekolah,
selalu bersikap santun dan ramah terhadap sesama; dan (9) dilarang
menggunakan fasilitas atau sarana PT. TELKOM tanpa ijin, seperti telepon,
foto copy, komputer untuk kepentingan pribadi.
Kegiatan monitoring yang dilakukan sekolah hanya dilakukan sekali
selama tiga bulan, hal ini dilakukan agar sekolah tidak mengganggu proses
pembelajaran di PT. TELKOM. Di samping itu pembimbing dari sekolah
biasanya menanyakan mengenai hambatan yang dialami siswa di industri,
ada permasalahan tidak dalam beradaptasi. Demikian juga sekolah
menanyakan hal itu kepada industri, apakah siswa dari sekolahnya
mengalami permasalahan, etika, moral atau semangat kerja misalnya. Guru
pembimbing

tidak

mempunyai

wewenang

memberikan

penilaian

keterampilan siswa. Kegiatan penilaian dilakukan sepenuhnya oleh industri.


Bentuk penilaian yang dilakukan oleh industri adalah berkaitan
dengan kinerja siswa dalam menyelesaikan bahan menjadi produk jadi.
Penilaian dilakukan sesuai dengan kompetensi yang ditempuh siswa di
industri. Misalnya untuk PT. TELKOM yang bergerak di bidang jaringan,
kompetensi yang dinilai antara lain adalah hasil kerja siswa dalam bidang
sistem penyambungan kabel. Di samping itu diberikan juga penilaian
mengenai menegenai sikap, etika, semangat kerja, yang mana penilaian ini
dimasukkan dalam jurnal harian, yang nantinya dari industri diberikan
kepada sekolah.
Aspek yang dinilai dalam laporan kemajuan siswa peserta PSG di PT.
TELKOM seperti tersaji dalam Tabel IV. 2 di bawah ini.

40

Tabel IV.2. Aspek penilaian PSG siswa SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto
No.
1.

Aspek yang
Dinilai
Disiplin

2.

Kerjasama

3.

Inisiatif

4.

Kerajinan

5.

Tanggungjawab

6.

Sikap

7.

Prestasi

Kriteria Penilaian
a. Ketentuan jam kerja
b. Penggunaan pakaian seragam dan
atribut;
c. Sikap sopan santun
Sub Total
a. Kemampuan bekerjasama;
b. Penyesuaian pendapat;
c. Pertimbangan dan penerimaan usul
orang lain
Sub Total
a. Mencari tata kerja baru;
b. Pemberian saran yang baik;
c. Mampu mengemukakan pendapat
Sub Total
a. Mempelajari setiap hal baru;
b. Membentu
pelaksanaan
tugas
kelompok;
c. Membantu
pelaksanaan
tugas
pembimbing
Sub Total
a. Memelihara barang milik perusahaan;
b. Penyelesaian tugas sampai tuntas;
c. Tidak melempar tanggungjawab
Sub Total
a. Keiklasan dalam melaksanakan tugas;
b. Penghargaan terhadap bidang tugas
orang lain;
c. Jujur dan bertanggungjawab
Sub Total
a. Kesungguhan;
b. Kecakapan;
c. Hasil kerja
Sub Total

Sumber: Program PSG SMK Telkom Shandy Putra Purwokerto

Bobot
40
30
30
100
40
30
30
100
25
25
50
100
40
30
30
100
40
30
30
100
30
30
40
100
30
30
40
100

Setelah penarikan, siswa biasanya diminta sekolah untuk membuat


laporan pelaksanaan prakerin di PT. TELKOM Setelah laporan jadi,
selanjutnya siswa diuji oleh pembimbing yang berasal dari sekolah. Siswa
memperoleh hasil nilai prakerin dari sekolah, yang mana nilai dari siswa
merupakan rerata dari kedua nilai itu, yaitu nilai ujian prakerin dan nilai dari
pembimbing lapangan.

41

5).Kasus SMKN 2 Klaten


Pelaksanaan Prakerin pada keahlian mesin Perkakas SMKN 2 Klaten
di lakukan pada semester kedua di kelas tiga selama tiga bulan penuh di
industri. Pelaksanaan Prakerin dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap
pertama pada bulan Juli sampai dengan September; dan tahap kedua bulan
November sampai dengan Januari. Pengaturan hari dan jam kerja
disesuaikan dengan kesepakatan antara sekolah dengan industri.
Program Keahlian Mesin Perkakas di SMKN 2 Klaten dirancang
dalam empat tahun. Klas satu sampai dengan klas tiga muatan kurikulumnya
sama dengan Program Keahlian Mesin Perkakas di SMK tiga tahun. Pada
kelas empat siswa melaksanakan prakerin di industri selama satu tahun, di
samping Prakerin yang diadakan di kelas tiga. Pada siswa yang tidak
memperoleh tempat Prakerin, atau mengikuti Prakerin tetapi sebelum masa
satu tahun sudah selesai, maka SMK membekali mereka dengan praktik
produktif hingga mencapai satu tahun. Pada akhir semester delapan siswa
yang memiliki keterampilan kategori sangat baik, didaftarkan mengikuti
ujian kompetensi di ATMI Surakarta. Biasanya jumlah peserta yang
diikutsertakan ujian kompetensi sekiutar 10 siswa. Hal ini dilakukan, karena
biaya untuk ujian kompetensi sangat besar untuk ukuran sekolah, yaitu per
peserta adalah 1,5 juta rupiah. Jika pihak panitia ujian kompetensi dalam hal
ini ATMI Surakarta meminta sekolah menyediakan mesin ujinya, maka
jumlah pesertanya menjadi berkurang, karena jumlah mesin yang memenuhi
syarat untuk ujian kompetensi hanya tiga unit. Pada tahun 2007 jumlah
siswa yang lulus ujian kompetensi adalah tiga orang.
Siswa yang mengikuti Prakerin selama di kelas empat di PT. KHS,
biasanya memperoleh sertifikat yang setara dengan hasil ujian kompetensi.
Namun demikian menurut guru SMKN 2 Klaten Program Keahlian Mesin
Perkakas, kualitas sertifikat dari PT. KHS masih di bawah sertifikat yang
diperoleh dari ATMI Surakarta. Selanjutnya dikatakan bahwa, nilai rata-rata
hasil uji kompetensi dari ATMI sebesar 5,5 lebih dihargai dibanding nilai
delapan atau sembilan yang diperoleh dari PT. KHS. Hal ini disebabkan

42

industri tempat Prakerin merasa hutang budi kepada siswa karena sudah
dibantu, sehingga ketika memberikan nilai dalam sertifikat cenderung tinggi
yaitu antara delapan sampai dengan sembilan.
Siswa yang melaksanakan Prakerin di sekolah juga memperoleh
sertifikat yang dikeluarkan oleh sekolah. Hal ini sangat dimungkinkan,
karena salah satu guru Program Keahlian Mesin Perkakas di SMKN2 Klaten
telah memiliki sertifikat asesor sebagai penguji ujian kompetensi.
Meskipun kualitas sertifikat yang dikeluarkan oleh sekolah masih kurang
dihargai, namun dirasakan sangat berarti bagi siswa.
Sebelum pelaksanaan Prakerin di industri, siswa memperoleh
pembekalan dari sekolah dan industri. Biasanya kegiatan ini dilakukan di
sekolah. Industri didatangkan ke sekolah untuk memberikan pemahaman
kepada siswa tentang profil industri mereka, serta gambaran kegiatan siswa
pada saat ada di industri. Di samping itu, disampaikan juga norma,
keselamatan kerja dan aturan selama pelaksanaan Prakerin. Pembekalan
dilaksanakan selama dua hari.
Setelah memperoleh pembekalan di sekolah siswa diberangkatkan ke
industri atau perusahaan. Pada tahun 2006, 2007, dan 2008 ini tempat
prakerin siswa dilkat mesin perkakas adalah PT. Karya Hidup Sentosa
(KHS) Yogyakarta, PT. Katshiro Indonesia jakarta. Pada tahun 2006, 2007
siswa diberangkatkan dalam dua gelombang secara bersama-sama, namun
pada tahun 2008 ini jumlah gelombang lebih banyak lagi, semua itu
tergantung kepada industri pasangan. Di bawah ini disajikan gambar tentang
pola pelaksanaan Prakerin yang diterapkan di SMKN2 Klaten.
Gambar 11. Prakerin Model 1 yaitu pada siswa yang mengikuti Prakerin
di PT. KHS Gelombang pertama
I
II
III
IV
(1)
(1)
(1)
(3c)
(2)
(2)
(2)
(3a)
(3a)
(3c)
(3b)
(3b)
(3b)

43

Gambar 12. Prakerin Model 2 yaitu pada siswa yang mengikuti Prakerin
di PT. KHS Gelombang kedua
I
II
III
IV
(1)
(1)
(1)
(3c)
(2)
(2)
(2)
(3a)
(3a)
(3b)
(3b)
(3b)
(3c)
Gambar 13. Prakerin Model 3 yaitu pada siswa yang mengikuti Prakerin di sekolah
dan mengikuti ujian kompetensi di ATMI Surakarta atau di sekolah
I
II
III
IV
(1)
(1)
(1)
(3c)
(2)
(2)
(2)
(3a)
(3a)
(3c)
(3b)
(3b)
(3b)

Gambar 14. Prakerin Model 4 yaitu pada siswa yang mengikuti Prakerin di sekolah
dan mengikuti ujian kompetensi di ATMI Surakarta atau di sekolah
I
II
III
IV
(1)
(1)
(1)
(3c)
(2)
(2)
(2)
(3a)
(3a)
(3b)
(3b)
(3b)
(3c)

Keterangan:
:

Prakerin di industri

Ujian kompetensi dengan ATMI atau dengan SMK 3

Prakerin di industri atau di sekolah


Pada saat kelas tiga, semua siswa mengikuti Ujian Nasional (UN).

