Makalah Pak Dewa

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 13

PROBLEMATIKA SEKITAR SDI/SI

PADA MASA PERGERAKAN NASIONAL


MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Sejarah Indonesia Modern
yang dibina oleh Bapak Dewa Agung Gede Agung

Oleh:
Anita Sari
Conita Zuraida
Faris Sandi Puspito
Zainal Abidin

130731607234
130731607250
130731615701
130731616733

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Januari 2015

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................................................
i
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
.............................................................................................................................................
1
B.
Rumusan
Masalah
.............................................................................................................................................
2
C.
Tujuan
.............................................................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Berdirinya
SDI-SI
........................................................................................................................
3
B. Organisasi SDI tidak ditetapkan sebagai awal pergerakan kebangkitan
nasional
........................................................................................................................
5
C. Pertentangan antara pendukung paham Islam-Marxisme dalam SI
........................................................................................................................
6
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
.............................................................................................................................................
9
B.
Saran
.............................................................................................................................................
9
DAFTAR RUJUKAN..........................................................................................................
10

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam masa pergerakan nasional di Indonesia banyak didirikan organisasiorganisasi dan partai-partai yang mempunyai tujuan berbeda-beda. Walaupun
memiliki berbagai tujuan di dalamnya, namun mereka yang mendirikan
bermacam-macam organisasi dan partai tersebut ingin melihat perubahan di
Indonesia. Dan menginginkan Indonesia lebih sedikit maju dari sebelumnya dan
agar tidak kalah bersaing dengan dunia luar, juga ingin membebaskan diri dari
penjajah. Berbagai organisasi nasional yang dibentuk seperti, Budi Utomo,
Sarekat Islam, Indische Partij, sebagai pelopor pergerakan. Perhimpunan
Indonesia, Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Nasional Indonesia (PNI),
Partindo, PNI-Baru dan Gerindo merupakan partai-partai yang terbentuk pada
masa radikal.
Budi Utomo yang dibentuk pada tahun 1908 merupakan tonggak awal dari
kebangkitan nasional dengan tujuannya yang menginginkan kemajuan bagi
Hindia dengan berbagai macam slogannya. Namun sayangnya, pada tahun 1912
Budi Utomo mengalami kemunduran dan perkembangannya tidak sepesat seperti
dahulu. Setelah itu munculah organisasi nasional lainnya, seperti Sarekat Islam
dan Indische Partij.
Poesponegoro & Notosusanto (1984:337) menjelaskan bahwa, Sarekat Islam
yang didirikan pada tahun 1911, berasaskan dasar hubungan spiritual agama dan
kepentingan perdagangan yang sama, berkembang menjadi gerakan rakyat yang
pertama dan sebenarnya di Indonesia. Indische Partij yang berdiri pada masa yang
bersamaan mempropagandakan Nasionalisme Hindia dan bergerak dalam
bidang politik. Kedua partai tersebut menarik unsur-unsur yang tidak puas dari
luar Budi Utomo. Sungguhpun prinsip-prinsip utama tentang netralisasi agama
dan aktivitas non-politik Budi Utomo membedakan dirinya dengan organisasi-

