PENDAHULUAN
Sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik yang biasanya banyak terjadi pria.
Pria dengan kelainan ini, tidak mengalami perkembangan seks sekunder yang normal
seperti penis dan testis yang tidak berkembang, perubahan suara (suara lebih berat tidak
terjadi), bulu-bulu di tubuh tidak tumbuh; biasanya tidak dapat membuahkan (tidak
subur) tanpa menggunakan metoda-metoda penyuburan khusus. Mereka mungkin
mempunyai masalah-masalah lain, seperti sedikit dibawah kemampuan inteligensia,
perkembangan bicara yang terhambat, kemampuan verbal yang kurang dan masalahmasalah emosional dan tingkah laku. Meskipun demikian ada juga yang memiliki
intelegensia diatas rata-rata dan tidak ada perkembangan emosional atau masalahmasalah tingkah laku.
Sindrom klinefelter merupakan kelainan genetik yang terdapat dalam seorang
pria. Dalam sindrom klinefelter terdapat pertumbuhan seks sekunder yang ditandai
dengan tidak berkembangnya seks primer seperti penis dan testis yang mempunyai
ukuran lebih kecil daripada pria seperti lainya. Ciri ciri yang sering nampak oleh
penderita sindrom klinefelter adalah perubahan suara yang umumnya bersuara kecil,
tidak tumbuh rambut kemaluan dan biasanya sering tidak subur (infertil) yang
diakibatkan oleh penambahan kromosom X. Laki-laki normal memiliki kromosom seks
berupa XY, namun penderita sindrom klinefelter umumnya memilikikromosom seks
XXY. Penderita sindrom klinefelter akan mengalami infertilitas,keterbelakangan mental,
dan gangguan perkembangan ciri-ciri fisik yang diantaranya berupaginekomastia
(perbesaran kelenjar susu dan berefek pada perbesaran payudara), dll.
Sekitar 1 pada 500 sampai 1 pada 1000 bayi-bayi laki-laki yang dilahirkan
mengidap sindrom Klinefelter. Pada tahun 1970-2000, 76.526 pemeriksaan prenatal pada
janin laki laki menghasilkan diagnosa dari 163 jain dengan kariotipe sindrom klinefelter,
sesuai dengan prevalensi 213 per 100.000 janin laki-laki. Standartisasi usia ibu
menghasilkan prevalensi 153 per 100.000 laki-laki. Postnatal, 696 laki laki dari
2.480.858 telah lahir yang didiagnosis oleh sindrom klinefelter, sesuai dengan jumlah
prevalensi antara pria dewasa sekitar 40 per 100.000. kurang dari 10% dari jumlah yang
diharapkan didagnosis sebelum masa pubertas. Ibu lanjut usia memiliki resiko lebih
signifikan terhadap prevalensi.
1
Antara 1986 dan 2006, 675.439 ibu melahirkan 685.418 anak laki-laki di Victoria.
Berdasarkan prevalensi kelahiran 223 per 100.000 laki-laki, kelahiran 1.528 dengan
sindrom klinefelter yang diharapkan pada periode waktu. Sebagaimana 152 kasus
sindrom klinefelter didiagnosis prenatal selama ini, sekitar 9,9% kasus diperkirakan
sindrom klinefelter terdiagnosis saat prenatal. Tingkat diagnosis kumulatif postnatal dari
87 per 100.000 laki-laki memberikan perkiraan 39% karena proporsi kelahiran yang
diperkirakan dari bayi terdiagnosis dengan sindrom klinfelter saat postnatal.
Sindrom Klinefelter sebenarnya memiliki prevalensi yang tinggi dan mencangkup
banyak gejala dalam bidang urologi, namun kurang mendapat perhatian dari para ahli
urologi. Namun dalam 10 tahun terakhir, dengan perkembangan teknik reproduksi
artifisial dan keberhasilan kelahiran anak yang sehat dari seorang ayah yang menderita
sindrom Klinefelter, keterlibatan ahli urologi dalam penatalaksanaan pasien makin
meningkat. Dahulu sindrom Klinefelter hampir semuanya ditangani oleh ahli
endokrinologi. Para urolog berperan penting dalam penatalaksanaan jangka panang
pasien sindrom Klinefelter dalam hal fungsi reproduksi dan fungsi seksual pasien. Oleh
karena itu penting untuk mempersiapkan para klinisi urologi dalam perkembangan ilmu
tentang kelainan ini dengan memperbaharui pengetahuan tentang patofisiologi dan
penatalaksanaan sindrom Klinefelter.