Jadi UN tidak dilaksanakan pada klas empat. Pada kelas tiga itulah siswa
memperoleh ijasah atau STTB, namun demikian mereka belum dianggap
tamat, sebab masih ada waktu satu tahun untuk menyelesaikan studi di
Program Keahlian Mesin perkakas. Pada tahun keempat itulah mereka
melaksanakan Prakerin yang kedua, sedapat mungkin sampai memperoleh

44

sertifikat kompetensi dari industri ataupun dari lembaga tempat uji


kompetensi, misalnya ATMI Surakarta.
3. JUMLAH DAN KEMAMPUAN LULUSAN SMK DI JAWA TENGAH
a. Kasus SMK St. Mikail Surakarta
Di SMK Mikael Solo tingkat angka mengulang kelas sebesar 0,8% dan
terjadi pada tahun pelajaran 2005/2006, sedangkan pada tahun pelajaran
2004/2005 dan 2006/2007 angka mengulang kelas nol persen. Nilai rerata UN
Bahasa Inggris tiga tahun terakhir (2004/2005, 2005/2006, dan 2006/2007)
berturut-turut 6,82; 8,04; dan 8,29. Nilai rerata UN untuk mata pelajaran
Matematika tiga tahun terakhir (2004/2005, 2005/2006, dan 2006/2007)
berturut-turut 7,75; 7,68; dan 8,23. Persentase lulusan empat tahun terakhir
(2004, 2005, 2006, dan 2007) berturut-turut 95%; 97,5%; 100%; dan 100%.
Dengan demikian angka pengulang kelas, jumlah DO, nilai UN, dan jumlah
lulusan yang demikian di kedua sekolah tersebut menjadi salah satu good
practice dan ciri keberhasilan pengelolaan SMK bertaraf internasional.
Di SMK Mikael Solo jumlah lulusan empat tahun terakhir (2004, 2005,
2006, dan 2007) yang mengisi kesempatan kerja sesuai dengan program
studinya berturut-turut sebanyak 43 orang, 57 orang, 59 orang, 60 orang.
Sisanya lebih kurang 50% lulusan dari tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007
melanjutkan ke perguruan tinggi. Mayoritas ke Akademik Teknik Mesin dan
Industri (ATMI) Solo, Universitas Sanata Dharma, Atmajaya Yogyakarta, dan
sejumlah perguruan tinggi negeri. Masa tunggu untuk mendapatkan pekerjaan
pertama maksimal 1-3 bulan. Di samping itu permintaan tenaga kerja oleh
industri selama empat tahun terakhir (2004, 2005, 2006, dan 2007) berturutturut 42 orang, 50 orang, 43 orang, dan 50 orang. Dari permintaan tersebut
hanya dapat dipenuhi sebanyak 10 orang, 16 orang, 13 orang, dan 15 orang,
sehingga terdapat surplus permintaan sebesar 32 orang, 34 orang, 30 orang,
dan 35 orang tenaga kerja. Dengan demikian banyaknya lulusan yang terserap
oleh dunia kerja, surplus permintaan tenaga kerja, dan masa tunggu yang relatif
pendek untuk mendapatkan pekerjaan pertama merupakan good practice
pengelolaan SMK bertaraf internasional.

45

b. Kasus SMKN 2 Cilacap


Gambaran kemampuan lulusan SMKN Negeri 2 Cilacap dapat diprediksi
dari data lulusan, serta status kelulusannya. Di bawah ini disajikan Tabel IV.
Tentang data lulusan SMKN Negeri 2 Cilacap tahun ajaran 2004/2005;
2005/2006; dan 2006/2007.
Tabel IV.3. Data lulusan SMKN Negeri 2 Cilacap tahun ajaran 2004/2005;
2005/2006; dan 2006/2007
No.
Tahun
Jumlah
Jumlah
Status Pekerjaan
Pelajaran
Peserta
Lulusan
Dikontrak
Bekerja
Tidak tahu
Ujian
sebelum
Setelah
lulus
Lulus
1.
2004/2005
395
393 (99,5) 116 (29,5) 132 (33,6) 145
2.

2005/2006

400

396 (99)

67 (16,9)

101 (25,5)

228

3.

2006/2007

397

394

97 (24,6)

2 (0,5)

295

(99,25)
Sumber: Data lulusan SMK Negeri 2 Cilacap Tahun 2007

Berdasarkan tabel di atas nampak bahwa jumlah lulusan berturut-turut


mulai tahun 2004 sampai dengan 2007 adalah 99,5%; 99% dan 99,25%, ini
berarti bahwa terdapat fluktuasi prosentase jumlah lulusan, meskipun
fluktuasinya sangat kecil. Meskipun demikian prosentase jumlah siswa yang
lulus dibandingkan angka kelulusan Propinsi Jawa Tengah adalah lebih besar,
sebab tahun 2005/2006 (99%>87,46%), serta tahun pelajaran 2006/2007
(99,25%>91,88%). Hal ini menunjukkan bahwa proses belajar mengajar di
SMK Negeri 2 Cilacap relatif baik.
Berdasarkan tabel di atas nampak juga bahwa prosentase siswa yang
dikontrak bekerja di industri terjadi fluktuasi yaitu naik turun antara tahun
2004 sampai dengan 2007. Secara agregatif nampak bahwa pada tahun
2004/2005 lulusan yang dikontrak bekerja di industri sebesar 29,5%, sementara
lulusan tahun pelajaran 2005/2006 menurun menjadi 16,9% serta pada tahun
pelajaran 2006/2007 naik lagi menjadi 24,6%. Hal ini selaras dengan kondisi
industri di bidang rekayasa yang berfluktuatif antara tahun 2004 sampai dengan
2007. Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan sekolah dalam
berkomunikasi dengan industri terjadi cukup baik, sehingga belum lulus pun
siswa sudah banyak yang dikontrak oleh industri.

46

Secara kasus per kasus, di alinea di bawah ini akan disajikan dinamika
perekrutan tenaga kerja yang dilakukan oleh BKK SMK Negeri 2 Cilacap.
Sebanyak 310 siswa kelas III Bidang Keahlian Teknik Mesin dan Listrik dari
SMK negeri dan SMK swasta di Kabupaten Cilacap mengikuti seleksi calon
karyawan yang diselenggarakan perusahaan shock absorber PT Showa
Indonesia MFG Industri.Seleksi yang berlangsung di aula SMK Negeri 2 Jl
Budi Utomo 8, Cilacap itu dilaksanakan secara ketat. Setiap siswa harus
mengikuti ujin tertulis sesuai dengan bidang keahliannya, tes fisik, sikap
mental, dan penampilan. Selain itu, setiap peserta juga harus memenuhi
persyaratan bebas narkoba, tidak bertato, dan tidak ada lubang tindik di
telinganya. Seleksi berlangsung selama dua hari dan baru berakhir Rabu petang
31 Maret 2008. Selain diikuti 310 siswa kelas III, proses seleksi calon
karyawan PT Showa Indonesia MG Industri juga diikuti 28 alumni SMK
Negeri 2 Cilacap. Peserta sebanyak itu yang dinyatakan lolos seleksi 106 anak.
''Mereka sekarang hanya tinggal mengikuti medical test. Dalam usianya yang
masih muda, saya kira mereka akan lolos medical test semua,'' kata
Koordinator Bursa Kerja Khusus (BKK) SMK Negeri 2 Cilacap, Sudirman
SPd.
Sampai tahun 2008 sudah ada lima perusahaan yang mengadakan seleksi
calon karyawan bekerja sama dengan BKK SMK Negeri 2. Yaitu, PT Paraso,
PT Astra Motor, PT Berjaya Bintang Samudera, PT Kinoria Gayu Mukti, dan
PT Showa Indonesia MFG Industri. Jumlah siswa yang telah berhasil direkrut
sebagai karyawan di perusahaan tersebut sebanyak 414 anak yang terdiri atas
243 siswa kelas III yang belum lulus dan 171 alumni. ''Lima orang yang lulus
seleksi yang diadakan oleh PT Berjaya Bintang Samudera akan dipekerjakan di
Jepang. Mereka seluruhnya berasa dari Program Keahlian Nautika Perikanan
Laut,'' katanya.
BKK SMK Negeri 2 Cilacap, mulai melakukan kerja sama dengan pihak
ketiga dalam hal penyaluran lulusan SMK sejak 2001. Sampai saat ini jumlah
lulusan SMK, baik negeri maupun swasta, yang telah berhasil ditempatkan di
sejumlah industri di Jakarta 1.913 orang. Dari jumlah itu, 782 di antaranya dari
SMK Negeri 2 Cilacap. Kepala SMK Negeri 2 Drs H Kisyamto MM

47

mengatakan, kerja sama dengan pihak ketiga itu dilakukan sebagai wujud
kontribusi sekolah terhadap Cilacap, khususnya dalam hal menyalurkan tenaga
kerja. Dia juga mengatakan, para pelaku industri sengaja melakukan perekrutan
sejak siswa masih duduk di kelas III. Tujuannya agar setelah lulus mereka
tidak bekerja di tempat lain. Alumni yang sudah bekerja lebih dulu ternyata
mampu menunjukkan etos kerja yang tinggi dan mau bekerja lembur.
Berhubung mereka mau bekerja lembur maka setiap bulan gaji yang diterima
pun dapat mencapai Rp 1,8 juta.
c. Kasus SMKN 2 Salatiga
Gambaran kemampuan lulusan SMK Negeri 2 Salatiga dapat diprediksi
dari data lulusan, serta status kelulusannya. Di bawah ini disajikan Tabel IV.
Tentang data lulusan SMK Negeri 2 Salatiga tahun ajaran 2004/2005;
2005/2006; 2006/2007, dan 2007/2008.
Pada UN tahun 2008 ini SMK Negeri 2 Salatiga berhasil meluluskan
100% siswa tingkat 3-nya dengan nilai yang memuaskan. 200 siswa, pada mata
pelajaran yang di UAN-kan, pelajaran matematika : nilai rata-ratanya 8,87
dengan nilai tertinggi yang berhasil dicapai oleh 11 orang, adalah 10,00.
Pelajaran Bahasa Indonesia, nilai tertinggi yang diraih 9,40, dengan rata-rata
keseluruhan 8,02, sedangkan untuk pelajaran bahasa Inggris, nilai rata-rata
8,08, dan nilai tertinggi adalah 9,40. Kabar ini sungguh membanggakan dan
menggembirakan bagi seluruh civitas akademika SMK Negeri 2 Salatiga.
Dengan demikian pada tahun 2008 ini SMK 2 Salatiga rerata jumlah siswa
yang lulus di atas rerata jumlah siswa SMK yang lulus di Jawa Tengah. Hal ini
menunjukkan bahwa proses pembelajaran di SMK 2 Salatiga dalam kategori
baik. Ditunjukkan juga bahwa dalam setiap tahun prosentase jumlah siswa
yang tersalur ke tempat pekerjaan selalu meningkat yaitu mulai dari 47%, 55%
dan data terakhir adalah 66%. Hal ini memperkuat dugaan bahwa pembelajaran
yang berlangsung cenderung mengarah ke kemampuan yang dituntut oleh
kurikulum.