organisasi lain, ia harus menghadapi kenyataan pahit bahwa selama prinsipprinsip itu dipertahankan dengan sifat yang pasif tidaklah diharapkan
pengaruhnya akan makin meluas.
Namun dalam makalah ini, kami tidak membahas tentang Budi Utomo
maupun Indische Partij, melainkan fokus pada masalah yang terkait dengan
Sarekat Islam yang dulunya bernama Sarekat Dagang Islam. Masalah yang
bermula dari awal berdirinya hingga bubarnya Sarekat Islam memang sangatlah
kompleks, jadi kami hanya membahas tentang masalah yang kami anggap
menarik untuk dibahas dan dipahami.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana berdirinya organisasi SDI dan berkembangnya SI?
2. Mengapa SDI tidak dijadikan sebagai tonggak pergerakan nasional?
3. Bagaimanakah pertentangan antara pendukung paham Islam-Marxisme dalam
SI?
C. Tujuan
1. Memahami berdirinya organisasi SDI dan berkembangnya organisasi SI
2. Mengetahui mengapa SDI tidak dijadikan sebagai tonggak pergerakan
nasional
3. Mengetahui pertentangan antara pendukung paham Islam-Marxisme dalam
SI?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Berdirinya SDI-SI
Berdasarkan beberapa sumber sejarah, belum diketahui secara pasti kapan
berdirinya organisasi SDI. Menurut Tamar Djaja tanggal 16 Oktober 1905.
Menurut Abu Hanifah M.D. berdiri tanggal September 1906. Menurut Deliar
Noer tanggal 11 Nopember 1911 dan menurut residen Surakarta van Wijk
pada awal tahun 1912. (Muljono & Kutoyo, 1979: 42). Pendiri SDI adalah H.
Samanhudi bersama R.M Tirtodisurjo dengan dibantu beberapa pendiri
lainnya yaitu Sumowardojo, Hardjosumoto, Martodikoro, Wirjotirto, Sukir,
Suwandi, Suropranoto dan Djeman.
Muljono & Kutoyo (1979: 42-43) menjelaskan bahwa, dalam rapat
pembentukan Sarekat Dagang Islam, H.Samanhudi mengucapkan pidato.
H.Samanhudi berkata, bahwa pihak penjajah telah menanamkan jiwa budak
pada diri bangsa kita. Hal itu dilakukan dengan maksud, agar bangsa kita
dapat dijajah terus. Oleh sebab itu, supaya dapat menjadi bangsa yang mulia,
bangsa kita harus dapat membuang jiwa budak tersebut. Sebab, pada masa
itu, penduduk bumiputera tidak saja miskin dan terbelakang, tetapi juga
mempunyai kepercayaan pada diri sendiri dan harga diri.
Kemudian hati rakyat mulai tersentuh dan ingin bangkit untuk merubah
nasib mereka. Rakyat mengumpulkan keberanian yang besar untuk
kebangkitan hidup mereka yang lebih baik dan juga tidak luput dari rasa
kepercayaan pada diri sendiri yang sedikit demi sedikit mulai muncul. Para
pedagang pribumi mulai berbondong-bondong memasuki perkumpulan yang
didirikan oleh H.Samanhudi.
Pendek kata, Sarekat Islam yang dipimpin H.Samanhudi tumbuh dengan
cepatnya menjadi perkumpulan yang besar dengan anggota yang banyak
jumlahnya. Anggotanya tidak hanya terbatas para pedagang batik saja, tetapi
meliputi segala jenis pedagang bumiputera, malahan juga rakyat pada
umumnya. Sejalan dengan berkembangnya perkumpulan itu secara kuantitatif
maupun kualitatif, kata dagang pada namanya berangsur-angsur kehilangan

arti, sehingga nama Sarekat Dagang Islam disebut Sarekat Islam saja, padahal
nama Sarekat Islam itu baru mendapat
pengesahan dalam anggaran dasarnya pada tanggal 10 September 1912. Tumbuhnya
Sarekat Islam menjadi perkumpulan yang besar secara pesat itu dapat dipandang
sebagai pertanda bangkitnya masyarakat bumiputera di Hindia Belanda yang ingin
mendapat pembaharuan dalam segala lapangan. Hal itu adalah berkat jasa
H.Samanhudi (Muljono & Kutoyo, 1979: 47).
Poesponegoro & Notosusanto (1984:343) menjelaskan:
Pada tahun 1911, perkumpulan Sarekat Islam didirikan di Solo.
Para pendiri Sarekat Islam mendirikan organisasinya tidak sematamata untuk mengadakan perlawanan terhadap orang-orang Cina,
tetapi untuk membuat front melawan semua penghinaan terhadap
rakyat bumiputra Berbeda dengan Budi Utomo yang merupakan
organisasi dari ambtenar-ambtenar pemerintah, maka Sarekat Islam
berhasil sampai pada lapisan bawah masyarakat, yaitu lapisan yang
sejak berabad-abad hamper tidak mengalami perubahan dan paling
banyak menderita.
H.Samanhudi segera melakukan konsolidasi. Dalam usahanya, ia berhasil
menemukan tokoh yang tepat untuk diserahi memimpin perjuangan
selanjutnya. Tokoh ini adalah Umar Said Tjokroaminoto. Di bawah
pimpinannya SDI kelak mengalami perubahan, yang tadinya hanya bergerak
di bidang perdagangan sekarang diperluas lagi dengan nama Sarekat Islam.
Dalam hubungan itu, khususnya dlaam penyusunan anggaran dasar,
H.Samanhudi menugaskan U.S.Tjokroaminoto untuk melaksanakannya.
Ketika itu, dengan alasan agar perkumpulan tidak hanya sebatas pada kaum
pedagang saja, U.S .Tjokroaminoto mengusulkan agar kata dagang yang
terdapat pada nama perkumpulan dihilangkan, dan dengan demikian
perkumpulan hanya bernama Sarekat Islam saja (Muljono & Kutoyo, 1979:
54-55).
Menurut anggaran dasar tersebut, tujuan Sarekat Dagang Islam sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.