BAB II
SINDROM KLINEFELTER
2.1 Definisi Sindrom Klinefelter
Sindrom klinefelter merupakan kelainan genetik yang terdapat dalam seorang pria.
Dalam sindrom klinefelter terdapat pertumbuhan seks sekunder yang ditandai dengan
tidak berkembangnya seks primer seperti penis dan testis yang mempunyai ukuran lebih
kecil daripada pria seperti lainya. Ciri ciri yang sering nampak oleh penderita sindrom
klinefelter adalah perubahan suara yang umumnya bersuara kecil, tidak tumbuh rambut
kemaluan dan biasanya sering tidak subur (infertil) yang diakibatkan oleh penambahan
kromosom X. Laki-laki normalmemiliki kromosom seks berupa XY, namun penderita
sindrom klinefelter umumnya memilikikromosom seks XXY. Penderita sindrom
klinefelter
akan
mengalami
infertilitas,keterbelakangan
mental,
dan
gangguan
2.3 Sejarah
Sindrom Klinefelter sebenarnya memiliki prevalensi yang tinggi dan mencangkup
banyak gejala dalam bidang urologi, namun kurang mendapat perhatian dari para ahli
urologi. Namun dalam 10 tahun terakhir, dengan perkembangan teknik reproduksi
artifisial dan keberhasilan kelahiran anak yang sehat dari seorang ayah yang menderita
sindrom Klinefelter, keterlibatan ahli urologi dalam penatalaksanaan pasien makin
meningkat. Dahulu sindrom Klinefelter hampir semuanya ditangani oleh ahli
endokrinologi. Para urolog berperan penting dalam penatalaksanaan jangka panang
pasien sindrom Klinefelter dalam hal fungsi reproduksi dan fungsi seksual pasien. Oleh
karena itu penting untuk mempersiapkan para klinisi urologi dalam perkembangan ilmu
tentang kelainan ini dengan memperbaharui pengetahuan tentang patofisiologi dan
penatalaksanaan sindrom Klinefelter.
Laporan pertama mengenai sindrom klinefelter dipublikasikan oleh Harry
Klinefelter dan rekannya di rumah sakit massachusetts, Boston. Ketika itu tercatat 9
pasien laki-laki yang memiliki payudara yang membesar, Rambut pada tubuh dan wajah
sedikit, testis yang mengecil, dan ketidakmampuan memproduksi sperma. Pada akhir
tahun 1950-an, para ilmuwan menemukan bahwa sindrom yang dialami oleh 9 pasien
tersebut dikarenakan bertambahnya kromosom X pada laki-laki sehingga mereka
memiliki kromosom XXY. Pada tahun 1970-an para ilmuwan menyatakan bahwa
kelainan klinfelter merupakan salah satu kelainan genetik yang ditemukan oleh manusia,
yaitu 1 dari 500 hingga 1 dari 1.000 bayi laki-laki dilahirkan akan menderita sindrom ini.
2.4 Etiologi
Sindroma
klinefelter
tidak
diwariskan.
Sindrom
Klinefelter
biasanya
terjadi
sebagai akibat dari kesalahan acak selama pembentukan sel-sel reproduksi (telur dan
sperma). Sebuah kesalahan pembelahan sel yang disebut nondisjunction akan
menghasilkan sel reproduksi dengan jumlah kromosom yang abnormal yang akhirnya
menyebabkan laki-laki dilahirkan dengan kromosom seks ekstra. Sebagai contoh, sebuah
sel telur atau sperma dapat memperoleh satu atau lebih salinan tambahan dari kromosom
x sebagai hasil dari nondisjunction. Jika salah satu dari sel reproduksi atipikal ini
memberikan kontribusi untuk susunan genetik seorang anak, anak akan memiliki satu
atau lebih kromosom x tambahan.1,2,3,4
4
2.5 Patofisiologi
Manusia mempunyai 46 kromosom yang terdiri
dari 44 kromosom tubuh (autosom) dan 2
kromosom seks (gonosom). Kromosom seks
inilah yang membuat kita menjadi laki laki
(XY) atau perempuan (XX). Pada proses
pembentukan gamet terjadi reduksi jumlah
kromosom yang mulanya berjumlah 46 menjadi
23.
begitupun dengan wanita XX menjadi X dan X. Jika terjadi pembuahan pria maupun
wanita akan menyumbangkan satu kromosom seksnya begitupun dengan kromosom
tubuhnya sehingga terbentuk individu baru dengan 46 kromosom. Pada sindrom
klinefelter terjadi gagal berpisah (non-disjunction) oleh kromosom seks pria dan wanita.