48

Tabel IV.4 Data lulusan SMK Negeri 2 Salatiga tahun ajaran 2004/2005;
2005/2006; 2006/2007 dan 2007/2008
No.

Tahun
Pelajaran

Jumlah yang Lulus

Jumlah yang Tersalur

1.

2004/2005

199

95 (47%)

2.

2005/2006

198

110 (55%)

3.

2006/2007

200

132 (66%)

4.

2007/2008

260

Belum diketahui

Sumber: Data lulusan SMK Negeri 2 Salatiga Tahun 2008

Ujian kompetensi keahlian tahun 2007 ini akan menjadi bagian dari
Ujian Nasional (UN) bagi para siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Pada tahun sebelumnya UN untuk SMK hanya meliputi tiga mata pelajaran,
yakni matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Sedangkan ujian
kompetensi keahlian masuk dalam ujian sekolah. Jadi nilai UN untuk SMK
berasal dari nilai matematika ditambah dengan nilai Bahasa Indonesia, nilai
Bahasa Inggris dan nilai ujian kompetensi keahlian dibagi empat. UN
kompetensi keahlian diselenggarakan paling lambat seminggu sebelum
dilaksanakannya UN teori.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 2 Salatiga Jurusan Teknik
Perkayuan mendapat kepercayaan dari Pusat Pengembangan Penataran Guru
(PPPG) Teknologi Bandung sebagai tempat pelaksanaan Uji Kompetensi Siswa
(UKS). Sebanyak 18 siswa membuktikan kepiawaian membuat mebel
berstandar industri. hasil karya mereka langsung dinilai oleh beberapa staf
manajemen perusahaan mebel. "Kami mampu menghasilkan tenaga perkayuan
yang siap diserap oleh industri. Di Indonesia hanya ada lima SMK yang dipilih
sebagai pelaksanaan uji kompetensi, salah satunya sekolah kami ini," kata
Kepala SMK 2 Salatiga, Drs Reza Pahlevi.
Kemampuan siswa dan lulusan program keahlian teknik perkayuan
ditunjukkan dengan perolehan berbagai kejuaraan tingkat propinsi, nasional
maupun internasional. Di bawah ini disajikan mengenai catatan prestasi
kejuaraan yang telah dicapai sekolah itu.

49

Tabel IV.5 Prestasi yang dicapai siswa pragram teknik perkayuan SMK 2 Salatiga
No.

Tahun

Jenis Lomba

Skala Kejuaraan

Ranking

1.

2002

Teknik Perkayuan

Provinsi

2.

2003

Teknik Perkayuan

Provinsi

3.

2004

Teknik Perkayuan

Provinsi

4.

2004

Teknik Perkayuan

Provinsi

5.

2005

Teknik Perkayuan

Provinsi

6.

2006

Cabinet Making

Asia Tenggara

7.

2007

Cabinet Making

Provinsi

Sumber:Profil SMK 2 Salatiga

Siswa yang mampu mengukir sejarah sebagai juara lomba Cabinet


Making adalah Asbai, yang akan maju pada ajang world skill compwtition
pada 15 sampai 22 November 2007 di Jepang, yang pada akhirnya menjadi
juara dunia. Saat ini asbai melanjutkan kuliah di program Studi Teknik Sipil
Universitas Negeri Yogyakarta.

50

Sertifikat

Diuji

Penyusunan Laporan
PSG

Hasil Penilaian di
Tempat Prakerin

PSG di Institusi
Pasangan

Sertifikat

Diuji

Lulus

Proyek Tugas Akhir

Siswa SMK

Tidak Lulus

Sertifikat

Uji
Kompetensi

Lulus

Tidak Lulus

LSP (Lembaga
Sertifikasi Profesi)

Gambar 15. Proses dan variasi sertifikasi SMK Negeri dan Swasta di Jawa Tengah

4. PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI SMK DI JAWA TENGAH

51

Gambar 16. Proses dan variasi sertifikasi di SMK Mikail Surakarta


Siswa SMK Mikail Surakarta

PSG di Bidang Mesin


Perkakas/Industri
Milik Yayasan ATMI

Proyek Tugas Akhir

Diuji

Hasil Penilaian/uji
kompetensi

Lulus

Penyusunan Laporan
PSG
Diuji
Sertifikat

Sertifikat

a. Kasus di SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto


Berdasarkan Gambar di atas, sertifikat keahlian yang diperoleh oleh siswa
SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto melalui tiga cara, yaitu melalui PSG,
melalui proyek Tugas Akhir, serta melalui uji kompetensi yang diselenggarakan
oleh LSP BNSP. Sertifikat yang diperoleh dari pelaksanaan PSG dan sertifikat
yang diperoleh dari PTA digunakan sebagai pelengkap Ujian Nasional. Artinya
kedua sertifikat masuk dalam hasil UN. Sementara itu sertifikat yang diperoleh
dari LSP merupakan bekal tambahan siswa dalam rangka melamar pekerjaan.
Sertifikat yang diperoleh dari PSG melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut: (1) siswa melaksanakan PSG di PT. TELKOM; (2) siswa memperoleh
nilai dari PT. TELKOM; (3) siswa menyusun laporan PSG; (4) siswa diuji oleh
sekolah berkaitan dengan laporan PSG; (5) siswa dinyatakan lulus ujian laporan

PSG; (6) nilai yang diperoleh dari PT. TELKOM dan ujian laporan PSG dirataratakan; (7) siswa memperoleh sertifikat. Surat keterangan ini ditandatangani
atau disyahkan oleh Kepala Kandatel serta Kepala Sekolah.
Proyek Tugas Akhir (PTA) merupakan pendekatan ujian nasional
produktif pada akhir masa pendidikan SMK, yang merupakan integerasi dan
aktualisasi terhadap penguasaan kompetensi atau subkompetensi yang telah
dikuasai. Strategi ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan relevansi. Uji
kompetensi jenis ini masuk ke dalam kategori internal. Melalui PTA ini
diharapkan siswa mampu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif
untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan pasar, persyaratan standar
mutu, serta standar operasional prosedur (SOP).
Produk PTA disesuaikan dengan karakteristik paket atau program
keahlian, yang dapat berupa: (1) produk barang, misalnya Program Sistem
Informasi Akademik berbasis Web, program PSB on-line, Bidang Pertanian,
Bidang Kesenian, dan lain-lain; (2) produk jasa misalnya pemasangan server,
Mail server, Gateway, pemasangan jaringan lokal untuk warung internet, bidang
teknik survei dan pemetaan, otomotif, serta lain-lain.
Pelaksanaan kegiatan PTA melalui beberapa tahapan masing-masing
adalah (1) penyusunan proposal; (2) proses pelaksanaan; (3) kegiatan kulminasi;
(4) proses verifikasi; dan (5) pemberian sertifikat.
Pada tahap penyusunan proposal, guru pembimbing dan penguji bersamasama menentukan judul proyek tugas akhir, selanjutnya ditindaklanjuti dengan
penyusunan rancangan kerja tugas akhir/proposal. Proses pelaksanaan adalah
proses kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rambu-rambu yang telah
ditetapkan dalam proposal, dengan bimbingan dan pengawasan. Proses ini
menekankan pada pencapaian kompetensi yang dibuktikan dengan bukti belajar
(learning evidence) dan diorganisir dalam portofolio sebagai bahan verifikasi.
Kegiatan kulminasi PTA oleh penguji dapat dilakukan dengan cara presentasi,
penyajian, pengujian, serta display. Proses verifikasi internal dan eksternal
terhadap penguasaan kompetensi penguji dilaksanakan pada akhir proses
pelaksanaan proyek tugas akhir dengan cara verifikasi portofolio, presentasi
proposal, wawancara, demonstrasi serta unjuk kerja. Tahapan yang terakhir

adalah pemberian sertifikat yaitu kegiatan setelah dilakukan verifikasi eksternal.