Memajukan perdagangan.
Memberikan pertolongan kepada para anggota yang mendapat kesukaran.
Memajukan kepentingan jasmani dan rohani kaum bumiputera.
Memajukan kehidupan agama Islam

Selanjutnya Sarekat Islam juga bertujuan:


1. Menyusun masyarakat Islam, agar bisa hidup berkumpul menjadi saudara.
2. Menggerakkan hati umat Islam supaya bersatu dan bertolong-tolongan.
3. Di dalam lingkungan dan batas undang-undang negara, melakukan segala
daya upaya untuk mengangkat derajat rakyat, guna kesentausaan dan
kemakmuran tumpah darahnya.
Dari tujuan diatas jelas bahwa Sarekat Islam merupakan gerakan sosial non
politik. Tindakan ini diambil karena adanya Regerings Reglement artikel 111 yang
melarang keras organisasi-organisasi atau perkumpulan-perkumpulan yang bersifat
politik (Muljono & Kutoyo, 1979:55-56).
B. SDI tidak dijadikan sebagai tonggak pergerakan nasional
Sarekat Dagang Islam yang kurang lebih didirikan pada tahun 1905 oleh
H.Samanhudi memang pada awalnya khusus mengurus soal perekonomian dan
perdagangan. Dan melihat anggaran dasarnya, yang telah dirumuskan bahwa, isi
anggaran-anggaran tersebut diutamakan untuk memajukan perdagangan, maka nama
SDI yang telah diubah menjadi SI ini jelas tidak berisikan politik. Berbeda halnya
dengan organisasi Budi Utomo yang memfokuskan di bidang pendidikan dan budaya
yang tujuannya ingin kemajuan bagi Hindia. Dengan hal ini, Budi Utomo lebih
cenderung untuk memajukan pendidikan dan Budi Utomo dijadikan tonggak awal
pelopor pergerakan nasional, sedangkan SI adalah tonggak awal pelopor kebangkitan
kesadaran ekonomi.
Poesponegoro & Notosusanto (1984:344) menjelaskan:
Pemerintah Hindia-Belanda menghadapi situasi yang demikian
hidup dan mengandung unsur-unsur revolusioner, menempuh jalan
hati-hati dan mengirimkan salah seorang penasihatnya kepada
organisasi tersebut. Guberbur Jenderal Idenburg meminta hasilhasil dari para residen untuk menetapkan kebijakan politiknya.
Hasilnya ialah untuk sementara SI tidak boleh berupa organisasi
yang mempunyai pengurus besar dan hanya diperbolehkan berdiri
secara lokal.
Dan saat itu, Sarekat Islam memfokuskan pada perjuangan untuk kenaikan
upah pekerja, membebaskan para petani penguasa tanah dari harga yang
terlalu tinggi untuk menyewa tanah, menghapus tindak semena-mena kepala

