Anda di halaman 1dari 7

1

Term of Reference (TOR)


DISKUSI PUBLIK
ZIKIR DAN 9 TAHUN MoU ; QUO VADIS DAMAI ACEH ?.
1.

Latar Belakang
Damai Aceh adalah gemilang Aceh pasca konflik dan bencana. Titik transisi

tersebut dimulai 15 Agustus 2005, tanggal yang menyejarah dalam sejarah baru rakyat
Aceh pasca dentuman gelombang besar tsunami dan pasca dentuman besar perang
untuk klausul sebuah martabat. Kini perjalanan waktu tersebut tak terasa telah berjalan
sembilan tahun (15 Agustus 2005 15 Agustus 2014 ). Untuk mengawal anugerah
damai tersebut, Aceh telah menggelar dua kali pesta demokrasi memilih pemimpin. Di
mulai dari masa Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar (2006-2011) dan Zaini AbdullahMuzakir Manaf (Zikir/2012-2017), yang sekarang mulai memasuki tahun ketiga.
Sembilan tahun damai Aceh tentu telah berdialektika dalam proses penggantian
pemimpin tersebut dan berbagai dianamika politik lainnya di Aceh. tetapi kita semua
punya satu titik temu bahwa bagaimanapun perjalanan damai Aceh, damai Aceh
dirasakan oleh semua masyarakat Aceh. tetapi juga tersedia ruang kritisasi yang
terbuka lebar, bahwa merasakan damai bukanlah sebatas adanya suasana kondusif
kasat mata tetapi juga bermuara pada bagaimana relevansi damai Aceh dengan
kesejahteraan, peningkatan sumber daya manusia dan layanan pemerintahan yang
humanis serta akomodatif bagi pemerataan kemakmuran semua. Mendekati Sembilan
tahun damai Aceh, kita juga disuguhkan sebuah deklarasi yang meminta Gubernur
untuk mundur dari jabatannya, tuntutan ini disuarakan oleh Barisan Penyelamat
Pemerintah Aceh (BPPA), yang dideklarasikan pada tanggal 11 Agustus 2014. BPPA
menyatakan bahwa mereka terdiri dari aktifis masyarakat sipil, akademisi, aktivis politik,
profesioanl muda dan kelompok peduli pembangunan Aceh. Mereka menuntut
Gubernur mundur dari jabatannya karena dinilai tidak sanggup merealisasikan 21
janjinya. Tuntutan mundur ini, hanya ditujukan bagi Zaini Abdullah saja selaku Gubernur
dan tidak kepada Muzakir Manaf selaku Wagub. Tuntutan ini semakin menambah
warna dinamika politik Aceh dalam perjalanan 9 tahun damai, artinya banyak sekali

kemungkinan, perubahan, pertanyaan dan rekaan-rekaan tersendiri terkait perjalanan


damai Aceh. apalagi jika terkait dengan konteks politik yang tidak hitam putih,
melainkan sangat berwarna, kadang beku, kadang cair bahkan memerah disana-sini.
Masyarakat Aceh juga disuguhkan sebuah suasana ketidak harmonisan kedua pasang
Gubernur dan Wakil Gubernur, baik karna perbedaan pilihan politik, maupun terkait hal
lainnya. Realitas ini sudah menjadi rahasia umum, kondisi ini tentu mengundang
keprihatinan mendalam banyak pihak di Aceh, tentunya terkait dengan gerak laju
pembangunan Aceh dalam berbagai bidang ditengah besarnya kucuran dana. Kondisi
ketidak harmonisan ini tentunya juga berkait kelindan dengan kerja-kerja menjaga
damai Aceh, yang tentunya juga berdampak pada stabilitas, efektifitas dan kontinuitas
damai Aceh. Melihat realitas dan fenomena tersebut Aceh Institute, terpanggil
mengadakan diskusi publik sebagai ruang reflektif-kritis dalam merespon perjalanan 9
tahun perdamaian Aceh. Terdapat beberapa pertanyaan penting terkait 9 tahun damai
Aceh yaitu bagaimana sudah perjalanan damai Aceh, kemana sudah damai Aceh
terbawa dan dibawa dan bagaimana masa depan perjalan perdamaian Aceh dalam
masa kepemimpinan Zikir kedepan.
2.

