Anda di halaman 1dari 6

20/10/2014

Ratna Ayu Wideradin dan Monyeh, NTB - Indonesia

Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Kepulauan Riau Sumatra Selatan Bengkulu Jambi Lampung Bangka Belitung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa
Tengah Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Gorontalo NTB NTT Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat
Cari

Beranda | Cerita Terbaru | Berita | Artikel | Kedai Pustaka | Donasi | Peta Situs

Bahasa Indonesia
English version

Senin, 20 Oktober 2014

Pengunjung online : 212


Hari ini
Kemarin
Minggu kemarin
Bulan kemarin

11.102
10.890
91.764
608.484

Anda Pengunjung ke 13.980.340


Sejak 20 Januari 2009
(23 Muharam 1430)
Member Baru ?
Registrasi | Login

Beranda

Cerita Rakyat Nusantara Ratna Ayu Wideradin dan Monyeh

Ratna Ayu Wideradin dan Monyeh


NTB - Indonesia

Aceh
Sumatra Utara
Sumatra Barat
Riau
Kepulauan Riau
Sumatra Selatan
Bengkulu
Jambi
Lampung
Bangka Belitung
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur

Rating :

3.1 (9 pemilih)

Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/289-Ratna-Ayu-Wideradin-dan-Monyeh

1/6

20/10/2014

Ratna Ayu Wideradin dan Monyeh, NTB - Indonesia

Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Barat
Gorontalo
NTB

Ratna Ayu Wiraderin adalah putri bungsu Raja Indrapandita yang berkuasa di Lombok, Nusa

NTT

Tenggara Barat. Raden Ratna Ayu Wiraderin difitnah oleh kedelapan kakaknya karena iri akan

Maluku
Maluku Utara
Papua

kecantikan si bungsu itu. Apalagi Ratna Ayu Wiraderin memiliki seekor monyet yang cerdik dan bisa
bicara. Oleh karena itu, mereka ingin mengucilkan dan merampas monyet itu dari Ratna Ayu Wiraderin.
Bagaimana nasib Ratna Ayu Wiraderin selanjutnya? Berikut kisahnya dalam cerita Ratna Ayu
Wideradin dan Monyeh.

Papua Barat

***
Alkisah, di Lombok, Nusa Tenggara Barat, berdiri sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raja
Indrapandita. Raja itu memiliki sembilan putri yang cantik-cantik. Putri sulungnya bernama Denda
Wingi, sedangkan si bungsu bernama Ratna Ayu Wideradin. Dari kesembilan putri raja tersebut, si
bungsulah yang paling cantik dan mempesona. Maka, tidak mengherankan jika si bungsu menjadi idola
bagi pemuda dari berbagai negeri.
Rupanya, kecantikan Ratna Ayu Wideradin membuat iri kedelapan kakaknya, terutama si sulung, Denda
Wingit. Oleh karena itu, ia mengajak adik-adiknya yang lain untuk menyingkirkan si bungsu.
Si Bungsu harus kita singkirkan dari istana ini, kata Denda Wingit, Keberadaannya telah menganggu
ketenteraman kita semua. Setiap pangeran yang datang, Putri Bungsu yang selalu menjadi pilihan
mereka.
Setuju, Kakak, sahut putri yang ketiga, Tapi, bagaimana cara kita mengusir si Bungsu dari istana
ini?

Senarai Isi 366 Cerita Rakyat


Nusantara
Sinopsis 366 Cerita Rakyat
Nusantara

Tenang, adikku. Kita bilang saja kepada Ayahanda bahwa ia telah berbuat tidak senonoh dengan
pemuda kampung, usul Denda Wingit.
Apakah Ayahanda mau mempercayai kita? tanya putri yang lainnya.
Tidak usah khawatir, ujar Denda Wingit, Kita akan membayar seorang pemuda kampung untuk
mengaku di hadapan Ayahanda bahwa ia telah melakukan hal-hal yang tidak baik dengan si Bungsu.
Akhirnya, kedelapan putri raja tersebut bersepakat untuk menghasut Ayahanda mereka. Keesokan
harinya, seorang pemuda kampung yang sebenarnya telah dibayar oleh para putri itu datang

www.melayuonline.com
www.wisatamelayu.com
www.rajaalihaji.com
www.tengkuamirhamzah.com
www.adicita.com
www.maharatu.com
www.jogjatrip.com
www.kerajaannusantara.com
www.infokorupsi.com
www.indonesiawonder.com