Sertifikat PTA disyahkan oleh verifikator eksternal yang biasanya adalah PT.
TELKOM serta Kepala Sekolah.
Sertifikat yang diperoleh dari LSP, dicapai dengan tahapan yang lebih
rumit. Sertifikasi ini tidak diikuti oleh seluruh siswa SMK, hanya kepada siswa
yang berminat atau menurut pilihan sekolah. Sertifikasi ini dikenakan biaya
adminstrasi, bagi siswa yang tidak dipilih oleh sekolah biasanya membayar
sendiri. Besaran biaya yang sesungguhnya adalah Rp. 250.000,- namun
demikian hal ini tergantung pada kekompleksan keterampilan yang diujikan.
Besaran yang dipatok oleh LSP lazimnya mencapai nilai Rp. 1.500.000,-,
Tahapan pertama dari uji kompetensi yang dilaksanakan oleh LSP adalah
(1) sekolah menentukan siswa yang akan mengikuti uji kompetensi ini; (2)
sekolah menyiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam rangka uji
kompetensi; (3) sekolah juga menyiapkan ruangan yang akan digunakan; (4)
sekolah menentukan LSP yang akan melaksanakan uji kompetensi, tahapan ini
biasanya sekolah berhubungan dengan BKSP yang ada di Provinsi Jawa Tengah;
(5) BKSP menunjuk kepada LSP yang telah diberikan wewenang; (6) LSP yang
relevan dan telah ditunjuk melaksanakan uji kompetensi; (7) LSP yang ditunjuk
memutuskan siswa yang berhak lulus atau yang gagal; dan (8) siswa yang lulus
diberikan sertifikat keahlian tertentu.
Sertifikat dari LSP tidak wajib bagi lulusan SMK. Biasanya industri tidak
mensyaratkan sertifikat ini. Industri lazimnya melaksanakan rekrutmen dengan
cara melaksanakan seleksi sendiri. Lulusan yang lolos seleksilah yang kemudian
direkrut oleh industri, meskipun yang bersangkutan tidak memiliki sertifikat
keahlian yang diperoleh dari LSP. Namun demikian sebagian industri ada yang
mensyaratkan sertifikat yang berasal dari LSP ini, hanya saja jumlahnya sedikit.
Kendala yang dialami siswa berkaitan dengan sertifikat yang berasal dari
LSP ini adalah besarnya biaya yang harus dibayar oleh siswa, yaitu Rp. 1,5 juta.
Sementara Depdiknas hanya membantu lima puluh ribu rupiah per siswa,
sisanya harus dibayar sendiri. Oleh karena itu, jumlah pesertanya menjadi
sedikit. Padahal peralatan dan tempat penyelenggaraan disediakan oleh sekolah.
Hal inilah yang menyebabkan minat siswa rendah. Di samping itu, sekolah juga

menakar kemampuan keterampilan siswanya, sekolah mempunyai target semua


yang ikut uji kompetensi harus lulus, hal ini demi prestise sekolah. Oleh karena
itu, siswa yang mempunyai kemampuan produktif yang tinggi saja yang dipilih
dan dibiayai oleh sekolah. Hal ini menjadi tidak adil.
b. Kasus SMK St. Mikail
Berdasarkan Gambar 16. di atas, sertifikat keahlian yang diperoleh oleh
siswa SMK St. Mikail Surakarta melalui dua cara, yaitu melalui prakerin dan
melalui proyek Tugas Akhir. Sertifikat yang diperoleh dari pelaksanaan PSG dan
sertifikat yang diperoleh dari PTA digunakan sebagai pelengkap Ujian Nasional.
Artinya kedua sertifikat masuk dalam hasil UN.
Sertifikat yang diperoleh dari prakerin melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut: (1) siswa melaksanakan prakerin di industri milik yayasan; (2) siswa
memperoleh nilai dari hasil prakerin; (3) siswa menyusun laporan prakerin; (4)
siswa diuji oleh sekolah berkaitan dengan laporan prakerin; (5) siswa dinyatakan
lulus ujian laporan prakerin; (6) siswa memperoleh sertifikat.
Proyek Tugas Akhir (PTA) merupakan pendekatan ujian nasional
produktif pada akhir masa pendidikan SMK, yang merupakan integerasi dan
aktualisasi terhadap penguasaan kompetensi atau subkompetensi yang telah
dikuasai. Strategi ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan relevansi. Uji
kompetensi jenis ini masuk ke dalam kategori internal. Melalui PTA ini
diharapkan siswa mampu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif
untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan pasar, persyaratan standar
mutu, serta standar operasional prosedur (SOP).
Pelaksanaan kegiatan PTA melalui beberapa tahapan masing-masing
adalah (1) penyusunan proposal; (2) proses pelaksanaan; (3) kegiatan kulminasi;
(4) proses verifikasi; dan (5) pemberian sertifikat.
Pada tahap penyusunan proposal, guru pembimbing dan penguji bersamasama menentukan judul proyek tugas akhir, selanjutnya ditindaklanjuti dengan
penyusunan rancangan kerja tugas akhir/proposal. Proses pelaksanaan adalah
proses kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rambu-rambu yang telah
ditetapkan dalam proposal, dengan bimbingan dan pengawasan. Proses ini

menekankan pada pencapaian kompetensi yang dibuktikan dengan bukti belajar


(learning evidence) dan diorganisir dalam portofolio sebagai bahan verifikasi.
Kegiatan kulminasi PTA oleh penguji dapat dilakukan dengan cara presentasi,
penyajian, pengujian, serta display product. Proses verifikasi internal dan
eksternal terhadap penguasaan kompetensi penguji dilaksanakan pada akhir
proses pelaksanaan proyek tugas akhir dengan cara verifikasi portofolio,
presentasi proposal, wawancara, demonstrasi serta unjuk kerja. Tahapan yang
terakhir adalah pemberian sertifikat yaitu kegiatan setelah dilakukan verifikasi
eksternal.
5. KONDISI KEBUTUHAN TENAGA KERJA LULUSAN PELMO DI
INDUSTRI
Menurut Kepala Human Resources Development (HRD) PT. KOMATSU
Jakarta bahwa pada tahun 2008 dan 2009, PT. KOMATSU sudah menerima
pesanan alat berat yang sangat besar. Kebutuhan alat berat yang sangat besar ini
diduga bukan merupakan perilaku

konsumen yang spekulatif, namun

merupakan kebutuhan riil di lapangan, misalnya sebentar lagi akan dicanangkan


proyek trans Kalimantan, trans Papua, dan proyek jalan yang sangat besar di
Pakanbaru. Staff HRD PT. KOMATSU mengatakan bahwa saat ini terjadi
permasalahan Bottle Neck di produksi, sebab tenaga kerja bidang mesin
produksi jumlahnya sedikit sehingga pekerjaanya menumpuk, ia harus segera
melakukan set up tenaga kerja agar dicapai efektifitas kerja. Penumpukan
terjadi karena komponen-komponen yang masih kasar sudah banyak diproduksi,
namun tenaga dalam bidang mesin produksi belum mampu mengimbanginya. Di
samping itu komponen-komponen penting alat berat tidak dapat dikerjakan oleh
tangan manusia, tetapi harus dikerjakan dengan mesin, namun tenaga terampil
dalam bidang mesin produksi masih sangat terbatas oleh karena itu terjadi
penumpukan. Oleh karena itu dibutuhkan tenaga operator mesin perkakas
manual dan operator mesin Computer Numerical Control (CNC) yang sangat
besar. Di sisi lain, PT. KOMATSU membutuhkan juga tenaga lulusan yang
terampil dalam pengecoran logam.

Menurut Kepala Human Resources Development (HRD) PT. HANKEN


Jakarta bahwa pada tahun 2008 dan 2009, mereka memperoleh pesanan
komponen alat berat yang sangat besar. Komponen itu untuk mendukung pabrik
alat berat yang ada di Jakarta. Pada saat ini, mereka masih kekurangan tukang
las listrik. Lulusan SMK yang memiliki keterampilan las listrik masih sangat
dibutuhkan. Di samping itu, lulusan SMK yang memiliki keterampilan las
tambahan misalnya las argon lebih diutamakan.
Kebutuhan tenaga kerja bidang perkayuan agak unik. Banyak lulusan
PIKA dalam usia yang masih sangat muda (23 tahun) sudah diberikan
tanggungjawab oleh perusahaan untuk menjadi supervisor. Hal ini disebabkan
rekam jejak mereka dalam proses produksi mempunyai kualitas yang sangat
baik. Prestasi inilah yang justru menjadi permasalahan. Pada saat mereka
menimba ilmu di PIKA bekal kemampuan berkomunikasi dengan orang lain,
misalnya karyawan, konsumen, dan rekanan tidak diperoleh. Di SMK PIKA,
siswa hanya dididik untuk menjadi operator ahli. Dengan demikian kesenjangan
ini menjadi penghambat karir mereka. Keadaan ini membuat pengelola SMK
PIKA untuk memasukkan mata pelajaran Keterampilan Berkomunikasi ke
dalam kurikulumnya.
Berdasarkan wawancara dengan Romo Kepala Sekolah SMK Pendidikan
Kayu Atas (PIKA) dikatakan bahwa kebutuhan tenaga operator mesin kayu
masih sangat tinggi. Tiga perusahaan mebel besar di Indonesia diantaranya
Olympic dan LIGNA, masih membutuhkan tenaga ini. Kompetensi tambahan
yang diinginkan adalah kompetensi personal seperti disiplin, tanggungjawab,
kemampuan bekerjasama, dan rapi.
Menurut staff Human Resources Development (HRD) PT. Karya Hidup
Santoso (PT. KHS) Yogyakarta, jumlah tenaga kerja operator lulusan SMK
sebanyak 800 orang. Mereka tersebar ke dalam berbagai pekerjaan misalnya las,
perkakas, pengecoran logam, serta pengecatan atau finishing. Rata-rata kualitas
pekerjaan lulusan SMK memenuhi persyaratan produk, artinya tamatan
mempunyai keterampilan yang sudah cukup. Semua operator yang masih baru
selalu diberikan pelatihan, sebelum mereka bekerja menghasilkan produk,
lamanya dua minggu sampai dengan dua bulan. Dikatakan selanjutnya, justru

yang sangat dibutuhkan dalam pekerjaan adalah kualitas personal, artinya orang
yang memegang teguh komitmen, disiplin, serta mampu bekerjasama.
Berdasarkan hal ini, pengelaman selama ini justru tamatan SMK yang
mempunyai kategori biasa-biasa saja mempunyai kualitas yang lebih baik, hal
ini diduga mereka berusaha lebih keras untuk meningkatkan kualitas hasil
kerjanya.
PT. KHS menerima karyawan lulusan SMK terakhir pada bulan November
tahun 2008, sampai saat ini belum menerima karyawan baru lagi, sebeb masih
dilanda krisis keuangan. Batas waktunya tidak ditentukan. Biasanya PT. KHS
menerima karyawan setiap bulan sampai dengan 30 orang dari berbagai
keterampilan. Kebutuhan yang sangat besar ada di pengecoran logam. Di
samping itu kebutuhan untuk operator mesin atau robot las dan mesin Computer
Numerical Control (CNC) juga sangat besar. Pengecoran logam bahkan tidak
mensyaratkan lulusan dari program keahlian ini, semua program keahlian
diterima, setelah mereka menjadi karyawan barulah dididik dalam keterampilan
ini di perusahaan.
Menurut staff HRD dikatakan juga bahwa yang terutama dari calon
karyawan adalah kualitas atau kualifikasi pribadi. Karakter karyawan yang
mempunyai ketekunan, komitmen, disiplin, serta mampu bekerjasama yang lebih
dibutuhkan. Keterampilan yang masih agak rendah, oleh perusahaan akan
ditingkatkan melalui pelatihan. Dengan demikian sesungguhnya bekal yang
berasal dari sekolah sudah cukup untuk bekal bekerja di PT. KHS.
Menurut direktur Formulatrix Salatiga, krisis keuangan global tidak
memberikan dampak terhadap aktivitas perusahaannya yang bergerak dalam
bidang industri telematika. Menurut Kepala Bidang Perindustrian , Perdagangan,
dan Usaha Kecil Menengah Kota Salatiga bidang telematika masih menjadi
andalan pengembangan industri di Kotanya. Telematika yang dimaksud adalah
integerasi antara sistem telekomunikasi dan informatika yang dikenal dengan
Information and Communications Technology (ICT). Industri ini berhubungan
dengan komputer, telekomunikasi, atau multimedia. Keterampilan yang masih
sangat dibutuhkan itu selaras dengan kurikulum pada program keahlian Teknik
Komputer dan Jaringan di SMK Telkom Shandy Putra Purwokerto.