Sehingga kromosom seks XY yang nantinya menyatu dengan jromosom X dari wanita
dalam proses pembuahan sehingga menjadi bentuk abnormal 47, XXY. Selain itu juga
dapat terjadi pada saat kromosom wanita menyumbangkan kromosom XX dan pria
menyumbangkan Y.
Selain Non-disjunction genom juga dapat disebabkan oleh gagal berpisah dalam
tahap, mitosis terjadinya pembentukan mosaik klinefelter 46,XY/47, XXY. Biasanya
bentuk gejala ini pada bentuk mosaik lebih ringan daripada bentuk klasiknya.
Sindrom klinefelter juga dapat gagal berpisah pada saat tahap meiosis yag dimana
kromosom
seks
selama
terjadi
saat
gametogenesis
pada
salah
satu
orang
dan gerakan motor tubuh yang melambat. Dilihat dari penampakan fisik luar, penderita
klinefelter memiliki otot yang kecil, namun mengalami perpanjangan kaki dan lengan.
Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan memeriksa hormon FSH,
Esterogen, Testoteron, dan LH.
FSH
Dokter biasanya menyarankan pemeriksaan ini jika pasien memiliki tanda gangguan
reproduksi atau kelenjar hipofisis. Dalam beberapa situasi, tes ini juga dilakukan untuk
mengkonfirmasi menopause. Tes FSH biasanya dilakukan untuk membantu mendiagnosa
masalah dengan perkembangan seksual, menstruasi, dan kesuburan dan diindikasikan
juga untuk pasien dengan sindroma klinefelter yaitu laki-laki dengan testis yang tiedak
berkembang dan infertilitas. .
Nilai rujukan untuk FSH normal adalah berbeda tergantung pada usia seseorang dan jenis
kelamin. Berikut adalah nilai rujukan untuk laki-laki mengikut umur:
Sebelum pubertas : 0-5 mIU/ml
Selama pubertas : 0,3-10,0 mIU/ml
Dewasa : 1,5-12.4 mIU/ml
Pada pasien klinefelter, akan didapatkan nilai FSH yang abnormal.
LH (Luteinizing hormone)
Dokter biasanya menyarankan tes ini dilakukan terutama untuk wanita yang
mengalami kesulitan untuk hamil, siklus menstruasi yang tidak teratur, dan tanda-tanda
lain yang berhubungan dengan kadar LH yang abormal.
Nilai rujukan untuk LH normal adalah
Wanita dewasa : 5-25 IU/L
Kadar LH yang abnormal (meningkat) biasanya ditemukan pada
Anorchia (tidak memiliki testis atau testis ada tapi tidak berfungsi)
Hypogonadism
Sindroma klinefelter
Pada laki-laki, testis memproduksi sebagian besar testosteron yang beredar dalam
sirkulasi. Hormon LH dari kelenjar hipofisis meranagsang sel leydig pada testis untuk
memproduksi testosteron.
Kadar testosteron biasanya digunakan untuk menilai:
Pubertasa pada anak laki-laki yang terlalu awal atau terlambat
Impotensi dan infertilitas pada
pria
Pertumbuhan
rambut
Estrogen
Hormon estrogen yang dapat diperiksa yaitu estrone (El), estradiol (E2), dan
estriol (E3). Pemeriksaan estadiol dipakal , untuk mengetahui aksis hipotalamushipofise-gonad (ovarium dan testis), penentuan waktu ovulasi, menopause dan
monitoring pengobatan fertilitas. Waktu pengambilan sampel untuk pemeriksaan
estradiol adalah pada fase folikular (preovulasi) dan fase luteal Kadar estrogen meningkat
pada keadaan ovulasi, kehamilan, pubertas prekoks, ginekomastia, atropi testis, tumor
ovarium., dan tumor adrenal. Kadarnya akan menurun pada keadaan menopause,
disfungsi ovarium, infertilitas, sindroma turner, amenorea akibat hipopituitari, anoreksia
nervosa, keadaan stres, dan sindroma testikular ferninisasi pada wanita. Faktor
interfeernsi yang meningkatkan estrogen adalah preparat estrogen, kontrasepsi oral, dan
kehamilan. Serta yang menurunkan kadarnya yaitu obat clomiphene.