Narasumber
a.
b.

Yarmen Dinamika (Redaktur Pelaksana Harian Serambi Indonesia)


Kautsar Muhammad Yus (Mantan Aktifis, Anggota Legislatif terpilih

periode 2014-2019 dari Partai Aceh)


c.

M. Nur Juli (Mantan Juru Runding GAM)

3.

Moderator.

Isra Safril (The Aceh Institute).

4.

Peserta Diskusi.
Peserta diskusi terdiri Aktifis LSM, Unsur pemerintah, Mahasiswa, Politisi,

akademisi dan Masyarakat Umum.


5.

Waktu dan Tempat

a.

Hari / Tanggal : Senin, 18 Agustus 2014

b.

Jam : 16.00 sd 18.15

6.

Tempat : Caf 3 in 1, Lampineung Banda Aceh

7.

Tujuan Diskusi
Diskusi ini merupakan media refleksi bersama 9 tahun perdamaian Aceh yang

bertujuan untuk melihat, memetakan dan mengkritisi arah dan eksistensi perjalanan
damai pemerintah Aceh dan bagaimana masa depan damai Aceh dalam periode
kepemimpinan Zikir.
8.

Penutup

Demikian TOR ini kami buat untuk terlaksananya diskusi publik ini.

Term of Reference
Diaolog Organisasi Mahasiswa Ekstra Universitas
Demokrasi Yang Mencerahkan: Jaminan Hak Berkeyakinan Warga
Indonesia
Ciputat, 18 februari 2011
1.

Pendahuluan

Kekerasan oleh sekelompok orang atas kelompok lain yang dianggap


atau dicap sesat, kini terjadi lagi. Beberapa waktu lalu, tepatnya pada minggu
6 Februari 2011, sekelompok massa menyerang perkampungan Ahmadiyah di
daerah cikeusik, pandegelang-banten. Ahmadiyah oleh mayoritas ummat
islam Indonesia dianggap sebagai salah satu aliran sesat yang mengajarkan
datangnya nabi baru setelah Nabi Muhammad SAW. Masih pada hari yang
sama, sekelompok massa di wilayah Temanggung-Jawa Tengah membakar
tiga gereja yang disinyalir melangsungkan kegiatan yang dinilai menghina
ajaran islam.
Semua aksi kekerasan tersebut dilakukan atas nama pembelaan dari
kelompok-kelompok lain yang dinilai telah menodai atau menghina kesucian
agama islam; aksi ini meningkat drastis semenjak tahun 2005 lalu. Namun jika
ditinjau lebih jauh, aksi kekerasan tersebut sebenarnya tidak lagi berdimensi
teologis semata, apakah itu tentang keyakinan atau faham tertentu. Tetapi
lebih dari itu sudah terkait dengan persoalan yang lebih jauh, yakni tentang
hak warga Negara atas jaminan rasa aman dari ancaman kekerasan.
Persoalannya, aksi-aksi tersebut tidak pernah diproses oleh hukum
secara tuntas dengan mengadili pelaku kekerasan atau jaminan tidak akan
terulang kembali peristiwa serupa. Alih-alih untuk memperjelas akar
persoalan, peristiwa kekerasan tersebut selalu hilang begitu saja tertutup oleh
peristiwa-peristiwa lain yang lebih besar. Pertanyaanya adalah dimanakah
peranan Negara yang mampu menjamin rasa aman warganya ketika setiap
tindak kekerasan tersebut tidak pernah ditangani secara tuntas oleh
pemerintah? Inilah pertanyaan yang mendesak untuk dijawab terkait dengan
beberapa persoalan yang terjadi di tanah air kita akhir-akhir ini.