menghadap raja. Pemuda itu mengaku bahwa ia telah berbuat yang tidak senonoh dengan Putri Ratna
Ayu. Sang Raja langsung murka, dan memerintahkan agar si Bungsu segera dipanggil untuk
menghadapnya. Sementara putri-putri lainnya yang juga ada di ruangan itu tampak saling memandang
dan tersenyum senang.
Cepat panggilkan Putri Bungsu ke mari! titah sang Raja.
Baik, Ayah, kata putri ketujuh.
Tidak berapa lama kemudian, putri ketujuh itu kembali bersama si Bungsu.
Dasar anak tidak tahu diri! bentak sang Raja kepada putri bungsunya itu, Kamu telah membuat malu
kerajaan ini. Sebagai hukuman atas perbuatanmu, mulai saat ini kamu tinggal di gubuk yang ada di
belakang lingkungan istana ini!
Betapa terkejutnya si Bungsu mendengar titah itu. Ia benar-benar heran pada sang ayah yang tiba-tiba
mengusirnya dari istana. Merasa tidak bersalah, ia pun berusaha melakukan pembelaan di hadapan
ayahandanya.
Apa salah Ananda? Kenapa Ayah tiba-tiba murka? tanya si Bungsu.
Ah, tidak usah banyak omong! Cepat keluar dari istana ini dan tinggallah di gubuk itu! tukas sang
Raja.
Sungguh malang nasib Putri Ratna Ayu. Putri Bungsu ini pun harus tinggal di gubuk bambu di halaman
belakang istana. Di gubuk itu, ia hanya ditemani oleh seorang inang (pengasuh) yang bernama Rangda
Sayoman. Meskipun berada dekat istana, namun tak seorang pun keluarganya yang peduli kepadanya.
Pakaian yang dimiliki hanya yang melekat di badannya. Makan pun seadanya. Oleh karena itulah, sang
inang menjulukinya dengan nama Winangsia, yaitu putri yang tersia-sia.

http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/289-Ratna-Ayu-Wideradin-dan-Monyeh