Pemeriksaan Karyotipe
10
Karyotyping adalah satu tes untuk memeriksa kromosom dalam satu sel sampel yang
mana kita dapat mengetahui kelainan kromosom yang menyebabkan suatu penyakit.
Dengan pemeriksaan ini kita bisa menghitung jumlah kromosom dan juga melihat
struktur kromosom dan menilai ada atau tidak perubahan pada strukturnya. Sampel
untuk tes ini bisa dari berbagai jaringan termasuklah:
Cairan amnion
Darah
Sum-sum tulang
Plasenta.
Sampel ditempatkan ke dalam piring khusus dan dibiarkan tumbuh di dalam
laboratorium. Kemudian sel yang telah tumbuh diambil sampelnya dan dibuat sediaan
dengan pewarnaan. Dengan menggunakan mikroskop, spesialis laboratorium akan
memeriksa ukuran, bentuk, dan jumlah kromosom dalam sel sampel. Seterusnya sediaan
tadi akan difoto untuk menghasilkan karyotype yang menunjukkan susunan kromosomkromosm. Beberapa kelainan termasuk sindroma klinefelter dapat diidentifikasi melalui
jumlah atau susunan kromosom.
Nilai normal adalah:
Wanita : 44 autosome dan 2 sex
kromosom (XX) ditulis sebagai 46,XX
Laki-laki : 44 autosome dan 2 sex
kromosom (XY) ditulis sebagai 46,XY
Pada
sindroma
klinefelter,
akan
dengan sindrom Klinefelter memiliki kromosom X tambahan, tidak setiap laki-laki XXY
memiliki semua gejala-gejala.
Karena tidak setiap laki-laki dengan pola XXY memiliki semua gejala sindroma
Klinefelter,
adalah
umum untuk
menggambarkan orang-orang ini, atau kondisi XXY untuk menjelaskan gejala. Para
ilmuwan percaya kondisi XXY adalah salah satu kelainan kromosom yang paling umum
pada manusia. Sekitar satu dari setiap 500 laki-laki memiliki kromosom X tambahan,
tetapi banyak yang tidak memiliki gejala
Gejala sindroma klinefelter 1-5
Tidak semua laki-laki dengan sindroma klinefelter memiliki gejala yang sama atau
derajat yang sama. Gejala yang timbul adalah tergantung pada berapa banyak sel XXY
yang dimiliki dan usia ketika kondisi ini terdiagnosis. Kondisi XXY bisa mempengaruhi
tiga bidang pertumbuhan dan perkembangan utama:
Perkembangan fisik:
Bayi laku-laki XXY kebanyakannya memiliki otot yang lemah dan kekuatan otot
yang berkurang. Mereka mungkin mulai duduk, merangkak, dan berjalan agak terlambat
dari bayi laki-laki normal. Setelah mencapai usia sekitar 4 tahun, laki-laki XXY
cenderung menjadi lebih tinggi dan memiliki kontrol dan koordinasi otot yang kurang
dibandingkan anak lain seusia mereka.
Setelah laki-laki XXY memasuki pubertas, mereka sering tidak memproduksi
testosteron sebanyak anak-anak lain. Hal ini dapat menyebabkan tubuh menjadi lebih
tinggi dengan sedikit massa otot, rambut wajah dan tubuh yang kurang, dan pinggul yang
lebih luas. Sebagai remaja, laki-laki XXY mungkin memiliki payu dara yang lebih besar,
tulang lemah, dan tingkat energi yang lebih rendah daripada laki-laki normal lainnya.
Laki-laki XXY dewasa tampak mirip dengan laki-laki biasa meskipun mereka
sering lebih tinggi. Mereka juga lebih berisiko untuk terkena masalah kesehatan tertentu
misalanya gangguan autoimun, kanker payudara, penyakit pembuluh darah vena,
osteoporosis, dan kerusakan gigi. Laki-laki XXY juga cenderung memiliki testis yang
lebih kecil. Laki-laki XXY dapat memiliki kehidupan seksual yang normal, tetapi mereka
biasanya memproduksi sperma yang sedikit bahkan tidak ada. Sekitar 95-99 persen lakilaki XXY tidak subur (infertile) karena tubuh mereka tidak memperoduksi jumlah
sperma yang cukup.