6. DESKRIPSI PERANAN DISNAKER KABUPATEN/KOTA DALAM


PEMBINAAN BKK SMK DI JAWA TENGAH
a. Proses Penempatan Lulusan SMK Di Industri yang Diinginkan
Disnakertrans
Proses penempatan siswa lulusan SMK di industri, dimulai dari
keinginan industri untuk merekrut mereka. Industri berkomunikasi dengan
Disnakertrans Kabupaten/Kota asal mereka berdomisili, sampai dengan
diperoleh surat ijin. Industri selanjutnya berkomunikasi dengan Disnakertrans
tempat lokasi asal tenaga kerja dalam hal ini adalah lulusan SMK. Industri
juga berkomunikasi dengan SMK. Biasanya antara SMK dengan industri
sudah lama berpasangan. Disnakertrans Kabupaten/Kota asal tenaga kerja
saling memberitahukan dengan SMK.
Gambar 17. Proses Penempatan Lulusan SMK Di Industri yang
Diinginkan Disnakertrans
Industri/perusahaan

Surat Disnaker asal


industri/perusahaan

Disnakertrans

SMK
Terlibat
Seleksi

Kontrak perjanjian
Hak-hak pekerja
Asuransi

Monitoring

Persiapan penempatan

Penempatan

Bekerja di Industri

Laporan Perkembangan
Pekerjaan oleh lulusan
SMK

SMK melalui Bursa Kerja Khsusus (BKK) mempersikapkan Kartu


Kuning untuk setiap siswa. Industri selanjutnya melakukan seleksi dengan
melibatkan Disnakertrans, bukan sebagai undangan, tetapi aktif terlibat dalam
proses seleksi. Biasanya materi seleksi adalah tes keterampilan dan tes
psikologi, jika kedua tes lolos, selanjutnya diadakan tes kesehatan. Tes
keterampilan lazimnya lulusan SMK lolos, tes psikologi banyak yang mulai
gugur, dan tes yang paling berat adalah tes kesehatan.
Setelah beberapa siswa lolos ketiga tes tersebut di atas, sekolah
mempersiapkan penempatan. Dalam proses penempatan Disnakertrans
mempersiapkan beberapa hal mengenai hak-hak karyawan, pemahaman
industri tentang perlindungan tenaga kerja, serta asuransi. Sekolah dan
industri mempersiapkan kontrak kerja. Setelah semua syarat pekerjaan
dipersiapkan selanjutnya lulusan SMK siap untuk ditempatkan.
Penempatan yang pertama lazimnnya sekolah mengantarkan sisnya ke
industri, selanjutnya diserahkan kepada pihak industri. Dalam proses bekerja,
siswa diharapkan selalu berkomunikasi dengan sekolah, sementara sekolah
berkomunikasi dengan Disnakertrans. Lulusan SMK yang sudah bekerja
diharapkan selalu memberikan laporan perkembangan kondisi mereka, jika
terdapat permasalahan maka sekolah harus mencoba untuk menemukan
solusinya. Di samping itu, jika terdapat permasalahan yang agak rumit,
Disnakertrans terlibat dalam menyelesaikannya. Pada kondisi yang baik, jika
industri nampak membutuhkan tenaga kerja baru, maka lulusan SMK
diharapkan selalu memberitahukan sekolah agar adik-adik kelas dapat ikut
melamar.
Kasus yang sering terjadi adalah adanya ketidaksetujuan masyarakat di
sekitar industri dalam menerima karyawan baru di industri yang
bersangkutan. Industri biasanya beralasan, keterampilan warga sekitar tidak
memenuhi syarat kompetensi, sehingga industri tidak merekrut mereka.
Biasanya masyarakat sekitar tidak terima, bahkan kadang-kadang masyarakat
sekitar secara langsung mengadakan razia. Kadang-kadang razia juga
dilakukan ditempat penginapan, untuk selanjutnya mengusir pekerja. Hal

inilah yang menyebabkan Disnakertrans Kabupaten/Kota mensyaratkan surat


ijin dari Disnakertrans asal domisili industri itu.
b.

Proses Penempatan Lulusan SMK Di Industri yang Dilakukan SMK


Pada kenyataannya industri tidak menginginkan kerepotan, lazimnya
mereka langsung berkomunikasi dengan sekolah. Hal ini dilakukan dengan
alasan takut birokrasi yang berbelit-belit. Mereka menginginkan prosedur
yang sederhana, ke sekolah, rekrutmen melalui tes keterampilan, tes
psikologi, serta tes kesehatan, maka siswa lolos menjadi karyawan.
Selanjutnya, perusahaan menyiapkan kontrak kerja dengan siswa yang
diketahui oleh sekolah. Berikutnya siswa menjadi karyawan.

Gambar 18. Proses Penempatan Lulusan SMK Di Industri yang Dilakukan SMK
Industri/perusahaan

Disnakertrans

SMK

Kartu Kuning
Tamu Undangan
Seleksi Karyawan

Kontrak

Persiapan Penempatan

Penempatan

10

Industri enggan berkomunikasi dengan Disnakertrans Kabupaten/kota,


sebab mereka pasti akan dikenai prosedur Angkatan kerja Antar Propinsi
(AKAP) atau Angkatan Kerja Antar Daerah (AKAD), yang mana
mengharuskan perusahaan untuk lebih rumit dan terinci menyiapkan
administrasi. Nampaknya, sekolah berkeinginan seperti industri, sekolah
harus segera menyalurkan lulusannya, sehingga segera mendapatkan
pekerjaan. Jika sekolah terlalu rumit mengurusi administrasi, mengakibatkan
berlarut-larut dan siswa tidak segera mendapatkan pekerjaan, ini merupakan
beban mental tersendiri bagi sekolah.
Sesungguhnya, prosedur seperti yang dirancang oleh Disnakertrans
sangat baik, terutama berkaitan dengan perlindungan kerja bagi masyarakat di
Kabupaten/Kota yang memiliki sekolah. Banyak kasus yang menimpa tenaga
kerja yang berasal dari daerahnya, misalnya permasalahan pemutusan
hubungan kerja, atau kecelakaan kerja, banyak industri yang akhirnya lepas
tangan atau tidak bertanggungjawab, sehingga yang dirugikan adalah lulusan
SMK sendiri. Muara akhirnya lazimnya mereka, orang tua, sekolah bahkan
lulusan SMK sendiri yang memohon pertimbangan Disnakertrans. Sekolah
dalam kasus seperti ini, biasanya hanya mencoba untuk menjembatani antara
industri dan lulusan SMK, tetapi sering tidak memuaskan kedua belah
pihak.Oleh karena itu, langkah pemerintah dalam hal ini Disnakertrans sangat
dimaklumi.
Contoh kasus penyimpangan yang dilakukan oleh BKK sekolahj yaitu
SMK Bina Tunas Bakti Juwana kontak dengan Daihatsu dalam hal perekrutan
calon karyawan, ternyata sekolah itu merekrut SMK luar kota juga, kebetulan
adalah SMK di Salatiga.Hal ini barangkali karena tuntutan perusahaan yaitu
mengenai jumlah yang direkrut. Sebab, kalau nanti tidak memenuhi target
akan membuat tidak simpatik pihak Daihatsu.
Kenyataan di atas yaitu mengenai dilema antara mengikuti peraturan
pemerintah dan ketatnya kompetisi dalam meraih lapangan kerja perlu
diantisipasi oleh sekolah. Pemerintah dalam hal ini Disnakertrans
Kabupaten/Kota perlu lebih menyederhanakan prosedur, tanpa mengurangi
kerugian yang diderita oleh kedua belah pihak, yaitu industri dan pekerja.

11

Hal-hal yang sifatnya krusial, misalnya perijinan dari Disnakertrans domisili


industri wajib untuk dipenuhi. Hal ini untuk menjaga terjadinya kasus razia
yang dilakukan oleh penduduk setempat industri terhadap karyawan dari
lulusan SMK luar domisili industri. Hal ini untuk menjaga kenyamanan,
keamanan dan produktivitas pekerja. Hal-hal yang sifatnya tidak penting
misalnya

permasalahan

keikutsertaan

dalam

rekrutmen,

serta

disederhanakannya prosedur AKAP atau AKAD tanpa mengurangi hal-hal


prinsip, rasanya dapat dilakukan.
c.