2/6

20/10/2014

Ratna Ayu Wideradin dan Monyeh, NTB - Indonesia


Winangsia mengisi hari-harinya dengan melukis dan menulis syair yang indah. Bakat itu sudah ia miliki
sejak masih kecil. Suatu hari, Winangsia melukis wajahnya pada sehelai kertas. Kemudian di bawah
lukisan itu, ia menuliskan syair tentang nasibnya yang merana. Syair itu sangat indah dan menyentuh
hati siapa saja yang membacanya. Namun, ketika hendak menggulung kertas itu, tiba-tiba angin
kencang datang menerbangkannya.
Kertas itu terus melayang tinggi ke angkasa menuju Pulau Jawa dan akhirnya tersangkut di pohon yang
ada di dekat kolam pemandian seorang pangeran yang bernama Raden Witarasari. Ia adalah putra
sulung Raja Indrasekar, seorang penguasa di sebuah kerajaan di Jawa. Raja Indrasekar ternyata
bersaudara dengan Raja Indrapandita, ayahanda Putri Ratna Ayu. Raden Witarasari mempunyai
seorang adik laki-laki yang sakti bernama Raden Kitabmuncar.
Keesokan paginya, Raden Witarasari hendak mandi di kolam pemandiannya. Tiba-tiba pandangannya
tertuju pada kertas yang tersangkut di atas pohon. Kertas apa itu? Siapa yang meletakkannya di situ?
gumamnya.
Setelah mengamati kertas itu lebih dekat, Raden Witarasari melihat sebuah lukisan wanita cantik di
dalamnya. Karena penasaran, cepat-cepat ia memanjat pohon lalu mengambil kertas itu. Setelah turun,
ia terus memandangi lukisan itu tanpa berkedip sedikit pun.
Cantik sekali gadis ini, kata Raden Witarasari takjub, Tapi, siapakah dia?
Raden Witarasari kemudian membaca syair-syair yang tertulis di atas kertas itu. Maka tahulah ia bahwa
gadis itu adalah sepupunya. Begitu ia menyelami isi syair itu dari bait ke bait, tiba-tiba hatinya terenyuh
dan sedih. Saking sedihnya, Raden Witarasari jatuh pingsan. Untung Raden Kitabmuncar datang
menolongnya.
Setelah siuman, Raden Witarasari menunjukkan lukisan itu kepada adiknya.
Adikku, bacalah syair-syair di kertas ini, kata Raden Witarasari.
Raden Kitabmuncar pun tak kuasa menahan air matanya saat membaca syair-syair itu.
Kanda, kita harus segera menolongnya, ujar Raden Kitabmuncar.
Benar. Tapi sebaiknya hal ini kita beritahukan Ayahanda terlebih dahulu, kata Raden Witarasari.
Kedua pengeran itu pun segera menghadap sang Ayahanda. Raden Witarasari kemudian menceritakan
isi syair itu sekaligus memohon izin pergi ke Lombok untuk menolong Winangsia.
Baiklah. Segeralah kalian menolong saudara sepupumu yang malang itu, kata sang Raja.
Raden Witarasari kemudian meminta bantuan adiknya yang sakti itu agar dibuatkan sebuah kapal
dagang yang megah dengan barang dagangan yang indah. Dalam sekejap, tugas itu pun berhasil
diselesaikan. Keesokan harinya, kedua pangeran itu bertolak menuju Lombok. Raden Witarasari
menyamar sebagai pedagang dengan nama Jamal Malik. Sementara Raden Kitabmuncar berpura-pura
sebagai pembantunya.
Setiba di pelabuhan Lombok, Raden Kitabmuncar segera meminta bantuan syahbandar (kepala
pelabuhan) untuk melapor kepada raja bahwa ada kapal yang membawa barang dagangan yang bagusbagus dengan harga murah. Syahbandar itu pun segera menuju ke istana raja. Tak lama kemudian,
syahbandar itu kembali bersama rombongan Raja Indrapandita yang datang bersama kedelapan
putrinya. Jamal Malik pun menyambut mereka dengan penuh hormat.
Silahkan, Baginda! Barangkali ada barang hamba yang cocok dengan Baginda atau putri-putri
Baginda, sambut Jamal Malik.
Raja Indrapandita pun membelikan pakaian yang indah-indah untuk kedelapan putrinya. Setelah
rombongan Raja kembali ke istana, ratusan penduduk berdesak-desak naik ke kapal untuk berbelanja
barang murah. Salah seorang di antaranya adalah inang Randa Sayoman.
Raden Kitabmuncar yang sakti itu tahu bahwa Rangda Sayoman adalah inangnya Winangsia. Maka,
cepat-cepatlah ia memberitahu kakaknya. Raden Witarasari meminta agar dirinya diubah menjadi
monyeh (monyet). Setelah itu, Raden Kitabmuncar segera menawarkan monyeh itu kepada inang
Randa Sayoman. Monyet itu ajaib, bisa berbicara laksana manusia. Randa Sayoman pun tertarik
membelinya untuk diberikan kepada Winangsia.
Berapa harga monyet ini, tuan? tanta Randa Sayoman.
Berapa pun uang yang Anda miliki, monyet ini boleh dibawa pulang, ujar Raden Kitabmuncar.

http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/289-Ratna-Ayu-Wideradin-dan-Monyeh