Perkembangan bahasa:
12
Antara 25-85 persen anak laki-laki XXY memiliki beberapa jenis masalah bahasa
seperti
terlambat
belajar
berbicara,
kesulitan
menggunakan
bahasa
untuk
Diagnosis banding
XX male .
Sindrom XX male terjadi ketika individu yang terkena dampak lahir sebagai lakilaki normal, namun mempunyai kromosom perempuan. Dua jenis sindrom XX male
dapat terjadi: mereka yang terdeteksi gen SRY dan mereka yang tidak terdeteksi SRY
(sex determining region Y). SRY adalah faktor genetik utama untuk menentukan bahwa
embrio yang berkembang akan menjadi laki-laki. Pada sindrom XX male, penderita
mempunyai kromosom wanita tetapi cirri-ciri fisik laki-laki. Sebagian besar penderita
dengan sindrom XX male memiliki gen SRY ( yang secara normal melekat di kromosom
Y ) yang melekat pada salah satu kromosom X mereka. Sisanya dari individu-individu
dengan sindrom XX male tidak memiliki SRY . Oleh karena itu, gen lain pada kromosom
lain yang berperan dalam menentukan fitur fisik mereka.
Pada sindrom XX male yang disebabkan oleh gen SRY, translokasi antara
kromosom X dan kromosom Y menyebabkan terjadinya kondisi tersebut. Translokasi
terjadi bila bagian dari satu kromosom terpisah dan bertukar tempat dengan bagian
kromosom yang lain. Pada sindrom XX male, ujung kromosom Y yang mengandung
13
sindrom XX male yang mempunyai fitur laki-laki normal, diagnosis dapat dicurigai
sewaktu pubertas ketika perkembangan payudara terjadi. Banyak pria tidak tahu bahwa
mereka memiliki sindrom XX male sampai mereka mencoba untuk memiliki anak
mereka sendiri, tetapi tidak mampu untuk melakukannya, dan oleh karena itu dievaluasi
untuk infertilitas. Bila kondisi ini diduga pada laki-laki, pemeriksaan kromosom dapat
dilakukan pada sampel kecil jaringan seperti darah atau kulit. Hasil penelitian
menunjukkan kromosom seks yang normal, atau kromosom XX. Selanjutnya tes genetik
tersedia dan diperlukan untuk menentukan apakah gen SRY hadir.
Beberapa individu yang memiliki SRY yang ditemukan dalam jaringan testis, tetapi
tidak dalam sel darah mereka. Ini disebut mosaicism . Kebanyakan laki-laki hanya
menguji SRY dalam darah dan bukan jaringan testis mereka. Oleh karena itu, beberapa
orang yang berpikir bahwa mereka adalah penderita sindrom XX male yang SRY nya
negative, tetapi sebenarnya merupakan mosaik dan mempunyai gen SRY dalam gonad
mereka.
Bagi mereka dengan sindrom XX male dengan alat kelamin dan testis normal,
pengobatan tidak diperlukan. Penderita
mungkin memerlukan satu atau lebih operasi untuk memperbaiki kondisi tersebut. Jika
ginekomastia cukup parah, operasi pengurangan payudara mungkin diperlukan. Pasien
hermaphrodism sejati biasanya memerlukan pembedahan untuk menghapus gonad,
karena ianya dapat menjadi kanker. Prognosis untuk laki-laki dengan sindrom XX male
sangat baik. Pembedahan biasanya bisa memperbaiki masalah fisik. Pria dengan sindrom
XX male memiliki kecerdasan normal dan rentang hidup normal. Namun, semua yang
terkena akan infertile.
Hipogonadism
Hipogonadisme pada pria adalah suatu kondisi yang terhasil dari ketidakmampuan
testis untuk menghasilkan hormon seks testosteron, sperma atau keduanya. Sebagai
bagian dari sistem reproduksi mereka, laki-laki memiliki organ genital eksternal yang
disebut testis. Jika testis menghasilkan testosteron terlalu sedikit, maka baik pertumbuhan
organ seksual atau fungsi mereka terganggu. Hormon ini juga memainkan peran penting
dalam pengembangan dan pemeliharaan khas karakteristik fisik maskulin.