Pembinaan yang Dilakukan Oleh Disnakertrans kepada BKK SMK


Pembinaan

yang

dilakukan

Disnaker

wujudnya

adalah

menginformasikan ke sekolah. Namun demikian industri kadang-kadang ada


yang langsung ke sekolah. Hal ini terjadi sebab Eks siswa mereka pernah
diterima di suatu industri, selanjutnya mereka langsung datang ke sekolah.
Mereka langsung bekerjasama, mereka datang ke SMK sendiri. Kalau salah
satu SMK yang di Juwana masih ikut tes ditempat kami. Di Pati terdapat 11
unit BKK, selama ini mereka sudah melibatkan rekan-rekan pengawas dari
Disnaker. Bentuk pembinaan yang lain adalah dalam hal bimbingan tes
psikologi bagi calon tenaga kerja, kabupaten Pati meminta bantuan propinsi
dalam penyelenggaraanya. Hal ini penting dilakukan yaitu untuk mengatasi
kesulitan pada saat tes bakat dan minat. Di samping itu, pengumuman atau
informasi lowongan pekerjaan lewat radio dan BKK masing-masing sekolah.
Hal ini dilakukan agar informasi segera cepat diterima oleh siswa.
Siswa SMK yang belum lulus uji kompetensi, biasanya mengulangi,
dan ini diwadahi oleh sekolah ke dalam LPKS (Lembaga Pelatihan
Keterampilan Sekolah) yang dikoordinatori oleh BKK sekolah itu. Misalnya
di SMK Muhamadyah Pati, memiliki LPKS Surya Komputer, lembaga
inilah yang melakukan uji kompetensi dan bekerjasama dengan Disnaker.
Pihak Disnaker nantinya yang akan memberikan sertifikat keterampilan bagi
siswa sekolah itu. Dalam hal ini LATAS (latihan dan produktivitas) dan IPK
Disnaker dilibatkan sebagai penguji. Mereka menggunakan peraturan yang
ada di Disnaker, misalnya standar kelulusan, serta standar penilaiannya

12

menggunakan tata tertib Disnaker, yang pada kenyataanya berbeda dengan uji
kompetensi yang dilakukan oleh SMK regular. Menurut Pak Kusno (Disnaker
Kabupaten Pati) , kalau kita bisa mengoperasikan komputer kita dapat
menguji siswa SMK untuk memperoleh sertifikat, meskipun kami belum
bersertifikat sebagai penguji.
B. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Materi pendidikan yang dipelajari di sekolah meliputi (1) komponen
pendidikan umum (normatif), dimaksudkan untuk membentuk siswa menjadi warga
negara yang baik, yang memiliki watak dan kepribadian sebagai warga negara
bangsa Indonesia; (2) komponen pendidikan dasar (Adaftif), untuk memberi bekal
penunjang bagi penguasaan keahlian dan bekal kemampuan pengembangan diri
untuk mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi; (3) komponen pendidikan dan
pelatihan kejuruan, berisi materi yang berkaitan dengan pembentukan kemampuan
keahlian sesuai program keahlian untuk bekal memasuki lapangan kerja, yang
mempunyai subkomponen teori kejuruan dan praktik dasar kejuruan. Teori kejuruan
untuk membekali pengetahuan tentang teori kejuruan bidang keahlian, sementara itu
praktik dasar kejuruan berupa latihan dasar untuk menguasai dasar-dasar teknik
bekerja secara baik dan benar sesuai dengan persyaratan keahlian.
Mata diklat komponen pendidikan normatif terdiri dari Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani Olah Raga dan
Kesehatan, serta Seni dan Budaya yang memiliki total jam pelajaran sebesar 896 jam
waktu. Mata diklat komponen adaftif terdiri dari Matematika, Bahasa Inggris, Ilmu
Pengetahuan Alam, Fisika, Kimia, Ilmu Pengetahuan Sosial, KKPI, dan
Kewirausahaan yang memiliki total jam pelajaran sebesar 2138 jam waktu. Mata
diklat komponen produktif yang terdiri dari Dasar Kompetensi kejuruan sebesar 140
jam waktu serta Kompetensi Kejuruan sebesar 1320 jam waktu. Komponen muatan
local sebanyak 192 jam waktu, serta kompoinen pengembangan diri sebesar 192 jam
waktu. Jumlah jam keseluruhan sebesar 4686 jam waktu.
Komponen pendidikan normatif, adaftif, serta komponen dasar kompetensi
kejuruan tidak dikembangkan sendiri oleh sekolah. Namun, kurikulum yang berisi
komponen-komponen di atas dikembangkan secara bersama dengan industri.

13

Kegiatan ini diwadahi dalam In House Training (IHT). Kegiatan ini dilakukan setiap
lima tahun sekali, yang idealnya dilakukan dalam setiap tahun. Namun, berhubung
ketersediaan waktu serta kepadatan industri serta sekolah, maka tidak dapat
dilakukan per tahun. Ganti dari kegiatan itu adalah guru berkunjung ke industri
dengan membawa instrument atau perangkat lunak silabus, untuk selanjutnya
meminta industri mengkritisinya. Hasil kritikan industri untuk kemudian digunakan
sebagai bahan untuk memperbaiki kurikulum dalam komponen di atas.
Dalam pelaksanaan pembelajaran mata diklat produktif di sekolah ditemukan
beberapa pendekatan yaitu (1) pembelajaran berbasis kompetensi; (2) pembelajaran
berbasis produksi, serta (3) pembelajaran berbasis di dunia kerja. Ketiga pendekatan
pembelajaran telah dilaksanakan, yang penerapannya dilakukan di sekolah dan
industri. Pembelajaran berbasis produksi dan dunia kerja sebagian besar
dilaksanakan di industri dalam situasi nyata. Pembelajaran berbasis kompetensi
dilakukan di sekolah dalam wujud simulasi dan industri dalam kondisi nyata. Siswa
yang tidak mempunyai kompetensi dalam keterampilan membubut, tidak mungkin
diberikan tanggungjawab mengoperasikan mesin bubut.
Pembelajaran yang menerapkan tiga pendekatan sekaligus tidak dirancang oleh
sekolah tanpa melibatkan industri. Sekolah tidak mungkin mampu merancang
kurikulum sendirian, sebab sekolah tidak berhadapan dengan kebutuhan nyata di
lapangan pekerjaan. Industri memiliki pengalaman, berhadapan dengan kebutuhan
masyarakat dalam produksi barang. Oleh karena itu, dibutuhkan kegiatan
penyelarasan kurikulum atau sinkronisasi kurikulum, yang mana kegiatan ini sudah
dilakukan oleh SMK di Jawa Tengah.
Penyelarasan kurikulum pada program produktif pada dasarnya tidak sekedar
permasalahan administratif, melainkan yang lebih esensial adalah permasalahan
komitmen guru, Ka prodi, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum dan Kepala
Sekolah. Di samping itu, penyelarasan kurikulum merupakan permasalahan industri
sebagai institusi pasangan sekolah. Dalam kenyataannya, penyelarasan kurikulum ini
dilakukan dalam waktu yang lama, rata-rata dalam waktu lima tahun; padahal
perubahan keterampilan dan kebutuhan masyarakat atas suatu produk berubah dalam
satu tahun. Dengan demikian, kurikulum sekolah selalu saja ketinggalan
dibandingkan dengan industri, yang tentu saja ketinggalan juga dalam sarana

14

praktiknya. Hal ini berkaitan dengan pola lama penyelenggaran pendidikan kejuruan
yang menerapkan prinsip supply driven dan school-based program. Prinsip lama
tersebut beranggapan bahwa menghasilkan lulusan sebanyak-banyaknya adalah suatu
prestasi bagi sekolah, tanpa perlu merujuk kesesuaiannya dengan kebutuhan industri.
Saat ini, sekolah sebagian sudah menerapkan paradigma baru pengembangan
pendidikan kejuruan, terjadi perubahan mendasar terutama dalam orientasi
pendidikan, yaitu yang semula supply driven menjadi demand driven, serta semula
menerapkan kurikulum berbasis sekolah menjadi berbasis kompetensi. Orientasi ini
menyebabkan kegiatan penyelarasan kurikulum menjadi langkah yang penting dan
telah dilakukan oleh sekolah, namun demikian kegiatan ini tidak saja dalam rangka
menuju ke prinsip demand driven tetapi juga menjadi dasar dalam pelaksanaan
pembelajaran yang berbasis kompetensi, produksi, serta dunia kerja.
Langkah-langkah penyelarasan kurikulum sudah dilakukan secara sistematik,
yang telah mempertimbangkan keberadaan guru program produktif, KTSP, Standar
Kompetensi Lulusan (SKL), serta kondisi industri dan kebutuhannya. Di samping itu,
telah mempertimbangkan juga asosiasi profesi, Kepala Sekolah, serta Komite
Sekolah. Tahapan itu dimulai dari kelompok guru produktif dan Ketua Program
Diklatnya, yang mana mereka menjadi inisiator penyelarasan kurikulum program
produktif. Hal ini dikarenakan merekalah yang setiap kali bersingungan dengan
kurikulum. Pada kegiatan penyelarasan, guru dan ka prodi, mempertimbangkan
keberadaan KTSP, SKL, serta kondisi kebutuhan institusi pasangan. Peran Kepala
Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum yaitu dalam hal
mengkoordinasi dan menjembatani pengembangan kurikulum di tingkat program
keahlian. Peran Kepala Sekolah tidak saja dalam melegalisasi hasil penyelarasan
kurikulum, tetapi fungsi yang sesungguhnya adalah motor dan manajer secara
keseluruhan di sekolah yang mencakup beberapa program diklat.
Tahapan pelaksanaan praktik industri (prakerin) terdiri dari lima kegiatan yaitu
perencanaan, persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan monitoring, serta penarikan siswa
dan pemberian sertifikat oleh industri. Di bawah ini diuraikan masing-masing
tahapan kegiatan prakerin.
Pada tahapan perencanaan sekolah melaksanakan kegiatan (1) mengumpulkan
data-data industri yang dapat digunakan sebagai tempat prakerin; (2) sekolah