3/6

20/10/2014

Ratna Ayu Wideradin dan Monyeh, NTB - Indonesia


Inang Rangda pun menyerahkan uangnya, lalu membawa pulang monyet itu untuk diberikan kepada
Winangsia. Alangkah senangnya hati Winangsia karena memiliki monyet yang pandai bicara. Monyet itu
juga cerdik, bisa melakukan apa saja yang diperintahkan kepadanya. Saking sayangnya kepada monyet
itu, Winangsia selalu membawanya ke mana pun pergi.
Rupanya, kedelapan saudaranya kembali iri kepada Winangsia. Maka, timbullah niat mereka ingin
merebut monyet itu. Mereka kemudian menyusun siasat dengan meminta ayahandanya agar menyuruh
seluruh putrinya menari bersama-sama di pendapa. Tapi, syaratnya harus berpakaian bagus dan indah.
Tentu saja Putri Winangsia tidak dapat memenuhi syarat itu karena tidak memiliki pakaian yang indah
seperti kakak-kakaknya.
Hai, Putri Bungsu. Jika kamu tidak ikut menari dengan pakaian yang indah, maka kamu akan celaka
dan monyet itu akan menjadi milik kami, ancam putri sulung.
Putri bungsu yang malang itu pun hanya bisa pasrah. Malam harinya, monyet penjelmaan Raden
Witarasari itu diam-diam pergi ke kapalnya. Ia mengambil pakaian tari dan segala perlengkapannya
untuk Winangsia. Sebelum pergi, ia menanggalkan pakaian monyetnya di dekat gubuk Winangsia.
Malam itu, Putri Winangsia belum tidur karena sulit memejamkan matanya. Ketika berjalan keluar
gubuknya, ia menemukan pakaian monyet milik Raden Witarasari. Pakaian itu langsung dibakarnya
karena dikiranya sampah. Tak lama kemudian, Raden Witarasari pun kembali namun ia tidak
menemukan pakaian monyetnya. Akhirnya, penyamarannya pun ketahuan oleh Winangsia. Terpaksa
dengan jujur ia menceritakan perihal dirinya dan memberikan pakaian tari itu kepada Winangsia. Putri
bungsu itu pun amat senang karena ternyata monyet itu adalah sepupunya yang ingin menolongnya.
Keesokan harinya, acara menari bersama di pendapa pun dimulai. Kedelapan kakaknya terlihat sudah
menunggu dengan mengenakan pakain tari yang indah. Namun, betapa terkejutnya mereka saat
melihat Winangsia berjalan menuju ke pendapa bersama seorang pemuda tampan. Adik bungsu mereka
itu tampak begitu cantik dan anggun dengan pakaian tarinya. Saat menari, ia tampil dengan penuh
percaya diri dan sungguh menghibur para penonton, terutama sang Raja.
Setelah acara selesai, Raden Witarasari pun menceritakan semua perlakuan kedelapan putrinya
terhadap Putri Ratna Ayu Wideradin. Mendengar laporan itu, sang Raja berbalik menghukum mereka
karena telah memfitnah si Bungsu. Sementara itu, Putri Ratna Ayu Wideradin akhirnya dilamar oleh
Raden Witarasari. Setelah menikah, mereka pun berangkat ke Jawa dan hidup berbahagia di sana.
***
Demikian cerita Ratna Ayu Wideradin dan Monyeh dari Nusa Tenggara Barat. Pesan moral yang
dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa orang bersifat iri hati seperti kedelapan putri Raja
Indrapandita pada akhirnya mendapat balasan yang setimpal. Sebaliknya, orang yang teraniaya dan
selalu
bersabar
seperti
Putri
(Samsuni/sas/268/08-11)

Ratna

Ayu

Wideradin

akan

mendapatkan

kebahagiaan.

Diceritakan kembali oleh Samsuni

Dibaca 11.087 kali

Share

39

^^ Kembali ke atas

Hak Cipta Telah Didaftarkan pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonseia @ Copyrights by Ceritarakyatnusantara.com | Dilarang keras mendownload,
menggunakan, dan menyebarluaskan cerita-cerita di website ini tanpa seizin penulis dan
Ceritarakyatnusantara.com.

Silahkan memberikan rating anda terhadap cerita ini.

http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/289-Ratna-Ayu-Wideradin-dan-Monyeh

Rating : 1

rate

4/6

20/10/2014

Ratna Ayu Wideradin dan Monyeh, NTB - Indonesia

Komentar untuk "Ratna Ayu Wideradin dan Monyeh"


vitri- 28 Oktober 2012

"Bagus ceritanya. lucu, sampe tercengang waktu baca raden wiratasarinya pingsan saking sedihnya baca
syair. hahaha. ngomong2, antara yg di jawa dn yg di ntb di jaman macem itu komunikasinya pakai basa apa
ya?"
baiq sari 20 Oktober 2012

"Bagus..."
ratna ayu 29 Oktober 2011

"Bgus bnget....jdulnya spt n5.q."


widia purnamasari 21 September 2011

"Ikh critax pda sruuuuuuuuuuuuuuu...!!!"


rarachell 20 September 2011

"Bagus..."
NevaVogueVikkaRika 29 Agustus 2011

"Hmm..bagus banget ceritax...


Tapi aq penasaran sama syair yg d bwh lukisan whx tuh...
:)"
asdi 21 Agustus 2011

"Bagus."

Berikan Komentar Anda


Nama

Maksimal 500 Karakter

Ketik teks

Kirim

http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/289-Ratna-Ayu-Wideradin-dan-Monyeh

5/6

20/10/2014

Ratna Ayu Wideradin dan Monyeh, NTB - Indonesia


Donasi Layanan Kebijakan Tautan Komentar Tamu Hubungi Kami Tentang kami Peta Situs

http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/289-Ratna-Ayu-Wideradin-dan-Monyeh

6/6

Anda mungkin juga menyukai