Hipogonadisme pada laki-laki terbagi atas dua, yaitu hipogonadisme primer dan
sekunder. Hipogonadisme primer yang juga dikenal sebagai kegagalan testis primer,
berasal dari kelainan di testis. Penyebab umum dari hipogonadisme primer termasuk
15
gangguan dari pertumbuhan testis, penis dan rambut tubuh, serta terjadinya pembesaran
dari payudara ( ginekomastia ). Gejala umum lainnya termasuk fisikal yang tinggi dan
proporsi tubuh yang abnormal.
Pada orang dewasa, hipogonadisme dapat mengakibatkan disfungsi ereksi,
ketidaksuburan, penurunan pertumbuhan rambut tubuh dan janggut, peningkatan lemak
tubuh, pengembangan jaringan payudara dan penurunan ukuran atau ketegasan dari
testis, otot dan massa tulang (osteoporosis). Perubahan mental dan emosional juga dapat
terjadi pada hipogonadisme. Apabila kadar testosteron menurun, sebagian pria mungkin
mengalami tanda-tanda dan gejala yang mirip dengan gejala menopause pada wanita. Ini
termasuk hot flashes, penurunan dorongan seksual, iritabilitas, depresi dan kelelahan.
Deteksi dini pada anak laki-laki dapat membantu mencegah pubertas tertunda, dan
pria dewasa akan lebih terlindungi terhadap osteoporosis dan kondisi terkait lainnya.
Oleh karena itu, penting untuk melakukan pengujian hipogonadisme jika ada gejala yang
hadir. Untuk mengevaluasi hipogonadisme, pengujian dilakukan di pagi hari, karena
biasanya kadar testosteron paling tinggi di pagi hari. Jika tes konfirmasi kadar testosteron
rendah, pengujian laboratorium lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengetahui apakah
16
adanya gangguan testis. Studi ini dapat mencakup pengujian hormon, analisis air mani,
pencitraan hipofisis, studi genetik dan biopsi testis
Gambar 10
kalsium dan vitamin D yang adekuat diperlukan untuk mengurangi risiko osteoporosis.
Pria yang didiagnosis hipogonadisme mungkin mengalami gangguan psikologis dan
masalah dalam suatu perhubungan akibat disfungsi ereksi atau infertilitas. Keluarga
pasien haruslah mendukung pasien dalam keadaan seperti ini. Selain itu, pasien harus
berbicara dengan dokter tentang bagaimana mengurangi kecemasan dan stres yang sering
menyertai kondisi ini. Dukungan kelompok dapat membantu mereka dengan
hipogonadisme dan kondisi yang terkait menghadapi situasi dan tantangan yang sama.
2.8 Penatalaksanaan
Jika seseorang terdiagnosis dengan sindroma klinefelter, pengobatan dini dapat
membantu meminimalkan masalah. Untuk penatalaksanaan yang komplit, mungkin
diperlukan kerjasama dengan tim penyedia pelayanan kesehatan termasuk dokter yang
spesialisasi dalam mendiagnosis dan mengobati gangguan yang melibatkan kelenjar
tubuh dan hormon (endokrinologi), ahli terapi bicara, dokter anak, ahli terapi fisik,
konselor genetik, spesialis dalam bidang reproduksi dan infertilitas, serta seorang
penasihat atau psikolog.
Meskipun tidak ada cara untuk memperbaiki perubahan kromosom seks karena sindroma
klinefelter, perawatan dapat meminimalkan dampaknya. Semakin dini diagnosis dibuat
dan pengobatan dimulai, semakin besar manfaat. Tapi tidak akan ada kata terlambat
untuk mendapatkan bantuan. Pengobatan untuk klinefelter termasuk:
2.8.1
Medikamentosa
Terapi penggantian testosteron/testosterone replacement therapy
Laki-laki dengan sindroma klinefelter tidak menghasilkan hormon testosteron yang
cukup dan efeknya dapat berkepanjangan seumur hidup. Mulai saat onset pubertasa yang
biasa, penggantian testosteron dapat membantu mengobati dan mencegah sejumlah
masalah. Testosteron dapat diberikan sebagai suntikan, dengan gel, atau patch pada kulit.
Terapi penggantian testosteron memungkinkan seseorang anak untuk mengalami
perubahan tubuh yang biasanya terjadi pada pubertas misalnya perkembangan suara lebih
dalam, tumbuh rambut pada wajah dan tubuh, meningkatnya massa otot dan juga ukuran
18
mengetahui kelebihan dan kelemahan mereka. Informasi yang diperoleh dari evaluasi ini
bisa membantu dalam merencanakan jenis dan penempatan kelas dan sekolah.