15

menyiapkan lembar ketersediaan industri untuk bekerjasama; (3) kesiapan industri


menerima siswa prakerin ditandai dengan surat kesediaan; (4) sekolah menyiapkan
surat undangan untuk industri sebagai salah satu tutor dalam pembekalan prakerin.
Pada tahapan persiapan sekolah mengadakan pembekalan prakerin, adapun
tujuannya adalah untuk memberikan pengetahuan mengenai kondisi di industri. Pada
tahap pembekalan ini perwakilan dari industri menyampaikan materi tentang
manajemen kerja serta keselamatan kerja di industri. Pada tahap ini juga wali kelas
sebagai wakil sekolah menyampaikan materi tentang etika dan tata tertib mengikuti
prakerin serta menyampaikan menegenai cara pengisian jurnal dan cara menyusun
laporan prakerin. Pada tahapan ini sekolah telah menyiapkan surat tugas dan
perjalanan dinas dalam proses monitoring guru ke industri. Sekolah juga menyiapkan
format sertifikat setelah siswa menyelesaikan prakerin, hal ini dilakukan jika industri
belum menyediakannya. Pada faktanya, banyak industri yang telah memiliki sendiri
format sertifikat. Di samping itu, sekolah telah menyiapkan juga rancangan uji
kompetensi yang melibatkan industri yang sudah ditunjuk oleh BNSP atau BKSP.
Setelah tahap perencanaan dan persiapan dilaksanakan maka siswa peserta
prakerin diberangkatkan ke industri. Pemberangkatan prakerin ini didampingi oleh
pembimbing dari sekolah. Berdasarkan hasil penelitian, kegiatan ini dilaksanakan
pada awal semester satu kelas tiga selama waktu kerja tiga bulan penuh di industri.
Model yang digunakan dengan demikian disebut sebagai sistem blok modifikasi.
Prakerin yang dilaksanakan oleh SMK di Jawa Tengah rata-rata menggunakan
sistem blok. Hanya saja sistem yang digunakan tidak sepenuhnya model blok atau
dapat dikatakan sebagai sistem blok modifikasi. Pada sistem blok murni, pelaksanaan
prakerin selama delapan bulan, namun pada praktiknya banyak yang melaksanakan
selama tiga bulan saja. Pelaksanaan prakerin selama tiga bulan ini adalah persyaratan
minimal, jika dilaksnakan lebih dari tiga bulan malahan dianjurkan oleh kurikulum.
Beberapa sekolah melaksanakan prakerin sampai dengan enam bulan bahkan ada
yang sampai dengan satu tahun. Pada sekolah empat tahun misalnya SMK Negeri 3
Klaten, prakerin dilaksanakan selama satu tahun, bahkan sampai dilaksanakan uji
kompetensi yang dilakukan sekolah dan industri tempat prakerin. Pada prakerin yang
dilaksanakan selama tiga bulan, industri lazimnya belum mampu melaksanakan uji
kompetensi. Industri hanya mampu memberikan sertifikat sebagai tanda terselesainya

16

kegiatan prakerin, meskipun demikian di dalamnya telah dilengkapi nilai-nilai


keterampilan siswa.
Setelah tahap pelaksanaan, pada pertengahan kegiatan prakerin, sekolah
mengadakan monitoring. Guru pembimbing tidak berhak memberikan nilai prakerin.
Pemberian nilai mutlak diberikan oleh industri. Guru pembimbing hanya
melaksanakan monitoring, kegiatannya adalah menanyakan mengenai kesulitan dan
kendala yang dihadapi siswa di industri. Di samping itu, guru pembimbing meminta
informasi kepada industri tentang etika dan moral siswa mereka di industri, jika
terdapat permasalahan maka pada saat itu juga dicarikan solusinya. Pada tahap itu
juga guru pembimbing memeriksa jurnal masing-masing siswa dari sekolahnya,
selanjutnya memberikan saran-saran jika terdapat perbedaan antara prakerin dan tata
tertib yang telah diatur oleh sekolah.
Pada tahap terakhir adalah pemberian nilai atau sertifikat tanda siswa telah
melaksanakan prakerin. Sertifikat ini diberikan oleh industri. Format sertifikat dapat
berasal dari sekolah atau industri tempat prakerin telah memiliki sendiri format
sertifikat. Format yang berasal dari industri yang justru dianjurkan, sebab lebih
mempunyai kredibilitas, terutama pada saat digunakan untuk melamar pekerjaan
setelah siswa lulus. Pada industri yang telah ditunjuk oleh BNSP sebagai tempat uji
kompetensi, biasanya kegiatan prakerin dilanjutkan uji kompetensi. Sertifikat yang
dikeluarkan berbeda, artinya setiap siswa bias memperoleh dua sertifikat sekaligus
yaitu sertifikat prakerin dan sertifikat kompetensi. Pada industri yang tidak ditunjuk
oleh BNSP sebagai tempat uji kompetensi, maka siswa hanya memperoleh sertifikat
telah melaksanakan prakerin.
Lulusan SMK Mikael Surakarta, kurang lebih 50% terserap di dunia kerja
sesuai dengan program keahliannya dan sisanya melanjutkan ke perguruan tinggi dan
masa tunggu untuk mendapatkan pekerjaan pertama maksimal 1-3 bulan. Di samping
itu permintaan tenaga kerja oleh industri belum dapat terpenuhi atau terdapat surplus
permintaan tenaga kerja. Artinya, outcome di SMK St. Mikail Surakarta merupakan
kriteria keberhasilan sekolah kejuruan (out-of-school success). Banyaknya lulusan di
SMK St. Mikail Surakarta yang terserap oleh dunia kerja, surplus permintaan tenaga
kerja, dan masa tunggu yang relatif pendek untuk mendapatkan pekerjaan pertama

17

merupakan good practice, sehingga wajar jika termasuk dalam kategori SMK
bertaraf internasional.
Sementara itu, lulusan SMK 2 Salatiga yang terserap ke lapangan kerja sesuai
dengan program keahliannya adalah 34%, sedangkan lulusan SMK 2 Cilacap adalah
30%, sisanya melanjutkan ke Perguruan Tinggi, serta sebagian tidak diketahui,
karena sampai saat ini informasi dengan mereka belum kembali tersambung. Masa
tunggu mendapatkan pekerjaan pertama untuk kedua SMK rata-rata adalah 1-6
bulan. Jika dibandingkan dengan SMK Mikail Surakarta, nampak kemampuan kedua
SMK masih jauh, oleh karena itu ke depan sekolah harus berusaha secara keras agar
kemampuan mereka makin meningkat, sehingga keterserapan lulusan menjadi makin
tinggi.
Bursa Kerja Khusus (BKK) SMK di Jawa Tengah berdasarkan penelitian telah
melaksanakan fungsinya yaitu memberikan informasi pasar kerja kepada siswa,
mendaftar siswa pencari kerja, memberikan penyuluhan dan bimbingan jabatan
kepada siswa serta menyalurkan dan menempatkan siswa di industri. Permasalahan
yang dihadapi BKK sekolah dan Dinas Tenaga Kerja Kota atau Kabupaten adalah
tidak tertibnya sekolah dalam memberikan laporan. Laporan dalam 1 tahun harus
disampaikan oleh sekolah sebanyak empat kali, atau laporan secara triwulanan. Pada
praktiknya sekolah hanya memberikan laporan satu kali dalam satu tahun. Di
samping itu terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh sekolah berkaitan dengan
Pasal 5 tentang Petunjuk Teknis BKK bahwa BKK disuatu sekolah dilarang
menyalurkan pencari kerja yang bukan berasal dari satuan pendidikan dan lembaga
pelatihan kerjanya. Pada praktiknya banyak SMK dalam proses seleksi calon
karyawan di suatu industri misalnya di PT. Daihatsu Motor, mengundang SMK
bahkan dari luar kabupaten atau kota. Proses rekrutmen seperti dijelaskan di atas
sampai sekarang tetap dilaksanakan oleh sekolah, namun demikian disisi yang lain
Disnaker kabupaten dan kota tetap membiarkan pelanggaran itu. Dengan demikian
pelanggaran ini dianggap legal.
Struktur organisasi BKK SMK di Jawa Tengah rata-rata tidak lengkap.
Biasanya BKK tidak dilengkapi dengan tata usaha. TU BKK biasanya melekat pada
tata usaha sekolah. Kondisi ini merupakan pelanggaran terhadap Pasal 2 ayat 5
tentang Petunjuk Teknis BKK, bahwa struktur organisasi BKK terdiri dari pimpinan,

18

urusan pendaftaran dan lowongan, urusan informasi pasar kerja dan kunjungan
perusahaan, urusan penyuluhan bimbingan jabatan, serta urusan analisis jabatan serta
tata usaha BKK. Beberapa sekolah bahkan tidak memiliki struktur organisasi, BKK
hanya dikelola oleh satu guru saja.

19

BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. SIMPULAN
1. Materi pendidikan yang dipelajari di sekolah meliputi (1) komponen pendidikan
umum (normatif), dimaksudkan untuk membentuk siswa menjadi warga negara
yang baik, yang memiliki watak dan kepribadian sebagai warga negara bangsa
Indonesia; (2) komponen pendidikan dasar (Adaftif), untuk memberi bekal
penunjang bagi penguasaan keahlian dan bekal kemampuan pengembangan diri
untuk mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi; (3) komponen pendidikan
dan pelatihan kejuruan, berisi materi yang berkaitan dengan pembentukan
kemampuan keahlian sesuai program keahlian untuk bekal memasuki lapangan
kerja, yang mempunyai subkomponen teori kejuruan dan praktik dasar kejuruan.
Teori kejuruan untuk membekali pengetahuan tentang teori kejuruan bidang
keahlian, sementara itu praktik dasar kejuruan berupa latihan dasar untuk
menguasai dasar-dasar teknik bekerja secara baik dan benar sesuai dengan
persyaratan keahlian. Pola penyelenggaraan mata pelajaran normatif dan adaftif
dilaksanakan menggunakan berbagai metode antara lain tugas kelompok dan
mandiri; digunakan media pembelajaran berupa CD, buku teks, dan buku ajar; di
samping itu, menerapkan evaluasi pembelajaran yang berupa tes essay, atau
pilihan berganda;
2. Langkah-langkah penyelarasan kurikulum sudah dilakukan secara sistematik,
yang telah mempertimbangkan keberadaan guru program produktif, KTSP,
Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta kondisi industri dan kebutuhannya. Di
samping itu, telah mempertimbangkan juga asosiasi profesi, Kepala Sekolah,
serta Komite Sekolah. Tahapan itu dimulai dari kelompok guru produktif dan
Ketua Program Diklatnya, yang mana mereka menjadi inisiator penyelarasan
kurikulum program produktif. Hal ini dikarenakan merekalah yang setiap kali
bersingungan dengan kurikulum. Pada kegiatan penyelarasan, guru dan ka prodi,
mempertimbangkan keberadaan KTSP, SKL, serta kondisi kebutuhan institusi
pasangan. Peran Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum

20

yaitu dalam hal mengkoordinasi dan menjembatani pengembangan kurikulum di


tingkat program keahlian. Peran Kepala Sekolah tidak saja dalam melegalisasi
hasil penyelarasan kurikulum, tetapi fungsi yang sesungguhnya adalah motor
dan manajer secara keseluruhan di sekolah yang mencakup beberapa program
diklat;
3. Prakerin yang dilaksanakan oleh SMK di Jawa Tengah rata-rata menggunakan
sistem blok. Hanya saja sistem yang digunakan tidak sepenuhnya model blok
atau dapat dikatakan sebagai sistem blok modifikasi. Pada sistem blok murni,
pelaksanaan prakerin selama delapan bulan, namun pada praktiknya banyak
yang melaksanakan selama tiga bulan saja. Pelaksanaan prakerin selama tiga
bulan ini adalah persyaratan minimal, jika dilaksnakan lebih dari tiga bulan
malahan dianjurkan oleh kurikulum. Beberapa sekolah melaksanakan prakerin
sampai dengan enam bulan bahkan ada yang sampai dengan satu tahun. Pada
sekolah empat tahun misalnya SMK Negeri 3 Klaten, prakerin dilaksanakan
selama satu tahun, bahkan sampai dilaksanakan uji kompetensi yang dilakukan
sekolah dan industri tempat prakerin. Pada prakerin yang dilaksanakan selama
tiga bulan, industri lazimnya belum mampu melaksanakan uji kompetensi.
Industri hanya mampu memberikan sertifikat sebagai tanda terselesainya
kegiatan prakerin, meskipun demikian di dalamnya telah dilengkapi nilai-nilai
keterampilan siswa;
4. Jumlah lulusan SMK Negeri dan swasta di Jawa Tengah antara 95% sampai
dengan 100%, dari rentang kelulusan tersebut yang terserap ke lapangan kerja
yang cocok dengan program keahliannya adalah 30% sampai dengan 50%,;
masa tunggu mendapatkan pekerjaan pertama rata-rata adalah 1-6 bulan; sisanya
melanjutkan ke Perguruan Tinggi, serta sebagian tidak diketahui kegiatannya;
5. Lulusan SMK PELMO yang dibutuhkan oleh industri adalah operator mesin
perkakas manual, operator mesin CNC, las listrik, las argon, pengecoran logam
serta telematika atau ICT, di samping itu di butuhkan soft skill berupa
ketekunan, komitmen, disiplin, serta kemampuan bekerjasama (team work);
6. Sertifikat keahlian siswa SMK Negeri dan swasta di Jawa Tengah diperoleh
melalui tiga cara, yaitu Prakerin/PSG, Proyek Tugas Akhir (PTA), serta uji
kompetensi yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Badan

21

Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sertifikat yang diperoleh dari pelaksanaan


Prakerin/PSG dan sertifikat yang diperoleh dari PTA digunakan sebagai
pelengkap Ujian Nasional. Artinya kedua sertifikat masuk dalam hasil UN.
Sementara itu sertifikat yang diperoleh dari LSP merupakan bekal tambahan
siswa dalam rangka melamar pekerjaan.
B. REKOMENDASI
1.

Penyelarasan kurikulum dalam komponen normatif, adaftif, dan dasar kejuruan


sebaiknya dilaksanakan dalam waktu dua tahun sekali agar terjadi
pembaharuan materi pembelajaran sehingga tidak ketinggalan dibandingkan
kondisi di industri. Wadah kegiatan ini sebaiknya adalah IHT, industri
diundang ke sekolah untuk bersama-sama menyusun kurikulum;

2.

Penyelarasan kurikulum dalam komponen produktif, sebaiknya dilaksanakan


dalam setiap tahun, sebab perkembangan keterampilan di industri sangat cepat,
metode yang digunakan adalah guru produktif berkunjung ke industri dengan
membawa draft kurikulum yang selama ini telah dilaksanakan, industri diminta
memberikan masukan, yang kemudian digunakan sebagai rujukan untuk
perubahan kurikulum;

3.

Tugas Akhir (TA) yang disusun oleh siswa sebaiknya berasal dari industri
tempat prakerin, siswa diminta untuk mengamati salah satu permasalahan di
industri untuk diselesaikan dalam TA, selanjutnya penguji TA salah satunya
berasal dari industri tempat siswa prakerin; tidak seperti yang selama ini
dilakukan yaitu TA tidak berhubungan dengan prakerin;

4.

Komunikasi antara BKK dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi


sebaiknya ditingkatkan kembali, dengan cara BKK secara tertib memberikan
laporan yaitu tiga bulan sekali, di sisi yang lain Disnakertrans secara rutin
melakukan monitoring ke sekolah untuk mengumpulkan informasi tentang
dinamika BKK.

5.

Rekomendasi untuk Sekolah


a. Penyelenggaraan pembelajaran teori kejuruan dan praktik kejuruan dasar
dapat dilaksanakan di awal semester, tidak perlu mengikuti kelaziman, hal
ini berkaitan dengan jadwal pemanfaatan bengkel, yaitu agar optimal, sebab

22

kadang-kadang sebagaian alat dan mesin ada yang rusak di permulaan


semester;
b. Model Prakerin untuk SMK Negeri dapat digunakan block release
modifikasi, yaitu diadakan mulai klas satu pada akhir semester genap,
selama satu bulan dalam tiga tahun, khususnya untuk keterampilan yang
tidak menuntut sekuens materi yang sistematik, jumlah waktu magang tetap
selama tiga bulan;
c. Meningkatkan kemitraan dengan berbagai pihak, terutama dengan industri
dan asosiasi yang kompeten;
d. Memberdayakan semua komponen sekolah kearah pencapaian visi dan misi
sekolah
6.

Rekomendasi untuk Pemerintah


a. Memberikan fasilitasi aksesibilitas kemitraan antara sekolah dan industri,
terutama dalam proses magang dan penempatan lulusan;
b. Memberikan fasilitasi guru untuk melakukan in service training dalam
bidang keterampilan produktif.

7.

Komunikasi antara BKK dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi


sebaiknya ditingkatkan kembali, dengan cara BKK secara tertib memberikan
laporan yaitu tiga bulan sekali, di sisi yang lain Disnakertrans secara rutin
melakukan monitoring ke sekolah untuk mengumpulkan informasi tentang
dinamika BKK.

23

DAFTAR PUSTAKA
Bailey, Kenneth B, 1989, Methods of Social Research, The Free Press, Collier
Macmillan, London
Balitbang Provinsi Jawa Timur, 2004, Peluang dan Tantangan Mengatasi Pencaker di
Jatim Jurnal Cakrawala, Edisi I, Bulan ke-6.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, PP No 31 2006 tentang Sistem Pelatihan
Kerja nasional.
Depdiknas, 2001, Reposisi Pendidikan Kejuruan Menjelang 2020, Jakarta, Ditjen,
Dikdasmen, Dit Dikmenjur.
Dunn, William, 2004, Public Policy Analyisis : An Introduction, Prentice Hall, Simin &
Shuster Company Engelwood Clifts, New York.
Finch, Curtis R. and Crunkilton, John R., 1984, Curriculum Development in Vocational
and Technical Education: Planning, Content, and Implementation. Boston:
Allyn and Bacon, Inc.
Gatot PH 2000 Pendidikan Kejuruan Makalah pada Konvensi Pendidikan Nasional di
UNJ.
Gusrizal 2002, Pelaksanaan Uji Kompetensi SMK dan Implikasinya pada Instrumen
Mata Uji dalam Buletin Pembelajaran No. 02 Tahun 25 Juni 2002.
Nolker, H., 1983, Pendidikan Teknologi Kejuruan : Pengajaran, kurikulum, dan
perencanaan, Jakarta, PT. Gramedia.
PP No. 23 Th. 2004 tentang Badan Nasional Sertifikat Profesi, Lembaran Negara R.I.
Tahun 2004 No 78, Tambahan Lembaran Negara R.I. No. 4408.
Purwadi, A. 1998, Beberapa Gagasan tentang Reformasi Pendidikan Menengah
Kejuruan Kajian Pendidikan dan Kebudayaan No. 014/V/September 1998
Jakarta, Balitbang, Depdikdbud.
Samsudi, 2004, Pengembangan Model Sinkronisasi Kurikulum Berbasis Kompetensi
Produktif SMK Bidang Rekayasa, Laporan Penelitian Hibah Bersaing
XII, Lembaga Penelitian UNNES, Semarang.
Sidi, I., 2002 Menuju Masyarakat Pembelajar, Menggagas Paradigma Baru
Pendidikan, Jakarta, Paramadina bekerjasama dengan Logos Wacana Ilmu.
Syaodih, N., 1997, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Bandung, PT. Remaja
Rosda Karya.

24

Sudana, I Made, 1998, Pola Sinkronisasi Kurikulum SMK di Jawa Tengah, Laporan
Penelitian BBI, Jakarta, DP2M.
Sukamto, 1988, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi
Kejuruan, Jakarta, Proyek P2LPTK.
Suryadi, A., 1999, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan, Jakarta, Balai
Pustaka.
Walter W. McMahon dan Terry G. Geske, Financing Education: Overcoming
Inefficiency and Inequity, USA, University of Illionis, 1982, h.121.
Yin Cheong Cheng, 1996, School Effectiveness and School-Based Management: A
Mechanism for Development, Washington D.C, The Palmer Press.

25

Anda mungkin juga menyukai