desa kepada para rakyatnya, dan lain sebagainya. Karena tujuan tersebut yang
sedemikian rupa, maka Sarekat Islam yang dipimpin oleh H.Samanhudi selalu
bersifat kompak dalam bergerak dan mendapatkan popularitas di berbagai
kalangan rakyat.
Hal ini membuat organisasi Sarekat Islam yang dipimpin oleh
H.Samanhudi sangat dimengerti bahwasanya gerak dan tujuan Sarekat Islam
tersebut telah mampu membangkitkan kesadaran berpolitik untuk semua umat
Islam dan juga untuk semua bangsa Indonesia pada awal abad ke-20 ini. Deng
demikian, Sarekat Islam yang dipimpin oleh H.Samanhudi, telah berhasil
menjadi salah satu dari pelopor kebangkitan politik di Indonesia.
C. Pertentangan antara pendukung paham Islam-Marxisme dalam SI
Berbeda dengan partai lainnya, kecepatan tumbuhnya SI bagaikan meteor dan
meluas secara horizontal, sehingga SI merupakan organisasi massa yang pertama di
Indonesia, yang antara 1917-1920 sangat terasa pengaruhnya dalam politik Indonesia.
Corak demokratis dan kesiapan untuk berjuang yang mendekatkan beberapa cabang
SI dan para pemimpinnya kepada ajaran Marxis. Terutama SI di bawah Semaun dan
Darsono, merupakan pelopor yang menggunakan senjata dalam perjuangan melawan
imperialism, ialah teori perjuangan Marx (Poesponegoro & Notosusanto, 1984:344).
Ricklefs (1981:372) menjelaskan bahwa, dalam kongres SI tahun tahun 1917,
kelompok radikal tampak memperoleh dukungan yang sangat besar. Tjokroaminoto
khawatir akan memulai pertikaian intern dengan mereka dan setuju melontarkan
kecaman terhadap kapitalisme yang berdosa; dengan demikian, nyata-nyata
mengecam modal asing dan Cina, tetapi bukan modal yang ada pada para haji
Indonesia dan lain-lainnya. Abdul Muis (1890-1959), seorang Minangkabau yang
pernah menjadi wakil SI dalam delegasi Indie weerbaar ke negeri Belanda,
melangkah sedemikian jauh ketika mengatakan bahwa apabila ternyata Volksraad
gagal, SI akan memberontak.
Tentu saja hal tersebut menimbulkan krisis, dan pergolakan antara pendukung
paham Islam dan paham Marx. Perdebatan juga terjadi pada H.Agus Salim dan Abdul
Muis pada tahun 1921 golongan kiri dalam SI dapat disingkirkan, yang nantinya

menamakan dirinya sebagai Sarekat Rakyat (SR). Poesponegoro & Notosusanto


(1984:344) telah menjelaskan bahwa SI dan SR berusaha untuk mendapatkan
sokongan massa dan dalam hal ini keduanya cukup berhasil. Keadaan di dalam tubuh
SI demikian yang menyebabkan pemimpin SI, H.O.S Tjokroaminoto, mengadakan
studi banding Islam dan Marxisme.
Ricklefs (1981:372) dalam bukunya mengatakan bahwa:
SI kini terpecah menjadi beberapa kelompok, walaupun arti penting
sepenuhnya kelompok-kelompok tersebut belum jelas. Kelompok
yang beraliran kiri yang dipimpin oleh cabang Semarang berusaha
keras mendapat kekuasaan. Di Jawa Barat, suatu cabang revolusioner
rahasia yang diberi nama Afdeeling B (Seksi B) atau Sarekat Islam
B didirikan oleh Sosrokardono dari CSI dan beberapa orang aktivis
lainnya pada tahun 1917 Pada awal tahun 1918, hasil pemilihan
anggota Volksraad diumumkan. Abdul Muis dari CSI dan seorang
Minangkabau yang tadinya menjadi anggota Insulinde, Abdul Rivai,
berhasil terpilih menjadi anggota adalah para bupati atau pejabatpejabat lainnya.
Ricklefs (1981:376) menjabarkan bahwasanya para pemimpin Islam modernis
dengan dedikasi mereka pada ortodoksi berdasarkan Al Quran dan hadis secara ketat,
merupakan penentang utama komunisme Islam.
Tahun 1927 merupakan tahun terakhir dari masa transisi PSI untuk menciptakan
struktur partai yang kuat. Pada tahun 1928 dan 1929 pemimpin-pemimpin PSI merasa
khawatir atas dominasi Partai Nasional Indonesia (PNI) dalam gelanggang politik.
Usaha PSI untuk mengorganisasikan kembali itu ternyata tidak mampu mencegah
kemundurannya yang berjalan terus secara pelan-pelan. PSII di tahun 1930 di bidang
politik sudah kehilangan pengaruhnya, karena putus hubungan atau keluarnya unsure
yang radikal; di bidang social-ekonomi dan agama PSII mendapat saingan dari
Indonesische Studieclub yang kemudian menjadi PBI dan di bidang agama mendapat
saingan dari Muhammadiyah serta mendapat tentangan dari NU; Ir. Soekarno dengan
pidato-pidatonya dapat mempengaruhi rakyat banyak dibandingkan Tjokroaminoto
dan H.Agus Salim (Poesponegoro & Notosusanto, 1984:345-346). Perselisihan antara
anggota pengurus besar partai yaitu Tjokroaminoto dan H.Agus Salim di satu pihak
melawan dr. Sukiman Wiryosanjoyo dan Suryopranoto di lain pihak mengakibatkan
perpecahan dalam tubuh PSII.