Konseling psikologi/psychological counseling
Memiliki sindroma klinefelter bisa menjadi suatu tantangan, khususnya selama masa
pubertas dan dewasa muda. Untuk laki-laki dengan kondisi tersebut, menerima hakikat
dan mengatasi infertilitas itu sangat sulit. Seorang terapis keluarga, konselor, atau
psikolog dapat membantu u7ntuk kerja seperti ini yang melibatkan masalah emosional.
2.8.3
Terapi bedah
Pengangkatan jaringan payudara/breast tissue removal
Pada laki-laki yang mengalami pembesaran payudara (genikomastia), jaringan payudara
yang berlebihan dapat dihilangkan oleh dokter ahli bedah plastik, untuk menjadikan dada
tampak normal. Hanya sekitar 10% pria XXY yang memerlukan mastektomi.
Mastektomi diindikasikan pada ginekomastia yang menimbulkan tekanan psikologis
pada pasien dan meningkatkan resiko kanker payudara.
2.9 Prognosis
Kelainan XXY dapat hidup dengan normal dengan cara diagnosis dini dan
pengobatan yang cepat sehingga dapat mengurangi penampilan dari penderita klinefelter
tersebut. Dengan menggunakan metode metode tertentu laki laki XXY ini dapat
mempunyai anak, meskipun terdapat resiko penyakit dan komplikasi yang dapat
membahayakan pasien, tetapi resiko tersebut dapat dikurangi dengan cara pengobatan
yang teratur dan prognosis akan berjalan dengan lebih baik.
20
BAB III
RINGKASAN
Sindrom klinefelter merupakan penyakit genetik yang diakibatkan oleh penambahan
kromosom X. Seorang laki-laki normal mempunyai kromosom XY berbeda dengan lakilaki penderita klifelter yang mempunyai kromosom XXY. Penderita sindrom klinefelter
akan mengalami infertilitas, keterbelakangan mental, dan gangguan perkembangan ciriciri fisik yang diantaranya berupa ginekomastia (perbesaran kelenjar susu dan erefek
pada perbesaran payudara), pengecilan testis dan penis.
Penanganannya terdiri atas terapi sulih testosteron untuk mengoreksi defisiensi
androgen agar pasien mengalami virilisasi yang sesuai. Terapi ini juga memberi efek
yang positif pada perbaikan mood, citra diri, dan terbukti melindungi pasien dari
osteoporosis, walaupun tidak bisa mengembalikan kesuburan. Selain itu pananganan dari
aspek dukungan moral, terapi bicara dan fisik, serta konseling juga sangat penting untuk
pasien seperti ini.
21
Daftar Pustaka
1. Bock R. Understanding Klinefelter syndrome: A guide for XXY males and their
families. National Institute of Child Health & Human Development. 30 Aug
2010. Diunduh dari http://www.nichd.nih.gov/publications/pubs/klinefelter.cfm.
25 september 2011.
2. Klinefelter syndrome. U.S national library of Medicine, National Center for
Biotechnology
Information,
November
2010.
Diunduh
dari
institutes
of
health,
20
july
2010.
Diunduh
dari
26September
2011
8.
26
September 2011.
9. Adkinson R.L, Brown M.D. Disorders of gender differentiation and sexual
development in Elseviers Integrated Genetics 2007. Hal 190-195
10. Suryo. Abnormalitas akibat kelainan kromosom dalam Genetika manusia,
Universitas Gadjah Mada press, cetakan ke 6 tahun 2001. Hal 241-254
22
kedokteran
unpad
bandung
2005.
Diunduh
dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/05/sistesis_fungsi_dan_interp
retasi_hormon_reproduksi.pdf 26 September 2011
13. Dada R, Ahmad M. E., Talwar R , Kucheria K. Clinical And Genetic Study Of A
XX (SRY) negative male, Genetics Division, Dept. of Anatomy, All India
Institute of Medical Sciences, New Delhi September 2002. Diunduh dari
http://priory.com/med/xx.htm 26 September 2011.
14. Xx Male Syndrome from World of Genetics. Thomson Gale, a part of the
Thomson
Corporation
2006.
Diunduh
dari
23