Dalam kalimat pertama preambule UUD 45 disebutkan bahwa


kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan
di atas dunia (dalam bentuk apapun) harus dihapuskan, yang berarti bahwa
Negara ini (Indonesia) pada dasarnya mengakui kemerdekaan sebagai
prinsip dasar hak asasi manusia atas setiap warganya. Dalam beberapa pasal
berikutnya, konstitusi Negara ini masih menjamin adanya hak
berkeyakinan dan berkumpul bagi setiap warganya. Yang ini juga berarti
bahwa tak seorangpun boleh memaksa seseorang untuk memeluk suatu
keyakinan tertentu, terlebih bila hal itu berujung pada tindak kekerasan.
Dengan demikian Negara ini mengakui; pertama, setiap warganya memiliki
hak dasar (civil rights) untuk merdeka dan terbebas dari bentuk penindasan
apapun; kedua, hak berkeyakinan merupakan bagian penting dari hak sipil
atas setiap warga negara. Pemerintah selaku perwujudan dari Negara,
dengan demikian, memiliki kewajiban untuk menjamin hak setiap warganya.
Namun demikian, praktek sebaliknya sampai detik ini masih marak
terjadi. Kekerasandengan mengatasnamakan agama, yang dilakukan oleh
sekelompok massa untuk mengahikimi keyakinan kelompok tertentu yang
dianggap sesat atau tidak sesuai dengan pemahaman arus utama (mainline),
terus terjadi tanpa ada suatu kepastian untuk memproses tindakan tersebut
secara hukum. Seolah peristiwa kekerasan ini terjadi karena dibaiarkan begitu
saja (violence by omission). Tentu saja ditinjau dari sudut pandang di atas,
aksi kekerasan ini bukan saja tidak dikehendaki dari aspek nilai dasar
kemanusiaan, tetapi juga bertentangan dengan konstitusi dasar Negara ini
sendiri. Yakni adanya suatu tindakan yang mengancam keselamatan
seseorang atau individu warga Negara indonesia. Tentu saja Negara, atau
pemerintah dalam hal ini, harus menjamin keselamatan warga negaranya
sebagai wujud dari sistem demokrasi yang menjamin adanya hak sipil.
2.

Nama Kegiatan.

Kegiatan ini bernama Dialog Organisasi Mahasiswa Ekstra Universitas


dalam rangka memperingati dies natalies HMI ke 64.
3.

Tema Kegiatan. Kegiatan ini bertemakan :


Demokrasi Yang Mencerahkan: Jaminan Hak Berkeyakinan Warga
Indonesia.

4.
Bentuk dan Materi Kegiatan. Kegiatan ini berbentuk dialog dengan
materi sebagai berikut:

a.

Demokrasi dan Hak Sipil (Hak Berkeyakinan)

b.
Jaminan Negara (Pemerintah) atas Hak Sipil (Hak Berkeyakinan)
Warga Indonesia
c.
Prospek Toleransi dan Kerukunan Antar Pemeluk Keyakinan di
Indonesia
4. Penyelesaian Kekerasan Atas Nama Agama
5.

Tempat dan Waktu Kegiatan. Kegiatan ini dilaksanakan pada


a.

Hari : Senin

b.

Tanggal : 21 Februari 2011

c.

Jam : 09.00-12.00 WIB,

6.

Tempat : Aula Insan Cita HMI Cab. Ciputat.

7.

Pelaksana Kegiatan

Kegiatan ini dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam Cab. Ciputat.


8.

Pembicara
a. Ketua Umum HMI Cab. Ciputat
b. Ketua Umum PMII Cab. Ciputat.
c. Ketua Umum IMM Cab. Ciputat.
d. Ketua Umum KAMMI Tangerang Selatan.
e. Ketua Umum GMNI Ciputat.

Anda mungkin juga menyukai