Poesponegoro & Notosusanto (1984:348) juga telah menambahkan bahwa dalam


kongres PSII di Palembang bulan Januari 1940 antara lain, diputuskan menyetujui
pemecatan atas diri Ketua Muda Dewan Partai, S.M.Kartosuwiryo. Sebab pemecatan
ialah karena Kartosuwiryo dan beberapa temannya sudah menyatakan bantahannya
dengan cara yang dipandang tidak baik terhadap perbuatan PSII menggabungkan diri
dalam Gapi. Mereka itu tidak setuju dengan gerakan mencapai parlemen.
Setelah dipecat, Kartosuwiryo pada permulaan tahun 1940 mendirikan badan
oposisi internt, yaitu Komite Pertahanan Kebenaran PSII yang pada tanggal 24 Maret
1940 mengadakan rapat umum di Garut. Dalam rapat tersebut diterangkan bahwa
akan dijalankan politik hijrah yang kukuh. Juga disiarkan keputusan akan
mengadakan suatu suffah, yaitu suatu badan untuk mendidik menjadi pemimpinpemimpin yang ahli. Demikian PSII kedua berdiri. Dalam kelompok ini sudah mulai
tampak cita-cita teoritis Islam yang kelak akan menjadi dasar perjuangan Darul Islam
Kartosuwiryo. Akan tetapi, kesempatan untuk kegiatan dan berkembang lebih lanjut
tertutup berhubung keadaan perang. Pada tanggal 10 Mei 1940 karena keadaan
darurat habislah kedua partai itu di bidang politik (Poesponegoro & Notosusanto,
1984:349).
Ricklefs (1981:377) juga telah menambahkan ketika pergerakan politik terpecahpecah, maka pertikaian agama dan budaya pun menimbulkan perpecahan-perpecahan
yang semakin mendalam. Pada tahun 1916, SI sudah terpecah di Minangkabau karena
adanya perbedaan doktrin. Kaum Islam modernis menyebut diri mereka SI kartu
putih, sedangkan kelompok-kelompok agama yang tradisional yang dipimpin oleh
kaum sufi disebut SI kartu merah.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
SDI telah didirikan pada tahun 1905 oleh H.Samanhudi yang lamakelamaan tumbuh dengan cepatnya menjadi perkumpulan yang besar dengan

anggota yang banyak jumlahnya. Sejalan dengan berkembangnya


perkumpulan itu secara kuantitatif maupun kualitatif, kata dagang pada
namanya berangsur-angsur kehilangan arti, sehingga nama Sarekat Dagang
Islam disebut Sarekat Islam saja, padahal nama Sarekat Islam itu baru
mendapat pengesahan dalam anggaran dasarnya pada tanggal 10 September
1912.
Sarekat Dagang Islam pada awalnya khusus mengurus soal perekonomian dan
perdagangan. Dan melihat anggaran dasarnya, yang telah dirumuskan bahwa, isi
anggaran-anggaran tersebut diutamakan untuk memajukan perdagangan. Berbeda
halnya dengan organisasi Budi Utomo yang memfokuskan di bidang pendidikan dan
budaya yang tujuannya ingin kemajuan bagi Hindia. Dengan hal ini, Budi Utomo
lebih cenderung untuk memajukan pendidikan dan Budi Utomo dijadikan tonggak
awal pelopor pergerakan nasional, sedangkan SI adalah tonggak awal pelopor
kebangkitan kesadaran ekonomi.
SI merupakan organisasi massa yang pertama di Indonesia, yang antara 19171920 sangat terasa pengaruhnya dalam politik Indonesia. Corak demokratis dan
kesiapan untuk berjuang yang mendekatkan beberapa cabang SI dan para
pemimpinnya kepada ajaran Marxis. Terutama SI di bawah Semaun dan Darsono,
merupakan pelopor yang menggunakan senjata dalam perjuangan melawan
imperialism, ialah teori perjuangan Marx. Tentu saja hal tersebut menimbulkan krisis,
dan pergolakan antara pendukung paham Islam dan paham Marx.
B. Saran
Makalah ini masih jauh dalam kesempurnaan, maka dari itu diperlukan kritik dan
saran yang dapat membangun makalah ini untuk menjadi lebih baik ke depannya.
DAFTAR RUJUKAN

Mulyono & Kutoyo, S. 1979. Haji Samnhudi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya
Poesponegoro & Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Indonesia Jilid V. Jakarta:
Balai Pustaka

Ricklefs, M.C. 1981. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT Serambi


Ilmu Semesta

Anda mungkin juga menyukai